Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Manurung, Pebrina
Abstrak :
WHO memperkirakan terdapat 8 juta penderita Down syndrome di dunia. Spesifiknya, ada 3.000-5.000 anak lahir mengidap kelainan kromosom per tahunnya. Down syndrome menimpa satu di antara 700 kelahiran hidup atau 1 diantara 800-1000 kelahiran bayi. Kejadian down syndrome bertambah sesuai dengan meningkatnya usia ibu hamil. Berdasarkan data Riskesdas, terdapat 0,12% penderita down syndrome pada 2010. Berdasarkan data Riskesdas, terdapat 0,12% penderita down syndrome pada 2010. Angka itu meningkat jadi 0,13% di 2013 dan data terbaru meningkat menjadi 0,21% pada 2018. Penyebab yang spesifik belum diketahui, tapi kehamilan oleh ibu yang berusia diatas 35 tahun beresiko tinggi memiliki anak down syndrom. Pada ibu yang berusia lebih dari 35 tahun, insidensi meningkat sampai 1 dari 300 kelahiran. Sedangkan pada ibu usia di atas 40 tahun, insidensi meningkat secara drastis mencapai 1 dari 10 kelahiran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan usia ibu saat hamil dengan kejadian down syndrome pada anak usia 0 – 59 bulan di Indonesia berdasarkan data Riskesdas 2018. Peneliti menggunakan desain studi cross-sectional menggunakan data sekunder dari survei Riskesdas 2018. Jumlah sampel 73.200 responden. Analisis yang digunakan uji regresi logistik biner. Signifikan secara statistik hubungan antara usia ibu saat hamil dengan kejadian down syndrome pada anak usia 0-59 bulan di Indonesia berdasarkan data Riskesdas dengan p-value = 0,000 dan POR 0,942 atau 1 (95% CI 0,918 – 0,967). Perlu dilakukan edukasi kepada wanita produktif mengenai risiko kehamilan di usia tua. .......WHO estimates that there are 8 million people with Down syndrome in the world. Specifically, there are 3,000-5,000 children born with chromosomal abnormalities per year. Down syndrome affects one in 700 live births or 1 in 800-1000 babies. The incidence of Down syndrome increases with the increasing age of pregnant women. Based on Riskesdas data, there were 0.12% of people with Down syndrome in 2010. Based on Riskesdas data, there were 0.12% of people with Down syndrome in 2010. The rate increased to 0.13% in 2013 and the latest data increased to 0.21% in 2018. The specific cause is not yet known, but pregnancy by mothers over the age 35 years of high risk of having Down syndrome children. In mothers over 35 years of age, the incidence increases to 1 in 300 births. Meanwhile, for mothers over 40 years of age, the incidence increases drastically, reaching 1 in 10 births. This study aims to determine the relationship between maternal age at pregnancy and the incidence of Down syndrome in children aged 0-59 months in Indonesia based on 2018 Riskesdas data. Researcher used a cross-sectional study design using secondary data from the 2018 Riskesdas survey. The total sample was 73,200 respondents. The analysis used binary logistic regression test. Statistically significant relationship between maternal age at pregnancy and the incidence of Down syndrome in children aged 0-59 months in Indonesia based on Riskesdas data with p-value = 0,000 and POR 0.942 or 1 (95% CI 0.918 - 0.967). It is necessary to educate productive women about the risks of pregnancy at old age
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ulfa Nurul Qomariah
Abstrak :
Komplikasi kehamilan menjadi penting karena komplikasi kehamilan adalah salah satu faktor penyebab kematian ibu. Kejadian komplikasi kehamilan di Indonesia telah mengalami peningkatan dari 11% di tahun 2007 menjadi 19 % di tahun 2017 berdasarkan data SDKI 2017. Tujuan dari penelitian ini yaitu menemukan hubungan antara usia ibu, paritas, dan aktivitas bekerja dengan kejadian komplikasi kehamilan di Indonesia berdasarkan data Survei Demografi Kesehatan Indonesia Tahun 2017. Desain penelitian ini adalah case control. Penelitian ini menggunakan data sekunder dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia Tahun 2017. Sampel penelitian ini adalah ibu hamil yang menjadi sampel pada penelitian Survei Demografi Kesehatan Indonesia Tahun 2017, terdiri dari 73 kasus dan 73 sampel. Hasil penelitian secara statistik diperoleh variabel yang memiliki hubungan signifikan dengan kejadian komplikasi kehamilan yaitu usia ibu (OR 3,086; 95% Cl 1,104-4,458; p value 0.028) dan paritas (OR 2,218; 95%Cl 1,104-4,458; p value 0,037). ......Currently, pregnancy complication is among key concern in health problems as it is one of the main factors causieng maternal death. The incidence of pregnancy complication in Indonesia has increased from 11% in 2007 to 19% in 2018 based on the 2017 IDHS data. The purpose of this study is to research the relationship between mother’s age, parities, and working activity with the incidence of pregnancy complication in Indonesia based on secondary data from Survey Data Indonesian Health Demographics (IDHS) in 2017. The design of this study is a case control study. The sampel of this study was pregnant women who became the IDHS 2017’ samples. The result of this study stastically obtained variables that have a significant relationship with the incidence of pregnancy complication are mother’s age (OR 3,086; 95% Cl 1,104-4,458; p value 0.028) and parities (OR 2,218; 95%Cl 1,104-4,458; p value 0,037).
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Veronica Zahra Lydia Cross
Abstrak :
ASI eksklusif terbukti menjadi makanan terbaik yang dapat diberikan ibu kepada anaknya selama 6 bulan pertama. Rendahnya cakupan ASI eksklusif di Indonesia perlu menjadi perhatian mengingat tingginya risiko kesehatan yang dapat mengancam pertumbuhan, kesehatan, hingga menyebabkan kematian bayi jika tidak ASI eksklusif. Berbagai faktor ditemukan menjadi penentu dalam praktik pemberian ASI eksklusif. Penelitian ini dilakukan untuk melihat faktor dominan yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif hingga 6 bulan pada anak usia 6-23 bulan di Indonesia. Desain yang digunakan adalah cross-sectional dengan menggunakan data sekunder IFLS-5 tahun 2014-2015 yang memiliki sampel anak usia 6-23 bulan sebanyak 1550 orang. Data dianalisis menggunakan uji chi square dan uji regresi logistik ganda. Hasil analisis menunjukkan prevalensi pemberian ASI eksklusif hingga usia minimal 5 bulan adalah sebesar 24,9%. Analisis bivariat menemukan beberapa faktor yang berhubungan signifikan dengan pemberian ASI eksklusif, yaitu usia ibu, pendidikan ibu, berat badan lahir, tempat persalinan, penolong persalinan, dan kunjungan ANC. Faktor status pekerjaan, status perkawinan, paritas, pengetahuan terkait ASI eksklusif, jenis kelamin, wilayah tempat tinggal, dan kunjungan PNC ditemukan tidak berhubungan signifikan dengan pemberian ASI eksklusif dalam penelitian ini. Hasil analisis multivariat menemukan usia ibu sebagai faktor dominan pemberian ASI eksklusif pada ibu dengan anak usia 6-23 bulan di Indonesia dengan OR 2,13. Penelitian ini menunjukkan bahwa optimalisasi praktik menyusui pada usia reproduktif dapat meningkatkan keberhasilan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan hingga 2,1 kali lebih tinggi. ......Exclusive breastfeeding (EBF) is proven to be the best food a mother can give to her child during the first 6 months. The low prevalence of EBF in Indonesia needs to be a concern given the many health risk of not breastfeeding exclusively, such as delayed growth, threatened health, and infant mortality. Various factors were found to be determinants in the practice of exclusive breastfeeding. This study was conducted to identify the dominant factor associated with 6-month EBF among children aged 6-23 months in Indonesia. The design used in this study is cross-sectional using IFLS-5 2014-2015 as a secondary data with a sample of 1550 children aged 6-23 months. Data were analyzed using chi square test dan multiple logistic regression test. The result found the prevalence of 5-month EBF was 24,9%. Bivariate analysis found several factors that were significantly related to EBF, which are maternal age, maternal education, birth weight, place of delivery, birth attendant, and ANC visits. The factors of employment status, marital status, parity, knowledge related to EBF, gender, area of residence, and PNC visits were not found to be significantly related to EBF practice in this study. The result of multivariate analysis showed maternal age as the dominant factor of EBF practice in mothers with children aged 6-23 months in Indonesia with an OR of 2,13. This study shows that optimizing breastfeeding practices at reproductive age can increase the success of 6-month EBF up to 2,1 times.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adlina Briliani
Abstrak :
Prevalensi berat bayi lahir rendah (BBLR) dan panjang lahir pendek di Indonesia masih cukup tinggi. BBLR dan panjang lahir pendek dapat memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan bayi serta dapat meningkatkan risiko penyakit degeneratif saat dewasa, oleh sebab itu pemahaman hubungan antara antropometri ibu sebelum hamil, usia ibu, dan usia kehamilan dengan berat dan panjang lahir bayi menjadi sangat penting. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui adanya hubungan antara antropometri ibu sebelum hamil, usia ibu, dan usia kehamilan dengan berat dan panjang lahir bayi di Jakarta, sehingga dapat diperkirakan tindakan preventif dalam rangka menurunkan angka morbiditas penyakit degeneratif dan angka mortalitas pada neonatus dan bayi di masa yang akan datang. Metode potong lintang digunakan untuk mengetahui hubungan antara pengukuran antropometri ibu sebelum hamil, usia ibu saat melahirkan, dan usia kehamilan dengan berat dan panjang lahir bayi di Jakarta berdasarkan data sekunder dari penelitian berjudul Longitudinal Study on the Effect of Multiple Micronutrients Supplementation on Haemoglobin Level of 8 to 22 Month-old Indonesian Children. Populasi terjangkau ibu dan bayi baru lahir dengan jumlah sampel sebesar 179. Pengolahan data meliputi analisis univariat Kolmogorov Smirnov dan bivariat dengan uji Chi Square dan uji korelasi Pearson dengan menggunakan perangkat lunak Stastistical Program for Social Science (SPSS) 20. Hasil utama penelitian ini memperlihatkan bahwa terdapat hubungan bermakna dengan kekuatan korelasi sangat rendah antara berat lahir bayi dengan usia kehamilan (r=0,199; p=0,008), berat badan ibu sebelum hamil (r=0,165; p=0,028), dan indeks massa tubuh (IMT) ibu sebelum hamil (r=0,172; p=0,022). Selain itu, terdapat hubungan bermakna dengan kekuatan korelasi rendah antara panjang lahir bayi dengan usia kehamilan (r=0,257; p=0,001). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara usia kehamilan, berat badan dan IMT ibu sebelum hamil dengan berat dan panjang lahir bayi. Sedangkan, tinggi badan dan usia ibu tidak memiliki hubungan bermakna dengan berat dan panjang lahir bayi. ......The prevalences of low birth weight (LBW) and short birth length in Indonesia are still quite high. LBW and short birth length can affect the growth and development of infants and increase the risks of degenerative diseases as adult, therefore an understanding of the relationship between maternal anthropometry before pregnancy, maternal age, and gestational age with birth weight and length is very important. The purpose of this study was to determine the relationship between maternal anthropometry before pregnancy, maternal age at delivery, and gestational age with birth weight and length in Jakarta, so that preventive measures can be estimated in order to reduce the morbidity of degenerative diseases and mortality rates in neonates and infants in the future. The cross-sectional method was used to determine the relationship between maternal anthropometry before pregnancy, maternal age, and gestational age and length of birth in Jakarta based on secondary data from a study entitled Longitudinal Study on the Effect of Multiple Micronutrients Supplementation on Hemoglobin Level of 8 to 22-Month-old Indonesian Children. Covered population of mothers and newborns with samples of 179. Data processing included univariate analysis of Kolmogorov Smirnov and bivariate with Chi Square test and Pearson correlation test using the Statistical Program for Social Science (SPSS) 20 software. The main results of this study show that there are significant relationships with very low correlation between birth weight and gestational age (r=0,199; p=0,008), maternal body weight before pregnancy (r=0,165; p=0,028), and maternal body mass index (BMI) before pregnancy (r=0,172; p=0,022). In addition, there is also a significant relationship with a low correlation between birth length and gestational age (r=0,257; p=0,001). Based on the results of this study, it can be concluded that there are significant relationships between gestational age, maternal body weight and BMI before pregnancy with birth weight and length. Meanwhile, maternal height and age do not have a significant relationship with birth weight and length.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nafa Shahira Anglila Syaharani
Abstrak :
Komplikasi kehamilan adalah salah satu penyebab kematian ibu yang dapat berdampak tidak hanya pada kesehatan ibu tetapi juga pada bayi baru lahir. Usia yang terlalu muda (<20 tahun) dan terlalu tua (>35 tahun) merupakan usia ibu hamil yang berisiko tinggi terhadap komplikasi kehamilan. Banten dan Jawa Barat berkontribusi terhadap tingginya angka wanita yang hamil pada usia risiko tinggi sekaligus juga menduduki peringkat lima tertinggi provinsi dengan persentase komplikasi kehamilan se-Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan komplikasi kehamilan berdasarkan usia ibu hamil risiko tinggi di Provinsi Banten dan Jawa Barat. Desain penelitian ini adalah cross-sectional menggunakan data sekunder dari hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017. Sampel penelitian ini adalah 777 wanita yang melahirkan anak terakhir lahir hidup dalam kurun waktu lima tahun terakhir yang berusia muda dan tua saat hamil dan bertempat tinggal di Provinsi Banten dan Jawa Barat. Data dianalisis menggunakan uji chi-square dan uji regresi logistik ganda model prediksi yang distratifikasi berdasarkan usia ibu hamil risiko tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komplikasi kehamilan lebih banyak terjadi pada ibu hamil usia tua di kedua provinsi. Di Provinsi Banten, variabel yang berhubungan dengan komplikasi kehamilan pada ibu hamil usia muda adalah status kehamilan, umur kandungan saat pemeriksaan kehamilan pertama, jumlah pemeriksaan kehamilan, masalah akses perawatan kesehatan ibu, pengambilan keputusan perawatan kesehatan ibu, tingkat pendidikan ibu, dan indeks kekayaan dengan umur kandungan saat pemeriksaan kehamilan pertama dan masalah akses perawatan kesehatan ibu sebagai variabel yang paling berhubungan. Pada ibu hamil usia tua, variabel yang berhubungan secara signifikan adalah status kehamilan dan jumlah pemeriksaan kehamilan dengan jumlah pemeriksaan kehamilan sebagai variabel yang paling berhubungan. Di Provinsi Jawa Barat, variabel yang berhubungan secara signifikan pada ibu hamil usia muda adalah tingkat pendidikan ibu dengan status pekerjaan ibu sebagai variabel yang paling berhubungan. Untuk mencegah komplikasi kehamilan pada ibu hamil usia risiko tinggi, institusi kesehatan terkait perlu meningkatkan promosi edukasi terkait komplikasi kehamilan dan “4 Terlalu dan 3 Terlambat”; akses layanan kesehatan reproduksi; cakupan pelayanan kesehatan ibu hamil; serta deteksi komplikasi kehamilan berdasarkan faktor risiko yang berpengaruh signifikan. ......Pregnancy complications are one of the causes of maternal death which can affect not only on mother’s health but also on the newborn. Ages that are too young (<20 years) and too old (>35 years) are the ages of pregnant women who are at high risk of pregnancy complications. Banten and West Java Province contribute to the high number of women who pregnant at a high-risk maternal age and are also ranked as the fifth highest province with the percentage of pregnancy complications in Indonesia. This study aims to determine the factors associated with pregnancy complications according to high-risk maternal age in the Provinces of Banten and West Java. The research design was cross-sectional using secondary data from 2017 Indonesia Demographic Health Survey (IDHS). The sample of this study was 777 women who gave birth to their last live birth within the last five years who were at young and advanced ages during pregnancy and lived in Banten and West Java Province. Data was analyzed using the chi-square test and multiple logistic regression stratified by high-risk maternal age. The results showed that pregnancy complications were more common in older pregnant women in both provinces. In Banten Province, the variables associated with pregnancy complications in young age pregnant women are pregnancy status, months pregnant at first received antenatal care, number of received antenatal care, problems accessing maternal health care, maternal health care decision-making, maternal education level, and wealth index with months pregnant at first received antenatal care and problems accessing maternal health care as the most related variables. In advanced age pregnant women, the variables that were significantly related were pregnancy status and number of received antenatal care with number of received antenatal care being the most related variable. In West Java Province, the variable that is significantly related to in young age pregnant women is maternal education level with maternal employment status as the most related variable. To prevent pregnancy complications in pregnant women of high risk age, health institutions need to increase promotion of education related to pregnancy complications and “4 Terlalu dan 3 Terlambat”; access to reproductive health services; coverage of health services for pregnant women; and detection of pregnancy complications based on risk factors that have a significant effect.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muzna Anisah
Abstrak :
Latar belakang: Serum Albumin merupakan protein plasma yang jumlahnya paling melimpah dalam darah dan berkontribusi dalam mempertahankan tekanan osmotik koloid dan juga mengikat substansi yang sukar larut dalam plasma dan membantunya agar dapat didistribusikan ke dalam tubuh. Protein dalam ASI kebanyakan disintesis oleh mammary epithelium namun serum albumin merupakan protein yang didapat langsung dari sirkulasi darah ibu dan disalurkan melalui blood-milk barrier. Kadar serum albumin yang ditemukan di dalam ASI jumlahnya dapat bervariasi, protein ini dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti masa menyusu bayi (fase laktasi), usia ibu, paritas, dan Indeks Massa Tubuh (IMT) Ibu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan kadar serum albumin pada ASI ibu yang menyusui bayi usia 1-3 bulan dan 4-6 bulan dan mencari hubungannya dengan  usia Ibu, jumlah paritas, dan IMT Ibu. Metode: Penelitian ini menggunakan sampel ASI yang diperoleh dari 58 ibu dari Puskesmas Petamburan (Jakarta Pusat) dan Puseksmas Cilincing (Jakarta Utara). Sampel dikelompokkan  menjadi dua kelompok, yaitu usia bayi 1-3 dan 4-6 bulan.  Kadar serum albumin diukur dengan kit Bromocresol Green (BCG) menggunakan spektrofotometer dengan Panjang gelombang 628 nm. Hasil : Hasil penelitian menunjukkan bahwa ASI pada periode laktasi yang lebih awal yaitu pada 1-3 bulan memiliki kadar serum albumin yang lebih tinggi secara bermakna dibandingkan dengan kadar serum albumin ASI pada kelompok usia 4-6 bulan (p=0,002). Kadar serum albumin ASI pada kelompok usia bayi 1-3 bulan tidak memiliki korelasi terhadap usia ibu (p=0,881), dan juga paritas (p=0,428), namun berkorelasi positif kuat bermakna terhadap IMT Ibu (p=000). Kadar serum albumin ASI pada kelompok usia bayi 4-6 bulan tidak memiliki korelasi terhadap usia ibu (p=0,581) dan juga paritas (p=0,823), namun berkorelasi positif kuat bermakna terhadap IMT Ibu (p=0,000).  Kesimpulan: Kadar serum albumin dalam ASI dipengaruhi oleh usia bayi atau fase laktasi, dimana kadar serum albumin lebih tinggi secara bermakna pada ASI kelompok bayi usia 1-3 bulan dibandingkan dengan ASI kelompok bayi usia 4-6 bulan. Kadar serum albumin berhubungan dengan IMT ibu yaitu kadar serum albumin akan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya IMT Ibu. ......Serum albumin is the most abundant plasma protein in the blood and contributes to maintaining osmotic colloid pressure and also binds poorly soluble substances in plasma and helps them to be distributed throughout the body. Protein in breast milk is mostly synthesized by the mammary epithelium, but serum albumin is a protein that is obtained directly from the mother's blood circulation and is channeled through the blood-milk barrier. Serum albumin levels found in breast milk can vary in number, this protein is influenced by various factors such as breastfeeding period (lactation phase), maternal age, parity, and maternal body mass index (BMI). This study aims to determine the comparison of serum albumin levels in breast milk of mothers who breastfeed infants aged 1-3 months and 4-6 months and to find out the relationship with maternal age, parity, and maternal BMI. This study used breast milk samples obtained from 58 mothers from Petamburan Public Health Center (Central Jakarta) and Cilincing Public Health Center (North Jakarta). The samples were grouped into two groups, namely infants aged 1-3 and 4-6 months. Serum albumin levels were measured with the Bromocresol Green (BCG) kit using a spectrophotometer with a wavelength of 628 nm. The results showed that breast milk in the earlier lactation period at 1-3 months had significantly higher serum albumin levels than breast milk serum albumin levels in the 4-6 month age group (p=0.002). Serum albumin levels in breast milk in infants aged 1-3 months had no correlations on maternal age (p = 0.881), and parity (p = 0.428), but a significant positive correlation with maternal BMI (p = 000) . Serum albumin levels in breast milk in the infant age group 4-6 months had no correlations to maternal age (p=0.581) and parity (p=0.823), but had a significant positive correlation to maternal BMI (p=0.000). Serum albumin levels in breast milk are influenced by the infant's age or lactation phase, where serum albumin levels are significantly higher in the breast milk group of infants aged 1-3 months compared to the breast milk group of infants aged 4-6 months. Serum albumin levels are related to maternal BMI, namely serum albumin levels will increase with increasing maternal BMI.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lalisang, Arnetta Naomi Louise
Abstrak :
Kelompok umur yang rentan terhadap kekurangan gizi adalah kelompok bayi dan balita. Karena status gizi yang baik sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan saat bayi dan balita, maka sangat penting untuk mengetahui status gizi dimulai sejak bayi. Status gizi menunjukkan seberapa besar kebutuhan fisiologis individu tersebut telah terpenuhi. Status gizi dipengaruhi oleh berbagai faktor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran status gizi bayi usia 1,5-8 bulan di Jakarta Pusat dan hubungannya dengan jenis kelamin bayi, pendidikan terakhir ibu, pekerjaan ibu, penghasilan ibu, usia ibu saat melahirkan, morbiditas diare dan Infeksi Saluran Napas Atas (ISPA), dan pemberian Air Susu Ibu (ASI). Juga diketahuinya sebaran ibu bayi. Penelitian menggunakan studi crosssectional dan dilakukan pada 92 responden yang memiliki bayi usia 1,5 hingga 8 bulan di Jakarta Pusat. Data didapatkan berupa status gizi bayi, jenis kelamin bayi, usia ibu saat melahirkan, tingkat pendidikan ibu, penghasilan ibu, morbiditas diare dan ISPA, dan pemberian ASI yang akan diteliti hubungannya dengan status gizi bayi yang diuji dengan uji Chi-Square (p<0,05). Dari hasil penelitian didapatkan status gizi non-wasted sebesar 94,6%, sedang sebesar 5,4%. Persentase hasil yang didapatkan masing-masing ialah jenis kelamin bayi laki-laki 46,7%, dan perempuan 53,3%, pemberian ASI eksklusif sebesar 33,7%, ibu bekerja 18,5%, diare dan ISPA bayi dalam kurun waktu 2 minggu terakhir masing-masing 10,9% dan 70,7% tingkat pendidikan ibu rendah 33,7%, sedang 50,0%, dan tinggi 16,3%, tingkat penghasilan keluarga sedang 27,2% dan tinggi 72.8. Semua variabel tersebut tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan status gizi bayi.
Age Group that is most vulnerable to malnutrition condition is infant and chidlren under five years. A Good nutritional status is necessary for growth and development in infant and children under five years, so it is important to know the nutritional status since early childhood. Nutritional status of someone shows how big the individual physiological needs have been met. Nutritional status is influenced by various factors. This study is intended for the purpose of knowing the nutritional status of infants aged 1.5 to 8 months in Central Jakarta and the relationship with the infant's sex, maternal last education, working mother, family income, maternal age at birth, morbidity of diarrhea and Upper Respiratory Tract infection (URTI), and breast milk. This research is conducted using crosssectional study with 92 respondents who have a baby aged 1.5 to 8 months in Central Jakarta. Data obtained includes the nutritional status of the baby, the infant's sex, maternal?s education, working mother, maternal age at birth, maternal education level, family income, morbidity of diarrhea and Upper Respiratory Tract infection (URTI), and breast milk will be related to the nutritional status of infants tested with the Chi-Square test (p <0.05). Results obtained from research are non-wasted nutritiona status of 94.6% and high of 5.4%. The percentage of each result accomplished by baby?s sex: boy is 46.7% and girl is 53.3%, the provision of exclusive breastfeeding is 33.7%, 18.5% from working mother, diarrhea and URTI in infants during the last two weeks respectively is 10.9% and70.7%, lower maternal education level is 33.7%, moderate 50.0%, 16.3% and higher, moderate level of family income is 27.2% and 72.8 high. All these variables have no meaningful relationship with the nutritional status of infants.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S09041fk
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fildza Sasri Peddyandhari
Abstrak :
Bayi (usia 0-12 bulan) merupakan kelompok yang rentan gizi (paling mudah menderita kelainan gizi), karena pada masa bayi terjadi proses pertumbuhan yang relatif pesat disertai kebutuhan gizi yang relatif besar. Diketahuinya status gizi seseorang menunjukkan seberapa besar kebutuhan fisiologis individu tersebut telah terpenuhi. Status gizi dipengaruhi oleh berbagai faktor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran status gizi bayi usia 1,5-8 bulan di Jakarta Timur dan hubungannya dengan jenis kelamin bayi, tingkat pendidikan ibu, ibu yang bekerja, penghasilan keluarga, usia ibu saat melahirkan, diare dan Infeksi Saluran Napas Atas (ISPA), dan pemberian Air Susu Ibu (ASI). Penelitian menggunakan studi cross-sectional dan dilakukan pada 87 responden yang memiliki bayi usia 1,5 hingga 8 bulan di Jakarta Timur. Data didapatkan berupa status gizi bayi, jenis kelamin bayi, usia ibu saat melahirkan, tingkat pendidikan ibu, penghasilan keluarga, morbiditas diare dan ISPA, dan bayi yang diberikan ASI, yang akan diteliti hubungannya dengan status gizi bayi yang diuji dengan uji Chi-Square (p<0,05). Dari hasil penelitian didapatkan proporsi status gizi wasted sebesar 1,1%. Dengan proporsi jenis kelamin bayi laki-laki 49,4%, dan perempuan 50,6%, pemberian ASI sebesar 27,6%, usia ibu saat melahirkan kurang dari 20 tahun dan lebih dari sama dengan 35 tahun sebesar 14,9%, ibu yang bekerja 10,3%, diare dan ISPA bayi dalam kurun waktu 14 hari terakhir masing-masing 9.2% dan 60,9%, tingkat pendidikan ibu rendah dan sedang 97,9%, tingkat penghasilan keluarga sedang 43,7%, semuanya tidak memiliki hubungan yang bermakna.
Infant (age 0-12 months) is a vulnerable group of nutrition (most easily suffer aberration nutrition), as the baby growth process that occurs relatively rapidly, along with nutritional needs, which is relatively large. Knowing someone nutrition status shows how much the individual physiological needs have been met. Nutritional status is influenced by various factors. This study aims to know the nutritional status of infants aged 1,5-8 months in East Jakarta and the relationship with the infant?s gender, history of breast feeding, maternal education level, working mother, family?s income, maternal age at giving birth, diarrhea, and upper respiratory tract infection (URTI). Research used cross-sectional study conducted on 87 and respondents who have an infants aged 1.5 to 8 months in East Jakarta. Data obtained form the nutrition status of the baby, the infant's gender, maternal age at giving birth, maternal education level, working mother, family?s income, diarrhea and URTI, and the breast feeding will be related to the nutritional status of infants tested with the Chi-Square test (p <0,05). Research results obtained from the proportion of wasted nutritional status of 1.1%. With the proportion of boy 49.4%, and girl 50.6%, 27.6% infants who is given breastfeeding, maternal age at giving birth less than 20 years and more than 35 years 14.9%, working mother 10.3%, diarrhea, URTI over the last 14 days each 9.2% and 60.9%, low and moderate maternal education level and are 97.9%, moderate family income levels are 43.7%, all does not have a meaningful association.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S09048fk
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Anggarani Idham
Abstrak :
Status gizi seseorang menunjukkan seberapa besar kebutuhan fisiologis individu tersebut telah terpenuhi. Status gizi dipengaruhi oleh berbagai faktor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status gizi bayi usia 1,5 - 8 bulan di Jakarta Barat dan hubungannya dengan jenis kelamin bayi, morbiditas diare dan Infeksi Saluran Napas Atas (ISPA), pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif, pendidikan terakhir ibu, ibu yang bekerja, penghasilan ibu, dan usia ibu saat melahirkan. Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional yang menggunakan pendekatan studi cross-sectional dan dilakukan pada 92 responden yang memiliki bayi usia 1,5 – 8 bulan di Jakarta Barat. Data yang didapatkan berupa jenis kelamin bayi, morbiditas diare dan ISPA dalam 14 hari terakhir, pemberian ASI, usia ibu saat melahirkan, tingkat pendidikan terakhir ibu, penghasilan ibu, dan ibu yang bekerja yang akan diteliti hubungannya dengan status gizi bayi dengan uji Chi-Square (p<0.05). Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa dari 92 sampel bayi 1,5 – 8 bulan pada penelitian ini, 97,8% mengalami non wasted, 2,2% mengalami wasted dan dari hasil uji statistik didapatkan hasil bahwa jenis kelamin(P = 0,503), pemberian ASI eksklusif (P = 1,000), diare dalam 14 hari terakhir(P = 1,000), ISPA dalam 14 hari terakhir (P = 1,000), usia ibu saat melahirkan(P = 1,000), tingkat pendidikan ibu (P = 1,000), ibu yang bekerja (P = 1,000), dan penghasilan keluarga (P = 0,548) semuanya tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan status gizi bayi. ......Nutritional status described how big individual physiological requirement fulfilled. Nutrition status influenced by various factors. The aim of the study was to determine the prevalence of infant’s nutritional status aged 1,5 – 8 months at West Jakarta associated with infant’s gender, diarrhea, Upper Respiratory Tract Infection (URTI), exclusive brest feeding, maternal education level, working mother, family’s income, and maternal age at giving birth. This research is an observational analytic research that using cross sectional study conducted to 92 respondents who has infants aged 1,5 – 8 months in West Jakarta. Data obtained from infant’s gender, diarrhea, Upper Respiratory Tract Infection (URTI), exclusive brest feeding, maternal education level, working mother, family’s income, maternal age at giving birth will be related to nutritional status of infants tested with chi square test (p<0,05). The results of this research show that among 92 sample, there were 97,8 % infants wasted and 2,2 % non wasted. At the end of statistic test we obtained that infant’s gender (P = 0,503), exclusive breast feeding (P = 1,000), diarrhea in last 14 days (P = 1,000), URTI in last 14 days (P = 1,000), maternal age at giving birth (P = 1,000), maternal education level (P = 1,000), working mother (P = 1,000), and family’s income (P = 0,548), all of these factors do not have significant relationship with nutritional status.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Simangunsong, Matthew Mindo Parsaoran
Abstrak :
Status gizi seseorang menunjukkan seberapa besar kebutuhan fisiologis individu tersebut telah terpenuhi. Status gizi dipengaruhi oleh berbagai faktor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran status gizi bayi usia 1,5-8 bulan di Jakarta Utara dan hubungannya dengan jenis kelamin bayi, pendidikan terakhir ibu, pekerjaan ibu, penghasilan ibu, usia ibu saat melahirkan, morbiditas diare dan Infeksi Saluran Napas Atas (ISPA), dan pemberian Air Susu Ibu (ASI). Penelitian menggunakan studi cross-sectional dan dilakukan pada 86 responden yang memiliki bayi usia 1,5 hingga 8 bulan di Jakarta Utara. Data didapatkan berupa status gizi bayi, jenis kelamin bayi, usia ibu saat melahirkan, tingkat pendidikan ibu, penghasilan ibu, morbiditas diare dan ISPA, dan pemberian ASI yang akan diteliti hubungannya dengan status gizi bayi yang diuji dengan uji Chi-Square (p<0,05). Dari hasil penelitian didapatkan proporsi status gizi wasted sebesar 2,3%, dengan proporsi jenis kelamin bayi laki-laki 45,3%, dan perempuan 54,7%, pemberian ASI sebesar 32,6%, ibu bekerja 11,6%, diare dan ISPA bayi dalam kurun waktu 2 minggu terakhir masing-masing 3,5% dan 32,6%, tingkat pendidikan ibu rendah 61,6%, sedang 38,4%, dan tidak ada yang tinggi, tingkat penghasilan keluarga sedang 53,5% dan tinggi 46,5, semuanya tidak memiliki hubungan yang bermakna (p>0,05).
Nutrition status of someone showing how big the individual physiological needs have been met. Nutritional status is influenced by various factors. This study aims to know the nutritional status of infants aged 1,5-8 months in East Jakarta and the relationship with the infant?s gender, history of breast feeding , maternal education level, working mother, family?s income, maternal age at giving birth, diarrhea, and upper respiratory tract infection (URTI). Research used crosssectional study conducted on 86 and respondents who have an infants aged 1.5 to 8 months in East Jakarta. Data obtained form the nutrition status of the baby, the baby's gender, maternal age at giving birth, maternal education level, working mother, family?s income, morbiditas diarrhea and URTI, and the breast feeding will be related to the nutritional status of infants tested with the Chi-Square test (p<0,05). Research results obtained from the proportion of wasted nutritional status of 1.1%. With the proportion of boy 45.3%, and girl 54.7%, 32.6% breastfeeding, maternal age at giving birth less than 20 years and more than 35 years 26.7%, working mother 11.6%, diarrhea URTI over the last 2 weeks each 3.5% and 32.6%, low maternal education level are 61.6%, moderate family income levels are 53.5% and high are 46,5% , all does not have a meaningful association (p>0,05).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S09053fk
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library