Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kanti P. Tjahjono
Abstrak :
Skripsi ini membahas tentang pembentukan identitas dalam novel Sweetness in the Belly karya Camilla Gibb. Pembentukan identitas dilihat dari tokoh utama yaitu Lily yang merupakan seorang perempuan berkulit putih dan beragama Islam. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan kesemua analisis merujuk pada teks. Penulis mengkaitkan konsep identitas Stuart Hall untuk menunjukkan pembentukan identitas Lily. Temuan penelitian ini adalah identitas merupakan sesuatu yang tidak pernah selesai pembentukannya dan selalu terkonstruksi. Tokoh Lily dalam novel ini selalu membentuk suatu identitas baru sesuai dengan keadaannya. ......The focus of this study is about the forming of identity on the novel Sweetness in the Belly by Camilla Gibb. The forming of identity is seen through the main character Lily who is a white Islamic woman. This qualitative study refers to the analysis of the texts. This study uses the theory of Stuart Hall to support the ideas of identity. The conclusion of this study is that identity is an on-going process and therefore it will never stop. Lily in this novel always forms new identity to adapt with her situation.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S14114
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ahsani Taqwiem
Abstrak :
Artikel ini mengangkat topik mengenai representasi dalam musik, terutama dalam contoh fenomena rastafari dan musik reggae. Dalam pandangan Stuart Hall, representasi terbagi menjadi tiga cara, yaitu reflective, intentional, dan constructionist. Pembeda dari ketiga pendekatan ini adalah proses representasinya, yang mana nantinya di akhir akan menghasilkan kesimpulan yang berbeda-beda. Secara khusus, permasalah representasi musik dalam artikel ini berfokus pada pendekatan constructionist. Data dalam artikel ini dikumpulkan melalui metode penelusuran data pustaka dan dianalisis dengan pendekatan teori representasi dari Stuart Hall. Beberapa teori representasi dalam musik pun digunakan untuk memperkuat argumentasi penulisan. Hasil analisis menunjukkan bahwa musik mampu menghadirkan satu representasi seperti yang digambarkan dalam musik reggae, yang menghadirkan representasi rastafari.
This article raises the topic of representation in music, especially in the examples of Rastafari phenomena and reggae music. In Stuart Hall's view, representation is divided into three ways, namely reflective, intentional, and constructionist. The differentiator of the three approaches is the process of representation, which in the end will produce different conclusions. Specifically, the problem of music representation in this article focuses on the constructionist approach. The data in this article was collected through a library data search method and analyzed with the representation theory approach from Stuart Hall. Some representation theories in music are also used to strengthen the argumentation of writing. The analysis shows that music is able to present one representation as depicted in reggae music, which presents Rastafari representation.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Vinny Damayanthi
Abstrak :
[;;, ABSTRAK
Penelitian ini berusaha menemukan posisi khalayak ketika memaknai pelaku pembunuhan dalam film The Act of Killing/Jagal dengan pendekatan reception analysis Stuart Hall yang memposisikan 3 (tiga) “posisi hipotesis” decoder: dominan, negotiated, dan oposisi. Jagal adalah film dokumenter yang mengisahkan kehidupan sehari-hari mantan pelaku pembunuhan massal pemberantas anggota Partai Komunis Indonesia pasca peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G30S) dengan tokoh sentral Anwar Congo dan Adi. Sampling penelitian terbatas pada komunitas interpretatif dengan kriteria: lahir setelah tahun 1980, pernah menonton film Pengkhianatan G30S/PKI dan Jagal, pernah mengunjungi museum dan monumen bersejarah terkait G30S, dan memiliki konstruksi tentang PKI sebelum menonton film Jagal. Peneliti melakukan wawancara mendalam terhadap 6 (enam) informan dengan beragam latar belakang. Wawancara dilakukan untuk mengetahui pemaknaan komunitas interpretatif terhadap 8 (delapan) adegan yang dinilai relevan dengan penelitian. Peneliti juga menghimpun informasi mengenai encoding sutradara. Dengan reception analysis, peneliti menemukan bahwa keragaman latar belakang dan pengalaman menyebabkan khalayak juga meng-encode teks media dengan beragam. Posisi khalayak tidak konsisten di satu posisi tertentu pada tiap adegan. Ada kalanya cenderung berada di posisi dominan pada adegan tertentu namun cenderung berada di posisi negotiated atau oposisi pada adegan lain.
ABSTRACT
This research tried to find audiences‟ position when they interpret murderer showed in The Act of Killing/Jagal film with reception analysis approach from Stuart Hall which had 3 (three) “hypothetical position” of decoder: dominan-hegemonic position, negotiated position, and oppositional position. Jagal is a documentary film that told us the daily life of a mass murderer who did massacre of Indonesian Communist Party (PKI) members after September 30th Movement (G30S) with Anwar Congo and Adi as the central role. The sampling were limited to interpretive community with general criteria: were born after 1980, watched Pengkhianatan G30S/PKI and Jagal film, and had construction about PKI before they watched Jagal. Researcher did depth interview with 6 (six) informants that came from various backgrounds. The aim of the interview was to revealed the meaning of the interpretive community towards 8 (eight) scenes that relevant to the research. Researcher also gathered information about the encoding that the director‟s wanted to present in the film. With reception analysis, researcher found that diversity of backgrounds and experiences caused the audiences encoded media texts in various ways. Audiences‟ positions are not stick to one position for all relevant scenes. There were times when they are dominant on particular scenes but negotiated or oppositional on another]
2015
T44692
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Octavia Anantaputri
Abstrak :
Indonesia adalah negara yang mengakui kepercayaan agama, seperti Islam, Kristen, Hindu, dan Budha. Namun, populasi yang dominan adalah umat Muslim; dengan demikian, norma sosial yang berlaku kurang lebih mencerminkan kepercayaan mayoritas. Budaya asing, khususnya budaya barat, sering dianggap tidak pantas dan tidak sesuai dengan budaya Indonesia. Salah satu contoh terbaru adalah lagu "God is a Woman," yang menyampaikan pesan pemberdayaan perempuan. Lagu tersebut dianggap kontroversial karena membawa nama Tuhan dan menyamakannya dengan sifat manusia, termasuk memiliki jenis kelamin. Selain itu, lagu ini berisi konten yang eksplisit secara seksual yang dianggap tabu. Meskipun ada banyak tantangan agar lagu ini dapat diterima di masyarakat, lagu ini masih banyak beredar di kalangan generasi muda di Indonesia. Menurut teori respon audiens Stuart Hall, ada tiga jenis audiensi yang menerima, menolak, atau menegosiasikan sebuah karya. Dalam penelitian ini, akan dibahas bagaimana pemuda Indonesia menegosiasikan lagu yang sebenarnya kontroversial tetapi tetap menjadi favorit mereka. ......Indonesia is a country that recognizes religious beliefs, including Islam, Christianity, Hinduism and Buddhism. However, the dominant population is Muslims; thus, the prevailing social norms more or less reflect the majority‟s belief. Foreign cultures, especially western culture, are often considered to be inappropriate and not in accordance with Indonesian culture. One of the most recent examples is the song "God is a Woman," which conveys the message of female empowerment. The song was considered controversial because it brought the name of God and equated it with human traits, which include having a gender. In addition, this song contains sexually explicit content that is considered taboo. Although there are many challenges for this song to be accepted in the community, surprisingly, it is still widely circulating within the younger generation in Indonesia. According to Stuart Hall's reception theory, there are three types of audiences who accept, reject, or negotiate a work. In this research, we will discuss how Indonesian youth negotiate songs that are actually controversial but remain their favourite.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
AULIYA PUTRI ARFIANTI
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan representasi perselingkuhan dalam drama serial Fishbowl Wives (2022) serta implikasinya terhadap stereotipe alasan perselingkuhan berdasarkan gender dengan menggunakan teori representasi oleh Stuart Hall (1997) sebagai kerangka berpikir. Penelitian ini memanfaatkan pertanyaan kuesioner dari Infidelity Questionnaire (INFQ), metode analisis teks dan metode interpretasi komposisi visual sebagai metode analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Fishbowl Wives memperkuat stereotip dikotomi gender bahwa perempuan melakukan perselingkuhan karena alasan emosional, sedangkan laki-laki karena alasan kepuasan seksual tetapi di saat yang bersamaan menampilkan pula kerumitan yang berlapis di balik alasan tersebut. ......This study aims to reveal the representation of infidelity in the Fishbowl Wives (2022) drama series and its implications for the gender stereotype behind the reasons for infidelity by using representation theory by Stuart Hall (1997) as the theoretical framework. This study utilizes questionnaires from the Infidelity Questionnaire (INFQ), text analysis methods, and visual composition interpretation methods as analytical tools. The results show that Fishbowl Wives reinforces the gender stereotype that women commit adultery for emotional reasons, while men for sexual satisfaction but at the same time show the complexity behind these reasons.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Vinny Damayanthi
Abstrak :
Penelitian ini berusaha menemukan posisi khalayak ketika memaknai pelaku pembunuhan dalam film The Act of Killing/Jagal dengan pendekatan reception analysis Stuart Hall yang memposisikan 3 (tiga) ?posisi hipotesis? decoder: dominan, negotiated, dan oposisi. Jagal adalah film dokumenter yang mengisahkan kehidupan sehari-hari mantan pelaku pembunuhan massal pemberantas anggota Partai Komunis Indonesia pasca peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G30S) dengan tokoh sentral Anwar Congo dan Adi. Sampling penelitian terbatas pada komunitas interpretatif dengan kriteria: lahir setelah tahun 1980, pernah menonton film Pengkhianatan G30S/PKI dan Jagal, pernah mengunjungi museum dan monumen bersejarah terkait G30S, dan memiliki konstruksi tentang PKI sebelum menonton film Jagal. Peneliti melakukan wawancara mendalam terhadap 6 (enam) informan dengan beragam latar belakang. Wawancara dilakukan untuk mengetahui pemaknaan komunitas interpretatif terhadap 8 (delapan) adegan yang dinilai relevan dengan penelitian. Peneliti juga menghimpun informasi mengenai encoding sutradara. Dengan reception analysis, peneliti menemukan bahwa keragaman latar belakang dan pengalaman menyebabkan khalayak juga meng-encode teks media dengan beragam. Posisi khalayak tidak konsisten di satu posisi tertentu pada tiap adegan. Ada kalanya cenderung berada di posisi dominan pada adegan tertentu namun cenderung berada di posisi negotiated atau oposisi pada adegan lain.

This research tried to find audiences‟ position when they interpret murderer showed in The Act of Killing/Jagal film with reception analysis approach from Stuart Hall which had 3 (three) ?hypothetical position? of decoder: dominan-hegemonic position, negotiated position, and oppositional position. Jagal is a documentary film that told us the daily life of a mass murderer who did massacre of Indonesian Communist Party (PKI) members after September 30th Movement (G30S) with Anwar Congo and Adi as the central role. The sampling were limited to interpretive community with general criteria: were born after 1980, watched Pengkhianatan G30S/PKI and Jagal film, and had construction about PKI before they watched Jagal. Researcher did depth interview with 6 (six) informants that came from various backgrounds. The aim of the interview was to revealed the meaning of the interpretive community towards 8 (eight) scenes that relevant to the research. Researcher also gathered information about the encoding that the director‟s wanted to present in the film. With reception analysis, researcher found that diversity of backgrounds and experiences caused the audiences encoded media texts in various ways. Audiences‟ positions are not stick to one position for all relevant scenes. There were times when they are dominant on particular scenes but negotiated or oppositional on another]
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
384 JPPKI 7:1 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Wishnu Perdana
Abstrak :
ABSTRAK
Pemaknaan merupakan elemen mendasar yang hadir dalam setiap proses komunikasi yang terjadi pada manusia. Memaknai sebuah pesan selalu memberikan perspektif yang bermacam macam dilevel individu. Disrupsi merupakan fenomena sosial yang sekarang hadir dimasyarakat dan menyita perhatian banyak kalangan karena implikasinya yang merusak struktur sosial dan ekonomi dalam beberapa ruang lingkup hidup manusia. Pemaknaan individu mengenai disrupsi pun menunjukkan persepsi yang bermacam macam. Penelitian ini menggunakan model teori Encoding/Decoding Stuart Hall untuk menjelaskan pemaknaan mengenai disrupsi yang terjadi dilingkungan kerja pegawai perbankan. Industri perbankan dipilih sebagai subjek penelitian karena dianggap memiliki hubungan yang kuat dengan penggunaan teknologi yang menjadi penyebab disrupsi dan juga memiliki hubungan yang kuat dengan struktur sosial masyarakat karena merupakan lembaga penunjang aktifitas perekonomian masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan karyawan perbankan memaknai fenomena disrupsi di lingkungan perbankan dengan posisi yang berbeda beda seperti yang didefinisikan dalam model teori Encoding/Decoding Stuart Hall dimana terdapat tiga posisi penerima pesan dalam memaknai disrupsi, yakni Dominant Hegemonic, Negotiated Position, dan Opposition Position. Namun ketiga posisi ini hanya ditunjukkan oleh pegawai perbankan dalam memaknai disrupsi dalam konteks mikro, artinya disrupsi yang terjadi hanya pada ruang lingkup kerja masing-masing pegawai. Bila melihat disrupsi dalam konteks makro masing masing pegawai dalam ruang lingkup kerja yang berbeda beda justru memaknai disrupsi dengan posisi dominant karena dianggap fenomena disrupsi yang hadir diperbankan dalam konteks makro justru mempermudah pelayanan dan meringankan pekerjaan pegawai yang mana meningkatkan kemampuan pelayanan yang di tawarkan oleh perbankan.
ABSTRACT
Meaning is a fundamental element that is present in every communication process that occurs in humans. Meaning a message always provides a variety of perspectives at the individual level. Disruption is a social phenomenon that is now present in society and seizes the attention of many because of its implications that undermine social and economic structures in some spheres of human life. Individual meaning of disruption also shows various perception. This study uses Stuart Hall's Encoding / Decoding theory model to explain the meaning of disruption occurring in the working environment of banking employees. The banking industry is chosen as the subject of research because it is considered to have a strong relationship with the use of technology that causes disruption and also has a strong relationship with the social structure of society because it is an institution supporting the economic activities of the community. The results showed that banking employees interpreted the disruption phenomenon in the banking environment with different positions as defined in the Stuart Hall Encoding / Decoding theory model where there are three message receiving positions in the meaning of disruption, Dominant Hegemonic, Negotiated Position, and Opposition Position. However, these three positions are only shown by banking officers in interpreting disruption in the micro context, meaning disruption that occurs only in the scope of work of each employee. When looking at disrupsi in the macro context of each employee in a different scope of work, it just means disruption with dominant position because it is considered disruption phenomenon that is present in the banking in the macro context actually simplify the service and ease the employment of employees which increase the service capabilities offered by the banking.
2018
T50828
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adilla Zikrina Zhulfa
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan mengungkapkan representasi transgender dalam film Karera ga Honki de Amu Toki Wa (2017)—disingkat KHAT—karya Naoko Ogigami dan implikasinya terhadap penelitian-penelitian terdahulu yang membahas representasi transgender dalam media populer. Penelitian ini menerapkan teori representasi oleh Stuart Hall (1997) sebagai kerangka berpikir dan metode analisis teks serta metode analisis interpretasi komposisi visual. Penelitian ini menemukan bahwa film KHAT merepresentasikan transgender secara positif sebagai wujud ideologi Ogigami yang ingin menggambarkan transgender sebagai manusia yang eksis dalam kehidupan sehari-hari dan memiliki hak setara. Penelitian ini menyimpulkan bahwa meskipun representasi transgender melalui tokoh Rinko—transgender laki-laki ke perempuan—bertentangan dengan representasi transgender pada umumnya dalam media populer, konsekuensi yang diambil film adalah pemangkasan realitas. Penokohan Rinko yang sangat ‘perempuan’ dan mendapat kedamaian setelah menanggalkan kejantanannya memberi kesan bahwa transgender laki-laki ke perempuan yang karakteristiknya mendekati perempuan biologis akan lebih mudah diterima masyarakat. ......This study aims to reveal the representation of transgender in Karera ga Honki de Amu Toki Wa (2017)—abbreviated as KHAT—directed by Naoko Ogigami and its implications for previous studies discussing the representation of transgender in popular media. This study applies the representation theory by Stuart Hall (1997) as the theoretical framework, and text analysis method as well as visual composition interpretation analysis method as the analytical tools. This study finds that KHAT represents transgender positively as a form of Ogigami ideology who wants to portray trans community as people who exist in everyday life and have equal rights. This study concludes that although the representation of transgender through Rinko—male-to-female trans character—is contrary to general representations of trans community in popular media, this film takes the risk of reducing reality. Rinko's character who is very 'womanly' and finds peace after leaving her masculinity gives the impression that male-to-female transgender whose characteristics are close to biological women will be more easily accepted by society.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lufti Avianto
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana remaja memaknai budaya korupsi yang digambarkan dalam cerita film "Pssst… Jangan Bilang Siapa-Siapa", dengan memaknai pesan secara dominan (dominant), berlawanan (oppositional) atau negosiasi antara keduanya (negotiated) yang dikaitkan dengan tipe komunikasi keluarga consensual, pluralistic, protective atau laissez-faire. Remaja merupakan khalayak aktif yang memiliki interpretasi berbedabeda terhadap pesan dalam teks film. Di sisi lain, remaja merupakan bagian dari interpretive communities yang memiliki pemahaman kolektif terhadap budaya korupsi sebagaimana disampaikan dalam film. Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis dengan pendekatan kualitatif. Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah wawancara mendalam kepada narasumber remaja yang merupakan pelajar SMA. Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa pemaknaan remaja terhadap pesan dalam film bergantung pada bagaimana konteks dan ruang lingkup perilaku korupsi tersebut. Peran ayah dan ibu dalam keluarga, komunikasi dan nilai yang dibagikan dalam keluarga, nilai bersama dalam kelompok rekan sebaya, media massa dan instansi sekolah memiliki peran dalam membentuk pemahaman dan perilaku anti-korupsi remaja. ...... The purpose of this research is to understand how teenagers interprete corruption culture that constructed in the movie "Psst… Jangan Bilang Siapa- Siapa", which could make a dominant, oppositional or negotiated reading, which correlated with the type of family communication such as consensual, pluralistic, protective atau laissez-faire. Teenagers as active audience who have different reading to the content of the movie. In the other side, teenagers as interpretive communities have collective understanding toward corruption culture as constructed in the movie. This research used qualitative approach based on constructivist paradigm. The data was collected with in-depth interview method to selected high-school students. The result of this study indicate that interpretation of the teenagers toward the message of the movie depend on how the context of the corruption itself. The roles of father and mother within the family, conversation and conformity in the family, shared meaning in peer communities, mass media and school institution have a significant influence to form the anti-corrupction‟s value and behavior.
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T42437
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library