Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tazkiya Chaerani Athaya Hakim
Abstrak :
Pada umumnya film merupakan representasi dari realitas sosial yang terjadi di masyarakat. Namun melalui representasi tersebut, perempuan kerap ditempatkan sebagai gender yang tersubordinasi dan didominasi. Et Dieu... créa la femme (1956) merupakan salah satu film Prancis yang menunjukkan bahwa terdapat pergeseran pada cara media merepresentasikan perempuan di layar lebar Prancis pada tahun 50-an. Dengan menggunakan kajian film dari Boggs & Petrie (2018) serta teori male gaze oleh Mulvey (1989), artikel ini memaparkan bagaimana unsur-unsur dalam film menempatkan perempuan sebagai objek maskulin dalam rangka melanggengkan jaringan patriarki yang telah lama terkonstruksi. Hasil analisis menunjukkan bahwa konstruksi perempuan dalam film Et Dieu... créa la femme bersifat ambigu: narasi film seolah menawarkan wacana kebebasan berekspresi bagi perempuan yang mendobrak wacana dominan patriarki yang kerap mengekang ruang gerak perempuan, tetapi nyatanya masih tidak membebaskan perempuan dari jeratan objektivikasi melalui sudut pandang laki-laki.  ......In most cases, films are a representation of the social realities that occur in society.  However, through these representations, women are often placed as the subordinated and dominated gender. Et Dieu... créa la femme (1956) is one of the French films that shows that there was a shift in the way the media represented women on the French big screen in the 50s. Using Boggs & Petrie's (2018) film studies and Mulvey's (1989) male gaze theory, this article explains how elements in the film place women as masculine objects in order to perpetuate long-constructed patriarchal networks. The results of the analysis show that the construction of women in Et Dieu... créa la femme is ambiguous: the film's narrative seems to offer a discourse of freedom of expression for women that breaks the dominant patriarchal discourse that often restricts women's space, but in fact still does not free women from the trap of objectification through the male point of view.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sujatrini
Abstrak :
Skripsi ini mengungkapkan permasalahan tentang pemikiran_pemikiran dasar feminisme di tahun 70-an, serta dampaknya dalam sinema di Perancis di masa itu. Analisis dibuat berdasarkan teori Dominique Noguez, yang diilhami oleh pemikiran Karl Marx mengenai materialism dialektik. Setiap kelompok masyarakat mempunyai ideologi yang dihayati secara tak sadar oleh anggota masyarakat yang bersangkutan. Ideologi tersebut terungkap dalam karya-karya seni yang dihasilkan oleh para seniman. Teori Noguez menyebutkan bahwa ideologi dan sinema tidak dapat dipisahkan. Film merupakan ungkapan ideologi dari sutradara yang membuatnya dan merupakan media yang efektif untuk menanamkan ideologi tertentu kepada penontonnya. Dalam bab II diuraikan perkembangan konsep-konsep baru menyangkut kedudukan perempuan dalam masyarakat Perancis. Konsep-konsep yang kemudian disebut feminisme ini, pertama kali diutarakan oleh Poullain de la Barre pada abad XVII. Pada dasarnya, konsep-konsep terebut melihat bahwa kedudukan perempuan sebenarnya secara alamiah sama dengan pria, sehingga kaum perempuan berhak memperoleh pendidikan dan mendapat kedudukan yang sama dengan pria dalam masyarakat, dalam pekerjaan maupun perkawinan.
Depok: Universitas Indonesia, 1997
S14500
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desvira Salsabila Putri
Abstrak :
Penyandang disabilitas sering kali dianggap sebagai kaum yang tidak memiliki kemampuan untuk bisa hidup layaknya non-difabel, mereka juga kerap dianggap tidak bisa bersosialisasi dengan lingkungan luas karena kekurangan yang mereka miliki. Film La Famille Bélier menunjukkan bahwa penyandang tuna rungu dapat bersosialisasi dan menjalani aktivitas selayaknya kaum normal, namun adanya unsur ketergantungan kaum tuna rungu terhadap kaum normal dalam film ini membuat seolah-olah mereka tak berdaya terutama dalam hal komunikasi. Artikel ini bertujuan untuk melihat bagaimana kaum disabilitas direpresentasikan dalam film, dengan metode penelitian kualitatif berdasarkan teori kajian film Boggs dan Petrie (2008), analisis semiotika Roland Barthes, dan teori representasi dari Stuart Hall (1997). Penelitian menemukan bahwa tokoh penyandang tuna rungu pada film ini tetap direpresentasikan sebagai kaum yang tidak berdaya dan bergantung kepada kaum normal. Dengan demikian mengukuhkan wacana ketidaksetaraan pada kaum disabilitas, serta ketidakmampuan dalam menjalani kehidupan dengan membandingkan antara kaum disable dengan kaum normal. ......People with disabilities are often considered as people who do not have the ability to live like non-disabled people, they are also often considered unable to socialize with the wider environment because of their shortcomings. The film La Famille Bélier shows that deaf people can socialize and carry out activities like normal people do, but the dependence of the deaf on normal people in this film makes it seem as if they are powerless, especially in terms of communication. This article aims to see how people with disabilities are represented in films, using qualitative research methods based on Boggs and Petrie's (2008) film study theory, Roland Barthes semiotic analysis, and Stuart Hall's (1997) representation theory. The study found that the deaf characters in this film are still represented as people who are powerless and dependent on normal people. Thus confirming the discourse of inequality in people with disabilities, as well as the inability to live life by comparing disabled people with normal people.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Syifa Amelia
Abstrak :
Pada masa Perang Dunia II, Prancis menjadi salah satu negara yang diduduki oleh Jerman. Saat itu, Nazi mengharuskan keberadaan seluruh Yahudi di Prancis dihapuskan. Dari pengalaman ini, sinema Prancis pasca Perang Dunia II banyak dihiasi oleh kisah-kisah perang dunia dengan sentuhan bentuk dokumenter, ataupun dalam bentuk lain yang banyak mengangkat Yahudi di dalamnya. Salah satunya adalah film Au Revoir Les Enfants (1987) karya Louis Malle, yang di dalamnya banyak memasukkan kisah pengalaman hidupnya. Film semi-otobiografi ini menggambarkan kehidupan anak Yahudi bernama Jean Bonnet yang harus menyamar sebagai siswa Katolik Prancis di sebuah sekolah asrama pada masa pendudukan Jerman. Hal ini diakibatkan adanya sentimen terhadap Yahudi yang terus berkembang di lingkungan masyarakat Prancis. Penelitian ini bertujuan untuk memperlihatkan bagaimana stigmatisasi yang dimunculkan pada masyarakat Prancis terhadap Yahudi di masa Perang Dunia II. Dengan metode kualitatif, akan digunakan pembedahan unsur dramatik dan sinematografis film, teori stigmatisasi menurut Erving Goffman (2009), dan konsep diskriminasi menurut Larry Willmore (2001). Hasil analisis menunjukkan bahwa masyarakat Prancis kerap melakukan stigmatisasi kesukuan terhadap suku bangsa Yahudi secara keseluruhan, yang juga melahirkan adanya tindakan diskriminasi. Tindakan ini dilakukan dalam lingkup institusi sekolah dan gereja Katolik. Dominasi kelompok yang menolak keberadaan Yahudi tanpa adanya tekanan dari penguasa menunjukkan bagaimana posisi Yahudi dan bagaimana penggambaran individu masyarakat Prancis kala itu. ......During World War II, France became one of the countries that were occupied by Germany. At that time, the Nazis required the existence of Jews in France to be abolished. This affects the French cinema industry where they offer many world war stories, including documentary films or others about Jews. One of them is Au Revoir Les Enfants (1987) by Louis Malle, which tells the story of his life experiences. This semi-autobiographical film shows the life of a Jewish boy named Jean Bonnet who had to disguise his identity as a French Catholic student at a boarding school due to the growing sentiment against Jews in French society during the German occupation. This research aims to show the stigmatization of Jews in French society during World War II using a qualitative method. Moreover, this research dissected the dramatic and cinematographic elements and also used two theories: the stigmatization theory from Erving Goffman (2009), and the concept of discrimination from Larry Willmore (2001). As a result, the analysis shows that French society often stigmatized the Jews tribally which also caused acts of discrimination. Furthermore, the discrimination happened in the Catholic church and educational institution environment. The dominance of groups that reject the existence of Jews without any pressure from the authorities shows the position of Jews and how individual image of French society at that time.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Iftah Iznillah
Abstrak :
ABSTRAK
Artikel ini dibuat dengan tujuan untuk menunjukan adanya kecenderungan gangguan kepribadian ambang pada tokoh utama dalam film Les Rivieres Pourpres The Crimson River . Artikel ini merupakan hasil penelitian kualitatif dengan ruang lingkup aspek sinematografis dan aspek naratif yang ditampilkan dalam film tersebut, yang kemudian dikaitkan dengan teori psikologis Borderline Personality Dissorder. Hasil penelitian memaparkan bagaimana gangguan kepribadian ambang Borderline Personality Dissorder ditunjukan pada dua tokoh utama yang diperankan oleh Jean Reno dan Vincent Cassel.
ABSTRACT
This article was created with the aim to show the tendency of borderline personality disorder in the main character in the film Les Rivieres Pourpres The Crimson River . This article is the result of qualitative research with the scope of the cinematographic aspects and narrative aspects presented in the film, which is then associated with the psychological theory of Borderline Personality Disorder. The results of the study describe how borderline personality disorder Borderline Personality Disorder is shown by the two main characters played by Vincent Cassel
2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Bena Milada Susilo
Abstrak :
Gelombang imigran di Prancis yang terus meningkat pada abad ke-21 berdampak pada representasinya dalam industri perfilman Prancis. Kehidupan imigran sebagai kelompok minoritas mulai banyak diusung dalam film, salah satunya yaitu penggambaran permasalahan yang mereka hadapi pada dunia nyata. Film Il a déjà tes yeux merupakan salah satu film yang membahas kehidupan kelompok minoritas dan menunjukkan berbagai permasalahannya. Artikel ini bertujuan untuk mengungkapkan bagaimana stereotip yang ada di masyarakat dapat menghambat keinginan kelompok minoritas dan juga bagaimana kontradiksi dari stereotip tersebut dapat melawan permasalahan yang ada. Metode yang digunakan adalah kajian film oleh Boggs & Petrie (2011) dan skema aktan oleh Greimas (1966) dengan konsep stereotip oleh Stangor (2016) yang mencakup stereotip dan dampaknya dan juga wacana kontra oleh Terdiman (1985) untuk menganalisis kondisi sosial yang harus dihadapi oleh Paul dan Sali sebagai pelaku kontra stereotip di masyarakat. Hasil analisis menunjukkan keberhasilan penggunaan praktik kontra stereotip dalam perlawanan kelompok kulit hitam terhadap stereotip dan prasangka yang membatasi mereka dalam melakukan hal hal tertentu, dan dalam kasus ini yaitu adopsi antar ras. ......The wave of immigrants in France that continues to increase in the 21st century has an impact on its representation in the French film industry. The lives of immigrants as a minority group have begun to be widely carried in films, one of which is the depiction of the problems they face in the real world. Il a déjà tes yeux is one of the films that discusses the life of minority groups and shows their various problems. This article aims to reveal how the stereotypes that exist in society can inhibit the wishes of minority groups and also how the contradictions of these stereotypes can fight the existing problems. The method used is a film study by Boggs & Petrie (2011) and an actan scheme by Greimas (1966) with a stereotype concept by Stangor (2016) which includes stereotypes and their effects as well as a counter discourse by Terdiman (1985) to analyze the social conditions that must be faced. by Paul and Sali as counter-stereotypes in society. The results of the analysis show the success of using counter-stereotyped practices in the resistance of black groups to stereotypes and prejudices that limit them from doing certain things, and in this case, inter-racial adoption.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library