Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Made Dewi Susilawati
Abstrak :
Kriteria utama obesitas menurut WHO adalah IMT namun obesitas sentral lebih berhubungan dengan risiko kesehatan dibanding obesitas umum Tujuan penelitian untuk mendapatkan cut off point dari ketiga indikator dalam mendeteksi terjadinya DMT2. Juga untuk mengetahui hubungan obesitas dengan indikator IMT, LP dan rasio LP-TB dengan terjadinya DMT2 dan menentukan indikator mana yang lebih baik dari ketiganya. Desain Cross Sectional. menggunakan data sekunder. Analisis menggunakan regresi logistic dan metode ROC. Hasil : prevalensi DMT2 9,1% dan prevalensi obesitas berkisar 38,37 % - 41,98 % Nilai cut off obesitas umum IMT ≥ 25,72 kg/m2, LP laki-laki ≥ 80,65 cm perempuan ≥ 80,85 cm dan LP-TB laki-laki ≥ 0,51 perempuan ≥ 0,55. Kesimpulan : orang dengan obesitas meningkatkan risiko terjadinya DMT2 setelah dikontrol faktor umur. Karena hasil ketiga indikator tidak jauh berbeda, maka penggunaanya tergantung keputusan praktisi kesehatan itu sendiri. ......The WHO's major obesity criteria is BMI but central obesity is more associated to health risks than general obesity. The objective of the research is to define the cut off points of the three measurements in detecting the occurrence of T2DM. It is also aimed to examine the relationship of obesity indicators (BMI, WC, and WHtR) with T2DM and determine the best indicator of them. Design of Cross Sectional employs secondary data. Analysis apply logistic model and ROC method. The result: prevalence of type 2 DM is about 9.1%, and obesity prevalence is about 38.37 % to 41.98 %. The cut off values of BMI general obesity, male WC, female WC, male WHtR, and female WHtR are ≥ 25.72 kg/m2, ≥ 80.65 cm, ≥ 80.85 cm, ≥ 0.5, and ≥ 0,55 respectively. Conclusion: adjusted by age, obesity increases the risk of type 2 DM occurrence. Since there is no significantly different result, the use of obesity indicators depends on the health practitioner decisions.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T35028
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Kurnia Yusrin Putra
Abstrak :
Hasil Riskesdas 2010 menunjukkan angka nasional BBLR sebesar 11,1% sementara di Kalimantan Barat angka BBLR jauh lebih tinggi yaitu 13,9%. Selain itu angka penimbangan berat lahir baru mencapai 70% dan 66,6% persalinan dilakukan di rumah. Fenomena tersebut ditambah dengan isu ketersediaan timbangan yang terkalibrasi dan tenaga kesehatan yang terampil menimbulkan potensi adanya kasus BBLR yang tidak terdeteksi pada neonatus yang tidak ditimbang, sementara BBLR memiliki dampak yang signifikan pada status gizi dan status kesehatan pada fase kehidupan selanjutnya. Oleh karena itu diperlukan suatu pengukuran pengganti yang akurat, sederhana dan mudah sebagai pengganti penimbangan untuk dapat mengidentifikasi kasus BBLR.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengukuran pengganti yang memiliki validitas optimal dalam mendeteksi kasus BBLR. Penelitian ini berlangsung mulai September hingga Desember 2011. Disain yang digunakan adalah cross sectional dengan jumlah sampel 584 bayi yang diambil menggunakan teknik purposive sampling pada fasilitas bersalin yang adan di Kota Pontianak dan Kabupaten Kubu Raya. Variabel yang dikumpulkan meliputi berat lahir, lingkar betis, lingkar dada, lingkar lengan atas dan lingkar kepala. Berat lahir diukur dengan cara penimbangan, sementara lingkar betis, lingkar dada, lingkar lengan atas dan lingkar kepala diukur dengan cara melingkarkan pita ukur. Uji korelasi dan ROC dilakukan untuk menentukan pengukuran terbaik pengganti berat lahir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lingkar betis memiliki nilai koefisien korelasi yang paling tinggi (0,70) dibandingkan pengukuran lainnya (lingkar dada 0,67; lingkar lengan lengan atas 0,66; dan lingkar kepala 0,61). Kurva ROC untuk lingkar betis memiliki nilai AUC 90,2% dengan sensitivitas 90,4%; spesifisitas 78,9%; nilai prediksi positif 29,6%; dan nilai prediksi negatif 98,8% pada cut off 10,25 cm.Penelitian ini menyimpulkan bahwa lingkar betis merupakan pengukuran pengganti yang terbaik untuk mendeteksi BBLR. Namun demikian masih diperlukan penelitian serupa di wilayah geografis yang lain di Indonesia untuk memvalidasi temuan ini terkait dengan variasi etnis dan penentuan cut off yang dapat diaplikasikan secara nasional.
Basic Health Research (2010) showed national prevalence of LBW about 11,1%,meanwhile in West Borneo Province the prevalence of LBW was higher than the national prevalence (13,9%). Furthermore, in West Borneo Province only 70% of newborns who are weighed at birth dan about 66,6% of birth was done at home. In addition, availibility of standarized weighing scale and skilled birth attendant make a potentional loss of identification of LBW babies. Therefore it is necessary to find an accurate, simple and easy measurement as a surrogate for birth weighing in order to identify LBW babies. The objective of this study was to find a surrogate measurement for birth weighing with optimal validity in order to identify LBW babies. This study was conducted from September to December 2011 with cross sectional design. The sample size of this study was 584 newborns that was obtained from maternity facilities in Kota Pontianak and Kabupaten Kubu Raya with purposive sampling procedure. Variables of this study including birth weight, calf circumference (CC), chest circumference (ChC), mid-upper arm circumference (MUAC) and head circumference (HC). Birth weight was measured by weighing the neonate meanwhile the other variables was measured by placing non-strecthable measuring tape. Pearson correlation and ROC analysis was used to determine the best surrogate. Result of this study showed that calf circumference had the highest correlation coefficient (0,70) compared with other measurement (ChC 0,67; MUAC 0,66; and HC 0,61). AUC for calf circumference ROC curve was 90,2% with sensitivity of 90,4%; specifivity of 78,9%, postive predictive value of 29,6%; and negative predictive value of 98,8% at 10,25 cm cut-off point. This study suggested that calf circumference was the best surrogate to identify LBW babies. However another similar study at another location in Indonesia were still needed to validate this result related to ethnic variation and determination of cut off point that can be applied nationally.
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T30026
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Meutia Ayu Sasmita
Abstrak :
[ABSTRAK DXA, Densitometry, Hydrometry, Magnetic Resonance Imaging (MRI), dan Bioelectrical Impedance Analysis (BIA) merupakan metode pengukuran yang akurat untuk menilai komposisi tubuh. Namun metode ini mahal, rumit dan tidak aplikatif jika digunakan masyarakat. Pengukuran antropometri adalah pengukuran yang lebih sederhana, murah dan mudah digunakan untuk evaluasi status gizi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan pengukuran yang lebih sederhana namun akurat dalam mengevaluasi kasus obesitas dengan gold standard BIA. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-April 2015 dengan jumlah total responden 18 laki-laki dan 79 perempuan yang merupakan PNS Dinas Kesehatan Kota Depok Tahun 2015. Desain studi yang digunakan yaitu cross sectional dengan mengukur variabel independen yaitu persen lemak tubuh serta variabel bebas meliputi IMT, lingkar pinggang, lingkar panggul, skinfold tricep, ILT dan RLPP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa RLPP memiliki nilai koefisien korelasi paling tinggi yaitu (0,938) dibandingkan dengan pengukuran lainnya. Namun berdasarkan kurva ROC IMT memiliki performa uji paling baik untuk digunakan pada semua jenis kelamin dengan (AUC 0,948; Se = 90,9,5%; Sp = 85,7%; NPP 90%; NPN 85%; LR+ 6,35; LR- 0,10) pada laki-dengan cut off 25,5 kg/m2 sedangkan pada perempuan (AUC 0,943; Se = 81,5%; Sp = 96,2%; NPP 91%; NPN 90%; LR+ 21,4; LR- 0,19) dengan cut off 26,5 kg/m2. Akan tetapi masih diperlukan studi validasi lain dengan mempertimbangkan beberapa faktor seperti usia, jenis kelamin dan etnis.
ABSTRACT ;DXA, Densitometry, Hydrometry, Magnetic Resonance Imaging (MRI), and Bioelectrical Impedance Analysis (BIA) are accurate measurement methods to assess body composition. However, these methods are expensive, complicated, and not applicative if used by society. Anthropometric measurement is a measurement that is more simple, inexpensive and easy to use for the evaluation of nutritional status. This study aims to procure simpler measurement but accurate in evaluating cases of obesity used BIA as a gold standard. This study was conducted in May-April 2015 with a total number of respondents are 18 male and 79 female who are Civil Servants from Depok Health Departement in 2015. The study used cross sectional design with measure of independent variables which is body fat percentage as well as independent variables include BMI, waist circumference, hip circumference, triceps skinfold, ILT and waist to hip ratio. The result of this study showed that waist to hip ratio had a highest correlation coeffisient (0,938) compared with other measurements. However based on ROC curve, IMT has the best test performance for use on all genders with (AUC 0.948; Se = 90,9,5%; Sp = 85.7%; 90% NPP; NPN 85%, LR + 6.35; LR- 0 , 10) in men with cut-off of 25.5 kg/m2, while the test performence on women (AUC 0.943; Se = 81.5%; Sp = 96.2%; 91% NPP; NPN 90%; LR + 21.4; LR - 0.19) with cut-off 26.5 kg/m2. However another similiar studies were still needed to validate several factors such as age, gender and ethnicity. , DXA, Densitometry, Hydrometry, Magnetic Resonance Imaging (MRI), and Bioelectrical Impedance Analysis (BIA) are accurate measurement methods to assess body composition. However, these methods are expensive, complicated, and not applicative if used by society. Anthropometric measurement is a measurement that is more simple, inexpensive and easy to use for the evaluation of nutritional status. This study aims to procure simpler measurement but accurate in evaluating cases of obesity used BIA as a gold standard. This study was conducted in May-April 2015 with a total number of respondents are 18 male and 79 female who are Civil Servants from Depok Health Departement in 2015. The study used cross sectional design with measure of independent variables which is body fat percentage as well as independent variables include BMI, waist circumference, hip circumference, triceps skinfold, ILT and waist to hip ratio. The result of this study showed that waist to hip ratio had a highest correlation coeffisient (0,938) compared with other measurements. However based on ROC curve, IMT has the best test performance for use on all genders with (AUC 0.948; Se = 90,9,5%; Sp = 85.7%; 90% NPP; NPN 85%, LR + 6.35; LR- 0 , 10) in men with cut-off of 25.5 kg/m2, while the test performence on women (AUC 0.943; Se = 81.5%; Sp = 96.2%; 91% NPP; NPN 90%; LR + 21.4; LR - 0.19) with cut-off 26.5 kg/m2. However another similiar studies were still needed to validate several factors such as age, gender and ethnicity. ]
2015
S60414
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yosua Sigit Wicaksono
Abstrak :
Tanah Longsor merupakan bencana geologi yang paling banyak dijumpai di Kota dan Kabupaten Bogor. Berdasarkan data yang dirilis oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), pada tahun 2013 – 2018 telah terjadi 44 bencana tanah longsor di Kota Bogor dan 139 bencana tanah longsor di Kabupaten Bogor, mengakibatkan 68 orang meninggal dunia. Penelitian ini bertujuan untuk pengembangan studi bencana tanah longsor di Kota dan Kabupaten Bogor, sehingga dapat bermanfaat untuk meminimalisir jumlah keterjadian dan dampak yang dihasilkan dari bencana longsor didaerah tersebut. Pada penelitian ini, peta kerentanan bencana tanah longsor dari area studi dibuat menggunakan metode analytical hierarchy process (AHP) dan artificial neural network (ANN). Sebanyak 84 titik lokasi keterjadian bencana tanah longsor dan 84 titik lokasi yang tidak mengalami bencana tanah longsor diolah menjadi landslide inventory map. Faktor penyebab bencana tanah longsor yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 17 faktor, yaitu bentuk lereng, kemiringan lereng, topographic wetness index (TWI), aspek lereng, elevasi, stream power index (SPI), jarak terhadap sungai, kerapatan sungai, jarak terhadap kelurusan, kerapatan kelurusan, normalized differential vegetation index (NDVI), jenis litologi, jenis tanah, curah hujan, tutupan lahan, jarak terhadap jalan, dan kerapatan bangunan. Data yang diperlukan untuk membuat peta dari setiap faktor penyebab bencana tanah longsor yaitu, data digital elevation model (DEM), peta rupa bumi Indonesia (RBI), data Citra Landsat 8, peta geologi teknik, data curah hujan, dan peta Jenis Tanah. Landslide inventory map dan peta dari setiap faktor penyebab bencana tanah longsor diolah menjadi peta kerentananan bencana tanah longsor menggunakan kedua metode tersebut. Berdasarkan peta kerentanan bencana tanah longsor yang dihasilkan, wilayah selatan daerah penelitian memiliki tingkat kerentanan bencana tanah longsor yang lebih tinggi dibandingkan wilayah lainnya. Proses validasi dari peta kerentanan bencana tanah longsor yang dihasilkan dilakukan dengan menggunakan kurva receiver operating characteristic (ROC). Nilai area under curve (AUC) untuk tingkat keberhasilan metode AHP dan ANN masing-masing adalah 0,834 dan 0,818, hal tersebut menujukkan bahwa metode AHP lebih unggul dalam menjelaskan hubungan bencana tanah longsor dengan faktor penyebabnya. Kedua metode tersebut menghasilkan peta kerentanan bencana tanah longsor yang baik dengan tingkat akurasi lebih dari 81%.
Landslide is one of the most common disaster in Bogor City and Bogor Regency. BNPB stated that between 2013-2018 there have been 44 landslides in Bogor City and 139 landslides in Bogor Regency with death toll of 68 persons. Therefore, it is important to generate map to identify landslide susceptibility in study area. In this study, landslide susceptibility map of study area was created using analytical hierarchy process (AHP) and artificial neural network (ANN) methods. A total of 84 points of landslide occurrence locations and 84 secure location points of landslides are processed into landslide inventory map. The landslide causative factors in this study amounted to 17 factors, including slope form, slope gradient, topographic wetness index (TWI), slope aspect, elevation, stream power index (SPI), distance to river, river density, distance to lineament, lineament density, normalized differential vegetation index (NDVI), lithology type, soil type, rain intensity, land cover, distance to road, and building density. The data used to create maps of each landslide causative factors, including digital elevation model (DEM), Bakosurtanal Map, Landsat 8 Imagery, engineering geology map, geological map, and soil type map. Landslide inventory map and maps of each landslide causative factors are processed into landslide susceptibility map using both methods. Based on landslide susceptibility maps obtained in this study, the southern region of the study area has a higher level of landslide susceptibility than other regions. To validate the result, Receiver Operating Characteristic (ROC) applied. The areas under the curve (AUC) for the success rate of the AHP and ANN methods were 0,834 and 0,818, respectively, indicating that the AHP method is superior in explaining the relationship of landslide with each causative factors. Both methods produce a good landslide susceptibility map with the accuracy being higher than 81%.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Atika Fajria
Abstrak :
Pengukuran tekanan darah menggunakan mercury sphygmomanometer memiliki keterbatasan antara lain hanya dapat dilakukan oleh tenaga medis yang terlatih serta harga alat yang cenderung mahal sehingga dibutuhkan pengukuran alternatif lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui validitas pengukuran antropometri berupa IMT, lingkar pinggang, dan RLPT terhadap tekanan darah. Penelitian ini berlangsung pada bulan Februari hingga Juli 2017. Desain yang digunakan adalah cross sectional dengan jumlah sampel 89 laki-laki dan 77 perempuan yang diambil menggunakan teknik systematic random sampling pada pegawai IPSK LIPI Jakarta. Uji korelasi dan ROC dilakukan untuk mengetahui pengukuran terbaik sebagai alternatif pengukuran tekanan darah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa RLPT merupakan pengukuran dengan koefisien korelasi paling tinggi pada laki-laki dan lingkar pinggang pada perempuan. Pada laki-laki nilai koefisien korelasi RLPT terhadap tekanan darah yang didapatkan adalah r=0.378 untuk tekanan sistolik dan r=0.452 untuk tekanan diastolik dengan cut-off point 0.57, sedangkan pada perempuan koefisien korelasi lingkar pinggang terhadap tekanan darah yang didapatkan adalah r=0.467 untuk tekanan sistolik dan r=0.335 untuk tekanan diastolik dengan cut-off point 86.6 cm. Berdasarkan hasil penelitian ini, disimpulkan bahwa RLPT pada laki-laki dan lingkar pinggang pada perempuan merupakan pengukuran alternatif terbaik untuk mendeteksi hipertensi pada dewasa. Namun demikian, masih dibutuhkan penelitian lanjutan untuk memperkuat hasil validasi pengukuran antropometri terhadap tekanan darah dengan menggunakan ukuran antropometri lainnya, dan pada kategori usia yang berbeda.
Blood pressure measurements using mercury sphygmomanometer have some limitations, such as, can only be done by trained medical personnel and tend to be expensive, so the other alternative measurement are needed. This study aims to determine the validity of anthropometric measurements of BMI, waist circumference, and WHtR against blood pressure. This study was conducted between February July 2017. Design of this research is cross sectional with 89 men and 77 women samples taken using systematic random sampling technique on IPSK LIPI Jakarta employees. Correlation test and ROC curve analysis were performed the best measurement as an alternative blood pressure measurement. The results show that WHtR is the highest action in men and waist circumference in women. The association of WHtR with blood pressure in man was r 0.378 for systolic and r 0.452 for diastolic pressure with cut off point 0.57, whereas in women association of waist circumference with blood pressure is r 0,467 for systolic pressure and r 0,335 for diastolic pressure with cut off point 86,6 cm. Based on the results of this study, it was concluded that WHtR in men and waist circumference in women was the best alternative measure for detecting hypertension in adults. However, further research is needed to strengthen the anthropometric measurement validation results against blood pressure by using other anthropometric measures, and in different age categories.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S69741
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library