Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 19 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rohmansyah
Abstrak :
Rendahnya jumlah kunjungan masyarakat di klinik pengobatan Puskesmas Way Laga dan mempersiapkan Puskesmas Way Laga sebagai unit Swadana tahun 2004, sehingga perlu untuk dilakukan penelitian tentang seberapa jauh permintaan masyarakat terhadap klinik pengobatan Puskesmas Way Laga. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode cross sectional atau potong lintang dan sasaran adalah masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Way Laga yang pernah memanfaatkan klinik pengobatan di Puskesmas Way Laga. Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti di Puskesmas Way Laga Kota Bandar Lampung tahun 2004 diperoleh hasil analisis bivariat variabel yang berhubungan dengan Demand masyarakat terhadap pelayanan adalah variabel Pendidikan, pekerjaan, waktu tunggu, pendapatan, jumlah anggota keluarga dan JPKM dan variabel yang paling dominan dalam mempengaruhi Demand masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dalam analisis multivariat adalah variabel jumlah anggota keluarga setelah mendapatkan kontrol dart variabel pendapatan, namun demikian dart basil analisis multivariat dimana p value variabel jumlah anggota keluarga sebesar 0,029 kurang dart 0,05 dan 95% confident interval yang paling sempit adalah variabel jumlah anggota keluarga sehingga diambil kesimpulan bahwa variabel jumlah anggota keluarga yang sangat mempengaruhi Demand masyarakat terhadap pelayanan kesehatan khususnya di wilayah Puskesmas Way Laga tahun 2004. Hasil dari analisis interaksi antara kedua variabel tersebut di peroleh hasil bahwa variabel pendapatan dan variabel jumlah anggota keluarga tidak sating berinteraksi kepada Demand masyarakat terhadap pelayanan kesehatan sehingga kedua variabel tersebut tidak dapat secara bersama-sama dalam mempengaruhi Demand masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Dengan demikian Puskesmas Way Laga yang akan menerapkan Puskesmas Swadana perlu memikirkan faktor pendapatan dalam menentukan harga atau tarif yang akan diberlakukan hanya saja perlu ditingkatkan atau perlunya perubahan sistem dalam pelayanan kesehatan terhadap masyarakat sehingga waktu tunggu akan semakin singkat mengingat sebagian besar penduduk diwilayah kerja Puskesmas Way Laga memiliki pekerjaan non formal sehingga waktu bagi mereka sangat bermanfaat untuk memperoleh atau meningkatkan penghasilan keluarga.
Demand analysis to public health service at Way Laga Health Center, Bandar Lampung Municipality , 2004Way Laga Public Health Centre has low visited and still prepared as Swadana Unit in 2004 , so community demand of health care at Way Laga Public Health Centre was unknown and research of them must be carried out. Some research have been done at some places like as the result of Husni Asbudin research at Bekasi that dominant factor of demand is price that be controlled by income and so the result of Ongko research at Ujung Pandang. While in this study at Way Laga Public Health Center Bandar Lampung Municipality 2004, have been got p value 0,029 by bivariate analysis that is relation between community demand to health service and in multivariate analysis that been got dominant is amount of famiiiy variable which have been controlled by income, that shown by multivariate analysis that p value of both variable are 0,029 ( < 0,05 , 95% CI) and amount of familiy variable is narrower variable and more influence community demand to health service, especially at Way Laga Public Health Service 2004. The result of interaction between time line and occupation is each interaction to community demand to health service, so the both variable are not separated to influence community demand to health service. Therefore, Way Laga Public Health Center will apply Swadana Public Health Center is not difficult to decide the tariff, just to arrange health service system, so time line will be short, because almost of the occupation of the community around Way Laga Public Health Center is non formal, and the time is more benefit for them.
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T12793
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Banjar municipality's in given public health service still depend on to the balance financial policy, this is because of the limitation of the resource belong to to the city regency it can be seen through the implementation of the balance financial policy hasn't been optimally with the indication of the limitation of the human resources capability,according to the policy. The limitation of the ability in organizing of the natural resources and also human resources depend on the capability of financial statement of the regency it self in carrying out of the local autonomy. The methods of the research used the eksplanation method with the sample selection use the cluster sampling, the sample taken step by step lies on the administration district we can find the public health centre with the simple random sampling. The data is tasted by the Structure Equation Model (SEM) based on the procedure in the methods of successive interval. The proceeds of the research shows that the implementation of the balance financial policy in execution of the dimension local autonomy depend on communication, resource, attitude of the executor and the bureaucracy structure hand by hand or individually can be influence toward the development of public health service followed by the structure of bureaucracy, resource and communication.
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Erna Mutiara
Abstrak :
Prevalensi penggunaan kontrasepsi di beberapa propinsi wilayah Indonesia Timur masih lebih rendah dari prevalensi nasional. Salah satu penyebabnya masih banyaknya hard to reach area atau daerah-daerah yang masih tertinggal dalam kemampuannya memberikan pelayanan KB dan kesehatan yang optimal pada masyarakat, sehingga informasi dan aksesibilitas KB masih rendah. Di samping itu ada beberapa faktor lain yang berperan seperti faktor sosio-demografi (umur, lama pernikahan, pendidikan, pekerjaan, daerah tempat tinggal, jumlah anak masih hidup), faktor sosio-psikologi (keinginan untuk mempunyai anak) dan faktor yang berhubungan dengan pelayanan (tempat tinggal terlama sampai umur 12 tahun, paparan media massa, akses pelayanan KB). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi penggunaan kontrasepsi di 8 propinsi Indonesia Timur (Nusa Tenggara Timur, Timor Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku dan Irian Jaya) dan hubungan antara faktor-faktor tersebut dengan penggunaan kontrasepsi berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 1994. Studi dengan analisis data sekunder ini mendasarkan pada rancangan cross-sectional dengan jumlah sampel 5066 wanita berstatus kawin umur 15 - 49 tahun, tidak hamil dan tinggal di wilayah cacah terpilih pada waktu wawancara dilaksanakan. Analisis data meliputi analisis univariat, bivariat dan multivariat dengan menggunakan uji tabulasi silang dan analisis regesi logistik. Analisis dilakukan dengan menggunakan program STATA versi 4.0 dengan mempertimbangkan unsur strata, klaster, maupun pembobotannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi responden yang sekarang menggunakan kontrasepsi hampir sama dengan proporsi yang tidak menggunakan kontrasepsi, masing-masing sebesar 49,7 % dan 50,3 %. Responden yang menyatakan pernah menghubungi/dihubungi petugas KB sekitar 29,3 %, yang menunjukkan masih rendahnya akses pelayanan KB. Dari yang menyatakan tidak pernah menghubungi atau dihubungi petugas KB sebagian besar (82,2 %) berpendidikan rendah dan bertempat tinggal di desa (80,7 %). Ditemukan adanya hubungan yang bermakna dari semua variabel dengan penggunaan kontrasepsi, kecuali variabel pekerjaan responden. Dari hasil analisis bivariat ternyata variabel yang berperanan besar adalah variabel akses pelayanan KB. Kemungkinan responden yang menyatakan pernah kontak dengan petugas KB untuk menggunakan kontrasepsi sebesar 3,90 kali dibanding yang tidak pernah mengadakan kontak dengan petugas KB. Ditemukan adanya interaksi antara umur dengan jumlah anak masih hidup. Pada kelompok umur 15 - 19 tahun, kemungkinan responden yang memiliki anak 2 orang atau lebih untuk menggunakan kontrasepsi 0,91 kali dibanding yang memiliki anak < 2 orang (95 % CI = 0,17 - 4,82), sementara pada kelompok umur 30 tahun keatas, kemungkinan responden yang telah memiliki anak 2 orang atau Iebih untuk menggunakan kontrasepsi 5,81 kali dibanding yang memiliki anak < 2 orang (95 % CI = 4,01 - 8,43) setelah dikontrol dengan variabel lain. Mengingat masih rendahnya akses pelayanan KB, perlu diupayakan langkah-langkah yang dapat memperluas kontak dengan petugas melalui kegiatan-kegiatan yang lebih produktif, program perlu lebih menjelaskan tentang keuntungan dari suatu Cara kontrasepsi, perlu upaya penyuluhan yang intensif kepada kelompok umur 15 - 19 tahun yang memiliki 2 anak atau lebih, berpendidikan rendah dan bertempat tinggal di pedesaan dan perlu penelitian lebih lanjut tentang rendahnya akses pelayanan KB selain karena alasan kondisi geografis.
The prevalence of contraceptive use in some provinces in Eastern Indonesia was still lower than national prevalence. One of its causes was still many hard to reach areas or areas which were left behind by progress in their capability to give family planning service and optimum health to the community, so that information and accessibility about family planning was still poor. Besides there were some other factors which contributed such as socio-demography factors (age, marital duration, education, occupation, type of place of residence, number of living children), socio-psychology factor (desire for more children) and factors related to service (childhood place of residence, exposure of mass media, accessibility of family planning service). The objective of this study was to understand the prevalence of contraceptive use in 8 provinces in Eastern Indonesia (East Nusa Tenggara, East Timor, North Sulawesi, Central Sulawesi, South Sulawesi, South-East Sulawesi, Maluku and Irian Jaya) and the relationship between those factors and contraceptive use based on data of Indonesia Demographic and Health Survey (IDHS) 1994. The study using this secondary data based on cross-sectional design and the number of samples were 5066 married women, aged 15 - 49 years, not pregnant and lived in selected census area at the time interview was conducted. The data analysis included univariate, bivariate and multivariate analysis by using cross-tabulation and logistic regression analysis. The analysis was conducted by using software STATA version 4.0 by considering strata, cluster and weight. The result showed that the proportion of respondents used contraceptive almost the same as the proportion who did not use, respectively 49,7 % and 0,3 %. Respondents who had contact with family planning workers were 29,3 %, showed that family planning accessibility was still poor. From the respondents who said that they never visited family planning workers or be visited by family planning workers, most of them (82,2 %) had low education and lived in rural area (80,7 %). There was a significant relationship between all variables, except respondents' occupation, and contraceptive use. From the bivariate analysis, the variable that had great contribution was variable of family planning accessibility. The probability of respondents who said that they had ever visited family planning workers to use contraceptive use was 3,90 times compared to respondent who did not visit family planning workers. There was an interaction between age and number of living children. For the respondents aged 15 - 19 years, the probability of respondents had 2 children or more to use contraceptive was 0,91 times compared to respondents with no child and 1 child (95 % CI = 0,17 - 4,82), meanwhile for the age group 30 years and more, the probability of respondents had 2 children or more to use contraceptive was 5,81 times compared to respondents with no child and 1 child (95 % CI = 4,01 - 8,43) after be adjusted with other variables. By considering that family planning accessibility was still poor, it is necessary some ways which can extent contact with family planning workers by conducting more productive activities, family planning program should explain the advantage of contraceptive, it is necessary to give the information intensively to the women aged 15 - 19 years with 2 children or more, had low education and lived in rural area and it is necessary to carry out a further research about the poor of family planning accessibility not caused by geographical condition.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amran Razak
Abstrak :
Suatu studi tentang demand terhadap berbagai sumber pelayanan kesehatan dilakukan di Kotamadya Ujung Pandang, Sulawesi Selatan. Penelitian ini mencakup 300 rumah tangga masyarakat pantai tipe nelayan. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Februari - Maret 1940. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi demand terhadap berbagai sumber pelayanan kesehatan, yaitu pengobatan sendiri, dukun tradisional, paramedis, dan medis. Tujuan lainnya adalah mengukur kemampuan bayar (ability to pay) terhadap pelayanan kesehatan, dan menganalisa kemungkinan pengembangan Dana Sehat pada masyarakat pantai tipe nelayan. Beberapa faktor yang ditelaah dalam penelitian ini adalah pendidikan, pekerjaan, preferensi, pendapatan, harga pelayanan/pengobatan, jarak, dan kebutuhan terhada pelayanan kesehatan. Hasil analisa menunjukkan bahwa hanya "preferensi" yang berpengaruh sangat kuat dengan demand terhadap pelayanan kesehatan. Harga pelayanan/pengobatan berpengaruh secara terbatas dengan demand pelayanan medis. Penelitian ini juga mengungkapkan, masih rendahnya kemampuan bayar masyarakat pantai terhadap pelayanan kesehatan. Meskipun demikian, potensi pengembangan Dana Sehat pada masyarakat pantai tipe nelayan memberikan gambaran yang cukup cerah di masa datang.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trihono
Abstrak :
ABSTRAK
Posyandu, sebagai wadah kegiatan Keterpaduan KB-Kesehatan di tingkat desa, ternyata berkembang cepat, dari 25.000 pada awal gerakannya menjadi 213.717 pada tahun 1989. Perkembangan yang demikian pesat memerlukan sistem informasi yang memadai, agar manajemen program berjalan baik. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa sistem informasi KB-Kes yang berjalan ternyata belum secara optimal mendukung manajemen program KB-Kes. Sistem pencatatan dan pelaporan cenderung terlalu banyak dan tidak dimanfaatkan secara optimal.

Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki sistem informasi KB-Kes, dengan jalan mempelajari siklus pengambilan keputusan di berbagai jenjang administrasi, mempelajari karakteristik informasi yang dibutuhkan, kesenjangannya dengan informasi yang tersedia, dan akhirnya disampaikan rekomendasi perbaikan sistem informasi KB-Kes.

Siklus pengambilan keputusan di berbagai jenjang administrasi sebenarnya telah berfungsi, namun pada fungsi perencanaannya masih menggunakan pendekatan "top down", bukan "bottom up".

Ketersediaan informasi cukup banyak, bahkan banyak yang tumpang tindih, dengan frekuensi yang terlalu sering, sehingga terkesan adanya pemborosan informasi. Dari 141 item informasi yang berasal dari Puskesmas, ternyata 51 (36,17 %) item sama sekali tidak pernah digunakan baik oleh tingkat Puskesmas, Kotamadya, Propinsi dan Pusat. Sebaliknya, hanya 36 (25,53 %) item saja, yang secara konsisten digunakan oleh semua jenjang administrasi.

Karakteristik informasi yang dibutuhkan untuk fungsi perencanaan-penilaian maupun pengawasan-pengendalian, ternyata tidak sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini menunjukkan kurang dipahaminya sistem informasi untuk manajemen bagi para pengelola program KB-Kes.

Disamping itu, pencatatan di Posyandu ternyata sangat banyak dan tumpang tindih, dibuat untuk memenuhi kebutuhan petugas, tetapi kurang memperhatikan kebutuhan dan kemampuan kader sebagai pelaksananya. Beberapa alternatif saran untuk memperbaiki sistem informasi KB-Kes secara spesifik telah disampaikan pada rekomendasi.
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Destri Handayani
Abstrak :
Pemerintah Indonesia telah mempunyai komitmen menyelenggarakan pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin sejak 2 dekade yang lalu. Komitmen tersebut tidak hanya bertujuan untuk mencapai target nasional sebagaimana tercantum dalam GBHN, UUD, Propenas, dan RPJM tetapi juga berbagai komitmen global yang menuntut perbaikan kondisi kesehatan masyarakat. Model pelayanan kesehatan untuk penduduk miskin yang dilaksanakan pemerintah telah ditempuh dengan berbagai cara antara lain supply side approach dan demand side approach. Selain itu, model pelayanan dan pembiayaan kesehatan untuk penduduk miskin dapat dilihat dalam dua periode, yaitu periode sebelum krisis moneter (sebelum tahun 1997) dan periode setelah krismon (tahun 1997 ke atas). Berdasarkan tinjauan literatur, terdapat beberapa alasan kenapa pemerintah harus berperan penting dalam pelayanan kesehatan penduduk miskin, yaitu: (1) Kesehatan merupakan suatu hak dasar rakyat; (2) Kesehatan mempunyai peranan yang besar dalam pembangunan ekonomi, yaitu pada tingkat mikro kesehatan merupakan dasar bagi peningkatan produktivitas kerja dan pada tingkat makro kesehatan merupakan input untuk nienurunkan kemiskinan. Di Indonesia, peran penting pemerintah tersebut ditambah dengan beberapa alasan, yaitu: (1) Pelayanan dasar bagi penduduk miskin adalah perintah konstitusi; (2) Terjadi disparitas status kesehatan; dan (3) Rendahnya kualitas kesehatan penduduk miskin. Dalam pelaksanaan program pelayanan kesehatan untuk penduduk miskin pada waktu yang lalu muncul beberapa permasalahan, antara lain: ketidaktepatan sasaran, jenis pelayanan tidak sesuai dengan yang dibutuhkan, jumlah dana tidak memadai, waktu pemberian tidak tepat, tidak berkesinambungan, dan rendahnya mutu pelayanan yang diberikan. Permasalahan tersebut pada akhirnya berdampak pada rendahnya cakupan program dan pemanfaatan program bantuan pelayanan kesehatan oleh penduduk miskin itu sendiri. Sebagai contoh, berdasarkan data Susenas Tahun 2002, jumlah rumah tangga miskin yang mempunyai kartu sehat di DKI Jakarta hanya sekitar 15,66 persen dari total rumah tangga miskin yang ada. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan angka nasional sekitar 21,67 persen. Jika dilihat dari segi kemampuan fiskal, seharusnya Pemda DKI Jakarta dapat meningkatkan cakupan program tersebut melebihi angka nasional karena Propinsi DKI Jakarta tergolong mempunyai kemampuan fiskal tinggi. Dibalik rendahnya cakupan pelayanan kesehatan untuk penduduk miskin, tetapi di Propinsi DKI Jakarta terdapat sekitar 7,42 persen rumah tangga tidak miskin yang mempunyai kartu sehat. Oleh karena itu, dengan melakukan studi kasus di suatu wilayah di Propinsi DKI Jakarta (yaitu Kotamadya Jakarta Timur) penulis tertarik untuk mengetahui mengapa efektivitas program bantuan pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk rumah tangga miskin rendah, faktor-faktor apa yang mempengaruhi rumah tangga miskin memanfaatkan program tersebut, dan alternatif kebijakan apa yang dapat diambil guna penyempurnaan program pelayanan kesehatan untuk penduduk miskin? Data yang digunakan berupa data kuantitatif dan kualitatif yang berasal dari data primer dan sekunder. Untuk mengetahui efektifitas program bantuan pelayanan kesehatan untuk penduduk miskin digunakan data Susenas tahun 2002 dengan teknik analisis crosstabulasi. Sedangkan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penduduk miskin dalam memanfaatkan program tersebut digunakan teknik analisis Logit Model. Hasil studi menunjukkan bahwa program bantuan pelayanan kesehatan untuk rumah tangga miskin di Kotamadya Jakarta Timur kurang efektif. Hal ini dapat dilihat dari: (1) Rendahnya cakupan gakin yang mempunyai kartu sehat (18,52%), tetapi sebagian keluarga tidak miskin juga mendapat kartu sehat (7,15%); dan (2) Rendahnya pemanfaatan kartu sehat oleh gakin tersebut untuk berobat ke puskesmas/RS (40%). Rendahnya cakupan rumah tangga miskin yang mendapat kartu sehat tersebut antara lain disebabkan oleh: (1) kurang tepatnya perhitungan jumlah gakin oleh BPS, karena perbedaan dasar perhitungan antara BPS dan program serta kurang akuratnya penggunaan metoda sampel dalam menghitung jumlah gakin yang sesungguhnya; (2) tugas verifikasi dan vaiidasi data gakin di lapangan oleh Tim Desa/Kelurahan kurang berjalan; dan (3) gakin suka berpindah-pindah. Sedangkan rendahnya pemanfaatan kartu sehat untuk memperoleh program bantuan pelayanan kesehatan oleh gakin diantaranya karena terbatasnya jam buka puskesmas, rata-rata antara jam 9 pagi sampai 12 siang. Dari hasil regresi logistik diperoleh kesimpulan bahwa: (1) variabel keramahan dan kehadiran dokter/perawat, informasi penyakit, serta jenis pelayanan mempunyai nubungan yang positif dengan variabel pemanfaatan program oleh gakin dan sebaliknya dengan variabel tingkat pendidikan, waktu administrasi, waktu tunggu pelayanan, dan jarak tempat tinggal gakin ke puskesmas/RS; (2) dalam mengambil keputusan untuk memanfaatkan atau tidak pelayanan kesehatan, gakin lebih mempertimbangkan faktor ekonomi dibandingkan faktor non ekonomi. Hal ini terbukti bahwa faktor kecepatan proses administrasi dan waktu tunggu mendapat pelayanan, serta jarak antara tempat tinggal gakin dengan puskemas atau RS merupakan faktor yang signifikan mempengaruhi gakin memanfaatkan program bantuan pelayanan kesehatan, sedangkan faktor keramahan dan kehadiran dokter/perawat, informasi penyakit, jenis pelayanan, dan tingkat pendidikan KK gakin tidak signifikan mempengaruhi gakin memanfaatkan program. Upaya yang diperlukan untuk meningkatkan efektifitas program pelayanan kesehatan, antara lain: (1) Mengevaluasi kembali penghitungan jumlah gakin dan kriteria penentuan gakin yang dikeluarkan oleh BPS Propinsi DKI Jakarta; (2) Pemda perlu menunjuk suatu instansi independen yang khusus bertugas dan bertanggungjawab menentukan siapa gakin tersebut dan memverifikasi datanya secara rutin; (3) Melaksanakan pendataan langsung (bukan perkiraan atau sampling), dan menyelaraskan dasar perhitungan gakin dengan sasaran program untuk mencegah terjadinya bias (contoh: RT, KK, atau penduduk); (4) Memperpanjang jam buka puskesmas atau jam buka puskesmas tetap tetapi diadakan kerjasama dengan klinik-klinik swasta setaraf puskesmas sebagai alternatif bagi Gakin untuk rnendapatkan pelayanan jika ybs sakit dan butuh pelayanan pada saat puskesmas tutup; (5) Waktu tunggu mendapat pelayanan dan proses administrasi harus cepat (<15 menit); (6) Ketersediaan sarana kesehatan yang tersebar merata perlu dipertahankan dan ditingkatkan (di setiap kelurahan terdapat satu puskesmas dan berlokasi di tempat yang dapat diakses gakin dengan mudah dan cepat); (7) Sosialisasi kepada publik tentang subtansi program, kriteria masyarakat yang berhak mendapatkannya, prosedur bagaimana mendapatkannya, serta mekanisme pengaduan masyarakat perlu lebih ditingkatkan; dan (8) Pemberian reward dan punishment kepada RS, puskesmas, tenaga kesehatan, dan instansi lain yang berhasil melaksanakan program pelayanan kesehatan bagi Gakin dengan baik.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T15302
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuniek Noorfiani
Abstrak :
Tesis ini dimotivasi oleh kebijakan Pemerintah Daerah mengenai penyesuaian tarif yang disebabkan oleh peningkatan biaya produksi pelayanan kesehatan Puskesmas di wilayah DKI Jakarta yang ditetapkan dengan PERDA Nomor 3 Tahun 1999. Ketentuan tarif ini ditetapkan untuk semua Jenis pelayanan kesehatan termasuk pelayanan kesehatan dasar. Tentunya, seiring dengan tuntutan akan kualitas pelayanan Puskesmas yang harus semakin baik serta pesatnya perkembangan Puskesmas di DKI Jakarta dari tahun ke tahun, maka sangat perlu dilakukan kajian analisis biaya Puskesmas untuk mengetahui besar biaya satuan unit-unit pelayanan kesehatan dasar oleh Puskesmas sebagai penentu arah kebijakan Pemerintah Daerah selanjutnya di bidang pelayanan kesehatan. Pada penelitian ini untuk mendapatkan biaya satuan (unit cost) dilakukan kegiatan distribusi biaya, yaitu kegiatan membagi habis seluruh biaya dari unit penunjang ke unit produksi yang output layanannya dijual. Untuk dapat melakukan distribusi biaya diperlukan semua data biaya total yang dikeluarkan. Komponen biaya tersebut merupakan komponen biaya asli, belum didistribusikan ke unit produksi atau belum ditambah alokasi biaya dari unit lain. Metode distribusi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Double Distribution Method. Selain itu, studi ini hanya memfokuskan kajian pada satu sampel Puskesmas Kecamatan yang sudah mendapatkan akreditasi ISO 9001:2000 untuk standar pelayanan kesehatan dasar yang diberikan, yaitu Puskesmas Kecamatan Tambora selama tahun anggaran 2003. Dari hasil penelitian, didapatkan hasil perhitungan biaya satuan dengan memperhitungkan full cost berturut-turut pada unit BP (Balai Pengobatan Umum) ,BPG (Balai Pengobatan Gigi), KIA (Kesehatan Ibu Dan Anak), KB (Keluarga Berencana), dan UGD (Unit Gawat Darurat) adalah sebesar Rp. 22.451,- (dua puluh dua ribu empat ratus lima puluh satu rupiah); Rp. 93.463,- (sembilan puluh tiga ribu empat ratus enam puluh tiga rupiah); Rp. 105.751,- (seratus lima ribu tujuh ratus lima puluh satu rupiah); Rp. 341.579,- (tiga ratus empat puluh satu ribu lima ratus tujuh puluh sembilan rupiah); dan Rp. 64.673,- (enam puluh empat ribu enam ratus tujuh puluh tiga rupiah). Dengan perhitungan di atas bila dibandingkan dengan ketentuan tarif PERDA 3/1999, maka unit pelayanan KB memperoleh subsidi terbesar dengan jumlah subsidi per pasien sebesar Rp. 339.579,- (tiga ratus tiga puluh sembilan ribu lima ratus tujuh puluh sembilan rupiah). Selanjutnya disusul oleh unit KIA dengan besar subsidi per pasien Rp. 103.751,- (seratus tiga ribu tujuh ratus lima puluh satu rupiah). Peringkat ketiga dan keempat yang memperoleh subsidi terbesar adalah BPG clan UGD dengan besar subsidi per pasien berturut-turut adalah Rp. 91.463,- (sembilan puluh satu ribu empat ratus enam puluh tiga rupiah) dan Rp. 54.673,- (lima puluh empat ribu ribu enam ratus tujuh puluh tiga rupiah).). Sedangkan yang menerima subsidi perpasien terkecil adalah unit Balai Pengobatan Umum (BP) dengan besar subsidi Rp. 20.451,- (dua puluh ribu empat ratus lima puluh satu rupiah). Berdasarkan hasil analisa biaya di atas, maka besar selisih sangat berhubungan dengan jumlah output produksi, semakin besar jumlah kunjungan pasien maka biaya satuan akan semakin kecil atau unit tersebut akan semakin efisien. Apabila hal itu terjadi, maka besar biaya subsidi yang diberikan juga akan semakin kecil. Oleh karena itu, upaya pemasaran di Puskesmas Kecamatan Tambora khususnya terhadap unit-unit pelayanan kesehatan dasar di dalamnya sangat diperlukan guna meningkatkan jumlah kunjungan pasien atau jumlah output produksi. Selain itu diperlukan kajian Iebih lanjut mengenai ATP (Ability to Pay) serta WTP (Willingness to Pay) masyarakat di Kecamatan Tambora pada khususnya dan di Propinsi DKI Jakarta pada umumnya. Dan perlu juga dipertimbangkan prinsip pemberian subsidi silang dalam proses kebijakan penetapan tarif pelayanan kesehatan dasar Puskesmas oleh Pemerintah Daerah di masa yang akan datang.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T20425
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurmansyah
Abstrak :
Kebijakan pelayanan kesehatan dasar Puskesmas gratis di Kota Medan telah memasuki tahun kelima. Dalam masa tahun lima tahun pelaksanaan kebijakan pelayanan kesehatan dasar gratis tentunya perlu dikaji keberhasilan kebijakan ini dalam meningkatkan pelayanan kesehatan yang terjangkau dan bermutu bagi penduduk Kota Medan. Pelayanan kesehatan yang bermutu harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat atau pasien antara lain pelayanan dilaksanakan dengan sopan santun, tepat waktu, sesuai dengan budaya setempat dan terjangkau dengan kemampuan ekonomi masyarakat serta efektif menyembuhkan penyakit yang dideritanya. Apabila kebutuhan terhadap pelayanan bermutu ini terpenuhi maka pasien atau masyarakat akan merasa puas dan pada akhirnya meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat kepuasan pengunjung Puskesmas Glugur Darat dan Darussalam dalam pelayanan kesehatan dasar gratis di Puskesmas Tahun 2005. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan observasi. Wawancara terhadap responden pengunjung puskesmas dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan wawancara mendalam terhadap informan kepala Puskesmas dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara. Variabel terikat adalah kepuasan pengunjung yang meliputi dimensi reliability, responsiveness, empathy, assurance dan tangible, sedangkan variabel babas adalah karakteristik pengunjung dan frekuensi kunjungan. Karakteristik pengunjung meliputi pendidikan, pekerjaan dan penghasilan. Analisis dilakukan dengan chi square dan regresi logistik gander. Hasil penelitian menunjukkan tingkat kepuasan pengunjung di Puskesmas Darussalam adalah 37% sedangkan tingkat kepuasan pengunjung di Puskesmas Glugur Darat adalah 32%. Hasil analisis bivariat menunjukkan adanya hubungan antara pendidikan, pekerjaan dan penghasilan serta frekuensi kunjungan ke puskesmas dengan kepuasan pengunjung. Hasil analisis multivariat menunjukkan adanya hubungan antara tingkat pendidikan dan frekuensi kunjungan ke Puskesmas dengan kepuasan pengunjung di Puskesmas Glugur Darat dan Darussalam. Diperlukan upaya antisipasi sedini mungkin dalam meningkatkan kepuasan pengunjung Puskesmas melalui upaya peningkatan kinerja seluruh staf dan pimpinan Puskesmas dengan dukungan dana, sarana dan prasarana yang sesuai dengan kebutuhan puskesmas dari Pemerintah Kota Medan sehingga Kebijakan Pelayanan Kesehatan Dasar Gratis di Puskesmas Kota Medan dapat tercapai secara optimal.
Free Puskesmas basic health service in Medan City after fifth year. In five year of free basic health services policy execution, perhaps the success of this policy in improving health service that achievable and certifiable for Medan City society need to studied. Certifiable health service has to fulfill public needs and patient, for example service done with well mannered, time precise, appropriate with local culture, achievable for public economies and effective in curing diseases. If needs for this certifiable service fulfilled, the patient and public will satisfy and finally improving health service exploiting. This research aim is to analyze visitor satisfaction rate of Puskesmas Glugur Darat and Darussalam in free basic health service in Puskesmas year 2005. Data gathering do by interview and observation. Interview to Puskesmas visitor as the respondent is using questioner and circumstantial interview to Puskesmas chief informant is using interview manual. Bonded variable is visitor satisfaction that included reliability, responsiveness, empathy assurance and tangible, while free variable is visitor characteristic and visit frequency. Visitor characteristic is education, job and earnings. Analysis does by chi-square and double logistic regression. Research result shows visitor satisfaction rate in Puskesmas Darussalam is 37% while visitor satisfaction in Puskesmas Glugur Darat is 32%. Bivariate analysis shows connection between education, job and earnings and visit frequency to puskesmas with visitor satisfaction. Multivariate analysis result shows connection between education level and visit frequency to Puskesmas with visitor satisfaction in Puskesmas Glugur Darat and Darussalam. Need effort to anticipate earlier in improving Puskesmas visitor satisfaction through performance improving from entire Puskesmas staff and chief with financial support, medium and pre-medium suited with Puskesmas needs from Medan City Government so that Free Basic Health Service in Puskesmas Medan City can achieved optimally.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T22645
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitanggang, Polisman
Abstrak :
Salah satu upaya pemerintah untuk menjamin terselenggaranya pemeliharaan kesehatan bagi seluruh masyarakat adalah dengan dikembangkannya Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat. Bagi pegawai negeri, jaminan pemeliharaan kesehatan tersebut berbentuk Asuransi wajib Kesehatan. Dalam hal ini perlu diadakan suatu penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran hubungan sejumlah faktor pemanfaatan kartu Askes oleh peserta wajib PT. ASKES dengan upaya mendapatkan pengobatan rawat jalan di Puskesmas Kecamatan Jambi Selatan Kota Jambi tahun 2002. Penelitian ini menggunakan rancangan potong lintang. Sedangkan responden yang diteliti adalah sebanyak 110 orang. Faktor-faktor yang diteliti dikategorikan atas pertama faktor predisposing yang terdiri dari umur, jenis kelamin, status perkawinan, pangkat/golongan, suku/keturunan, agama/kepercayaan, status pekerjaan, status pendidikan, pengetahuan. Kedua faktor enabling terdiri dari jarak ke Puskesmas dan kepesertaan asuransi lain. Faktor yang ketiga faktor need yaitu persepsi keseriusan penyakit. Secara statistik, penelitian ini menggunakan analisis univariat, bivariat dan multivariat. Analisis univariat digunakan untuk melihat gambaran secara deskriptif. Analisis bivariat dengan uji chi square digunakan untuk melihat bagaimana hubungan diantara faktor-faktor yang ada pada peserta wajib PT. ASKES dengan pemanfaatan kartu Askes. Sedangkan analisis multivariat berfungsi untuk menemukan faktor yang paling dominan yang berhubungan dengan pemanfaatan kartu Askes. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel-variabel yang berhubungan dengan pemanfaatan kartu Askes adalah umur, pangkat/golongan, status pendidikan, status pekerjaan, jarak ke Puskesmas, kepesertaan asuransi, dan faktor need. Dari hasil analisis multivariat ketujuh variabel tersebut, ternyata variabel yang berhubungan dengan pemanfaatan kartu Askes adalah umur, status pekerjaan dan faktor need. Sedangkan variabel yang paling berhubungan dengan pemanfaatan kartu Askes adalah variabel umur. Berdasarkan hasil penelitian, ada beberapa saran yang dianjurkan antara lain, pertama PT. Askes hendaknya mengkaji ulang pemanfaatan kartu Askes khususnya bagi peserta yang usia lanjut (manula). Kedua PT. ASKES hendaknya menyediakan Poliklinik yang memadai bagi peserta yang usia lanjut (manula).
Some Factors Related to ASKES Card Usage by Compulsory in Obtaining Mobile Care Treatment at the Public Health Service of South Jambi Sub district in Jambi Municipality in 2002 One of government attempts of keeping public health care is developing public health insurance. For the governmental officers, this insurance is given in the form of health compulsory insurance. In the respect, there should be a research aimed at obtaining a description on relationship between ASKES card usage factors by its compulsory holders and their attempts of getting mobile health care at South Jambi Sub district Public Health Service (PHS) in Jambi Municipality in 2001. This research uses cross sectional design. Its respondents are 110. The factors studied in this research are classified into predisposing, enabling and need factor. The first includes age, sex, marital status, social stratification, race/descendant, customs/belief, occupation status, education status, and knowledge. The second consists of distance to PHS and other insurance membership. While the third is perception on disease fatality. Statistically, this research uses univariate, bivariate and multivariate analyses. Univariat analysis is used to perceive description. Bivariate analysis with chi square trial is applied to see how is the relationship between available factors of PT. ASKES compulsory members and their ASKES card usage. On the other hand, multivariate analysis is functioned to find the most dominant factor related to ASKES card usage. The research result show that variables related to ASKES card usage are age, social stratification, education status, distance to PHS, other insurance membership and need. Based on multivariate analysis, the factors related to ASKES card usage are age, occupation status and need. On the other hand, the most related factor is age. As the result, there are some suggestions, for example the first is that PT ASKES should evaluated ASKES card usage particularly by elder people. The second is that PT. ASKES should provide proper medical clinic for elder people.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T7850
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hudi. K. Wahyu
Abstrak :
Tingginya kunjungan pasien bayar karcis pada Balai Pengobatan Anak yang mencapai 8.744 kunjungan pada tahun 2001 merupakan peluang bagi Puskesmas Selabatu untuk meningkatkan pendapatan fungsionalnya melalui penyesuaian tarif, dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat khususnya pelayanan pada BP Anak. Akan tetapi karena program kesehatan anak merupakan program yang mempunyai kontribusi terhadap tinggi rendahnya derajat kesehatan masyarakat, maka besarnya tarif yang akan diberlakukan harus berdasarkan pada besarnya biaya satuan pelayanan serta mempertimbangkan tingkat kemampuan dan kemauan membayar masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Sedangkan permasalahan yang dihadapi untuk penyesuaian tarif tersebut adalah belum adanya informasi yang tepat tentang besarnya biaya satuan pelayanan khususnya pada Balai Pengobatan Anak, serta tingkat kemampuan dan kemauan membayar dari masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Maka tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk melakukan analisis tarif pelayanan pada Balai Pengobatan Anak serta mengukur tingkat kemampuan dan kemauan membayar dari masyarakat sehingga di peroleh informasi yang tepat utuk penyesuaian tarif yang rasional. Penelitian ini merupakan Penelitian deskriptif dengan rancangan cross sectional. Pengumpulan data biaya BP Anak dengan menggunakan data sekunder, sedangkan untuk data ATP/WTP masyarakat menggunakan data primer yang didapat dari wawancara langsung dengan rumah tangga terpilih. Perhitungan biaya satuan pelayanan didapatkan dari analisis biaya dengan metode double distribution. Kemudian untuk analisis tarif dikembangkan melalui simulasi tarif dengan menggunakan kurva ATP untuk memperkirakan besarnya penurunan utilisasi bila tarif dinaikkan. Hasil penelitian menunjnkkan bahwa biaya satuan aktual dengan investasi sebesar Rp. 4.442, biaya satuan tanpa investasi Rp.4.019, serta biaya satuan tanpa investasi dan gaji Rp. 2.559, dengan Cost Recovery Rate sebesar 24,68 %. Sedangkan biaya satuan normative sebesar Rp. 4.459 . Kenaikan tarif dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan dan kemauan membayar masyarakat, yang direkomendasikan pada BP Anak adalah untuk pemeriksaan oleh Dokter umum sebesar Rp 4.500,- dengan konsekuensi masyarakat tersingkir dari pelayanan sebesar 3 %. Sedangkan tarif untuk pemeriksaan oleh Dokter Spesialis Anak adalah Rp 4.500,- ke atas dengan catatan untuk jasa medisnya dilakukan perhitungan kembali . Dengan hasil tersebut disarankan bagi Puskesmas untuk mengusulkan kenaikan tarif kepada pengambil keputusan secara bertahap, dan untuk pemeriksaan oleh Dokter Spesialis Anak dibuka pada hari - hari tertentu, sedangkan untuk masyarakat yang tidak mampu diupayakan dengan pemberian kartu sehat. ......The high patient visit who reaches 8.744 in 2001 that paid by the ticket for the Children Medicine Hall of the opportunity income through the cost level, by aim to branch up the service quality to the community, specially the medicine service to the children. But the healthy program for the children showed the program that had the contribution for the high and low grade of the healthy community, so it's the big level that will be done must be base on the big maintenance the multi service of participant to consider the ability level and willingness to pay to the healthy service . While a problem which is stood before for the cost adaptation that is : it's not available the information which is exact about the big one of multi service, specially for the Children Medicine Hall, also the ability level and willingness to pay for community to the healthy service. So the public aim from research to analysis the cost of maintenance of the Children Medicine Hall so the ability level and willingness to pay from community so far as it's gained the information to get the exact to the rational cost adoption. This research showed the descriptive by the cross sectional design. The data collection only the Children Medicine Hall by using the secondary data, while for ATP/WTP community data uses the primer data that was gained from the direct interview with the selected house hold. The multi cost amount of service was obtained from the cost analysis by double distribution method, and then the cost analysis was branched up through the cost simulation by using curve ATP to think the big run down utilization if the cost was gotten an rise. The result research showed that the multi actual cost with the big infestation as much as Rp 4.442,- , the multi maintenance without infestation as much as Rp 4.019; also the multi cost out of infestation and salary as much as Rp 2.559,- by the cost recovery rate as much as 24,68 % , while the multi normative cost as much as Rp 4.459, The cost rise with consideration the ability level and willingness to pay the community that was recommended for the Children Medicine Hall was for checking up by the public doctor as much as Rp 4.500 ,- with consequence the community to get isolated from service as much as 3 % . While the cost for checking up by the specialist doctor as much as over of Rp 4.500,- with notice for the doctor incentive by doing the recounting. By the result was suggested for Public Health Centre to propose the cost rise up taking a decision in every phase, and to check up by the specialist doctor of children in the certain days was opened in exact days, while the community was not able to be effort by giving the healthy card.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T9879
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>