Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Salsa Mulyata
Abstrak :
Topik yang deteliti adalah keeratan hubungan (korelasi) antara variabel Bebas meliputi unsur pemahaman 5S, jenis kelamin, usia, masa kerja, pendidikan, frekuensi penyuluhan dan lama memperoleh penyuluhan dengan produktivitas kerja Penelitian ini dilaksanakan di perusahaan Elektronik PT. Lippo Melco , bertujuan untuk merumuskan jawaban mengenai (1) hubungan pemahaman 5S dengan produktivitas, (2) hubungan jenis kelamin dengan produktivitas kerja,(3) hubungan usia dengan produktivitas kerja, (4) hubungan masa kerja dengan produktivitas kerja, (5) hubungan pendidikan dengan produktivitas kerja, (6) hubungan frekuensi penyuluhan dengan produktivitas kerja dan (7) hubungan lama memperoleh penyuluhan dengan produktivitas kerja. Subyek penelitian ini sebanyak 69 orang pekerja operator bidang produksi Refrigerator. Teknik analisa data yang digunakan adalah (1) analisa korelasi parsial, (2) analisa regresi ganda, (3) analisa varian. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa : (1) terdapat hubungan yang signifikan antara variabel pemahaman 5S dengan produktivitas kerja, yang berarti semakin banyak memahami arti dan pentingnya 5S melalui penyuluhan / pelatihan di unit kerja, maka semakintinggi Produktivtas kerjanya; (2) terdapat hubungan yang tidak signifikan antara jenis kelamin dengan produktivitas kerja, yang berarti bahwa perbedaan jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap produktivitas kerja karyawan karena tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa investasi untuk SDM laki-laki akan menghasilkan keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan untuk kaum perempuan; (3) terdapat hubungan yang tidak signifikan antara usia dengan produktivitas, yang berarti bahwa semakin tinggi usia para karyawan maka produktivitasnya tidak dapat diharapkan; (4) terdapat hubungan yang siginifikan antara masa kerja dengan produktivitas, yang berarti bahwa semakin banyak masa kerja/pengalaman kerja yang diperoleh, maka semakin tinggi produktivitas kerjanya, karena pengalaman kerja ada pengetahuan yang didapat seseorang dari observasi atau mengalami suatu peristiwa; (5) terdapat hubungan yang tidak signifikan antara pendidikan dengan produktivitas, yang berarti bahwa tingginya tingkat pendidikan formal bukanlah jaminan untuk meningkatkan produktivitas kerja, karena pendidikan tinggi tanpa dibekali dengan keterampilan-keterampilan mustahil produktivitas akan tercapai; (6) terdapat hubungan yang tidak siginifikan antara frekuensi penyuluhan dengan produktivitas kerja, hal ini berarti bahwa semakin banyak frekuensi penyuluhan yang diberikan, semakin turun,tingkat produktivitasnya, karena karyawan merasa jenuh dengan penyuluhan yang terlalu berlebihan; (7) terdapat hubungan yang tidak signifikan antara lama penyuluhan dengan produktivitas kerja, hal ini berarti bahwa semakin lama penyuluhan 5S diperoleh, maka produktivitas kerja belum tentu akan dicapai karena tergantung dari keseriusan karyawan didalam mengikutinya serta motivasi yang diinginkan.
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Bernhard
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel pelatihan dan motivasi kerja dengan produktivitas kerja operator, baik itu hubungan secara sendiri-sendiri, maupun bersama-sama. Populasi pada penelitian ini adalah operator tenun yang mengoperasikan mesin Air Jet Loom merek Toyota type T.170, T.190, T.600, dan Tsudakoma, pada Weaving-I, perusahaan tekstil PT. X, Tangerang, yang telah bekerja sekurang-kurangnya satu tahun. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survai; sampel penelitian berjumlah 51 orang, yang diambil dengan menggunakan teknik proporsional random probability dari 84 orang populasi. Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data pelatihan dan motivasi kerja berupa kuesioner dengan menggunakan skala Likert, dirnana masing-masing variabel memuat 24 butir pernyataan. Produktivitas kerja diperoleh dari efisiensi penggunaan mesin oleh operator. Teknik analisis data yang digunakan adalah dengan korelasi sederhana, parsial, dan ganda; regresi sederhana dan ganda, yang dilanjutkan dengan uji t dan F pada taraf signifikansi 5 %. Dari hasil analisis data mengungkapkan bahwa : Pertama, terdapat hubungan yang positif antara pelatihan dengan produktivitas kerja meskipun motivasi kerja telah dikontrol, dimana koefisien korelasinya (rYX1-x2) = 0,5214, dan persamaan regresinya Ŷ= 51,205 + 0,4968 X2; kontribusi pelatihan terhadap produktivitas kerja sebesar 27,188 %. Kedua, ada hubungan yang positif antara motivasi kerja dengan produktivitas kerja meskipun pelatihan telah dikontrol, koefisien korelasinya (ryx2-x1) = 0,6535, dan persamaan regresinya Ŷ = 37,445 + 0,6435 X2; kontribusi motivasi kerja terhadap produktivitas kerja sebesar 42,705 %. Ketiga, secara bersama-sama pelatihan dan motivasi kerja memiliki hubungan yang positif terhadap produktivitas kerja, dengan koefisien korelasinya (rYX1x2) = 0,68998 dan persamaan regresinya Ŷ = 25,7265 + 0,2445 X1 + 0,5157 X2. Secara bersamasama, kedua varians ini memberikan kontribusi sebesar 47,607 % terhadap produktivitas kerja sebesar 47,607 %. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pelatihan dan motivasi kerja, secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, turut menentukan adanya variasi produktivitas kerja operator pada perusahaan tekstil PT. X. Tangerang.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T8739
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manik, Risman Sutrisno
Abstrak :
Adanya isu kesenjangan pembangunan di segala bidang, menyebabkan penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk memperoleh gambaran apakah ada perbedaan persentase jumlah peserta bimbingan teknis produktivitas antar Kawasan Barat Indonesia dengan Kawasan Timur Indonesia, apakah ada perbedaan persentase jumlah peserta bimbingan teknis antara pulau, apakah ada perbedaan persentase jumlah peserta antar propinsi, apakah ada perbedaan persentase jumlah peserta bimbingan teknis produktivitas antar jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan usia.

Penelitian deskriptif dengan sumber data dokumentasi, interview, dan diskusi serta pengalaman penulis selama ini dan tabulasi silang sebagai alat analisis, maka pertanyaan penelitian tersebut di atas dapat terjawab, yaitu terdapat perbedaan yang signifikan kesempatan bimbingan teknis produktivitas antara Kawasan Barat Indonesia sebesar 69,8%, sedangkan Kawasan Timur Indonesia hanya sebesar 26,8%, dan sisanya di peroleh Pusat sebesar 3,4%. Sedangkan berdasarkan pulau maka pulau Jawa & Bali sebesar 37% merupakan tertinggi, dan Sumatera sebesar 34%, Kalimantan 12%, Sulawesi 10%, dan Gabungan (Irian+Maluku+NTB+NTT) hanya 7%.

Penyebab perbedaan persentase kesempatan antar kawasan, antar pulau maupun antar propinsi adalah keterbatasan anggaran, dimana peserta dari Kawasan Timur Indonesia membutuhkan biaya transportasi yang lebih besar. Sehingga, untuk mencapai pemerataan kesempatan jumlah peserta perlu penambahan anggaran, atau pemusatan tempat pelaksanaan bimbingan teknis produktivitas menurut masing-masing kawasan. Misalnya, bimbingan teknis produktivitas untuk kawasan Timur Indonesia dilaksanakan di propinsi yang letaknya relatif dekat dengan propinsi lainnya.

Berdasarkan tingkat pendidikan, persentase tertinggi adalah Sarjana (SI) sebesar 78%, kemudian SLTA sebesar 8%, dan Magister (S2) sebesar 7% adalah tertinggi ketiga. Hal ini karena pada umumnya instruktur produktivitas berpendidikan sarjana. Sedangkan peserta yang berpendidikan SLTA, pada umumnya berasal dari perusahaan dan Aparat Desa.

Peserta yang berpendidikan Magister yang secara akademis lebih potensial justru kecil adalah karena jumlah instruktur produktivitas yang berpendidikan Magister masih relatif sedikit. Itu sebabnya, program Magister bagi instruktur masih perlu dilanjutkan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas para instruktur.

Berdasarkan Jenis kelamin terdapat perbedaan yang signifikan, yaitu pria lebih dominan sebesar 87% dan wanita 13%. Perbedaan ini disebabkan karena instruktur wanita cenderung enggan untuk mengikuti latihan dengan alasan keluarga, hamil, atau durasi bimbingan terlalu lama. Juga kerena jumlah instruktur wanita relatif masih Iebih sedikit dibandingkan instruktur pria.

Sedangkan berdasarkan usia, maka peserta kebanyakan berada pada kelompok usia 40-44 tahun sebesar 29% dan kelompok usia 33-39 tahun sebesar 23%, ini berarti instruktur produktivitas rata-rata potensial, energik, serta bermotivasi tinggi dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.
2001
T4407
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Sjafei
Abstrak :
Pendekatan pembangunan bidang prasarana dan sarana ke PU-an (PSPU) mengandalkan dan pengembangan sumber daya manusia (SDM) yang mampu memanfaatkan, mengembangkan dan menguasai iptek serta mampu menjawab tantangan pembangunan prasarana dan sarana ke-PU-an di masa datang. Hal ini, disebabkan oleh adanya tugas-tugas yang dirasakan semakin berat dan kompleks di masa mendatang, sedangkan di sisi lain kurangnya motivasi terhadap pegawai dapat menurunkan produktivitas kerja. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penulis memandang perlu meneliti secara ilmiah yaitu apakah faktor-faktor motivasi berhubungan dengan produktivitas kerja PNS dan motivasi manakah yang dominan berhubungan dengan produktivitas kerja di lingkungan Direktorat Bina Jalan Kota. Untuk menguji hubungan antara faktor-faktor motivasi dengan produktivitas kerja digunakan analisis kualitatif secara statistik :
Dari temuan penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Hipotesis altematif yang menyatakan bahwa motivasi berhubungan dengan produktivitas kerja PNS di Lingkungan Direktorat Bina Jalan Kota, temyata dapat diterima.
2. Hipotesis altematif yang menyatakan bahwa :
a. Semakin tinggi tingkat kesejahteraan PNS maka semakin tinggi Pula tingkat produktivitas kerja PNS.
b. Semakin tinggi tingkat kemampuan PNS maka semakin tinggi pula tingkat produktivitas kerja PNS.
c. Semakin tinggi pengamalan budaya kerja PNS maka semakin tinggi pula tingkat produktivitas kerja PNS.
d. Semakin tegas peraturan, maka semakin rendah tingkat produtivitas kerja PNS. Dengan demikian strategi yang perlu dikembangkan dalam meningkatkan produktivitas kerja PNS di Lingkungan Direktorat Bina Jalan Kota adalah dengan memberi prioritas utama pada program pengembangan dan pengamalan budaya kerja dengan sistim pola terpadu.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heru Siswanto
Abstrak :
Hubungan pendidikan formal dengan produktivitas tenaga kerja perusahaan rokok Jawa Timur dalam perspektif Ketahanan Nasional dilatar belakangi oleh anggapan adanya kesenjangan antara pendidikan dengan produktivitas tenaga kerja yang dapat berpengaruh terhadap Ketahanan Nasional. Pendidikan merupakan salah salu aspek yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia, tenaga kerja yang berkualitas, ditandai dengan produktivitas yang tinggi. Hal ini akan dianalisa dengan menggunakan konsepsi Ketahanan Nasional yang mempunyai 3 (tiga) wajah yaitu sebagai doktrin, kondisi dan pemecahan masalah. Dengan dasar latar belakang permasalahan tersebut di atas dirumuskan untuk dijawab adalah bagaimana hubungan pendidikan formal dengan produktivitas tenaga kerja dan bagaimana perspektif Ketahanan Nasional terhadap produktivitas tenaga kerja. Sedangkan tujuannya untuk mengetahui hubungan pendidikan formal dengan tenaga kerja menggunakan analisis Ketahanan Nasional. Untuk dapat menjawab hal tersebut diterapkan langkah-langkah sebagai berikut :
1) menetapkan daerah sampel dengan menetapkan 3 perusahaan rokok di 3 wilayah Jawa Timur,
2) mencari nilai korelasi antara pendidikan dengan produktivitas tenaga kerja dengan menggunakan rumus "Pearson's Product Moment Correlation" yaitu :
3) menetapkan hubungan pendidikan dengan produktivitas tenaga kerja.
4) menetapkan hubungan pendidikan dengan produktivitas dengan konsepsi Ketahanan Nasional. Hasil penelitien diperoleh :
1. Sampel ditetapkan di Kodya Dati II Surabaya, Kodya Dati II Kediri dan Kabupaten Dati II Tulungagung.
2. Nilai korelesi pendidikan dengan produktivitas :
a. Di Tingkat Pendidikan Tinggi sebesar 0,19,
b. Di Tingkat SLTA sebesar 0,22.
c. Di Tingkat SLTP sebesar 0,09.
d. Di Tingkat SD sebesar 0.3.
3. Kontribusi Pendidikan terhadap produktivitas tenaga kerja :
a. Pendidikan tinggi, rendah, rendah sekali.
b. SLTA, rendah sekali.
c. SLTP, rendah sekali.
d. SD, rendah.
4. Produktivitas :
a. Pendidikan tinggi nilai mean 81,7 produktivitas tinggi.
b. SLTA nilai mean 82,35 produktivitas tinggi.
c. SLIP nilai mean 81 produktivitas tinggi,
d. SD nilai mean 82,64 produktivitasiinggi. Hubungan pendidikan dengan produktivitas memiliki hubungan yang rendah sekali, hal ini ditunjukkan oleh nilai korelasi observasi pendidikan formal dengan produktivitas tenaga kerja lebih rendah deri nilai tabel. Hubungan tersebut ditemukan adanya ketimpangan/kesenjangan antara harapan dan realita. Ketimpangan ini berasal dari keluaran pendidikan yang tidak sesuai dengan pasar kerja di perusahaan rokok yang hanya membutuhkan ketrampilan, sedangkan keluaran pendidikan pada umumnya masih harus mulai berlatih terlebih dahulu. Tinjauan Ketahanan Nasianal dengan kondisi di atas ada kecenderungan kerawanan yang ditandai adanya ketimpangan/kesenjangan pada korelasi pendidikan dengan produktivitas yang berakibat pada kecenderungan dekadensi bidang pendidikan. Ketahanan Nasional ditingkat wilayah dikategorikan mantap ditunjang oleh produktivitas tenaga kerja yang tinggi.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adri Yelni
Abstrak :
Pembangunan sektor industri pengolahan (Manufacturing industry) sering mendapat perhatian prioritas utama dalam rencana pembangunan nasional kebanyakan negara berkembang, karena sector ini dianggap sebagai perintis dalam pembangunan ekonomi negaranegara tersebut. Industrilisasi harus mampu mendorong perkembangan industri. Penelitian mengenai pertumbuhan jangka pendek maupun jangka panjang telah banyak dilakukan. Antara lain adalah Profesor Simon Kuznet dan Profesor Hollis Chenery dari Universitas Harvard. Penelitiannya menunjukkan bahwa secara umum peranan sektor industri semakin lama tumbuh jauh lebih pesat dari sektor industri semakin lama tumbuh jauh lebih pesat dari sektor pertanian. Hal ini bisa dilihat dari sumbangan sektor industri pada Gross National Product yang semakin meningkat. Sejak Repelita II, strategi pembangunan ekonomi diarahkan pada pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas nasional dan pemerataan pembangunan dengan penekanan pada kegiatan industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku. Yang kemudian pada Repelita selanjutnya ditekankan pada bahan baku menjadi bahan jadi. Dalam buku Repelita V (lima) buku II disebutkan bahwa pembangunan sektor industri harus mampu membawa perubahan-perubahan fundamental dalam struktur ekonomi Indonesia sehingga kontribusi sektor di luar sektor pertanian terhadap produksi nasional semakin besar, sektor mampu mendorong perkembangan sektor industri sebagai penggerak utama di dalam perluasan lapangan kerja maupun peningkatan laju pertumbuhan ekonomi. Kemudian pada pembangunan jangka panjang berikutnya lebih ditekankan pada pembangunan industri, sebagai basis pertumbuhan ekonomi sebagaimana ciri-ciri negara berkembang lainnya. Pengalaman meunujukkan bahwa industrilisasi menjadi gambaran umum dari tranformasi struktur perekeonomian yang erat kaitannya dengan peningkatan taraf hidup masyarakat, oleh karena itu produktivitas industri terus ditingkatkan untuk mencapai tujuan tersebut. Selain itu arah dan strategi industrilisasi di Indonesia mengarah kepada ekspor. Peningkatan produktivitas input dan kualitas input dari output perlu diperhatikan dalam rangka memasuki pasar dunia yang penuh daya penuh daya saing dan dapat merebut pangsa pasar.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Walirimba Thamrin
Abstrak :
Penelitian ini mengkaji beberapa korelasi variabel antara;l) Motivasi kerja; 2).Lingkungan kerja;3)Kemampuan kerja merupakan variabel bebas sedangkan Produktivitas kerja instruktur adalah variabel terikat, tu,juan penelitian ini adalah ingin meneliti sejauhmana hubungan korelasi arrtara motivasi kerja, kemampuan kerja, lingkungan kerja serta hubungan secara bersama-sama terhadap produktivitas kerja. Penelitian dilakukan di Balai Latihan Kerja di wilayah Jabotabek yaitu: 1). BLK Pasarrebo Jakarta, 2). BLK Las Condet, 3).BLK Bekasi, dan 4) BLK Tangerang, metode yang dilakukan adalah metode kuantitatif yang menggunakan Statistik. Hasil temuan penelitian adalah ; Pertama, distribusi frekuensi dari karakteristik instruktur secara keseluruhan terhadap composite butir-butir pernyataan instruktur mendapat skor yang positif; Kedua,berdasarkan koefisien korelasi, variabel motivasi, X1- 0,1533; variabel kemampuan, X2 = 0,1513; variabel lingkungan, X3 = 0,1499 sedangkan variabel produktivitas sebesar, Y= 0,1724. Untuk determinan korelasinya dari masing-masing variabel yaitu; X1 = R2 0,0235; X2 = R2 0,0229; X3 = R2 0,0224; dan Y=R2 0,0297, secara kualitatif koefisien korelasi maupun determinan korelasi menunjukkan adanya hubungan atau korelasi yang masih rendah. Ketiga secara matrix hasilnya cukup baik dalam arti hubungan dan korelasinya cukup besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen,baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama terhadap masing-masing variabel yaitu; X1 = 0,97640;X2_ 0,1000; X3 = 0,1876; serta Y = 0,9775. Selanjutnya berdasarkan hasil temuan penelitian secara kualitatif hubungan atau korelasinya dapat dikatakan rendah dan pengaruhnya kecil dan kemungkinan masih ada faktor dan pengaruh lainnya yang lebih kuat,namun belum sempat diteliti didalam penelitian ini.Untuk itu diharapkan agar instruktur BLK Sejabotabek dapat memotivasi diri, nieningkatkan kemampuan diri dan menjaga lingkungan kerja yang sehat dan kondusif untuk menunjang peningkatan produktivitas kerja.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suhandojo
Abstrak :
Sejak orde baru, kebijakan tentang industrialisasi, sebagai bagian dari kebijaksanaan pembangunan, tertuang dalam Rencana Pembangunan Lima Tabun (REPELITA) yang secara bertahap dilakukan peningkatan. Diawali Pelita I (1969 - 1974) yang memberikan tekanan pada sektor industri dengan membangun industri pendukung sektor pertanian. Dilanjutkan pada Pelita II (1974 - 1979) yang di arahkan untuk memperkuat pengusaha pribumi, industri kecil, pembangunan daerah serta perluasan kesempatan kerja. Pada Pelita M (1979 - 1984), adanya perkiraan peningkatan penerimaan minyak bumi, telah mendorong diversifikasi industri dan integrasi ke belakang (backward integration), yaitu tumbuhnya industri hulu.

Pada Pelita IV (1984 - 1989) lebih ditekankan pada unsur keterkaitan, yaitu pembangunan industri dasar yang menghasilkan bahan baku industri, industri barang konsumsi, dan barang-barang modal akan memperkuat keterkaitan ke depan (forward linkage) dan keterkaitan ke belakang (backward linkage). Masa Pelita IV ini kebijaksanaan pembangunan diarahkan pada berbagai industri barang modal yang lebih besar, terutama industri mesin dan peralatan. Kemudian sebagai tahun akhir Pembangunan Jangka Panjang (PP) I, Pelita V (1989 - 1994) diarahkan pada kebijakan perubahan struktur ekonomi Indonesia secara fundamental, yaitu adanya keseimbangan antara sektor industri yang canggih dengan sektor pertanian yang efisien, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan memperkuas kesempatan kerja.

Memasuki awal PP II, kebijaksanaan industri pada Pelita VI (1994 - 1999) adalah pengembangan industri-industri berdaya saing kuat melalui pemanfaatan keunggulan komparatif yang dimiliki dan sekaligus secara bertahap menciptakan keunggulan kompetitif yang dinamis. Pasar domestik yang sangat potensial dikembangkan agar makin kompetitif dan dimanfaatkan sebagai basis bagi penciptaan berbagai industri yang mampu bersaing di pasar internasional. Prioritas pengembangan jenis industri dalam Pelita VI adalah agroindustri dan agribisnis yang produktif termasuk jasa; industri pengolah sumberdaya mineral; industri permesinan, barang modal dan elektronika termasuk industri yang menghasilkan komponen dan sub-perakitan serta industri penunjang lainnya, terutama industri bernilai tambah tinggi dan berjangkauan strategis; dan industri berorientasi ekspor yang makin padat ketrampilan dan keanekaragaman, termasuk tekstil dan produk tekstil.

Sesuai dengan kebijaksanaan pembangunan yang memberikan tekanan pada sektor industri, maka peranan sektor industri pengolahan, termasuk industri rnigas, makin meningkat dalam struktur perekonomian Indonesia. Ini tercermin pada komposisi Produk Domestik Bruto (PDB), dimana pada Pelita 1 bare sekitar 9,6 persen meningkat menjadi 21,0 persen pada tahun 1992, atau selama PIP I mengalami pertumbuhan sebesar 12,0 persen per tahun. Pada mesa PIP II kontribusi industri pengolahan terhadap PDB meningkat cukup tajam, di tahun 1994 23,35 persen dan tahun 1996 25,16 persen.

Peningkatan peranan sektor industri pengolahan diikuti oleh penurunan peranan sektor pertanian. Dalam dekade 1975-1985 peranan sektor pertanian menurun dari 26,46 persen menjadi 22,68 persen. Bahkan di tahun 1991, untuk pertama kalinya peranan sektor industri pengolahan melampaui sektor pertanian, masing-masing sebesar 19,9 persen dan 18,5 persen. Dari tiga tahun awal PIP II peranan sektor pertanian dalam PDB terus menurun, yaitu 17,29 persen, 17,16 persen, dan 16,30 persen. Perubahan mendasar inilah yang menandai berubahnya struktur ekonomi dari agraris ke industri.

Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azwar
Abstrak :
Keberhasilan PT Astra International sebagai perusahaan publik tentunya tidak diragukan lagi, sukses tersebut adalah hasil kerja keras dan penerapan strategi perusahaan yang tepat dalam pengelolaan proses ini. Penerapan Gugus Kendali Mutu (GKM) Cipta 2000 di Auto 2000 Ciledug telah berhasil meningkatkan produktivitas kerja karyawan di bagian service. Penelitian yang diangkat dari pelaksanaan GKM Cipta 2000 dengan tema mempercepat waktu pemeriksaan kerusakan komponen IIA telah berhasil menurunkan waktu pengerjaannya dari 192 menit menjadi 27 menit (sebesar 86%) setelah dibuatkan alat bantu khusus "Cipta IIA Tester". Selain itu dengan dilaksanakannya GKM Cipta 2000 ini telah dapat dihemat biaya sebesar Rp.3.960.000,- per tahun. Hal ini disebabkan karena pelaksanaan GKM Cipta 2000 telah berhasil menumbuhkan pertisipasi karyawan dengan cara ikut menyumbangkan saran pada pertemuan kelompok, sehingga melahirkan ide-ide baru yang bisa digunakan untuk pemecahan masalah-masalah yang dihadapi, bekerja lebih aman dan cepat dan membuat karyawan lebih percaya diri dalam memberikan pelayanan yang terbaik bagi pelanggan.
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1998
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library