Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 63 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nugroho
Abstrak :
Kekerasan kolektif merupakan gejala sosial dalam masyarakat yang acap kali dicetuskan oleh konflik antar pribadi. Demikian halnya yang terjadi dalam Lembaga Pemasyarakatan, pada awalnya konflik terjadi antar individu, kemudian berkembang menjadi konflik antar kelompok sampai dalam bentuk kekerasan kolektif. Konflik dan kekerasan ini terjadi karena masing-masing atau salah satu narapidana membawa identitas kelompoknya, seperti kelompok kamar atau blok, etnis, kelompok narapidana atau kelompok tahanan. Kekerasan kolektif antar narapidana cenderung menimbulkan orang terluka, cidera, kehilangan nyawa, dan kerusakan benda atau barang; suasana tidak aman dan tidak nyaman, sehingga menghambat pelaksanaan pembinaan. Selama ini Lembaga Pemasyarakatan telah menempuh upaya untuk mengatasi konflik dart kekerasan, yaitu : memberikan pengarahan, peringatan dan teguran, melakukan tindakan fisik, "tutupan sunyi", atau meniadakan dan menunda hak-hak tertentu, serta melakukan pemindahan dan proses hukum bagi yang terlibat. Namun demikian kekerasan masih terus berlangsung. Untuk itu perlu dilakukan berbagai upaya preventif dan promotif yang lebih efektif dan menyentuh akar permasalahannya. Penulis mencoba mengajukan program intervensi untuk kalangan narapidana dalam bentuk permainan peran atau sirriulasi, dan untuk petugas serta beberapa narapidana tertentu dengan program pelatihan negotiating dan mediating skill. Diketahui bahwa jumlah Lembaga Pemasyarakatan di Indonesia cukup besar, sedangkan persediaan dana dan waktu sangat terbatas. Oleh karena itu, penyelenggaraan program intervensi ini akan dilaksanakan secara bertahap berdasarkan prioritas. Program ini diajukan dengan alasan : pertama, memungkinkan terjadinya kontak, kerja sama, dan komunikasi pada semua pihak, sehingga diharapkan dapat terjalin hubungan yang sating percaya dan saling bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama; kedua, dengan alasan yang pertama tersebut, diharapkan akan tumbuh orientasi komunitas pergbuni Lembaga Pemasyarakatan bukan orientasi grouping yang cenderung menimbulkan sikap dan prasangka in-group/out-group, ordinat sub ordinat, superior dan inferior pada kelompok-kelompok narapidana.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T18836
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panjaitan, Petrus Irwan, 1958-
Jakarta : IHC, 2008
365.6 PAN p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, Roy Tulus Martin
Abstrak :
Didalam pelaksanaan pembinaan dewasa ini yang mana menganut prinsip community-based treatment, telah ditentukan program-program yang seharusnya dilaksanakan. Mengenal community-based treatment, berdasarkan sistem pemasyarakatan mengandung dua aspek dalam proses pembinaan. Aspek pembinaan yang institusional yang berlangsung didalam lingkungan bangunan-bangunan tempat penampungan pelanggar-pelanggar hukum dan aspek pembinaan yang non institusional yang berlangsung di tengah-tengah masyarakat. Konsep kepenjaraan - yang lama telah ditinggalkan dan beralih kepada pandangan yang lebih humanis yang semata-mata demi perbaikan diri pribadi seorang narapidana. Mereka diberikan pembinaan, agar kelak bila bebas nantinya mempunyai suatu kapasitas tenentu untuk bisa berintegrasi kembali ditengah-tengah masyarakat. Mereka yang dipidana, hukumannya sangat beragam. Jangka waktu pembinaan memainkan peranan penting didalam pelaksanaan pembinaan. Hal ini bisa menjadi suatu masalah bagi pengaplikasian dari community-based treatment (CBT). Tidak semua narapidana akhirnya bisa mendapatkan keseluruhan program-program pembinaan tersebut, khususnya yang dihukum satu tahun kebawah. Keadaan yang menjadi awal dari semua permasalahan ini harus bisa dicarikan jalan keluarnya. Memang sejak masuk ke dalam penjara, para narapidana telah diberikan program pembinaan, tetapi hanya sebagian saja, sehingga disebut, hanya berorientasi saja kepada CBT. Padahal konsep CBT harus bisa benar-benar dijalankan sebagai tujuan reintegrasi. Didalam kenyataannya fasilitas yang ada, lebih banyak digunakan oleh mereka yang dihukum satu tahun keatas. Peraturan perundang-undangan sangat jelas sekali untuk pidana 1 (satu) tahun lebih, tetapi lemah untuk hukuman kurang dari 1 tahun. Para narapidana memiliki berbagai macam tipikal yang akan menjadi masalah, ketika mereka menerima pembinaan yang ada.
The treatment implementation for under one-year sentence Inmates. Nowadays, in implementing the treatment programs which is have a community-base treatment principle. that has been determined the programs which supposed to be implemented. Recognizing the community-based treatment, based-on its community system consist two aspects in treatment process. The institutional treatment aspect which is exist in the environment includes the shelters that placing the law-offenders and non-institutional treatment aspects which is exist in the community itself. The old / conventional correctional concept had been left and moving to humane point of view for improving an inmate personality. They have given treatment programs, so if they are being free someday, they will have a capacity to reintegrate in society. They, who has been sentenced, owning the variety of sentence. The period/term of treatment played an important role in implementing the treatment programs. This, can be a problem for the community-based treatment application. Finally, not all the inmates has got its overall treatment programs, especially those who being under one year sentence. The condition has become the beginning of all this problems which should be solved. Thus, since they have been sentenced, the inmates had given a treatment programs. but they don't get all the treatment programs, so called, its only a CBT concept. Meanwhile, the CBT concept should be really to be implemented as a purpose of reintegration. In fact, the existing facility, has been used by they whose being above one year sentence. Although the procedure has been really clear for over one year sentenced but it's really weak/become a problem for unless of one year sentence. The inmates also have a character which is becoming a problem, when they has received an existing treatment programs. The function of treatment is to rehabilitate and to increasing the capacity. As an organization, correctional institution also have a barriers in reaching their objectives/goals, basically in terms of the official staffs. The above problems/things which is to identify as a problems- that starting in the sentence process (vonis) until the supervision and the treatment, finally should be looking for the right solution.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15233
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Windarto
Abstrak :
ABSTRAK Tesis ini membahas keberhasilan serta kegagalan pembebasan bersyarat di Bapas Semarang. Penelitian tesis ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan disain diskriptif dan prediktif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa keberhasilan pembebasan bersyarat di Bapas Semarang dari tahun 1998 s/d 2008 mencapai 80.9 %, yang masih dalam proses bimbingan 16.3 % dan kegagalannya mencapai 2,8 %. Dalam prediksi keberhasilan pembebasan bersyarat, bahwa klien pembebasan bersyarat dengan jenis pekerjaan yang produktif ada hubungan yang signifikan dengan keberhasilan pembebasan bersyarat. Hasil penelitian menyarankan bahwa dalam menentukan disposisi pembebasan bersyarat dan pelaksanaan pembimbingan klien pembebasan bersyarat, perlu mempertimbangkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan pembebasan bersyarat.
ABSTRACT This thesis discuss about success and failure on parole of Semarang Community Correction (Bapas). This Study employs quantitative approach with descriptive and predictive design. The result of this study reveals that the average of the success on parole of Semarang Community Correction from 1998 to 2008 indicates around 80%. In comparison, the failure on parole shows low around 2, 8%. Moreover, the study indicates prisoners on supervision process of parole as big as 16.3%. Furthermore, this study highlights a prediction of successful on parole. The prediction shows client who has stable and productive job / occupation tend to be successful on their parole. Furthermore, this study advice to authority in charge in deciding disposition of parole and implementation of client supervision on parole should consider some factors which affect success on parole.
2009
T26730
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rezza Mahandhika
Abstrak :
Kriminalitas merupakan hal yang banyak terjadi di Jakarta. Sehingga sangat banyak orang yang dihukum dalam sebuah rumah tahanan sebagai konsekuensi dari tindak kejahatannya. Banyak faktor yang diprediksi memiliki keterkaitan dengan gangguan jiwa. Sehingga, penelitian ini bertujuan untuk menemukan hubungan usia, status kesehatan fisik, dan aksesibilitas pelayanan kesehatan dengan gangguan jiwa. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dengan menggunakan instrumen berupa kuesioner demografi dan kuesioner MINI ICD-10. Penelitian dilakukan dari bulan Agustus – Oktober 2015 di Rumah Tahanan Kelas IIA Jakarta Timur.Hasil penelitian menjelaskan dari 61 responden penelitian yang mengalami gangguan jiwa, didapatkan sebanyak 47 orang berusia 18-40 tahun (77 %), sejumlah 38 orang mengeluhkan sedang mengalami sakit fisik saat wawancara (62,2 %), dan terdapat 57 orang yang pernah menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan (93,4 %). Berdasarkan uji hipotesis denganuji Chi-Square, didapatkan nilai p yang menggambarkan hubungan usia, status kesehatan fisik, dan aksesibilitas pelayanan kesehatan dengan gangguan jiwa berturut-turut 0,971; 0,008, dan 0,933. Sehingga dapat disimpulkan bahwa status kesehatan fisik memiliki hubungan secara statistik dengan gangguan jiwa, namun hubungan faktor usia dan aksesibilitas pelayanan kesehatan dengan gangguan jiwa tidak bermakna secara statistik. ......Criminality is a common event in Jakarta. So, there are many people who have been convicted with criminal charges and are arrested as a consequence. There are many factors that can predict the occurence of mental disorder. This research is aimed to find the correlation between factors such as age, physical health status, and accessibility of health services with mental disorder. This design of this study is cross-sectional; demographic questionnaires and MINI ICD-10 were used as instruments for this research. This study was conducted from August until October 2015 in Rumah Tahanan Kelas IIA Jakarta Timur. Result from this study showed from 61 respondents who had mental disorders, 47 respondents were between the ages of 18-40 (77 %), 38 respondents complained of physical illnes during the interview (62,2 %), and 57 respondents had used health care services before (93,4 %). The p-values, obtained using Chi-Square hypothesis test, for age, physical health status, and accessibility of health care services were 0,971; 0,008; and 0,933, respectively. Therefore, statistically, we can conclude that physical health status is the only factor that has a correlation with the occurence of mental disorder; however, age and accessibility of health care services have no correlation with the occurence of mental disorder.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panjaitan, Petrus Irwan, 1958-
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995
365 PAN l
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Panjaitan, Petrus Irwan, 1958-
Abstrak :
Punishment and correction in criminal cases in Indonesia.
Jakarta: IHC, 2007
365.644 PAN p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rowling, J.K., 1965-
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008
813 ROW h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Finkelstein, Ellis
Aldershot: Avebury, 1993
365 FIN p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Djaja Tjahjana
Abstrak :
Masalah penahanan merupakan persoalan yang paling esensial dalam sejarah kehidupan manusia. Setiap yang namanya penahanan, dengan sendirinya menyangkut nilai dan makna antara lain: Perampasan kebebasan dan kemerdekaan orang yang ditahan; Menyangkut nilai-nilai perikemanusiaan dan harkat martabat manusia; dan Juga menyangkut nama baik dan pencemaran atas kehormatan diri pribadi atau tegasnya, setiap penahanan dengan sendirinya menyangkut pembatasan dan pencabutan sementara hak-hak asasi manusia. Oleh karena itu, pelaksanaan pelayanan tahanan di Rumah Tahanan Negara dalam upaya memberikan pelayanan bagi para tahanan yang mengalami pencabutan sementara akan kebebasan hak-hak asasi manusianya. Diperlukan manajemen pelayanan yang memadai serta didukung oleh adanya sumber daya manusia, sarana dan prasarana yang cukup baik guna menunjang proses penerimaan tahanan sampai selesai menjalani masa penahanannya di dalam Rumah Tahanan Negara. Pelaksanaan Pelayanan Tahanan Di Rumah Tahanan Negara Pandeglang masih belum baik dalam upaya memberikan pelayanan kepada para tahanan, hal ini terlihat masih terdapat beberapa hal dari dimensi pelayanan berupa Tangibles (bukti langsung); Reliability (dapat dipercaya atau keandalan); Responsiveness (daya tanggap/peka); Assurance (jaminan); dan Empaty (simpati) yang masih kurang menyentuh didalam pelaksanaannya Sehingga proses pelayanan tahanan yang dilakukan oleh Rumah Tahanan Negara Pandeglang belum terlihat cukup baik. Hal ini diakibatkan karena adanya faktor-faktor penghambat dalam pelaksanaan pelayanan tahanan tersebut, yang antara lain meliputi: Perbedaan pendapat mengenai pembinaan bagi para tahanan; Fasilitas-fasilitas penahanan berupa bangunan tidak berada dalam satu setting administratif; Ketidak mengertian petugas terhadap pelaksanaan pembinaan; Minimnya tingkat pendidikan akhir petugas; Sikap mental aparat yaitu dengan adanya diskriminasi tahanan; dan Sarana layanan bagi para tahanan khususnya dalam menyediaan air untuk cuci dan mandi serta kelayanan makanan yang masih belum memenuhu standard pelayanan.
Problem of detention represent most problem of essential in human life history. Every which its name of detention, by itself concerning meaning and value for example: Hijack of independence and freedom one who is arrested; Concerning humanism values and human being prestige standing; as well as concerning good name and contamination of honor of personal x'self or specifically, every detention by itself concerning repeal and demarcation whereas human being basic rights. Therefore, execution of service of prisoner in prison in the effort giving service to all natural prisoner of repeal whereas freedom of human being basic rights will its. Is needed by adequate service management is and also supported by existence of human resource, good enough facilities and basic facilities utilize to support process acceptance of prisoner till finish experience a period to its detention in prison. Execution Of Service Of Prisoner In Prison Pandeglang still not yet good in the effort giving service to all prisoner, this matter seen still there are several things of service dimension in the form of Tangibles; Reliability; Responsiveness; Assurance; and Empathy which still less touching in its execution. So that process service of prisoner conducted by Prison Pandeglang not yet seen is good enough. This matter is resulted caused by resistor factors in execution of service of prisoner, which for example covering: Different idea concerning construction to all prisoner; Detention facilities in the form of building do not stay in one administrative setting; Not understand officer to execution of construction; Its minim of final education level of officer; Mental attitude government officer that is with existence of prisoner discrimination; and Medium service to all prisoner specially in provide irrigate to clean and bath and also food service which still not yet service standard fulfilling.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15069
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7   >>