Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 66 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Macmillan, Norman
Yogyakarta: Cahaya Langit, 2003
358.4 MAC gt
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ane Dwi Sari
Abstrak :
ABSTRAK
ICAO (International civil aviation organization) menyatakan pentingnya menjaga kesehatan penerbang sehingga tidak terjadi inkapasitasi. Salah satu upayanya adalah pola diet sehat dengan konsumsi buah dan sayur. Tujuan studi adalah mengetahui hubungan aktivitas fisik dan faktor lain terhadap pola konsumsi buah dan sayur.Metode : Studi potong lintang dengan sampel total dari data sekunder penerbang yang melakukan pemeriksaan kesehatan berkala di Balai Kesehatan Penerbangan Jakarta bulan April 2016. Data berupa data demografi, pekerjaan, konsumsi buah dan sayur, aktivitas fisik, pengetahuan konsumsi buah dan sayur, dan dukungan sosial. Analisis dengan regresi Log. Hasil : Penerbang yang mengikuti penelitian ini berjumlah 530 orang. Aktivitas fisik tidak berhubungan dengan konsumsi buah dan sayur. Pengetahuan konsumsi buah dan sayur berisiko lebih sering konsumsi buah dan sayur sebanyak 3,9 kali [ORa= 3,93; 95% CI=1,74-8,87; p=0,001], ini sesuai dengan teori social cognitive, yang menyatakan pengetahuan konsumsi buh dan sayur merupakan faktor personal. Simpulan: pengetahuan tentang konsumsi buah dan sayur sesuai rekomendasi WHO berhubungan dengan seringnya konsumsi buah dan sayur (≥ 5 kali/hari).
ABSTRACT
International civil aviation organization stated the importance of maintaining pilot healthy and avoid incapacitation. One efforts for this is consuming healthy diet with fruits and vegetables. The purpose of this study is to identify the correlation of physical activity and other factors related to fruits and vegetables intake. Methods: A cross-sectional study conducted with a total sampling, using secondary data of the pilot that conducted periodic medical examinations on April 2016 in the Civil Aviation Medical Center, Jakarta. Data collected were demographic and job characteristics, fruit and vegetable consumption, physical activity, knowledge about fruit and vegetable intake, and social support. Results: The pilots participate in this study were 530 peoples. No correlation between physical activity and fruits and vegetables intake. The dominant factor associated with fruits and vegetables intake is the knowledge about fruits and vegetables intake. Pilots with good knowledge increase consumption 3,9 times higher [ORa = 3.93; 95% CI = 1.74 to 8.87; p = 0.001]. In this study, knowledge about fruit and vegetable intake as a personal factors according to social cognitive theory. Conclusion: The knowledge about fruits and vegetables intake according to WHO recommendations increased the frequency of fruits and vegetables intake.;;
2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Maryunani
Abstrak :
ABSTRAK
Dalam dunia penerbangan getaran merupakan suatu hal yang tidak dapat dihilangkan, tapi mengganggu tugas penerbangan. Mata merupakan salah satu indera yang paling terganggu fungsinya karena getaran, yaitu berupa turunnya ketajaman penglihatan saat membaca obyek dan ini sangat berbahaya dalam tugas mendaratkan pesawat udara, yang memerlukan pembacaan papan instrumen yang tepat dan cepat. Penelitian terhadap 120 subyek calon penerbang di Lakespra Saryanta ini bertujuan untuk mengetahui akibat getaran terhadap ketajaman penglihatan serta manfaat lensa kolimasi terhadap tajam penglihatan yang dipengaruhi oleh getaran. Penelitian dilakukan dengan memberi simulasi getaran terhadap subyek menggunakan kursi getar pada frekuensi 15 Hz dan 25 Hz dengan jarak obyek 75 cm dan 6 m dan dibandingkan efisiensi ketajaman penglihatan sebelum dan sesudah menggunakan lensa kolimasi saat mendapat getaran. Hasil penelitian : Pada penelitian ini ditemukan bahwa penurunan ketajaman penglihatan akibat getaran tergantung kepada frekuensi getaran dan jarak obyek, dari analisis statistik didapatkan bahwa frekuensi 15 Hz menurunkan ketajaman penglihatan lebih besar dibanding 25 Hz, pada jarak 75 cm maupun 6 m (P< 0.05). Sedangkan pada frekuensi 15 Hz, penurunan' ketajaman penglihatan pada jarak obyek 75 cm lebih besar dari pada 6 m (P < 0.05). Faktor umur, tinggi badan, dan berat badan pada penelitian ini secara statistik tidak mempengaruhi penurunan ketajaman penglihatan (CI melalui 1 dan uji P > 0.05) dengan analisa multivariat pengaruh umur, tinggi badan dan berat badan tersebut juga tidak bermakna ( P < 0.05 ). Sedang penggunaan lensa kolimasi dapat menghilangkan akibat getaran terhadap ketajaman penglihatan ( P < 0.05 ). Kesimpulan : Terbukti bahwa getaran menurunkan ketajaman penglihatan dan penggunaan lensa kolimasi dapat menurunkan akibat tersebut.
The Effect of Whole Body Sinusoidal Vertical and Horizontal Vibration Upon Visual Acuity and Its Correction by the Use of Collimation Lens on Pilot Candidates in Lakespra In aviation vibration is one of the obligatory effect in the air craft , and it can altere visual acuity for pilots in flight. Visual acuity may diminish due to vibration particularly in the approach and landing phases of flight. A 120 pilot candidates were subjects of this research as an effort to study the effect of vibration on visual acuity and the prospect of collimation lens as a correction device to improve the visual acuity under flight) vibration environment. Subjects were sitting on a vibratory chair to simulate whole body vibration at 15 Hz and 25 Hz with 75 cm and 6 m object distances to the eyes. The above values were then compared to the efficiency of visual acuity before and after using collimation lens during vibration. Results: The degree reduced of visual acuity depended on the frequency of vibration and the visual distance. Statistical analysis indicated that 15 Hz frequency reduced visual acuity more than 25 Hz at 75 cm or 6 m distance ( P < 0.005 ). At 15 Hz and 75 cm distance visual acquity reduced more than 6 m distance ( P < 0.05 ). Age, height, and body weight statistically did not give influence on visual acuity in this research and using multivariate analysis the above variables also gave insignificant relation ships ( P?0.05 ). The use of collimation lens was able to reduce the effect of vibration on visual acuity ( P < 0.05 ). Summary: It is concluded that vibration reduced visual acuity and the use of collimation lens can reduce the effect of vibration.
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reynitta Poerwito
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
T37624
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Pengujian optimalisasi kinerja adsorber mercury removal bertujuan untuk menghitung seberapa besar penurunan tekanan dalam sistem (pressure drop), menghitung besamya efisiensi penyerapan dari adsorben dan menghitung masa pakai (life time) adsorben. Efisiensi penyerapan tergantung pada jenis adsorben (karbon aktif) dan akan mempengaruhi waktu tinggal merkuri serta besamya penurunan tekanan sistem (pressure drop). Impregnant (ZnCI2) berpengaruh pada masa pakai (life time) dan waktu tinggal. Kapasitas penyerapan adsorben karbon aktiftempurung kelapa adalah 0,124 Kg-HglKg-Carbon. Jadi untuk I kg adsorben karbon aktiftempurung kelapa yang telah diaktifasi, mampu menyerap merkuri dalam gas bumi sebesar 0,124 kg Hg. Untuk efisiensi penyerapan, diperoleh rata-rata efisiensi penyerapan karbon aktif tempurung kelapa terhadap merkuri dalam gas bumi di titik inlet dan outlet adsorber adalah 95,74 %. Hasil kegiatan penelitian optimalisasi kinerja adsorber pilot plant merkuri removal gas bumi diperoleh karakteristik adsorben merkuri yang meliputi bilangan iodin rata-rata 889 mg/gram, luas permukaan adsorben setelah aktifasi fisika 1052 mvg, setelah aktifasi kimia 724 mvg, impregnasi klor 4,39 % dan parameter uji yang mewakili spesifikasi adsorber meliputi pressure drop 1,7526 psig/ft, kapasitas penyerapan 0,124 kg-Hg/kg-carbon, adsorben dan masa pakai (lifetime) adsorbennya adalah 28 tahun
665 LPL 48 (1) 2014
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Adi Prathama
Abstrak :
Latar belakang: Mata merupakan indera yang sangat penting dalam penerbangan. Salah satu fungsi untuk menentukan perkiraan jarak, sehingga diperlukan fungsi kedua mata yang baik. Tujuan penelitian ini adalah diketahuinya identifikasi pengaruh jam terbang total terhadap risiko miopia ringan pada pilot sipil di Indonesia. Metode: Studi potong lintang dengan purposif sampel pada pilot sipil yang melakukan pemeriksaan kesehatan berkala di Balai Kesehatan Penerbangan dengan rentang waktu 27 April sampai dengan 13 Mei 2015. Definisi miopia ringan jika mata memerlukan koreksi penglihatan jauh dengan lensa < -3 dioptri. Data karakteristik demografi, pekerjaan, kebiasaan diperoleh dari kuesioner. Data tajam penglihatan dan kadar gula darah puasa didapatkan dari rekam medis Balai Kesehatan Penerbangan. Analisis menggunakan regresi Cox dengan waktu konstan. Hasil: 690 pilot sipil yang melakukan pemeriksaan kesehatan di Balai Kesehatan Penerbangan, 428 subjek bersedia menjadi responden. Subjek terpilih untuk dianalisis berjumlah 413 pilot dan 15 pilot lainnya menderita miopia berat. Dari 413 pilot, 141(34,1%) miopia ringan dan 272 (65,8%) normal. Faktor-faktor yang mempengaruhi miopia ringan adalah ras, status perkawinan dan jam terbang total secara signifikan. Subjek dengan ras selain Asia dibandingkan dengan ras Asia berisiko 2,1 kali lipat lebih besar menderita miopia ringan [risiko relatif suaian (RRa)=2,19; p=0,030]. Dibandingkan dengan subjek tidak menikah, subjek yang menikah berisiko 3,8 kali lipat menderita miopia ringan (RRa=3,80; p=0,000). Selanjutnya, dibandingkan subjek dengan jam terbang total 16-194 jam, subjek dengan jam terbang total 195-30285 jam mempunyai risiko 4,5 kali lipat menderita miopia ringan (RRa=4,56; p=0,000). Kesimpulan: Subjek yang menikah, ras non Asia dan yang memiliki 195 atau lebih jam terbang total mempunyai risiko lebih tinggi menderita miopia ringan di Indonesia.
Background: Eye is very important organ in aviation?s operation. One of the functions is to estimate distance where both healthy eyes are needed. The purpose of this study was to identify the influence of total flight hours on the risk of mild myopia among civilian pilots in Indonesia. Methods: Study design was cross-sectional with purposive sampling among pilots those who got medical examinations at Civil Aviation Medical Center on April 27th - May13th, 2015. Mild myopia is condition the eyes need negatif lens corection for distance visual acuity less than -3 diopters. Demographic characteristic, occupational characteristic, ranking characteristics, and habits were obtained from questionnaire. Visual acuity and fasting blood sugar levels data were obtained from medical records in Aviation Medical Board. Data were analysed with Cox regression. Resulted: 690 civilian Indonesia?s pilots who conducted medical examination, 428 subjects were willing to participate. Total subjects to be analyzed were 413 pilots and 15 pilots were not involved since severe myopia. Amongst of 413 pilots, 141 (34,1%) mild myopia and 272 (65,8%) normal. Factors influencing mild myopia were race, marital status and total flight hours. Non-Asian subject had 2.1-fold risk of mild myopia compared to Asian race subject [adjusted relative risk (RRa)=2.19; p=0.030]. Subjects who were married had 3.8-fold risk of mild myopia compared with subjects who were not married (RRa=3.80; p=0.000). Subjects who had total flight hours 195-30285 hours had 4.5-fold risk to be mild myopia compared with subjects 194 or less total flight hours (RRa=4.56; p=0.000). Conclusion: Married subject, non-Asian race and those who have 195 or more total flight hours constitute a higher risk of suffering mild myopia.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nandang Sukarna
Abstrak :
Misi penerbangan yang dilaksanakan oleh para penerbang TNI AU di Skadron Udara 2 merupakan wujud pengabdian dalam rangka memenuhi tugas pokok Skadron Udara 2. Dalam pelaksanaan misi penerbangan tersebut sangat dituntut kualitas pencapaian misi penerbangan yang berupa ketepatan waktu dan sasaran operasi dengan tidak mengesampingkan keselamatan dan kenyamanan dalam penerbangan. Untuk itu para penerbang TNI AU harus memiliki kemampuan dan motivasi yang tinggi agar dapat memenuhi tugas penerbangan sesuai dengan tuntutan tugas pokok Skadron Udara. Analisis yang dilakukan bertuiuan untuk mengkaji secara nyata dengan menilai signifikansi hubungan antara variabel bebas kemampuan dan motivasi kerja dengan variabel terikat produktivitas penerbang di Skadron Udara 2 Wing 1 Lanud Halim Perdanakusuma. Data penelitian dikumpulkan dari seluruh penerbang aktif di Skadron Udara 2 sebagai populasinya melaui survey dengan menggunakan kuesioner untuk mendapatkan variabel kemampuan dari motivasi dan mengambil dokumentasi rekaman jam terbang perorangan untuk mendapatkan variabel produktivitas penerbang. Pengolahan data dilakukan dengan teknik analisis statistik korelasional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara kemampuan dengan produktivitas penerbang dengan korelasi sebesar 0,727, namun tidak nampak hubungan yang signifikan antara motivasi kerja dengan produktivitas penerbang dengan korelasi sebesar 0,049. Sesuai dengan pembahasannya bahwa dengan kemampuan yang dimiliki penerbang akan sangat mempengaruhi produktivitasnya dan terdapat suatu kejanggalan meskipun penerbang mempunyai motivasi yang tinggi namun belum tentu tinggi produktivitasnya, sehingga secara statistik terkesan bahwa tidak terjadi hubungan yang signifikan antara motivasi kerja dengan produktivitas penerbang khasusnya di Skadron Udara 2 Wing 1 Lanud Halim Perdanakusuma.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12511
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Brown, David
Longden Road: Airlife Publishing LTD, 1995
629.130.92 BRO v
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzan
Abstrak :
Pendahuluan Bagi seorang pilot, OSA dapat berdampak terhadap keselamatan penerbangan dengan menimbulkan fatigue dan gangguan kognitif pada memori, atensi, perencanaan, kemampuan memecahkan masalah dan multitasking. Salah satu faktor predisposisi utama terjadinya OSA adalah peningkatan berat badan, serta faktor pekerjaan juga dapat mempengaruhi timbulnya risiko OSA.  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara obesitas dan faktor-faktor lainnya terhadap risiko OSA pada pilot sipil di Indonesia. Metode Penelitian ini menggunakan disain potong lintang dan dilakukan di Balai Kesehatan Penerbangan. Responden diminta mengisi kuesioner STOP-BANG untuk menilai risiko OSA, kuesioner Epworth Sleepiness Scale untuk mengukur Excessive Daytime Sleepiness, kuesioner Nasal Obstruction Symptom Evaluation untuk mengukur obstruksi di hidung, dan kuesioner Global Physical Activity Questionnaire untuk mengukur aktifitas fisik. Kemudian dilakukan pengukuran antropometri berupa body mass index dan lingkar leher. Hasil Didapatkan 176 responden dengan prevalensi risiko tinggi OSA sebesar 35,8%. Kemudian, obesitas dan lingkar leher ditemukan mempunyai hubungan bermakna dengan risiko tinggi OSA (p<0,05). Untuk faktor lainnya, ditemukan juga bahwa usia, tekanan darah, obstruksi hidung, penyempitan orofaring, dan merokok ditemukan hubungan bermakna dengan risiko tinggi OSA (p<0,05). Tidak terdapat hubungan bermakna antara faktor pekerjaan dengan risiko OSA (p>0,05). Untuk faktor-faktor yang paling berhubungan dengan risiko OSA ialah lingkar leher, penyempitan orofaring, dan obstruksi nasal (p<0,05). Kesimpulan Terdapat hubungan yang bermakna antara faktor antropometri yaitu BMI dan lingkar leher; faktor demografi yaitu usia; faktor komorbid yaitu tekanan darah, obstruksi hidung, dan penyempitan rongga orofaring; dan juga faktor kebiasaan yaitu merokok dengan risiko OSA. Tidak terdapat hubungan bermakna antara faktor pekerjaan dengan risiko OSA. ......Introduction In pilots, OSA can impact flight safety as it can cause fatigue and cognitive impairment in memory, attention, planning, problem-solving skills, and multitasking. Increased body weight can predispose to OSA, and occupational factors may influence risk development. This study aims to determine the relationship between obesity and other factors on the risk of OSA in civilian pilots in Indonesia. Methods This study used a cross-sectional design and was conducted at the Aviation Health Center. Respondents were asked to fill out the STOP-BANG questionnaire to assess OSA risk, the ESS questionnaire to measure EDS, the NOSE questionnaire to measure nasal obstruction, and the GPAQ questionnaire to measure physical activity. Then anthropometric measurements were taken in the form of BMI and neck circumference. Results From 176 respondents, 35,8% had a high risk of OSA. Obesity and neck circumference, age, blood pressure, nasal obstruction, oropharyngeal narrowing, and smoking were found to have a significant association with a high risk of OSA (p<0.05). There is no significant relationship between occupational factors and OSA risk (p>0.05). The factors most associated with OSA risk were neck circumference, oropharyngeal narrowing, and nasal obstruction (p<0.05). Conclusion There is a significant relationship between anthropometric factors such as BMI and neck circumference; demographic factors such as age; comorbid factors such as blood pressure, nasal obstruction, and narrowing of the oropharyngeal cavity; and habit factors such as smoking with the risk of OSA. There is no significant relationship between occupational factors and OSA risk.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzan
Abstrak :
OSA berdampak terhadap keselamatan penerbangan dengan menimbulkan fatigue dan gangguan kognitif pada memori, atensi, perencanaan, kemampuan memecahkan masalah dan multitasking. Faktor predisposisi utama OSA adalah peningkatan berat badan, serta faktor pekerjaan juga dapat mempengaruhi timbulnya risiko OSA. Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan antara obesitas dan faktor-faktor lainnya terhadap risiko OSA pada pilot sipil di Indonesia. Penelitian menggunakan disain potong lintang dan dilakukan di Balai Kesehatan Penerbangan. Responden mengisi kuesioner STOP-BANG untuk risiko OSA, kuesioner ESS untuk EDS, kuesioner NOSE untuk obstruksi di hidung, dan kuesioner GPAQ untuk aktifitas fisik. Kemudian dilakukan pengukuran antropometri berupa BMI dan lingkar leher. Didapatkan 176 responden dengan prevalensi risiko OSA 35,8%. Kemudian, obesitas, lingkar leher, usia, tekanan darah, obstruksi hidung, penyempitan orofaring, dan merokok ditemukan mempunyai hubungan bermakna dengan risiko tinggi OSA (p<0,05). Tidak terdapat hubungan bermakna antara faktor pekerjaan dengan risiko OSA (p>0,05). Faktor-faktor yang paling berhubungan dengan risiko OSA ialah lingkar leher, penyempitan orofaring, dan obstruksi nasal (p<0,05). Terdapat hubungan bermakna antara faktor antropometri yaitu BMI dan lingkar leher; faktor demografi yaitu usia; faktor komorbid yaitu tekanan darah, obstruksi hidung, dan penyempitan rongga orofaring; dan juga faktor kebiasaan yaitu merokok dengan risiko OSA. ......OSA can impact flight safety by causing fatigue and cognitive impairment in memory, attention, planning, problem-solving, and multitasking abilities. Increased body weight can predispose to OSA, and the risk development is affected by occupational factors. A cross-sectional study to determine the association between obesity and other factors on the risk of OSA in Indonesian civilian pilots was conducted at the Aviation Health Center. The respondents filled out the STOP-BANG questionnaire for OSA risk, the ESS questionnaire for EDS, the NOSE questionnaire for nasal obstruction, and the GPAQ questionnaire for physical activity. Anthropometric measurements (BMI and neck circumference) were measured. Of the 176 respondents, the prevalence of OSA risk was 35.8%. Obesity, neck circumference, age, blood pressure, nasal obstruction, oropharyngeal narrowing, and smoking were found to have a significant association with a high risk of OSA (p<0.05). There was no significant association between occupational factors and OSA risk (p>0.05). Neck circumference, oropharyngeal narrowing, and nasal obstruction were the factors most associated with OSA risk (p<0.05). There was a significant association between anthropometric factors (BMI and neck circumference), demographic factors (age), comorbid factors (blood pressure, nasal obstruction, and narrowing of the oropharyngeal cavity), and also smoking habits with the risk of OSA.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7   >>