Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Price, Sylvia A.
Jakarta : EGC , 1995
616.07 PRI pt
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Sagung Seto, 2019
616.07 PAT
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007
612 GAN
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Munawar
Abstrak :
Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari variabel prognostik terhadap kematian penderita yang dilakukan beda katup mitral. Penelitian bersifat retrospektif terhadap semua penderita yang dilakukan bedah katup mitral dengan atau tanpa bedah ikutan trikuspid di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, Jakarta amtara bulan September 1985 sampai tanggal 31 Desember 1988 (n=162). Sembilan puluh orang dengan stenosis mitral (MS) dominan, 72 orang dengan insufisiensi mitral (MI), terdiri dari 56 orang laki-laki dan 106 orang wanita, berumur antara 7-64 (rata-rata 30,1 + 12,9) tahun. Bedah perbaikan katup dilakukan pada 87 orang, sedang oenggantian katup pada 75 orang. Seratus empat puluh sembilan orang dapat diamati (92%) dengan mengirim surat, telepon, pengamatan 16 bulan (antara 0-40 bulan), dengan jumlah pengamatan kumulatif 2607,4 bulan. Enam belas variabel prabedah dan 4 variabel intrabedah telah diuji untuk mendapatkan variabel prognostik terhadap kematian (bedah serta tertunda). Angka ketahanan hidup dihitung menurut Kaplan-Meier. Analisis univariat dengan uji logrank. Angka kematian bedah dan angka kematian tertunda seluruh penderita masing-masing 6,8% dan 2,8 per 100 oang-tahun, untuk penderita MS masing-masing 8,9% dan 1,5 per 100 orang-tahun, sedang untuk penderita MI 4,2% dan 4,6 per 100 rang-tahun. Satu-satunya variabel prognostik independen penderita MS adalah jenis operasi (perbaikan atau penggantian katup). Angka ketahanan hidup 3 tahun penderita MS dengan bedah perbaikan katup adalah 94,8 +- 2,9%, sedang untuk penderita MS dengan bedah penggantian katup 78,0 +- 5,7% (p=0,0174). Tetapi penderita MS dengan bedah penggantian katup mempunyai umur lebih tua, kelas fungsional lebih buruk, lebih banyak yang dalam irama fibrilasi atrium, rasio kardiotoraks lebih besar dan indeks curah jantung lebih rendah dan bermakna bila dibandingkan dengan bedah perbaikan katup. Untuk penderita MI, hanya variabel fraksi ejeksi (EF) yang merupakan variabel prognostik independen. Angka ketahanan hidup 3 tahun penderita MI dengan EF < 50% adalah 74,2 +- 7,2% sedang untuk penderita MI dengan EF > 50% adalah 97,5 +- 2,4% (p=0,0229). sebagai kesimpulan operasi katup mitral mungkin akan lebih bermanfaat bila dilakukan dalam keadaan yang dini. Suatu penelitian jangka panjang mengenai variabel prognostik terhadap kematian dan/atau kualitas hidup penderita bedah katup mitral masih sangat relevan dimasa yang akan datang untuk mendapatkan masukan yang lebih akurat. ...... The purpose of this study was to find prognostic variables for mortality in patients undergoing mitral valve surgery. This was a retrospective study of all patients undergoing mitral valve surgery with or without tricuspid concomitant surgery at Harapan Kita Heart Hospital, Jakarta between September 1985 and December 31, 1988 (n=162). Ninety patients with dominant mitral stenosis (MS), 72 patients with mitral insufficiency (MI), consisting of 56 men and 106 women, aged between 7-64 (mean 30.1 + 12.9) years. Valve repair surgery was performed on 87 patients, while valve replacement was performed on 75 patients. One hundred and forty-nine patients could be observed (92%) by sending letters, telephone, 16-month observation (between 0-40 months), with a cumulative observation of 2607.4 months. Sixteen preoperative variables and 4 intraoperative variables were tested to obtain prognostic variables for death (surgical and delayed). Survival rates were calculated according to Kaplan-Meier. Univariate analysis with logrank test. Surgical mortality and delayed mortality rates for all patients were 6.8% and 2.8 per 100 person-years, respectively, for MS patients 8.9% and 1.5 per 100 person-years, while for MI patients 4.2% and 4.6 per 100 person-years. The only independent prognostic variable for MS patients was the type of surgery (valve repair or replacement). The 3-year survival rate for MS patients with valve repair surgery was 94.8 +- 2.9%, while for MS patients with valve replacement surgery it was 78.0 +- 5.7% (p = 0.0174). However, MS patients with valve replacement surgery were older, had worse functional class, more were in atrial fibrillation rhythm, had a higher cardiothoracic ratio and a lower cardiac output index and was significant when compared with valve repair surgery. For MI patients, only the ejection fraction (EF) variable is an independent prognostic variable. The 3-year survival rate for MI patients with EF < 50% is 74.2 +- 7.2% while for MI patients with EF > 50% is 97.5 +- 2.4% (p = 0.0229). In conclusion, mitral valve surgery may be more beneficial if performed in an early state. A long-term study of prognostic variables on mortality and/or quality of life in mitral valve surgery patients is still very relevant in the future to obtain more accurate input.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adolfina R. Amahorseja
Abstrak :
Selama kurun waktu 3 tahun antara 1988 sampai 1990 nampak jumlah penderita. "stroke" di RS. PGI. Cikini Jakarta cendrung meningkat, 149 penderita (1988), 237 penderita (1989), dan 241 penderita (1990). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor risiko yang dapat menimbulkan "stroke", dalam penelitian ini faktor risiko yang diteliti yaitu hipertensi, hiperglikemi, hiperkolesterolerni, dan merokok. Penelitian ini merupakan studi kasus-kontrol (case-control study), dengan menggunakan data sekunder yang didapat dari catatan medik RS.PGI. Cikini Jakarta dari penderitapenderita rawat mondok bulan April sampai Desember 1991, dimana diperoleh jumlah kasus 124. orang dan kontrol 124 orang. Teknik analisis statistik yang digunakan adalah analisa terhadap distribusi frekuensi, tabulasi silang, dan multiple logistic regression. Hasil penelitian merunjukkarn bahwa faktor risiko hipertensi, dan hiperglikemi secara statistik mempunyai hubungan. yang bermakna dengan kejadian "stroke", dimana individu dengan hipertensi mempurnyai risiko 11.021 kali untuk menjadi "stroke" dibandingkan dengan yang tidak menderita hipertensi. Individu dengan hiperglikemi mempunyai risiko 4, 325 kali untuk menjadi "stroke" dibandingkan dengan yang tidak hiperglikemi. Sedangkan faktor hiperkolesterolemi dan merokok menunjukkan hubungan yang tidak bermakna dengan kejadian "stroke". Dari analisa dengan multiple logistic regression yang paling besar pengaruhnya adalah faktor hipertensi. Berdasarkan informasi yang didapat, maka saran-saran yang dikemukakan adalah pemeriksaan laboratorium klinik tidak hanya kolesterol total, tetapi perlu pula diperiksa HDLC (high density lipoprotein cholesterol) dan LDLC (Low density lipoprotein cholesterol}, agar hasilnya dapat lebih memuaskan.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muchlis Adenan
Abstrak :
ABSTRAK Sejak pertama kali dilaporkan adanya penderita DBD tahun 1974 dari Palembang, jumlah penderita DBD di Sumatera Selatan terus menunjukkan kecenderungan untuk meningkat dan merupakan suatu masalah kesehatan yang sulit ditanggulangi. Khusus untuk Kotamadya Palembang, menunjukkan bahwa angka penderita DBD didaerah ini selalu merupakan jumlah, prosentase maupun Incidence Rate DBD tertinggi dibandingkan daerali tingkat II lain yang terdapat di Sumatera Selatan. Cara mencegah penularan demam berdarah dengue adalah dengan memutuskan rantai penularannya. Kebijaksanaan maupun strategi yang dianggap paling efektif oleh Departemen Kesehatan RI untuk memutuskan rantai penularan tersebut dewasa ini adalah dengan pengendalian vektor utama penular DBD di Indonesia yaitu Aedes Aegypti. Pengendalian vektor tersebut sangat berkaitan erat dengan perilaku manusia, terutama perilaku pencegahan penyakit DBD. Survey yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI cq Proyek P2M Propinsi Sumatera Selatan tahun 1990 menunjukkan bahwa pengetahuan, sikap dan perilaku penduduk Kotamadya Palembang mengenai hal yang berhubungan dengan penyakit DBD ternyata menunjukkan suatu tingkat pengetahuan yang baik dan tinggi. Dilain pihak hasil survey index vektor di Kotamadya Palembang menggambarkan tingkat index yang tinggi atau jelek. Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana hubungan dan pengaruh perilaku pencegahan DBD yang dilaksanakan penduduk Palembang terhadap index vektor DBD sendiri. Dengan metode survey analitik dan deskriptif serta pendekatan cross sectional, dilakukan pengumpulan data primer dengan menggunakan kuesioner wawancara untuk memperoleh data perilaku dan formulir survey index vektor untuk mengetahui index vektor disaat penelitian. Lokasi penelitian Kotamadya Palembang dengan sample dipilih seiumlah kelurahan yang dianggap memenuhi kriteria sample yang telah ditentukan. Sedangkan responden adalah kepala keluarga atau yang mewakili. Data diberi skor hingga berbentuk skala interval, lalu diolah dengan uji statistik parametrik secara univariate (deskriptif), bivariate ( korelasi) dan multivariate (multiple regressi), menggunakan piranti lunak SPSS/PC+ dan EPI INFO versi 5. Hasil penelitian membuktikan secara statistik bahwa perilaku PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) dan Proteksi mempunyai hubungan bermakna dan berpengaruh terhadap tingkat index vektor yangdiukur dengan CI (Container Index) dan HI (House Index). Sedangkan perilaku Abatisasi secara statistik tidak mempunyai hubungan dan pengaruh terhadap CI dan HI. Secara keseluruhan perilaku pencegahan penyakit DBD mempunyai hubungan dan pengaruh terhadap index vektor CI dan HI. Khususnya beberapa perilaku spesifik seperti menanam sampah bekas yang bisa terisi air, membersihkan saluran air limbah hujan, PSN secara massal dan mengurangi pakaian tergantung mempunyai peranan penting dalam hubungan dan pengaruh terhadap CI dan HI. Beberapa saran antara lain untuk memperhatikan peranan "social support" dan perilaku spesifik daerah agar perilaku pencegahan DBD bisa ditingkatkan sehingga dapat mengendalikan vektor penular DBD. Perencanaan pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD hendaknya juga dikaitkan dengan geiala sosial yang ada disuatu daerah selain angka insidens dan kematian.
Depok: Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erichma Azhari
Abstrak :
ABSTRAK
Kelahiran bayi BBLR, baik KMK maupun SMK mempunyai peranan penting dalam meningkatkan kematian dan kesakitan perinatal, serta dapat menimbulkan gejala sisa atau handicap di kemudian harinya (WHO,19S6). Faktor penyebab kel'ahiran bayi BBLR ini sangat kompleks dan saling berkaitan serta belum diketahui dengan pasti. Hanya sepertiga kelahiran bayi BBLR dapat di prakirakan pada waktu antenatal (Galbraith dkk.,1979). Beberapa faktor predisposisi, dikenal . mempunyai kaitan dengan bayi BBLR. Faktor risiko tersebut dapat berasal dari ibu, pi as en ta ataupun dari janin sendiri £ Renfield,1975; Lin dan Evans,1984).

Bayi BBLR saat ini masih merupakan masalah penting di berbagai negara, karena prevalensinya yang masih tinggi dan penyebab utama kematian dan kesakitan pada masa perinatal, neonatal dan di masa kanak-kanak (Jones dan Roberton,1986). Dengan pengenalan dini faktor risiko di atas, dapat dilakukan intervensi dini terhadap bayi baru lahir dalam upaya menurunkan tingkat kematian dan kesakitan bayi BBLR.

Bayi berat lahir r en dan ini terdiri dari bayi- BBLR keci 1 untuk masa kehamilan,. sesuai untuk masa kehamilan dan besar untuk masa kehamilan ( BBLR-KMK, BBLR-SMK dan 3BLR-BMK). Secara keseluruhan tingkat kematian perinatal bay I KMK masih di bawah tingkat kematian bayi BBLR-SMK, namun lebih tinggi daripada tingkat kematian bayi NCB-SMK (Ren-f ield, 1975) . Jones dan Roberton (19S6) mengutip Buttler dan Bonham (1963), melaporkan bahwa dari suatu survai kematian perinatal didapat angka kematian BBLR-KHK B kali lebih sering daripada NCB-SMK. Kejadian kematian dan kesakitan bayi BBLR tictak sama pada tiap negara, dan diprakirakan lebih tinggi di negara berkembang (Nelson dkk.jlS'SS; Hutchison, 19B4; Jones dan Raberton,19B6). DI Amerika Serikat Usher (1970) menemukan pada bayi BBLR-KMK, angka lahir mati sebesar 14 '/. dan j kematian neonatal 6 .'/.. Sarwono (1977) di RS DR Sutomo Surabaya menemukan kematian neonatal bayi KMK sebesar 10,2 '/.. Kejadian bayi BBLR-KMK di negara maju di bawah 5 "/. (Renf ield,1975; Perry dkk.,1976) dan lebih kurang ^epertiga dari bayi BBLR (Lubcheirco, 1976; Lin dan Evans, 1984) . Di negara berkembang kemungkinan akan didapat perbandingan yang sebaliknya, dimana bayi BBLR tersebut =,ebagian besarnya akan terdiri dari bayi KMK. Di Indonesia kelahiran bayi KMK ini memang lebih tinggi. Sarwono (1977) melaporkan bahwa dari hasil penelitiannya hampir setengah bayi BBLR yang diselid Ikinya adalah bayi KMK. Walaupun pada dekade terakhir tingkat kematian. perinatal dan neonatal sudah dapat diturunkan, yaitu dengan adanya perbaikan perawatan antenatal, perawatan intensif neonatus (NICU), dan pelayanan obstetrik yang bertambah baik.

Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui kejadian kelahiran, kematian dan kesakitan bayi BBLR, serta mencari faktor yang mungkin mempengaruhi kejadian tersebur, dan untuk melihat perbedaan antara bayi BBLR-KMK dan BBLR-SMK.
1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Omi Haryati
Abstrak :
Salah satu dampak yang timbul dari pembanglman adalah transisi epidemiologi, yaitu meningkatnya penyakit degeneratifl Salah satu contoh penyakit degeneratif adalah Diabetes Mellitus (DM). Diabetes Mellitus merupakan penyakjt hiperglikemia yang ditandai oleh ketiadaan absolut insulin atau insensitivitas sel terhadap insulin. Prevalensi DM di Indonesia akan tems meningkat 2 sampai 3 kali lebih cepat dari negara maju yaitu l2,7% penduduk Indonesia. Hiperglikemi dapat mengaldbatkan gagal ginjal, gangguan penglihatan, gangguan kardiovaskuler bahkan kematian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dcngan kadar gula darah puasa dcngan menggunakan disain penelitian cross sectional. Populasi penelitian ini adalah seluruh karyawan Poltekes Jakarta III, sebagai sampel adalah karyawan yang teliah rnelakul-can pemeriksaan kadar gula darah puasa sebanyak 153 respondcn. Analisis dilakukan secara bertahap rnulai dari analisis univariabel, bivariabel dan multivariabel mcnggunakan analisis negresi linier ganda. Variabel yang diteliti adalah umur, jenis kelamin, pendidikan, suku, riwayat penyakit kemrunan, tekanan darah, indeks masa tubuh, olah raga, pengetahuan, sikap, dan konsumsi karbohidrat. Hasil penelitian menunjukan adanya hubungan antara jenis kelamin, suku, tekanan darah, indeks massa tubuh dan pengctahuan dengan kadar gula darah puasa (nilai p < 0,05). Dali analisa multivariabcl didapatkan bahwa pengetahuan merupakan faktor yang paling dominan bcrhubungan dengan kadar gula darah puasa. Disarankan perlu dilakukan pencegahan dan penanggulangan bagi kaxyawan berusia diatas 40 tahun dianjurkan melakukan pemeriksaan kadar gula darah setahun sekali. Bagi karyawan yang menderita hipcrtensi dianjurkan untuk memeriksakan tekanan darahnya dan kaxyawan dengan indcks massa tubuh diatas 30 kg/m2 dianjurkan untuk menurunkan berat badan melalui diet makanan dan olah raga.
One impact of development is epidemiologic transition, that is the increase of degenerative diseases including Diabetes Mellitus (DM). DM is a hyperglicernic disease characterised by absolut inexistence of insulin or cell insensitivity toward insulin. DM prevalence in Indonesia will be doubled or tripled and in a faster rate, that is 12.7% of Indonesia population. Hyperglicemic could induce kidney failure, visibility disorder, cardiovascular disease and even death. This study aims at knowing factors related to blood glucose level using cross sectional design. Population of this study is all employees of Health Polytechnic Jakarta lll, samples were 153 employees whose blood glucose level had been checked. Analysis was conducted gradually from univariate, bivariate, and multivariate using multiple linear regression. Variables under study are age, sex, education, ethnicity, family history of disease, blood pressure, body mass index, exercise, knowledge, attitude, and carbohydrate consumption. Study results shows relationship between sex, ethnicity, blood pressure, body mass index, and knowledge with blood glucose level (p<0_05)._ Multi variate analysis shows that knowledge is the most dominant factor. It is suggested that there is a need to prevent and to overcome DM among employees age more than 40 years old by yearly checking of blood glucose level. Those with hypertension are suggested to check their blood pressure and those with body mass.
Jakarta: Universitas Indonesia, 2007
T34478
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanifah Maani
Abstrak :
DIC ialah suatu keadaan yang timbul karena terjadinya pembekuan di dalam pembuluh darah secara luas, yang menghasilkan deposit fibrin di dalam mikrosirkulasi sehingga mengakibatkan skernik dan kerusakan organ. DIC bukan merupakan penyakit tersendiri tetapi merupakan komplikasi dan berbagai penyakit atau keadaan yang dapat mencetuskan pernbekuan darah. Pada DIC akut manifestasi kiinis yang paling sering dijumpai adalah perdarahan mulai dari yang ringan sampai berat, sehingga memerlukan penanganan yang cepat dan tepat. Untuk dapat menangani DIC dengan baik seorang klinikus perlu memahami patofisiologi DIC serta mengenali kelainan laboratorium yang sangat diperlukan untuk menegakkan diagnosis. DIC terjadi karena adanya aktivasi sistem pembekuan darah baik melalui jalur intrinsik, ekstrinsik atau langsung ke F X, protrombin atau fibrinogen. Proses pembekuan darah akan diikuti dengan proses fibrinolisis sehingga aktivitas trombin dan plasmin meningkat. Pada DIC akut terjadi keadaan dekompensasi karena kecepatan produksi trombosit dan faktor-faktor pembekuan tidak dapat mengimbangi konsumsi yang meningkat sehingga akan ditemui penurunan jumlah trombosit dan kadar fibrinogen, pemanjangan TT, PT dan APTT, DP terutama fragmen D dimer positif seta tes parakoagulasi positif. Pada DIC kronis biasanya terjadi keadaan terkompensasi atau overkompensasi sehingga hasil pemeriksaan laboratorium bervariasi, dapat sedikit menurun, normal atau meningkat. Diagnosis DIC ditegakkan berdasarkan keaadaan klinis dan kelainan laboratorium. Prinsip pengobatan DIC adalah memperbaiki keadaan umum, mengobati atau menghilangkan penyakit dasar. Bila perlu diberikan trombosit dan faktor pembekuan hepanin dan antifibrinolitik. Dalam, makalah ini dikemukakan lima kasus DIC pada penderita DHF derajat III dan IV dengan berbagai tingkat perdarahan dan petekia sampai hematemesis-melena. Diagnosis ditegakkan berdasarkan klinis dan laboratori Kelainan laboratorium jelas menunjukkan penurunan Jumlah trombosit dan kadar fibrinogen, Pemanjangan PT, APTT dan TT serta fragmen D dimer positif di dalam darah. Pada sediaan hapus ditemukan sel burr dan limfosit atipik pada sebagian besar kasus. Dan kelima kasus, dua meninggal kemungkinan karena perdarah yang tidak dapat diatasi.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1989
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Bekti Subakir
Abstrak :
EPH Gestosis atau preeklampsia/eklampsia merupakan penyebab utama kematian ibu dan bayi. Patofisiologi dan etiologi penyakit ini belum jelas. Salah satu teori menyatakan gejala yang timbul pada preeklampsia disebabkan oleh karena kerusakan sel endotel akibat serangan radikal bebas. Kerusakan sel endotel akan menyebabkan gangguan fungsi sel endotel antara lain penurunan produksi prostasiklin dan peningkatan permeabilitas sel endotel. Pernurunan prostasiklin menyebabkan kemampuan vasodilatasi pembuluh darah berkurang sehingga terjadi peningkatan tekanan darah pada kehamilan. Peningkatan permeabilitas sel endotel yang merupakan barier antara komponen-komponen darah dengan jaringan ekstravaskuler akan menyebabkan terjadinya edema. Peningkatan permeabilitas pada kapiler glomerulus akan mengakibatkan proteinuria. Pada wanita penderita preeklampsia, aktivitas simpatis meningkat. Perangsangan simpatis akan menyebabkan peningkatan pembuluh darah. Penurunan produksi prostasiklin dan peningkatan aktivitas simpatis mungkin dapat menjelaskan peningkatan tekanan darah pada penderita preeklampsia. Wanita yang mempunyai riwayat pernah menderita preeklampsia memberikan kenaikan tekanan darah sistolik lebih dari 20 mmHg dan diastolik > 15 mmHg pada Cold pressor test. Mungkin raja seseorang yang tonus pembuluh darahnya jenis hiperreaktor akan mempunyai kecenderungan menderita preeklampsia pada saat hamil. Hasil sementara penelitian tahap pertama menunjukkan bahwa serum penderita preeklampsia mempunyai efek toksik terhadap sel endotel dalam kultur namun kadar peroksida lipid tidak berbeda dengan kadar pada wanita hamil normal. Mungkin kerusakan sel endotel disebabkan antioksidan pada penderita preeklampsia lebih rendah dibandingkan dengan kehamilan normal. Kerusakan sel endotel dapat dicegah dengan antioksidan. Enzim superoksida dismutase (SOD) mendekomposisikan radikal oksigen sebelum radikal tersebut membentuk radikal yang lebih toksik. Sedangkan vitamin E dapat menghambat rantai reaksi peroksidasi sehingga menghambat pembentukan lipid radikal yang lebih toksik. Yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini ialah apakah wanita dengan riwayat preeklampsia mempunyai tipe pembuluh darah hiper reaktor ? Apakah enzim SOD penderita preeklampsia lebih rendah dari wanita dengan kehamilan normal ? Apakah pemberian vitamin E dapat mencegah kerusakan kultur sel endotel yang terpapar serum preeklampsia. Diharapkan hasil penelitian ini dapat mengembangkan suatu upaya pencegahan EPH Gestosis (preeklampsia). Teknik dan keterampilan laboratorium dalam penelitian ini ialah:
- pemeriksaan 'Cold pressor test'
- kultur sel endotel
- pewarnaan sel endotel
- pemeriksaan kadar SOD dalam darah
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1996
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>