Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Haura Syifa
"Pemantauan Terapi Obat (PTO) pada pasien PPOK eksaserbasi dengan hiponatremia merupakan hal penting dalam manajemen penyakit ini. Pasien dengan PPOK eksaserbasi yang mengalami hiponatremia dapat menghadapi risiko kesehatan yang lebih serius dan kompleks. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang terkait dengan pemantauan terapi obat pada pasien PPOK eksaserbasi.Data diperoleh secara prospektif melalui catatan rekam medik dan Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT). PTO dilakukan terhadap pasien yang didiagnosis PPOK eksaserbasi dan hiponatremia yang dirawat di ruang rawat inap teratai lantai 4 selatan RSUP Fatmawati. Data yang diperoleh terdiri dari data demografis dan klinis pasien. Dari data tersebut, dilakukan analisis kesesuaian indikasi dan dosis obat, serta Drug Related Problem (DRP) dengan metode PCNE.Terapi pengobatan pasien secara keseluruhan telah sesuai dengan indikasi dan tata laksana. DRP yang terjadi, antara lain: kemungkinan munculnya efek samping dan efek obat yang tidak optimal akibat regimen dosis dan durasi obat yang tidak sesuai. Apoteker di bidang farmasi klinis memiliki peran yang penting dalam edukasi dan pemantauan terapi obat pasien. Pemantauan terapi obat bertujuan untuk meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan risiko efek samping yang mungkin muncul. Pemantauan terapi obat pada pasien perlu dilakukan sejak awal pasien masuk fasilitas pelayanan kesehatan hingga pasien pulang sehingga permasalahan yang berpotensi muncul dapat segera diintervensi dan diselesaikan.

Drug therapy monitoring in exacerbated COPD patients with hyponatremia is important in the management of the disease. Patients with COPD exacerbations who experience hyponatremia may face more serious and complex health risks. Therefore, this study aims to identify the problems associated with drug therapy monitoring in exacerbated COPD patients. Data were obtained prospectively through medical records and integrated patient progress records. Drug therapy monitoring was performed on patients diagnosed with exacerbation of COPD and hyponatremia who were treated at the Teratai inpatient room on the 4th floor south of Fatmawati Hospital. The data obtained consisted of patient demographic and clinical data. From these datas, an analysis of the suitability of drug indications and dosages, as well as Drug Related Problems (DRP) with the PCNE method was carried out. The overall treatment of the patient was in accordance with the indications and management. DRP that occurs, among others: the possibility of side effects and drug effects that are not optimal due to inappropriate dosage regimens and drug durations. Pharmacists in clinical pharmacy have an important role in educating and monitoring patient drug therapy. Drug therapy monitoring aims to increase the effectiveness of therapy and minimize the risk of side effects that may arise. Monitoring of drug therapy in patients needs to be done from the time the patient enters the health care facility until the patient returns so that problems that potentially arise can be immediately intervened and resolved."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Widya Sri Hastuti
"Pendahuluan : PPOK eksaserbasi akut dikaitkan dengan risiko kematian yang tinggi. Sebuah studi prospektif menemukan bahwa skor CURB-65 berhubungan dengan kematian pada PPOK eksaerbasi akut. Komorbiditas seperti penyakit kardiovaskular adalah penyebab utama kematian pada PPOK derajat sedang dan berat. Hipotesis kami modifikasi skor CURB-65 skor (CURB-65 ditambah komorbid kardiovaskular) dapat memprediksi risiko kematian pada PPOK eksaserbasi akut.
Metode : Kami melakukan analisis secara prospektif dalam 1 tahun untuk mortalitas dan faktor-faktor yang mempengaruhi potensi kematian pada pasien PPOK eksaserbasi akut antara Maret dan November 2012. Modifikasi skor CURB-65 dihitung dari penilaian awal saat pasien masuk ke IGD atau poli asma/PPOK di RSUP Persahabatan Jakarta. Skor terdiri dari satu poin untuk variabel confusion, urea> 7 mmol / L, frekuensi napas ≥ 30/min, tekanan darah sistolik <90 mmHg atau tekanan darah diastolik <60 mmHg, usia ≥ 65 tahun dan penyakit kardiovaskular (dinilai dengan EKG dan ekokardiografi). Setelah 12 bulan evaluasi, dilakukan analisis hubungan antara modifikasi skor CURB-65 dan risiko kematian menggunakan uji Chi Square, uji Fisher dan Kolmogorov Smirnov.
Hasil : Terdapat 76 subjek penelitian. Angka kematian selama 30 hari adalah 9,2% dan dalam satu tahun adalah 27,6%. Prevalensi penyakit kardiovaskular adalah 63,2%. Terdapat hubungan yang bermakna antara status merokok, frekuensi napas dan modifikasi skor CURB-65 dengan risiko mortalitas dalam 30 hari pasca eksaserbasi. Terdapat hubungan yang bermakna antara status merokok, IMT, lama PPOK, derajat PPOK, VEP1%, APE dan frekuensi napas dengan risiko mortalitas dalam 6 bulan. Terdapat hubungan yang bermakna antara status merokok, IMT, lama PPOK, derajat PPOK, VEP1%, APE dan frekuensi napas, komorbiditas kardiovaskuler dan modifikasi skor CURB-65 dengan risiko mortalitas dalam 12 bulan. Modifikasi skor CURB-65 ≥ 2 dapat digunakan sebagai titik potong untuk memprediksi mortalitas dalam 12 bulan pasca PPOK eksaserbasi akut.
Kesimpulan : Angka mortalitas dalam satu tahun pada PPOK pasca eksaserbasi cukup tinggi. Modifikasi skor CURB-65 dapat memprediksi mortalitas dalam dalam 1 tahun pada PPOK eksaserbasi. Skor ini mungkin berguna dalam memprediksi prognosis untuk pasien PPOK dan menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan pengobatan secara optimal.

Introduction : Acute exacerbation of COPD (AECOPD) is associated with a high risk of mortality. A prospective study found that CURB-65 score was associated with mortality in AECOPD. Comorbidity such as cardiovascular disease is major causes and, in mild-to-moderate COPD, are the leading causes of mortality. We hypothesized a risk-prediction model using modification of CURB-65 score (CURB-65 with cardiovascular disease) can predicted risk of death in AECOPD.
Methods: We investigated prospectively the 1-year mortality rate and potential determinants of mortality for all patients admitted to the hospital with an AECOPD between March and November 2011. The modification of CURB-65 Score were calculated from information obtained at initial hospital presentation. The modification of CURB-65 Score are one point each for Confusion, Urea > 7 mmol/L, Respiratory rate ≥30/min, Sistolic Blood pressure < 90 mmHg or diastolic blood pressure < 60 mmHg, age ≥ 65 years and present of cardiovascular disease (use echocardiography). After 12 months of evaluation, the relation between modification of CURB-65 score and risk of mortality will analyze using Chi Square test, Fisher?s test and Kolmogorov Smirnov.
Result: 76 patients have been collected. The mortality rate during 30 days was 9,2% and one-year mortality was 27,6%. The prevalence of cardiovascular disease was 63,2%. There was significant correlation between smoking status, respiratory rate and modification of CURB-65 score with 30 days risk of mortality. There was significant correlation between smoking status, BMI, duration of COPD, severity of COPD, FEV1%, PFR and respiratory rate with 6 months risk of mortality. There was significant correlation between smoking status, BMI, duration of COPD, severity of COPD, FEV1%, PFR and respiratory rate, cardiovascular comorbidity and modification of CURB-65 score with 12 months risk of mortality. Curb-65 Modifications score ≥ 2 can be used as a cut-off point for predicting mortality in 12 months in acute exacerbations of COPD.
Conclusion : 1-year mortality after AECOPD admission is high. The modification of CURB-65 score was effective in predicting mortality in our cohort of acute COPD exacerbations. This model may be useful in predicting prognosis for individuals and thus in guiding treatment decisions.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firza Savira Fauzi
"Eksaserbasi akut penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan bagian terbesar dari total beban PPOK dalam sistem perawatan kesehatan. Meskipun algoritma terapi merekomendasikan monoterapi sebagai pilihan pertama, terapi kombinasi lebih sering diresepkan pada pasien dengan eksaserbasi PPOK akut di Rumah Sakit Persahabatan pada tahun 2018. Oleh karena itu, analisis efektivitas biaya perlu dilakukan sebagai pertimbangan untuk pemilihan masa depan. terapi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis efektivitas biaya menggunakan terapi kombinasi ipratropium-salbutamol dibandingkan dengan salbutamol pada pasien dengan eksaserbasi akut pasien rawat inap PPOK di Rumah Sakit Persahabatan. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional deskriptif retrospektif dengan data sekunder dalam bentuk rekam medis pasien. Subjek penelitian adalah eksaserbasi akut pada pasien PPOK yang menerima terapi kombinasi dengan ipratropium-salbutamol atau salbutamol di Rumah Sakit Persahabatan pada tahun 2018. Karakteristik pasien dianalisis dengan metode statistik deskriptif menggunakan IBM SPSS v25.0. Efektivitas ditentukan berdasarkan peningkatan aliran ekspirasi puncak pasien ≥10% dan biaya yang digunakan dilihat dari perspektif rumah sakit dengan komponen biaya medis langsung. Berdasarkan penelitian, dapat disimpulkan bahwa pemilihan terapi kombinasi ipratropium-salbutamol akan membutuhkan biaya tambahan sebesar Rp 1.090.362,87 untuk meningkatkan 1 unit efektivitas.

Acute exacerbation of chronic obstructive pulmonary disease (COPD) constitutes the largest part of the total burden of COPD in the health care system. Although the therapeutic algorithm recommends monotherapy as the first choice, combination therapy is more often prescribed in patients with acute exacerbation of COPD at Friendship Hospital in 2018. Therefore, a cost-effectiveness analysis needs to be carried out as a consideration for the selection of future therapies. The purpose of this study was to analyze the cost-effectiveness of using ipratropium-salbutamol combination therapy compared with salbutamol in patients with acute exacerbation of COPD inpatients at the Friendship Hospital. This study used a retrospective descriptive cross-sectional design with secondary data in the form of a patient's medical record. Subjects were acute exacerbation of COPD inpatients who received combination therapy with ipratropium-salbutamol or salbutamol at Friendship Hospital in 2018. Patient characteristics were analyzed by descriptive statistical methods using IBM SPSS v25.0. Effectiveness is determined based on an increase in the patient's peak expiratory flow ≥10% and the cost used is seen from a hospital perspective with a direct medical cost component. Based on the research, it can be concluded that the selection of ipratropium-salbutamol combination therapy will require an additional cost of Rp 1,090,362.87 to increase 1 unit of effectiveness.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Usyinara
"Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel. Eksaserbasi akut pada PPOK merupakan kejadian yang akan memperburuk penurunan faal paru. Saat fase ini berlalu, nilai faal paru tidak akan kembali ke nilai dasar, oleh karena itu perlu penatalaksanaan yang tepat dan adekuat untuk mencegah terjadinya eksaserbasi.
Secara umum eksaserbasi adalah perburukan gejala pernapasan yang akut. Saat ini telah diketahui penyebab dan mekanisme yang mendasari terjadinya eksaserbasi. Faktor etiologi utama penyebab eksaserbasi adalah infeksi virus, infeksi bakteri, polusi. Perbedaan suhu dapat memicu eksaserbasi terutama saat musim dingin.
Infeksi bakteri merupakan pencetus eksaserbasi yang sangat penting. Eksaserbasi akut infeksi bakteri mudah terpicu karena pasien PPOK biasanya sudah terdapat kolonisasi bakteri. Pada 30% pasien PPOK ditemukan kolonisasi bakteri dan kolonisasi ini biasanya berhubungan dengan berat derajat obstruksi dan berat status merokok. Kolonisasi bakteri merupakan salah satu faktor penting menentukan derajat inflamasi saluran napas. Berbagai spesies bakteri dikatakan akan mempengaruhi derajat inflamasi saluran napas. Hill dkk., menemukan bahwa kolonisasi bakteri Pseudomonas aeruginosa akan mempengaruhi aktivifi mieloperoksidase (merupakan prediktor aktivasi neutrofil) yang tinggi sehingga derajat inflamasi akan meningkat.
Mengingat pentingnya kolonisasi bakteri sebagai faktor pencetus eksaserbasi maka peta kuman PPOK eksaserbasi akut di suatu daerah tertentu perlu diketahui. Hal ini akan mendasari pemilihan antibiotik empiris yang akurat sesuai dengan pola kuman daerah tersebut. Dengan diketahui pola dan sensitiviti kuman maka upaya penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut akan lebih akurat sehingga eradikasi bakteri penyebab eksaserbasi akan lebih mudah dilakukan.
Sputum masih sering digunakan untuk mencari kuman penyebab infeksi saluran napas bawah karena relatif murah, tidak invasif dan tanpa komplikasi walaupun menurut beberapa ahli nilai diagnostiknya kurang dapat dipercaya akibat kontaminasi kuman orofaring. Bartlett dkk., mengemukakan bahwa sensitiviti pemeriksaan sputum hanya 15 30%. Penelitian Supriyantoro membandingkan hasil seluruh sputum biakan positif dengan hasil biakan sikatan bronkus pada 50 kasus infeksi akut saluran napas bawah, ternyata hasil biakan sikatan bronkus pada kelompok yang sama terdapat 30,8% galur kuman yang berbeda. Hal ini menunjukkan masih tingginya kontaminasi kuman orofaring pada hasil biakan sputum. Terdapat berbagai metode invasif pengambilan sputum untuk menghindari kontaminasi orofaring misalnya pengambilan sekret melalui bronkoskop, aspirasi transtrakeal dan aspirasi transtorakal. Cara invasif tersebut mempunyai ketepatan yang tinggi namun membutuhkan tenaga yang terampil, biaya mahal dan risiko tinggi.
Berbagai usaha untuk memperbaiki kualiti sputum yang dibatukkan terus dilakukan. Teknik pencucian sputum merupakan salah satu metode noninvasif untuk mengurangi kontaminasi kuman orofaring pada spesimen sputum yang dibatukkan. Mulder dkk melakukan teknik pencucian sputum dengan NaCl 0,9% dan hasilnya dibandingkan dengan hasil kultur spesimen yang diambil melalui bronkoskop. Bartlett dkk. melakukan pencucian sputum yang hasilnya dibandingkan dengan hasil kultur aspirasi transtrakeal. Jabang melakukan penelitian dengan membandingkan hasil kultur sputum yang dibatukkan dengan dan tanpa pencucian sputum. Hasilnya pencucian sputum dapat mengurangi jumlah koloni dan keberagaman kuman dari sputum yang terkontaminasi dari sekret orofaring."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18030
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isna Amalia Mutiara Dewi
"Praktik residensi keperawatan medikal bedah yang dilakukan selama dua semester telah memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan respirasi, melakukan implementasi evidence based nursing dan dan proyek inovasi serta pengabdian masyarakat yang dilakukan di RSUP Fatmawati dan RSUP Persahabatan. Peran pemberian asuhan keperawatan pada kasus kelolaan utama yaitu PPOK eksaserbasi grup D dan 30 pasien resume menggunakan teori keperawatan self care Orem, teori ini digunakan karena masalah respirasi adalah masalah kronik, teori ini dapat diimplentasikan oleh perawat spesialis untuk meningkatkan perawatan diri pasien (self care) sesuai dengan kemampuannya untuk dapat meningkatkan kualitas hidup pasien. Implementasi EBN berupa balloon blowing exercise terbukti mampu mengurangi keluhan sesak napas pada pasien CLRD, mudah dilakukan, tidak memerlukan waktu lama, murah dan tidak menimbulkan efek samping. Penerapan proyek inovasi pengembangan self management: written action plan dengan media booklet terbukti dapat meningkatkan manajemen diri pasien PPOK. Booklet dapat membantu baik keluarga maupun pasien PPOK dalam mengetahui kondisi PPOK pasien serta melakukan manajemen yang tepat sesuai dengan kondisi pasien. Pengabdian masyarakat berupa edukasi kepada pasien TB Paru tentang TB Paru dan manajemen terapi pengobatannya terbukti dapat meningkatkan pengetahuan pasien, hal ini kemudian diharapkan dapat menurunkan angka putus obat pasien TB Paru.

The medical surgical nursing residency practice which was carried out for two semesters has provided nursing care to patients with respiratory disorders, implemented evidence based nursing and and innovation projects as well as community service carried out at Fatmawati Hospital and Friendship Hospital. The role of providing nursing care in the main managed cases, namely COPD exacerbation group D and 30 patients resumed using Orem's self care nursing theory, this theory is used because respiratory problems are chronic problems, this theory can be implemented by specialist nurses to improve patient self care according to its ability to improve the patient's quality of life. The implementation of EBN in the form of balloon blowing exercise is proven to be able to reduce complaints of shortness of breath in CLRD patients, is easy to do, does not take long, is inexpensive and does not cause side effects. The implementation of self-management development innovation projects: written action plans with booklet media has been proven to improve COPD patient self-management. Booklets can help both families and COPD patients in knowing the patient's COPD condition and carrying out appropriate management according to the patient's condition. Community service in the form of educating pulmonary TB patients about pulmonary TB and management of treatment therapy has been proven to increase patient knowledge, this is then expected to reduce the dropout rate of pulmonary TB patients."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library