Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Hutagalung, Errol Untung
Abstrak :
Periosteal osteosarkoma merupakan tumor ganas tulang yang jarang didapat, dibentuk dari sarkoma tulang dengan didominasi komponen tulang rawan yang berdiferensiasi dan tumbuh pada permukaan tulang. Penelusuran kepustakaan tidak banyak menyebutkan mengenai kasus ini. Laporan kasus ini terakhir dilaporkan oleh Klinik Mayo tahun 1999. Kami laporkan satu kasus periosteal osteosarkoma pada penderita laki-laki berusia 17 tahun. Penderita menjalani tindakan pembedahan berupa prosedur ?limb salvage?, dengan pra dan pasca bedah penderita mendapat kemoterapi (neo-ajuvan dan ajuvan). Tidak ditemukan rekurensi lokal dan metastasis di paru, pada follow up sampai dengan 14 bulan pasca bedah. (Med J Indones 2003; 12: 166-70)
Periosteal osteosarcoma is a rare type of malignant bone neoplasm, with predominantly cartilaginous component and arising on the bone surface. Reports of the case in the literature were rare. Last case was reported by Mayo Clinic in 1999. We report a case of periosteal osteosarcoma in a 17-year-old male, who was treated surgically with a limb salvage procedure, neoadjuvant and adjuvant chemotherapy were also given to the patient. There was no local recurrence and lung metastases up to 14 months after surgery. (Med J Indones 2003; 12: 166-70)
2003
MJIN-12-3-JulSep2003-166
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Syahdi Farqani
Abstrak :
Pendahuluan: Pendekatan muskuloskeletal dalam bidang onkologi, dengan fokus khusus pada bedah ortopedi, telah mengalami kemajuan yang signifikan, menghasilkan strategi bedah baru dalam pengelolaan osteosarcoma. Keefektifan limb-saving surgery telah meningkat, seiring dengan peningkatan pada pencapaian hasil fungsional optimal, penutupan luka, dan hasil kosmetik, semuanya dengan mematuhi prinsip onkologi. Kami menekankan pentingnya mempertimbangkan berbagai faktor untuk menentukan pengobatan yang paling sesuai untuk osteosarkoma. Kami juga menggarisbawahi penggunaan alat penilaian seperti skala penilaian Musculoskeletal Tumor Society (MSTS) untuk evaluasi pasien dengan sarkoma ekstremitas. Metode: Penelitian ini menggunakan pendekatan analitik observasional dengan desain cross-sectional untuk menganalisis pasien terdiagnosis osteosarkoma yang menjalani prosedur megaprostesis di rumah sakit tertentu. Penelitian ini menggunakan metode pengambilan sampel total dan menetapkan kriteria inklusi dan eksklusi bagi para peserta, dengan fokus pada pasien yang menjalani Limb Salvage Surgery menggunakan teknik megaprosthesis dan mengecualikan mereka yang memiliki masalah infeksi atau informasi klinis yang tidak memadai. Hasil: Pada penelitian ini, 32 pasien osteosarkoma menjalani operasi penyelamatan anggota tubuh dengan megaprostesis. Rata-rata usia pasien adalah 22,84 tahun dengan mayoritas berjenis kelamin laki-laki (59,4%). Lokasi tersering adalah femur distal (50%) diikuti tibia proksimal (40,6%). Tingkat rekurensi, metastasis, komplikasi dan survival rate masing-masing adalah 21,9%;43,8%;6,3%; dan 78,1%. Median Skor MSTS adalah 28. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat hubungan kuat antara LDH dengan skor MSTS, namun hubungan ini tidak signifikan secara statistik (p>0.05). Berdasarkan hasil penelitian, terdapat hubungan antara usia dengan kejadian metastasis tumor, dimana hubungan ini signifikan secara statistik (p<0.05). Perbedaan rerata pada usia terhadap survival signifikan secara statistik (p<0,05). Terdapat hubungan antara durasi gejala dengan luaran survival tumor, dimana hubungan ini signifikan secara statistik (p<0.05). Diskusi: Penelitian ini berfokus pada pemanfaatan Megaprostesis, yang masih relatif jarang dilakukan di Indonesia karena kendala biaya dan teknis. Penelitian ini mencatat karakteristik pasien, termasuk usia, jenis kelamin, lokasi tumor, ALP, dan tingkat LDH di antara pasien yang menderita osteosarkoma. Insiden yang lebih tinggi pada pria mungkin disebabkan oleh faktor hormonal, genetika, dan peningkatan risiko osteoporosis pada pria. Osteosarcoma biasanya muncul di dekat metafisis tulang panjang atau lempeng pertumbuhan, terutama di tibia proksimal dan femur distal. Peran LDH, yang mempengaruhi berbagai proses biologis seperti proliferasi sel, kelangsungan hidup, apoptosis, angiogenesis, metabolisme zat besi dan glukosa, juga dieksplorasi dalam kaitannya dengan osteosarkoma. Namun, terbatasnya ukuran sampel penelitian ini dapat menghambat kemampuan penelitian ini untuk secara akurat mewakili tren populasi yang lebih luas. Kesimpulan: Terdapat hubungan yang bermakna antara usia dan angka kejadian metastasis osteosarcoma. Selain itu, ditemukan perbedaan rerata pada usia terhadap survival signifikan secara statistik. ......Introduction: The field of musculoskeletal oncology, with a specific focus on orthopedic surgery, has witnessed notable progress, resulting in the development of novel surgical strategies for the management of osteosarcoma. The efficacy of limb-saving surgery has increased, as it now emphasizes the attainment of optimal functional outcomes, wound covering, and cosmetic results, all while adhering to oncologic principles. We emphasizes the significance of considering multiple factors in order to determine the most suitable treatment for osteosarcoma. We also underscores the utilization of assessment tools such as the Musculoskeletal Tumor Society rating scale (MSTS) for the evaluation of patients with extremity sarcoma. Method: The study uses an observational analytical approach with a cross-sectional design to analyze patients diagnosed with osteosarcoma who underwent megaprosthesis procedure at specific hospitals. The study has employed total sampling method and defined inclusion and exclusion criteria for the participants, focusing on patients who had Limb Salvage Surgery using the megaprosthesis technique and excluding those with infection problems or insufficient clinical information. Results: Thirty-two patients with osteosarcoma had limb-saving surgery using a megaprosthesis in this study. Patients' average age was 22.84 years, and 59.4% of them were men. The proximal tibia (40.6%) and distal femur (50%) were the most often reported locations. The rates of complications, recurrence, metastasis, and survival were, in order, 78.1%, 6.3%, 43.8%, and 21.9%. 28 is the median MSTS score. The study's findings indicate a substantial correlation between LDH and MSTS score, however this correlation is not statistically significant (p>0.05). Age and the incidence of tumor metastasis are related, according to the research findings, and this association is statistically significant (p<0.05). A statistically significant difference in survival was seen between the mean ages (p<0.05). There is a relationship between the duration of symptoms and tumor survival outcomes, where this relationship is statistically significant (p<0.05). Dicussion: This study focused on the utilization of Megaprosthesis, which remains relatively rare in Indonesia due to cost and technical challenges. It examined patient characteristics, including age, gender, tumor location, ALP, and LDH levels among those with osteosarcoma. The higher incidence in males might be attributed to hormonal factors, genetics, and an elevated risk of osteoporosis in men. Osteosarcoma typically arises near long bone metaphysis or growth plates, notably in the proximal tibia and distal femur. The role of LDH, which influences various biological processes such as cell proliferation, survival, apoptosis, angiogenesis, iron and glucose metabolism, was also explored. However, the study's limited sample size may hinder its ability to accurately represent broader population trends. Conclusion: Age is a key factor in the incidence of metastasis from osteosarcoma. Furthermore, a statistically significant variation in the mean age of survivors was discovered.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Dedy Alkarni
Abstrak :
Pendahuluan: Osteosarkoma adalah tumor tulang ganas primer pada anak-anak dan remaja. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan hasil dan kelangsungan hidup pada pasien osteosarkoma pasca operasi di RSCM Jakarta dari tahun 2010 hingga 2022 dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kohort retrospektif dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Subjek adalah pasien osteosarkoma femoralis distal yang menjalani disartikulasi pinggul atau amputasi transfemoral pada 2010-2020. Data yang dikumpulkan dan dianalisis meliputi karakteristik pasien, kelangsungan hidup, metastasis dan skor MSTS. Hasil: Jumlah subjek penelitian adalah 42. Subjek amputasi transfemoral lebih tua dibandingkan disartikulasi pinggul (p=0,048). Insiden metastasis lebih banyak pada amputasi dibandingkan dengan disartikulasi pinggul (p=0,001). Subjek disartikulasi pinggul memiliki diameter tumor yang jauh lebih besar daripada subjek amputasi transfemoral (p=0,031). Pembahasan: Hubungan yang signifikan antara diameter tumor dan kelangsungan hidup terjadi karena diameter tumor terkait dengan kejadian metastasis  dan kejadian metastasis terkait dengan kelangsungan hidup. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara skor MSTS dan jenis amputasi karena kedua kelompok subjek menggunakan kruk, faktor sosial ekonomi untuk membuat prostesis, dan kesulitan dalam mencapai ukuran tunggul yang ideal dalam kasus tumor. Kesimpulan: Ada hubungan yang signifikan antara diameter tumor dan metastasis dengan kelangsungan hidup dan diameter tumor dengan metastasis. ......Pendahuluan: Osteosarkoma adalah tumor tulang ganas primer pada anak-anak dan remaja. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan hasil dan kelangsungan hidup pada pasien osteosarkoma pasca operasi di RSCM Jakarta dari tahun 2010 hingga 2022 dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kohort retrospektif dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Subjek adalah pasien osteosarkoma femoralis distal yang menjalani disartikulasi pinggul atau amputasi transfemoral pada 2010-2020. Data yang dikumpulkan dan dianalisis meliputi karakteristik pasien, kelangsungan hidup, metastasis dan skor MSTS. Hasil: Jumlah subjek penelitian adalah 42. Subjek amputasi transfemoral lebih tua dibandingkan disartikulasi pinggul (p=0,048). Insiden metastasis lebih banyak pada amputasi dibandingkan dengan disartikulasi pinggul (p=0,001). Subjek disartikulasi pinggul memiliki diameter tumor yang jauh lebih besar daripada subjek amputasi transfemoral (p=0,031). Pembahasan: Hubungan yang signifikan antara diameter tumor dan kelangsungan hidup terjadi karena diameter tumor terkait dengan kejadian metastasis dan kejadian metastasis terkait dengan kelangsungan hidup. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara skor MSTS dan jenis amputasi karena kedua kelompok subjek menggunakan kruk, faktor sosial ekonomi untuk membuat prostesis, dan kesulitan dalam mencapai ukuran tunggul yang ideal dalam kasus tumor. Kesimpulan: Ada hubungan yang signifikan antara diameter tumor dan metastasis dengan kelangsungan hidup dan diameter tumor dengan metastasis.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Deded Yudha Pranatha
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang. Sel punca kanker (SPK) osteosarkoma didefinisikan sebagai sebagian kecil populasi sel osteosarkoma yang mempunyai kemampuan memperbaharui diri, menunjukan proliferasi dan mampu berdifferensiasi. SPK diduga bertanggung jawab terhadap resistensi kemoterapi, rekurensi dan metastasis. Studi ini bertujuan untuk melakukan isolasi, kultur dan karakterisasi secara in vitro SPK osteosarkoma manusia Metode. Penelitian ini merupakan studi in vitro sebagai lanjutan yang memisahkan SPK osteosarkoma dari sel osteosarkoma manusia yang berhasil dikultur secara in vitro. Prosedur isolasi dan kultur SPK osteosarkoma dilakukan dengan metode sphere-forming assay pada ultra low well attachment surface plate. Setelah koloni sarcosphere terbentuk, dilakukan penanaman koloni tersebut pada tissue culture plate dan dilakukan karakterisasi pewarnaan Alizarin Red S, ekspresi penanda gen Nanog, Oct ¾, STAT3 dan CD133 dengan Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) dan ekspresi penanda protein alkali fosfatase, osteokalsin dan CD133 dengan Immunofluorescence Analysis (IFA). Hasil. Dengan prosedur sphere forming assay dapat ditumbuhkan koloni sarcosphere yang berbentuk bulat, tiga dimensi serta tidak melekat pada substrat. Pada tissue culture plate didapatkan bentuk koloni sarcosphere berbentuk spindel dan melekat pada substrat. Pemeriksaan karakterisasi pewarnaan alizarin red s positif, ekspresi gen Nanog, Oct ¾ dan STAT3 yang dibuktikan dengan RT-PCR serta ekspresi protein alkali fosfatase, osteokalsin dan CD133 dengan metode IFA. Simpulan. SPK osteosarkoma dapat diisolasi dan dikultur secara in vitro dari sel osteosarkoma manusia dengan metode sphere forming assay.
ABSTRACT
Introduction. Osteosarcoma cancer stem cells (CSCs) are defined as a subpopulation of osteosarcoma cells which have the ability of self-renewal, proliferate and differentiate. CSCs may be responsible for chemotherapy resistance, recurrence and metastasis. This study aims to do isolation, culture and characterization of human osteosarcoma CSCs in vitro. Method. This study was an in vitro study which extend the differentiation of osteosarcoma CSCs from human osteosarcoma cells that had been successfully cultured in vitro. Osteosarcoma CSCs had been isolated and cultured with sphere-forming assay method on an ultra low well attachment surface plate. After sarcosphere colonies formed, the planting of the colony on the tissue culture plate and Alizarin Red S staining characterization was performed, the expression of marker genes Nanog, Oct ¾, STAT3 and CD133 was obtained by Reverse Transcriptase Poslymerase Chain Reaction (RT-PCR) where as the expression of protein markers alkaline phosphatase, osteocalcin and CD133 was obtained by Immunofluorescence Analysis (IFA). Result. Sphere-forming assay procedure could develop sarcosphere colonies which were rounded, three-dimensional and not attached to the subtsrate. In tissue culture plate, spindle-shaped sarcosphere colonies attached to the substrate. Alizarin Red S staining characterization was positive, the expression of Nanog, Oct ¾ and STAT3 gene was demonstrated by RT-PCR and protein expression of alkaline phosphatase, osteocalcin and CD133 was demostrated by IFA method. Consclusion. CSCs in osteosarcoma can be isolated and cultured in vitro from human osteosarcoma cells by sphere-forming assay method.
2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Waluyo Sugito
Abstrak :
ABSTRAK
Pendahuluan. Pemahaman dan publikasi mengenai aspek biologi sel osteosarkoma manusia di Indonesia masih terbatas, sehingga dibutuhkan suatu penelitian tentang isolasi, kultur dan karakterisasi sel osteosarkoma manusia secara in vitro dan pada model hewan secara in vivo. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah sel osteosarkoma manusia dapat diisolasi dan dikultur secara in vitro dan secara in vivo pada hewan model tikus Sprague Dawley (SD). Metode Penelitian. Pada tahap pertama dilakukan isolasi dan kultur sel osteosarkoma dari 6 pasien pre-kemoterapi neoadjuvant dan 4 pasien telah mendapat kemoterapi neoadjuvant. Isolasi dan kultur dengan metode eksplant. Karakterisasi sel osteosarkoma dibuktikan dengan pemeriksaan morfologi sel, reverse transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR), immunofluorescence assay (IFA) dan imunositokimia. Tahap kedua menghasilkan model hewan tikus SD dengan inokulasi sel hasil kultur 1.106 sel per ekor ke intramedular femur distal (3 ekor) dan ke intramuskular gastroknemius dan soleus tibia proksimal (3 ekor). Pengukuran Alkali fosfatase serum dilakukan pada minggu ke-0, 4, dan 8, radiologi pada minggu ke-4 dan ke-8 dan histopatologi dilakukan pada minggu ke-8. Temuan Penelitian. Sitologi menunjukkan sel tumor dengan inti yang pleiomorfik, hiperkromatik, letak di tepi dan anak inti nyata. Pemeriksaan RT-PCR menunjukkan ekspresi gen positif terhadap marker STAT3, Nanog, OCT3/4 dan CD 133. Pada pemeriksaan IFA didapatkan hasil positif terhadap antibodi osteokalsin, alkali fosfatase, dan CD 133. Pada pemeriksaan imunositokimia didapatkan hasil positif terhadap antibodi alkali fosfatase dan osteokalsin. Tahap kedua, evaluasi radiologi tidak menunjukkan gambaran destruksi tulang maupun tumbuhnya massa pada soft tissue. Pada histopatologi gambaran jaringan yang normal. Simpulan. Sel osteosarkoma dapat diisolasi dan dikultur dari jaringan tumor pasien osteosarkoma serta menunjukkan karakterisasi sel sesuai gambaran osteosarkoma pada pasien penderita osteosarkoma. Belum dapat dilakukan pembuatan hewan model osteosarkoma dari hewan Tikus Sprague Dawley immunocompetent.
ABSTRACT
Introduction. Understanding and publications about biological aspect of human osteosarcoma cells in Indonesia are scarce, so study about isolation, culture and characterization of by in vitro or in vivo are needed. This study aimed to understand whether human osteosarcoma cells could be isolated and cultured by in vitro and in vivo for animal model Sprague Dawley (SD) rat. Methods. First stage, isolation and culture of osteosarcoma cell from 6 patients with neoadjuvant prechemotherapy and 4 that already received neoadjuvant chemotherapy. Isolation and culture used explant method. Characterization used morphological examination of cells, reverse transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR), immunofluorescence assay (IFA) and immunocytochemistry. Objective of second stage was producing animal models experiment by inoculation of 1.106 cells intra medullary distal femur (3 animals) and to intramuscular gastrocnemius and soleus proximal tibia (3 animals). Serum alkaline phosphatase was checked at week 0,4 and 8, radiology week 4 and 8, and histopathology at week 8. Results. Cytology showed tumor cell with pleiomorphic, hyperchromatic nucleus on the edge and conspicuous nucleoli. RT-PCR examination was positive for gene expression in STAT3 marker, Nanog, OCT 3/4 and CD 133. IFA was positive for osteocalcin, alkaline phosphatase, and CD 133 antibodies. In immunocytochemical examination there were positive result of alkaline phosphatase and osteocalcin antibody. For second stage, radiology evaluation showed no bone destruction or mass growth in soft tissue. Histopathology showed normal tissue. Conclusions. Osteosarcoma cell could be isolated and cultured from osteosarcoma?s patient and showed cell characterization that corresponded with the picture of osteosarcoma cell in patient with osteosarcoma. Animal model of osteosarcoma in immunocompetent SD rat could not be done.
2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Irsan Abubakar
Abstrak :
Osteosarkoma merupakan salah satu tumor ganas tulang primer yang paling sering ditemukan. Kemoterapi neoadjuvan merupakan salah satu alternatif terapi yang dapat meningkatan luaran dan kesintasan pasien. Studi ini dilakukan untuk menilai luaran klinis, histopatologis, dan radiologis pada pasien osteosarkoma yang menjalani kemoterapi neoadjuvan beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penelitian ini merupakan suatu studi potong lintang yang menggunakan data pasien dengan diagnosis osteosarkoma yang telah menjalani kemoterapi neoadjuvan di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo pada bulan Januari 2017 hinggal Juli 2019. Terdapat 58 subjek dalam penelitian ini. Sebanyak 38 (65,5%) subjek berjenis kelamin laki-laki dengan median usia seluruh subjek 16 (5 hingga 67) tahun. Sebanyak 10 (17,2%) subjek merupakan good responder kemoterapi neoadjuvan. Dari hasil analisis data didaapatkan perbedaan bermakna kadar laboratoris ALP (p=0,002), LED (p=0,002), dan NLR (p<0,001) sebelum dan sesudah kemoterapi. Derajat nekrosis berkorelasi negatif dengan perubahan nilai LDH sebelum dan sesudah kemoterapi (r=-0,354; p=0,006), namun tidak didapatkan hubungan yang bermakna dengan parameter lain seperti perubahan kadar ALP (r=-0,186; p=0,162) dan LED (r=-0,104;  p=0,437). Secara radiologis didapatkan peningkatan nilai ADC yang bermakna (p=0,028) setelah pemberian kemoterapi neoadjuvan, namun perubahannya tidak berhubungan dengan persentase nekrosis tumor (r=-0,300; p=0,433). Pada pasien osteosarkoma yang menjalani kemoterapi neoadjuvan di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo bulan Januari 2017 hingga Juli 2019, didapatkan perbedaan bermakna kadar penanda inflamasi dan parameter radiologis berupa ADC sebelum dan sesudah pemberian kemoterapi adjuvan. ......Osteosarcoma is one of the most prevalent primary tumors of the bone. Neoadjuvant chemotherapy has been administered in osteosarcoma cases to increase the survival rate and improve outcomes. This study is conducted to investigate the clinical, histopathological, and radiological outcome of osteosarcoma patients who underwent neoadjuvant chemotherapy, as well as the various factors that contributes to said outcome. This study is a cross-sectional study that involves the data of patients diagnosed with osteosarcoma who underwent neoadjuvant chemotherapy in RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo from January 2017 up to July2019. A total of 58 subjects was admitted in this study. Thirty-eight (65,5%) subjects are male, with the median age of all subjects being 16 years old (5 to 67). We found that 10 subjects (17,2%) is a good responder to neoadjuvant chemotherapy. From the data analysis, significant differences were observed in ALP (p=0,002), ESR (p=0,002) and NLR (p=<0,001) levels before and after neoadjuvant chemotherapy. The degree of necrosis is inversely correlated with the change in LDH level before and after neoadjuvant chemotherapy (r=-0,354; p=0,006), however, no significant correlation was observed in ALP (r=-0,186; p=0,162) dan ESR (r=-0,104;  p=0,437). Radiologically, there is an increase in ADC value (p=0,028) after neoadjuvant chemotherapy. However, this is not correlated with the degree of necrosis (r=-0,300; p=0,433) observed pathologically. There is a significant difference in inflammatory markers and radiological parameter (ADC) pre and post neoadjuvant chemotherapy among osteosarcoma patients in RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo from January 2017 up to July 2019.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafira Andriani
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang: Osteosarkoma merupakan tumor tulang primer tersering. Untuk menegakkan diagnosis osteosarkoma, diagnosis tripel diperlukan. Fine Needle Aspiration Cytology (FNAC), salah satu tes patologi, sering digunakan untuk mendiagnosis osteosarkoma. Dibandingkan dengan biopsi, FNAC invasif sedikit, lebih murah, dan lebih mudah untuk dilakukan. Namun masih banyak institusi yang menolak pendapat ini karena FNAC hanya memberikan gambaran sel. Beberapa mempercayai bahwa hal ini dapat menyebabkan kesalahan diagnosis. Tujuan dari peneltian ini adalah untuk menentukan akurasi FNAC dalam mendiagnosis kasus osteosarkoma di Departemen Patologi Anatomi FKUI/RSCM Metode: Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah consecutive sampling. Sampel diambil dari formulir registrasi pasien yang melakukan kedua tes FNAC dan histopatologi dan diduga osteosarkoma dari hasil tes klinik, FNAC, dan histopatologi. Sampel berasal dari tahun 2010 sampai Mei 2015. Uji diagnostik akan dilakukan untuk menentukan akurasi FNAC dalam diagnosis osteosarkoma. Hasil: Terdapat 47 sampel yang dianalisis. Akurasi FNAC dalam mengkonfirmasi keganasan pada pasien terduga osteosarkoma diketahui sebesar 91.48% dengan sensitivitas sebesar 93.18% dan spesifisitas sebesar 66.67%. Untuk diagnosis definit osteosarkoma, akurasi diagnostik sebesar 80.85%. Kesimpulan: FNAC terbukti memiliki akurasi yang baik dalam mengkonfirmasi keganasan dan mendiagnosis osteosarkoma. FNAC bisa digunakan sebagai salah satu prosedur diagnostik sebelum operasi dalam manajemen osteosarkoma.
ABSTRACT
Background: Osteosarcoma accounts for the most frequent primary bone tumors. In order to make definite diagnosis, triple diagnosis approach is necessary. Fine Needle Aspiration Cytology (FNAC), which is one of pathological examination, has been widely used to diagnose osteosarcoma. Compared to biopsy, FNAC is minimally invasive, cheaper, and easier to conduct. However, many institutions are still against this idea as FNAC only provides the view of cells. Some still believes that it may lead to misdiagnosis. The aim of this study is to find out the accuracy of FNAC in diagnosing osteosarcoma cases at Department of Anatomical Pathology FKUI/RSCM. Method: The technique used in this research is consecutive sampling. Samples were obtained from registration forms of patients who undergo both FNAC and histopathology examinations and are suspected of osteosarcoma from either clinical, FNAC, or histopathology examination. Samples taken are from 2010 until May 2015. Diagnostic test will be conducted to determine the accuracy of FNAC on osteosarcoma diagnosis. Results: There are 47 cases assessed. The overall accuracy of FNAC on malignancy confirmation in suspected osteosarcoma patients is revealed to be 91.48% with sensitivity of 93.18% and specificity of 66.67%. For the definitive osteosarcoma diagnosis, the diagnostic accuracy is 80.85%. Conclusions: FNAC has proven to have good accuracy in confirming malignancy and diagnosing osteosarcoma. FNA can be applied as one of pre-operative diagnostic procedure in the management of osteosarcoma
2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ucip Sucipto
Abstrak :
Kanker merupakan salah satu penyakit utama penyebab kematian di dunia. Salah satu jenis kanker yang sering dijumpai dari seluruh jenis tumor tulang adalah soteosarkoma. Tujuan penulisan Karya Ilmiah Akhir KIA ini adalah mampu menampilkan peran ners spesialis sebagai pemberi asuhan keperawatan lanjut, pembaharu dan peneliti Metodologi dan pendekatan yang digunakan adalah dengan menggunakan studi literature. Karya Ilmiah Akhir berisi tentang : penerapan model teori Virginia Henderson pada pasien dengan osteosarkoma, dan penerapan Evidance Based Nursing yang merupakan bagian dari proyek inovasi yaitu pemberian intervensi cryoterapi oral pada pasien kanker yang menjalani kemoterapi. Hasil : Penerapan teori model keperawatan Virginia Henderson efektif diterapkan pada pasien dengan kasus onkologi dan intervensi cryoterapi oral pada pasien kanker yang menjalani kemoterapi efektif dalam mengurangi angka kejadian mukositis pada pasien yang menjalani kemoterapi Kesimpulan : bahwa teori Virginia Henderson tepat digunakan pada pasien dengan osteosarkoma untuk meningkatkan kemandirian akibat perubahan fisik dan psikologis serta efek samping pengobatan kanker yang dijalaninya. Intervensi cryoterapi oral dapat digunakan sebagai salah satu alternatif intervensi keperawatan mandiri dalam mengurangi kejadian mukositis pada pasien kanker yang menjalani kemoterapi. Kata Kunci : Intervensi Cryoterapi Oral, Mukositis akibat kemoterapi, Osteosarkoma, Teori Virginia Henderson. ......Cancer is one of the major causes of death in the world. One type of cancer that is often encountered from all types of bone tumors is osteosarcoma. The purpose of this Final Scientific Writing is able to show the role of specialist ners as nurse care nurse, change agentr and researcher Methodology and approach used is by using literature study. The final work contains: the application of Virginia Henderson 39;s theory model to patients with osteosarcoma, and the application of Evidance Based Nursing that is part of an innovation project that provides oral cryotherapy intervention in cancer patients undergoing chemotherapy. Results: The application of the Virginia Henderson nursing model theory was effectively applied to patients with oncology cases and oral cryotherapy interventions in cancer patients undergoing effective chemotherapy in reducing the incidence of mucositis in patients undergoing chemotherapy Conclusion: that Virginia Henderson 39;s theory is appropriately used in patients with osteosarcoma to improve independence due to physical and psychological changes and side effects of cancer treatment that lived. Oral cryotherapy interventions can be used as an alternative to self-nursing intervention in reducing the incidence of mucositis in cancer patients undergoing chemotherapy. Keywords: Oral Cryotherapy, Mucositis on chemotherapy, Osteosarcoma, Virginia Henderson Theory.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan, 2018
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>