Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 28 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Samiya Romzy
Abstrak :
Penelitian ini menggali fenomena simulacra dalam arsitektur tradisional Indonesia yang termanifestasi di luar negeri, khususnya pada Minangkabau House di Rotterdam dan The House of Five Senses di Kaatsheuvel, Belanda. Di era hiperrealitas, di mana realitas dan replika saling melebur, penelitian ini menelusuri dampak simulacra terhadap persepsi dan pengalaman terhadap arsitektur tradisional. Arsitektur, sebagai seni merancang ruang dan lingkungan, memiliki peran sentral dalam membentuk hubungan manusia dengan lingkungannya. Namun, teori postmodernisme, terutama konsep simulacra, merubah paradigma pandangan kita terhadap realitas. Melalui analisis visual dan pemahaman konsep simulacra, penelitian ini bertujuan untuk membedakan arsitektur yang bersifat simulatif dari yang memiliki keaslian tertanam dalam tradisi. Studi kasus di Rotterdam dan Kaatsheuvel mengungkapkan bagaimana replika arsitektur tradisional Indonesia melebur dengan lingkungan sekitarnya, menciptakan suasana dimana batas antara asli dan replika menjadi kabur. Dalam Minangkabau House dan The House of Five Senses, simulacra memanifestasikan dirinya dalam replika yang menantang untuk dibedakan dari yang asli. Dalam masyarakat yang terus terpapar media hiperreal, tantangan memahami identitas asli suatu struktur menjadi lebih kompleks. Penelitian ini, melalui landasan teoritis simulacra, mengeksplorasi hingga sejauh mana konsep ini membentuk pengalaman terhadap arsitektur tradisional di luar negeri dan dampaknya terhadap persepsi masyarakat tentang otentisitas. Dengan demikian, penelitian ini merintis jalan menuju pemahaman yang lebih dalam tentang identitas dan makna arsitektur tradisional Indonesia di era hiperrealitas. ......This study delves into the phenomenon of simulacra within traditional Indonesian architecture manifested abroad, particularly in the Minangkabau House in Rotterdam and The House of Five Senses in Kaatsheuvel, Netherlands. In the era of hyperreality, where reality and replicas seamlessly merge, this research explores the impact of simulacra on perceptions and experiences of traditional architecture. Architecture, as the art of designing spaces and environments, plays a central role in shaping human relationships with their surroundings. However, postmodernism, notably the concept of simulacra, has transformed our paradigm of reality. Through visual analysis and an understanding of the simulacra concept, this study aims to distinguish between architecture that is simulative and that which embeds authenticity within tradition. Case studies in Rotterdam and Kaatsheuvel reveal how replicas of traditional Indonesian architecture blend with their surrounding environments, creating an atmosphere where the boundaries between the original and the replica become blurred. In Minangkabau House and The House of Five Senses, simulacra manifest themselves in replicas that challenge differentiation from the authentic. In a society continually exposed to hyperreal media, the challenge of understanding the authentic identity of a structure becomes more complex. This research, grounded in the theoretical framework of simulacra, explores the extent to which this concept shapes the experience of traditional architecture abroad and its impact on society's perception of authenticity. Thus, this study paves the way towards a deeper understanding of the identity and meaning of traditional Indonesian architecture in the era of hyperreality.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
P. Ayu Indah Wardhani
Abstrak :
Di dunia pascamodern, simulasi Trabant (mural dan instalasi Trabant) tidak hanya menjadi representasi realitas, tapi juga mampu mensimulasikan realitas dan bahkan menghadirkan realitas baru yang tidak berhubungan dengan realitas apa pun di dunia nyata (hiperrealitas Trabant). Untuk mengetahui pencitraan simulakra dan hiperrealitas mural dan instalasi Trabant tersebut digunakan teori simulakrum pascamodernisme yang digagas oleh Jean Baudrillard dan dengan pendekatan semiologi struktural dari Ferdinand de Saussure. Hasil penelitian menunjukkan mural dan instalasi Trabant merupakan simulasi visual yang memang menampilkan representasi struktural dari objek realitas mobil Trabant P601 de Luxe. Akan tetapi, pada proses simulakrum pascamodern berikutnya, simulasi Trabant ini bertransformasi menjadi tanda hiperriil Trabant yang tidak berhubungan dengan realitas yang sebelumnya menjadi acuan utama. Mural dan instalasi Trabant memberikan suatu pengalaman figuratif secara langsung kepada konsumennya, di mana pengalaman tersebut menjadi bentuk realitas yang sama riil dengan realitas di dunia nyata.
Abstract
Nowadays simulation could be used not only to represent the world, but also to simulate its reality: a hyperreal. Using five pictures of Trabant car _taken from www.flickr.com; two pictures, which prototype are, were used as examples of the real Trabant car and the three pictures, which Trabant_s murals and installation are, were used as the research objects; this mini thesis tried to seek its representation and the simulacrum effect on simulations Trabant in Germany_s postmodernism. Therefore, it used Jean Baudrillard_s theory of Postmodernism and Simulation and also Semiology concept from Ferdinand de Saussure. The result indicates that Trabant_s murals and installation are simulacra in the postmodern era. They not only represent the reality of Trabant car, but also show us the hyperreality. Through the visual simulations, these simulacra of Trabant represent the reality by its figurative experience and also the nostalgia of East Germany.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S14710
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Siska Putri Prameswari
Abstrak :
Kesuksesan selebgram diukur dari jumlah pengikut, likes, share, dan komentar. Namun, banyak selebgram yang tidak lagi mengedepankan kebenaran dari hal yang diunggah. Dampaknya, pengikut mereka tidak bisa lagi membedakan mana yang nyata dan palsu. Keadaan ini disebut sebagai hiperrealitas atau realitas yang lebih nyata dari yang nyata. Fenomena hiperrealitas adalah fenomena dunia yang juga terjadi di Korea Selatan. Bentuk hiperrealitas pada selebgram Korea Selatan dapat dilihat dalam drama berjudul Celebrity (2023). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk hiperrealitas dalam drama Celebrity. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan menganalisis penokohan tokoh. Mengacu kepada gagasan hiperrealitas oleh Jean Baudrillard, penulis melakukan analisis bentuk hiperrealitas melalui karakter dan hal yang dilakukan selebgram. Penelitian ini menyimpulkan bahwa drama Celebrity merupakan representasi fenomena hiperrealitas di Korea Selatan. Bentuk hiperrealitas yang ditunjukkan di dalam drama ini adalah menyembunyikan masa lalu, menutupi tindakan konsumsi psikotropika, membentuk citra setia kawan, menyewa dan meniru barang mewah, serta menggunakan teknologi deepfake. Hal tersebut menunjukkan bahwa media sosial menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat modern. ......This research uses a qualitative descriptive method by analyzing characterizations. Referring to the idea of hyperreality by Jean Baudrillard, the author analyzes the form of hyperreality through the characters and things that celebrities do. This research concludes that Celebrity drama is a representation of the phenomenon of hyperreality in South Korea. The forms of hyperreality include hiding the past, covering up psychotropic consumption, forming a loyal friend image, renting and imitating luxury goods, and using deepfake technology. This shows that social media has become part of the lifestyle of modern society.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Anton Wisnu Nugroho
Abstrak :
ABSTRAK
Berjaraknya kerja mesin politik dengan rakyat memunculkan realitas baru yaitu mesin informasi melalui berita, iklan, survei, dan konsultan politik dengan tumpuan citra dan media massa. Dalam pencitraan, empat tahap berupa representasi, manipulasi, simulasi, hingga hiperrealitas digunakan di mana penanda (signifier) menggantikan petanda (signified). Dalam kondisi kepercayaan publik tinggi, upaya pencitraan lebih mudah berterima. Namun, ketika terjadi defisit kepercayaan, citra yang dibangun justru meruntuhkan. Citra yang dibangun dan terbukti manipulatif ketika hadir makna baru (konotasi kedua) justru meruntuhkan. Penelitian dengan teori Baudrillard ini hendak membongkar pencitraan Partai Demokrat di Pemilu 2009 dan 2014. Perkembangan media baru memampukan pembongkaran ini, bahkan oleh individu.
ABSTRAK
The distance between political machine with people led to a new reality: information machine through news, advertising, surveys, and political consultant with the foundation of image and media. Representation, manipulation, simulation, until hyperreality is used to make signifier replaces signified. Under conditions of high public trust, effort of imaging can be easier. However, when there is a deficit of trust, it is undermining the image is built. The image is constructed and proved to be manipulative when present new meanings (connotations) it is undermining. With Baudrillard's theory of hyperreality, this research focus on Democrats in the 2009 elections and 2014. Development of new media enable the demolition, even by individuals.
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T41599
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Maulana Sirojjudin
Abstrak :
Penelitian ini berusaha melihat konstruksi autentisitas streetwear fashion (mode jalanan) tiruan yang dikenakan oleh orang muda untuk menampilkan simbol-simbol tertentu. Secara global, pengguna mode jalanan menekankan orientasi mendalam yang mencakup tindakan sosial sehari-hari dengan kepentingan simbolis. Dalam konsep Jean Baudrillard, pengertian hiperrealitas dan simulakrum mencirikan budaya konsumen global saat ini di mana citra produk lebih penting daripada produk itu sendiri. Tanda dan gambar yang mengambang bebas ini tidak mewakili realitas objektif. Mode jalanan kemudian ‘menggantikan’ mode kelas atas dan memutuskan hubungan dengan realitas penggunaan mode sebelumnya, tidak peduli mode yang digunakan adalah material ilegal. Penelitian ini menggunakan paradigma postmodernisme dan metode fenomenologi yang melibatkan lima orang narasumber pengguna mode jalanan tiruan. Sebagai bagian dari konstruksi autentisitas, narasumber menafsirkan mode jalanan tiruan sebagai media integrasi sosial dan mobilitas sosial yang melibatkan satu kelompok sosial kelas atas terpilih. Selain itu, penggunaan mode jalanan tiruan ini juga didorong oleh keinginan konsumsi mencolok yang memberikan kesan mewah, prestise dan unik. Mode jalanan tiruan juga membawa pengguna pada perasaan stabilitas ekonomi dan kekuatan berdasarkan daya beli, dan ini terbentuk melalui pra-pemaknaan penggunaan mode jalanan di masyarakat. Pengguna mode jalanan tiruan mengonstruksi autentisitas ini sebagai bentuk komunikasi nonverbal yang melibatkan simbol mewah hypercounterfeit. ......This study seeks to understand the construction of authenticity through counterfeit streetwear fashion worn by young people; in order to display certain symbols. Globally, streetwear fashion emphasizes a deep orientation towards everyday social actions which is symbolically significant. Using Jean Baudrillard’s concept, the notion of hyperreality and simulacrum understand today’s global consumer culture as conditions in which a product’s image is more important than the product itself. These free-floating signs and images do not represent objective reality. Streetwear fashion then ‘replaces’ high-end fashion and break the connection with the reality of previous uses of fashion, disregarding the illegality of fashion materials used. This study uses the postmodernism paradigm and approaches the issue with phenomenological methods that involves five interviewees of counterfeit streetwear fashion users. The researcher found that as part of the construction of authenticity, the interviewees interpret counterfeit streetwear fashion as useful as mediums for social integration and social mobility involving a select upper-class social group. In addition, the use of counterfeit streetwear fashion is also driven by the desire for conspicuous consumption that gives a feeling of luxury, prestige, and uniqueness. Counterfeit streetwear fashion also brings users a feeling of economic stability and authority based on purchasing power, and this is formed through the pre-meaning regarding the use of streetwear fashion in society. Users of counterfeit streetwear fashion construct this authenticity through nonverbal communication, which involves hypercounterfeit luxury symbols.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aisyah Handa Muharami
Abstrak :
Hiperrealitas merupakan suatu kondisi representasi realitas ke dalam medium baru yang menyebabkan terjadinya peleburan antara realitas nyata dengan realitas semu. Arsitektur merupakan salah satu medium lingkungan pembentuk kondisi tersebut.  Elemen-elemen ruang membentuk atmosfer tertentu untuk memanipulasi sensasi yang memicu persepsi dan imajinasi manusia akan suatu realitas semu, yaitu dunia yang lain. Garden's by the Bay, taman ikonik Singapura, menciptakan pengalaman penuh sensasi akan alam yang berkesan di tengah kesibukan kota dengan struktur buatannya. Topik skripsi ini akan membahas bagaimana elemen ruang di dalam Garden's by the Bay dalam menciptakan pengalaman hiperrealitas. ......Hyperreality is a condition of representation in which reality is reduce into a new medium which causes a fusion between real reality and the simulation of it. Architecture is one of the medium forming the condition. The element of space form a particular atmosphere for manipulating sensations that trigger human perceptions and imagination of a false reality, that is, another world. Garden's by the Bay, Singapore's iconic park, creates an experience of nature that is memorable amidst the bustling city with its artificial structure. This thesis topic will discuss how the elements of space in Garden's by the Bay create a hyperreality experience.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eno Bening Swara
Abstrak :
Menurut Jean Baudrillard, masyarakat postmodern mengkonsumsi informasi yang berupa tanda. Tanda diciptakan oleh media dan media akan selalu mempengaruhi suatu masyarakat. Konsumsi akan tanda dapat mengarahkan masyarakat menuju catastrophe. Sebagai new media Youtube adalah media audio-visual yang sering dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Dengan kemampuan Youtube untuk mensimulasi dan menciptakan tanda Youtube akan berpegaruh besar bagi masyarakat. ......According to Jean Baudrillard people in postmodern are consuming information in the form of sign which is created by a media and any media will always affect the society. Consumption of signs will bring society to catastrophe. As a new media, Youtube is the audio-visual medium of information that is often consumed by people in Indonesia. With the ability to simulate and create a sign Youtube will have a great impact on Indonesia Society.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S57164
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizka Almadea Anindita
Abstrak :
ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang simulasi rumah pada experience room IKEA hingga mencapai kondisi hiperrealitas. Hiperrealitas adalah suatu keadaan di mana sebuah kenyataan menjadi lebih nyata dibandingkan kenyataan yang sesungguhnya. Hiperrealitas kemudian dapat dimanfaatkan untuk memberikan pengalaman ruang yang lebih bagi orang di dalamnya. Salah satunya contohnya dapat dilihat pada experience room dalam ruang ritel yang memberikan pengalaman berbelanja yang lebih bagi pelanggan. Studi kasus dilakukan pada experience room IKEA Indonesia, di mana pengunjung dapat mengalami rumah yang ditata menggunakan produk-produk IKEA. Experience room IKEA dibuat dengan merefleksikan realitas kehidupan masyarakat saat ini, terutama mengenai rumah dan masyarakat di kawasan perkotaan. Namun, terdapat realitas yang diputarbalikkan dan ditutupi, di mana IKEA tidak merefleksikan kehidupan masyarakat di Indonesia secara spesifik karena didesain berdasarkan kehidupan di negara lain. Hal ini menyebabkan experience room IKEA dapat disebut sebagai simulakra dan menjadi hiperrealitas
ABSTRACT
This undergraduate thesis discusses about simulation of home in IKEA 39 s experience room until it becomes hyperreality. Hyperreality is a situation when a reality becomes more real compared to the real reality. Hyperreality then can be used to give more spatial experience for the people experiencing it. One of the example of it can be seen on experience room in retail space that gives more service experience for the customers. Case study of this topic was done in IKEA Indonesia 39 s experience room, where customers are able to experience houses that are designed and planned with IKEA 39 s products. IKEA 39 s experience room were made by reflecting reality of life in the city, especially related to home and the people in the city. But there are realities that were masked where IKEA does not spesifically reflect the life in the city in Indonesia because IKEA 39 s products were designed based on life in other country. These then lead the experience room to become a simulacra and become hyperreality.
2017
S68008
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Advina Ratnaningsih
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai pemikiran Baudrillard tentang hiperrealitas kemudian masuk kedalam fenomena fesyen yang semakin berkembang pada masa sekarang.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S15982
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Xemandros, Wolfgang Sigogo
Abstrak :
Iklan sebagai salah satu bentuk masivitas informasi, bekerja di dalam prinsip semiotik, yakni mengenai relasi tanda. Relasi tanda ini tidak lagi bersifat referensial, melainkan berupa manifestasi dari pertukaran simbolik. Kondisi ini adalah apa yang disebut sebagai hiperrealitas oleh Jean Baudrillard; suatu situasi di mana kita tidak lagi bisa membeda-bedakan status realitas. Iklan pada akhirnya bekerja di dalam prinsip hiperreal. ......Advertising, as a massively form, run in the semiotics principle. This semiotics is not longer referential, but a form of symbolic exchange. This situation is what Jean Baudrillard call hyperreality; a situation which we are not able to classify the reality. Advertising, as Baudrillard thought, run in hyperreal principle.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2010
S16024
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>