Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wenri Wanhar
Depok: Usaha Penerbitan Telah Sadar, 2011
959.8 WEN g
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Yogi Susatyo
"Penelitian ini berusaha mendeskripsikan proses evakuasi masyarakat Kaoem Depok yang ditahan unsur-unsur bersenjata yang loyal pada Republik Indonesia pasca Gedoran Depok (8-13 Oktober 1945) oleh administrasi militer Sekutu lewat lembaga RAPWI, yang di dalamnya terdapat unsur-unsur militer Inggris-Belanda. Gelombang kekerasan yang melanda Depok pada awal Oktober 1945 disusul oleh penahanan sebagian penduduk Kaoem Depok yang kemudian dibawa ke penjara Pledang di Kota Bogor. Penemuan-penemuan terkait penelitian ini menunjukkan bahwa peranan RAPWI selaku Lembaga khusus bentukan Sekutu yang menangani tawanan perang dan Interniran sipil berperan sangat besar dalam seluruh tahapan evakuasi atas penduduk Kaoem Depok yang ditahan di Kota Bogor, dimana lewat kesepakatan-kesepakatan dengan pihak Republik Indonesia, sebagian besar penduduk Depok yang ditawan pihak Republik di Bogor dapat dipindahkan ke kamp-kamp milik Sekutu.

This research aims to describe the evacuation process of Kaoem Depok community who were detained by armed elements loyal to the nascent Republic of Indonesia after the Gedoran Depok affairs (8-13 October 1945) by the Allied military administration through the RAPWI institution, which composed by both British and Dutch military elements. The wave of violence that hit Depok in early October 1945 was followed by the arrest of some members of Kaoem Depok communities who were then taken to Pledang prison in Bogor City. The findings related to this research demonstrates the major roles played by RAPWI as the specialised Allied organisation for the management of Allied POWs and civil internees in all stages of the evacuation of the Kaoem Depok members who had been detained in Bogor City, where through agreements with the side of Republic of Indonesia, most of the members of Kaoem Depok which been detained by Republic of Indonesia could be transferred to Allied forces safe-camps."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Rafaeline Shalma Lafiany
"Peristiwa Gedoran Depok (7–13 Oktober 1945) mencerminkan dinamika kompleks kekacauan sosial dan politik selama masa Bersiap pasca-Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Penelitian ini menganalisis representasi peristiwa tersebut dalam artikel dari sepuluh surat kabar Belanda terbitan Oktober 1945 dengan fokus pada penggunaan diksi untuk menggambarkan pelaku dan tindakan. Data diperoleh dari situs Delpher.nl menggunakan kata kunci Geruchten in Depok (“Desas-desus di Depok”). Penelitian ini menggunakan metode sejarah yang dikombinasikan dengan pendekatan Discourse-Historical Approach (DHA). Hasil penelitian menunjukkan penggunaan konsisten diksi bermakna kriminal dan politis, seperti plunderaars (penjarah), moordenaars (pembunuh), dan fanatici (fanatik) yang membingkai aktor Indonesia secara negatif. Pilihan diksi ini membangun narasi yang memperkuat ideologi kolonial dengan menampilkan para pejuang pribumi sebagai ancaman berbahaya dan inferior secara moral. Pembingkaian ini selaras dengan wacana kolonial yang bertujuan untuk membenarkan intervensi eksternal. Penelitian ini menegaskan peran penting bahasa media dalam membentuk narasi sejarah dan opini publik, terutama pada masa konflik. Dengan mengintegrasikan analisis linguistik dan historis, penelitian ini memberikan pemahaman mendalam tentang bagaimana peristiwa Gedoran Depok direpresentasikan kepada audiens Belanda. Selain itu, penelitian ini menyoroti implikasi lebih luas dari pembingkaian media dalam membangun identitas dan memori pasca-kolonial.

The Gedoran Depok event (7–13 October 1945) reflects the complex dynamics of social and political chaos during the Bersiap period, following Indonesia's Declaration of Independence. This study analyses the representation of the event in ten Dutch newspapers from October 1945, focusing on the use of diction to depict the actors and actions involved. Data was sourced from the Delpher.nl website using the keyword "Geruchten in Depok" (“Rumours in Depok”). The research employs a historical method combined with the Discourse-Historical Approach (DHA). The findings reveal a consistent use of criminal and political terms, such as plunderaars (plunderers), moordenaars (murderers), and fanatici (fanatics), which frame the Indonesian actors in a negative light. This choice of diction constructs a narrative that reinforces colonial ideology by portraying indigenous fighters as both a dangerous threat and morally inferior. Such framing aligns with colonial discourse aimed at justifying external intervention. This study underscores the crucial role of media language in shaping historical narratives and public opinion, particularly during times of conflict. By integrating linguistic and historical analysis, the research provides a profound understanding of how the Gedoran Depok event was represented to the Dutch audience. Furthermore, it highlights the broader implications of media framing in the construction of post-colonial identity and memory."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rafaeline Shalma Lafiany
"Peristiwa Gedoran Depok (7–13 Oktober 1945) mencerminkan dinamika kompleks kekacauan sosial dan politik selama masa Bersiap pasca-Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Penelitian ini menganalisis representasi peristiwa tersebut dalam artikel dari sepuluh surat kabar Belanda terbitan Oktober 1945 dengan fokus pada penggunaan diksi untuk menggambarkan pelaku dan tindakan. Data diperoleh dari situs Delpher.nl menggunakan kata kunci Geruchten in Depok (“Desas-desus di Depok”). Penelitian ini menggunakan metode sejarah yang dikombinasikan dengan pendekatan Discourse-Historical Approach (DHA). Hasil penelitian menunjukkan penggunaan konsisten diksi bermakna kriminal dan politis, seperti plunderaars (penjarah), moordenaars (pembunuh), dan fanatici (fanatik) yang membingkai aktor Indonesia secara negatif. Pilihan diksi ini membangun narasi yang memperkuat ideologi kolonial dengan menampilkan para pejuang pribumi sebagai ancaman berbahaya dan inferior secara moral. Pembingkaian ini selaras dengan wacana kolonial yang bertujuan untuk membenarkan intervensi eksternal. Penelitian ini menegaskan peran penting bahasa media dalam membentuk narasi sejarah dan opini publik, terutama pada masa konflik. Dengan mengintegrasikan analisis linguistik dan historis, penelitian ini memberikan pemahaman mendalam tentang bagaimana peristiwa Gedoran Depok direpresentasikan kepada audiens Belanda. Selain itu, penelitian ini menyoroti implikasi lebih luas dari pembingkaian media dalam membangun identitas dan memori pasca-kolonial.

The Gedoran Depok event (7–13 October 1945) reflects the complex dynamics of social and political chaos during the Bersiap period, following Indonesia's Declaration of Independence. This study analyses the representation of the event in ten Dutch newspapers from October 1945, focusing on the use of diction to depict the actors and actions involved. Data was sourced from the Delpher.nl website using the keyword "Geruchten in Depok" (“Rumours in Depok”). The research employs a historical method combined with the Discourse-Historical Approach (DHA). The findings reveal a consistent use of criminal and political terms, such as plunderaars (plunderers), moordenaars (murderers), and fanatici (fanatics), which frame the Indonesian actors in a negative light. This choice of diction constructs a narrative that reinforces colonial ideology by portraying indigenous fighters as both a dangerous threat and morally inferior. Such framing aligns with colonial discourse aimed at justifying external intervention. This study underscores the crucial role of media language in shaping historical narratives and public opinion, particularly during times of conflict. By integrating linguistic and historical analysis, the research provides a profound understanding of how the Gedoran Depok event was represented to the Dutch audience. Furthermore, it highlights the broader implications of media framing in the construction of post-colonial identity and memory."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library