Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ericko Chandra Utama
2010
T42712
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Izzah Nur Fatimah
Abstrak :
Usaha untuk meningkatkan hasil perolehan minyak bumi saat ini menjadi sangat penting mengingat terbatasnya persediaan dan produksi minyak di tanah air. Kebutuhan minyak bumi terus meningkat seiring dengan meningkatnya penggunaan kendraan bermotor. Salah satu teknologi yang dapat meningktakan perolehan minyak bumi adalah dengan penggunaan biosurfaktan yang bekerja dengan cara menurunkan tegangan antarmuka. Biosurfaktan dapat diproduksi dari Pseudomonas aeruginosa. Limbah biodiesel dapat menjadi salah satu alternatif bahan mentah untuk produksi biosurfaktan karena produksi biodiesel di Indonesia terus meningkat sepanjang tahun. Prediksi kebutuhan biodiesel menurut PP Nomor 5 mencapai 720.000 kiloliter pada tahun 2010 dan akan ditingkatkan menjadi 1,5 juta kiloliter pada tahun 2015 dan 4,7 juta kiloliter tahun 2025. Limbah ini masih memiliki kandungan senyawa yang kompleks, oleh karena itu perlu dilakukan penyederhanaan senyawa. Metode yang digunakan adalah metode ozonasi. Hasil terbaik yang diperoleh dari produksi biosurfaktan adalah substrat yang diozonasi selama 30 menit. Penurunan ini belum sesuai kriteria biosurfaktan yang dapat digunakan untuk peningkatan perolehan minyak bumi, oleh karena itu sebaiknya dilakukan optimasi produksi lebih lanjut. ......Efforts to improve the results of recovery oil is becoming very important due to the limited supply and oil production in the country. Needs of petroleum continues to increase along with the increasing use of vehicle. One technology that can enhancing the recovery of oil is using biosurfactants that works by reducing the interfacial tension. Biosurfactants can be produced from Pseudomonas aeruginosa. Biodiesel waste can be an alternative raw material for the production of biosurfactants because production of biodiesel in Indonesia continues to increase throughout the year. Prediction biodiesel requirement by Regulation No. 5 to reach 720,000 kiloliters in 2010 and will be increased to 1.5 million kiloliters in 2015 and 4.7 million kiloliters in 2025. Biodiesel waste still contains a complex compound, therefore it is necessary to simplify the compound. The method used is ozonation method. The best results were obtained from the production of biosurfactants is ozonized substrate for 30 minutes. This decline has not fit the criteria biosurfactants that can be used to increase oil recovery, and therefore should be optimized further production.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S46281
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Miftahul Jannah
Abstrak :
Biosurfaktan merupakan senyawa amfifatik yang dihasilkan dari metabolit mikroorganisme yang berperan sebagai agen untuk menurunkan tegangan antarmuka pada fluida yang tidak dapat bercampur. Biosurfaktan sangat potensial untuk diaplikasikan pada industri kilang minyak melalui teknologi MEOR. MEOR merupakan teknologi yang bertujuan untuk meningkatkan perolehan minyak bumi yang terperangkap di dalam media berpori pada reservoir. Pada penelitian ini telah dilakukan sintesis biosurfaktan dari Pseudomonas aeruginosa dengan memanfaatkan whey terozonasi sebagai sumber karbon pada medium fermentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi optimum biosurfaktan dicapai dengan ozonasi dan metode oil spreading test. Uji aktivitas biosurfaktan dilakukan dengan mengukur tegangan antarmuka dan tegangan permukaan menggunakan processor tensiometer. Crude biosurfaktan yang dihasilkan mampu menurunkan tegangan antarmuka crude oil sebesar 98,3% dan tegangan permukaan sebesar 23,7%. ......Biosurfactants is amphiphatic compound of microorganism metabolites which has a role as an agent to decrease the interface tension of the fluid which could not be mixed. It is very potential to applied on oil refineries industry through MEOR technology. MEOR is a technology that aims to enhance of oil recovery which trapped in porous media in the reservoir. In this research biosurfactants has been synthesized from Pseudomonas aeruginosa by utilizing ozonized cheese whey as a carbon source. The result shows that the optimum concentration of biosurfactants achieved on fifteen minutes ozonation time and oil spreading test methods. Biosurfactants activity test is done by measuring the interfacial tension and surface tension using a tensiometer processor. Crude biosurfactants produced capable of lowering the interfacial tension of crude oil sample amounted to 98,3% and 23,7% of surface tension
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S46842
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoga Nugraha
Abstrak :
Limbah industri biodiesel merupakan senyawa komplek yang mengandung gliserol. Gliserol limbah biodiesel dapat digunakan sebagai substrat Pseudomonas aeruginosa untuk memproduksi biosurfaktan. Limbah biodiesel yang ada masih perlu dimurnikan. Pemurnian limbah biodiesel dari senyawa-senyawa yang dapat meracuni bakteri Pseudomonas aeruginosa dalam memproduksi biosurfaktan dan momotong-motong asam lemak agar mudah digunakan sebagai sumber karbon dapat menggunakan variasi pH dan metode ozonasi yang diatur laju alirnya. Pencarian kondisi operasi optimum proses pemurnian limbah biodiesel akan menggunakan Response Surface Methodology (RSM). Perubahan karateristik limbah biodiesel akan dianalisa menggunakan Spectrofotometer UV-Visible dan GCMS. Hasil penelitian menunjukan bahwa kondisi optimum produksi biosurfaktan dengan pH 4, Laju alir 3 L/menit, dan waktu ozonasi selama 50 menit. dengan tengangan permukaan yang mampu diturunkan 56.12% dan tegangan antar muka 80.12%.
Waste from Biodiesel industry contains glycerol. Glycerol from Biodiesel waste can be processed into biosurfactant as substrate Pseudomonas aeruginosa. Waste biodiesel there still needs to be purified from compounds that are toxic to bacteria Pseudomonas aeruginosa in producing biosurfactant and cutting fatty acids for easy use as a carbon source in biosurfactant production, the methode for purification can use a variation of pH and ozonation method which set the flow rate. Optimum operating condition will be search using Response Surface Methodology (RSM). Carateristic will be analyzed using Spectrophotometer UV-Visible and GC-MS. The results showed that the optimum conditions for the production of biosurfactant with pH 4, flow rate 3 L/menit, and the time during the ozonation 50 minute with surface tension 56.12% and interfacial tension 80.12%.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
T43151
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Nanda Sari
Abstrak :
Indonesia saat ini mengalami penurunan produksi minyak seiring semakin tuanya sumur-sumur produksi. Salah satu lokasi sumur minyak tersebut adalah lapangan Rantau yang terletak di Aceh Tamiang. Banyaknya studi EOR yang terkait dengan karakter reservoirnya, menyebabkan lapangan ini dijadikan sebagai model untuk penelitian EOR. Pada penelitian sebelumnya telah diteliti potensi Halomonas meridiana BK-AB4 menggunakan minyak zaitun yang menghasilkan biosurfaktan dengan karakteristik tahan pada konsentrasi garam dan suhu tinggi yang sesuai dengan karakteristik reservoir lapangan Rantau. Pada penelitian ini dilakukan uji lebih lanjut yang bertujuan untuk mengukur potensi biosurfaktan yang dihasilkan oleh Halomonas meridiana BK-AB4 menggunakan Palm Oil Mill Effluent (POME) untuk aplikasi EOR. Optimasi produksi dilakukan menggunakan analisis single factor dan Response Surface Methodology (RSM) dengan parameter konsentrasi POME, konsentrasi NaCl, masa inkubasi dan pH terhadap aktivitas biosurfaktan yang diukur berdasarkan nilai Oil Displacement Area (ODA). Kondisi optimum untuk biokonversi POME menjadi biosurfaktan dengan metode curah berdasarkan analisis RSM diperoleh dalam medium yang mengandung POME 16% (v/v), NaCl 4,7% (w/v), pH 6,7 dan waktu inkubasi 112 jam. Pada kondisi optimum ini diperoleh ekstrak kasar sekitar 3,98 g/L±0,18 kultur dengan nilai ODA 3,6 cm. Sifat fisikokimia biosurfaktan yang dihasilkan memiliki nilai Critical Micelle Concentration (CMC) sebesar 280 mg/L dengan penurunan tegangan permukaan sebesar 16,5 mN/m, serta nilai E24 tertinggi diperoleh pada minyak mentah CR-04 (Naphthenic–naphthenic) yaitu 76,33%±0,57. Hasil uji stabilitas dengan metode sebaran minyak diperoleh bahwa surfaktan dapat bekerja optimal pada rentang pH 6-10, konsentrasi garam 15-20% (w/v), dan suhu 45-65 oC. Tipe biosurfaktan berdasarkan spektrum FT-IR dan LC-MS tergolong kedalam golongan asam lemak. Melalui uji EOR diperoleh nilai IFT terendah 0,03 mN/m pada uji stabilitas termal, tergolong kategori fase tipe III dengan karakter water-wet dari hasil uji kelakuan fasa dan kebasahan batuan. Kinerja faktor perolehan (recovery factor) skala laboratorium adalah 23,89% pada pengukuran imbibisi. Faktor perolehan yang didapat dengan metoda core flooding relatif terhadap persentase Saturated oil residue (Sor) adalah 7,7%, Saturated oil initial (Soi) adalah 5,1%. Berdasarkan data fisikokimia dan hasil uji EOR, biosurfaktan dari Halomonas meridiana BK-AB4 berpotensi dikembangkan lebih lanjut sebagai surfaktan EOR. ......Indonesia is currently experiencing a decline in oil production as production wells are getting old. One of the locations for the oil well is the Rantau field, located in Aceh Tamiang. The number of EOR studies related to the character of the reservoir, causes this field to be used as a model for EOR research. In a previous study, the potential of Halomonas meridiana BK-AB4 using olive oil was investigated which produces biosurfactants with resistant characteristics at salt concentrations and high temperatures that are in accordance with the characteristics of the Rantau field reservoir. In this study, further tests were carried out aimed at measuring the potential of the biosurfactant produced by Halomonas meridiana BK-AB4 using Palm Oil Mill Effluent (POME) for EOR applications. Production optimization was carried out using single factor analysis and Response Surface Methodology (RSM) with parameters of POME concentration, NaCl concentration, incubation period and pH of biosurfactant activity measured based on the value of Oil Displacement Area (ODA). The optimum conditions for the bioconversion of POME to biosurfactant by bulk method based on RSM analysis were obtained in a medium containing POME 16% (v/v), NaCl 4.7% (w/v), pH 6.7 and incubation time of 112 hours. At this optimum condition, crude extract was obtained about 3.98 g/L±0.18 culture with an ODA value of 3.6 cm. The physicochemical properties of the biosurfactants produced have a Critical Micelle Concentration (CMC) value of 280 mg/L with a decrease in surface tension of 16.5 mN/m, and the highest E24 value was obtained in crude oil CR-04 (Naphthenic–naphthenic) which was 76.33 %±0.57. The results of the stability test using the oil distribution method showed that the surfactant could work optimally in the pH range of 6-10, the salt concentration of 15-20% (w/v), and the temperature of 45-65 oC. The type of biosurfactant based on the FT-IR and LC-MS spectrum belongs to the fatty acid group. Through the EOR test, the lowest IFT value was 0.03 mN/m in the thermal stability test, belonging to the type III phase category with water-wet character from the results of phase behavior and rock wetness tests. The performance of the laboratory scale recovery factor was 23.89% on the imbibition measurement. The recovery factor obtained by the core flooding method relative to the percentage of Saturated oil residue (Sor) was 7.7%, Saturated oil initial (Soi) was 5.1%. Based on the physicochemical data and EOR test results, the biosurfactant from Halomonas meridiana BK-AB4 has the potential to be further developed as an EOR surfactant.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hengky Wijaya
Abstrak :
Sugar fatty acid esters (SFAE) dikenal sebagai biosurfaktan. Kemampuan biodegradabilltas yang sangat baik, tidak memiliki rasa (tasteless), tidak berbau (odor/ess), tidak beracun (nontoxic), tidak menyebabkan iritasi (non-irritant) dan sifat non-ionik menjelaskan kegunaannya yang sangat penting dalam berbagai aplikasi kehidupan yang iuas. Pada penelitian ini dilakukan sintesa pembuatan SFAE fruktosa stearat dan fruktdsa oleat secara konvensional dan secara enzimatik. Surfaktan tersebut merupakan jenis surfaktan non ionik yang dapat membentuk emuisi Water in Oil (W/0). Hasil data yang diperoleh menunjukkan bahwa SFAE basil sintesa konvensional memiliki sifat-slfat surfaktan sebagai emulsifier dan mampu menurunkan tegangan pernnukaan airdari 72 dyne/cm menjadi 48 dyne/cm dengan nilai CMC 0,06 gr/L untuk SFAE stearat dan 38 dyne/crn dengan nilai CMC 0,05gr/L untuk SFAE oleat. SFAE,oleat memiliki nilai HLB 6,697 sedangkan SFAE stearat memiliki nilai HUB 6,959
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2004
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yosella
Abstrak :
Biosurfaktan merupakan senyawa aktif permukaan yang dihasilkan oleh mikroorganisme dan memiliki kemampuan untuk menurunkan tegangan permukaan tegangan antar muka dan menstabilkan emulsi Bacillus amyloliquefaciens MD4 12 telah diteliti mampu menghasilkan biosurfaktan Penelitian bertujuan untuk mendapatkan kondisi optimal produksi biosurfaktan menggunakan metode permukaan respon Penelitian tahap awal dilakukan dengan pemilihan sumber karbon dan nitrogen terbaik Sumber karbon yang digunakan adalah minyak tanah solar pelumas jagung sawit kelapa sedangkan sumber nitrogen yang digunakan adalah yeast extract tepung ikan tepung kedelai NH4 2SO4 NaNO3 dan NH4NO3 Komposisi medium dan kondisi lingkungan untuk produksi biosurfaktan dioptimasi dengan metode statistik yaitu Plackett Burman untuk memilih faktor yang berpengaruh signifikan dan Central Composite Design CCD untuk optimasi faktor tersebut terhadap produksi biosurfaktan Hasil penelitian menunjukkan bahwa minyak jagung dan yeast extract merupakan sumber karbon dan nitrogen terbaik berdasarkan penurunan tegangan permukaan tertinggi Faktor yang berpengaruh signifikan terhadap penurunan tegangan permukaan berdasarkan Plackett Burman adalah minyak jagung yeast extract dan MgSO4 7H2O Kondisi optimal berdasarkan prediksi CCD adalah minyak jagung 2 78 yeast extract 5 94 g l dan MgSO4 7H2O 1 18 g l dengan tegangan permukaan sebesar 34 18 dyne cm Hasil validasi kondisi optimal menghasilkan tegangan permukaan sebesar 35 10 dyne cm sedangkan tegangan permukaan sebelum optimasi adalah 40 dyne cm Hal tersebut menunjukkan bahwa optimasi dapat menurunkan tegangan permukaan sebesar 12 25.
Biosurfactant are surface active agent produced by microorganisms and had the ability to decrease surface tension interfacial tension and emulsion stabilization Biosurfactant of B amyloliquefaciens MD4 12 has been reported in previous study The aim of this study was to obtain optimum conditions biosurfactant production using response surface methodology Early stage research was carried out by selection of the best carbon and nitrogen sources Carbon sources used were kerosene diesel fuel lubricant corn palm and coconut while the nitrogen sources used were yeast extract fish meal soy flour NH4 2SO4 NaNO3 dan NH4NO3 Medium composition and the culture conditions for the biosurfactant production by B amyloliquefaciens MD4 12 were optimized by using Plackett Burman design to find out the significant factor and Central Composite Design CCD to optimize the significant factors that influence the production of biosurfactant The results showed that yeast extract and corn oil were the best carbon and nitrogen source for biosurfactant production The Plackett Burman design found corn oil yeast extract and MgSO4 7H2O have significant effect on decrease surface tension The optimum condition of CCD predictions were 2 78 corn oil 5 94 g l yeast extract and 1 18 g l MgSO4 7H2O can decrease surface tension to 34 18 dyne cm Validation result of optimal condition showed surface tension of 35 10 dyne cm while surface tension before optimization was 40 dyne cm This showed that optimization can decrease surface tension by 12 25.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
S61812
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tifani Chesi Dhea Tania
Abstrak :
Ekstrak daun mengkudu Morinda citrifolia L mengandung beberapa senyawa metabolit sekunder, diantaranya biosurfaktan saponin yang dapat digunakan sebagai emulsifier dalam pembuatan mikroemulsi. Ekstraksi saponin dilakukan dengan teknik maserasi, identifikasi secara fitokimia dan karakterisasi dengan FTIR dan UV-Vis. B-karoten merupakan zat warna alami yang sering digunakan dalam minuman, namunsukar larut dalam air , rentan terhadap suhu dan cahaya. Mikroemulsi dapat meningkatkan solubilisasi dan stabilitas. Pembuatan mikroemulsi dilakukan dengan memvariasikan surfaktan: kosurfaktan Sm dan Sm terhadap minyak. Mikroemulsi yang didapatkan tipe M/A dengan ukuran droplet antara 10-100 nm. Karakterisasi mikroemulsi menggunakan mikroskop, particle size analyzer PSA , dan turbidimeter. Solubilisasi dan stabilisasi?-karoten diamati dengan UV-Vis dan FTIR. Hasil yang diperoleh terbentuk mikroemulsi minyak dalam airyang stabil dengan perbandingan surfaktan terhadap kosurfaktan Sm 8:2 dan perbandingan Sm terhadap minyak adalah 14:1. Solubilisasi B- Karoten dalam mikroemulsi di peroleh sebesar 2 mg/mL dan mikroemulsi dapat meningkatkan stabilisasi terhadap suhu dan cahaya. ......Leaf extract of Morindacitrofilia L. contains several types of secondary metabolites one of them is biosurfactantsaponin which can be used as an emulsifier in microemulsion formation. Saponin extraction was performed with maceration technic, identification by phytochemicaland characterization using FTIR and UV Vis spectrophotometer. Carotene is a natural colorant which frequently used in beverages but it is vulnerable with temperatures and lights. Palm oil was used asoilphase. carotene solubilization in microemulsion increases stabilization. Microemulsion formationwas performed by varying surfactant, co surfactant and oil phase. Microemulsion stabilization was observed using turbidity meter, microscope, and particle size analyzer PSA. carotene solubilization and stabilization in microemulsion system were observed by UV Vis spectrophotometer. Microemulsion particle size were confirmed at 8,25 11,20 nm. The result of stabilized oil microemulsion in water wasobtained with ratio ofsurfactant and co surfactant Sm at 8 2, and ratio of Sm and oil at1 4 1. carotene solubilization in microemulsion system isoptimum obtaine dat 2mg ml.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S68792
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andrea Gilang Fauzi
Abstrak :
Surfactant are amphiphilic molecules that have been used in widely used as emulsifier and cleaning agent in various industries. These broad industrial applications made the global surfactant production increased annually. In 2020, the amount of global surfactant production estimated would reach more than 24 million per year. However, the currently used surfactants are synthetically produced from chemical or petroleum derived product, so it is often toxic and non-biodegradable. Rhamnolipids are “surfactant like” molecules produced by Pseudomonas aeruginosa which could be alternatives for more environmentally friendly surfactant. The use of rhamnolipid are quite limited due to its expensive production cost. The production cost of rhamnolipid could be reduced using by agro-industrial by-product as substrate. One of the abundant agro-industrial by-products in Indonesia that can be used as a substrate for rhamnolipid production are Oil Palm Empty Fruit Bunch (OPEFB). This study employed SuperPro Designer v9.5 to performed process simulation and economical assessment of rhamnolipid production using OPEFB as a substrate through two different purification methods which are solvent extraction and chromatography adsorption. Based on the process simulation that has been done, the process that used adsorption chromatography purification methods more efficient in terms of the usage of the feedstock and energy. The economic assessment also shown that these methods were more profitable and economically attractive with the value of NPV 24.954.000 USD, IRR 14,77% and payback period 5,66 years ......Surfaktan merupakan molekul yang bersifat amfifilik dan banyak digunakan sebagai emulsifier dan agen pembersih di berbagai industri. Pengaplikasian surfaktan yang sangat luas menyebabkan produksi surfaktan setiap tahunnya selalu meningkat. Namun, kebanyakan surfaktan yang digunakan dan tersedia dipasaran merupakan surfaktan sintetik yang dibuat dari bahan kimia atau turunan minyak bumi. Surfaktan jenis ini biasanya bersifat racun dan dapat mencemari lingkungan. Rhamnolipid merupakan molekul yang diproduksi oleh bakteri Pseudomonas aeruginosa, bersifat seperti surfaktan namun lebih ramah lingkungan. Penggunaan rhamnolipid masih sangat terbatas, dikarenakan biaya produksinya yang mahal. Biaya produksi rhamnolipid dapat dikurangi dengan menggunakan limbah agroindustri sebagai substrat untuk produksinya. Salah satu limbah agro industri yang jumlahnya sangat melimpah di Indonesia dan dapat digunakan sebagai substrat untuk produksi rhamnolipid adalah Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS). Penelitian ini melakukan simulasi proses dan analisis keekonomian dari produksi rhamnolipid dengan substrat TKKS menggunakan program SuperPro Designer melalui dua metode purifikasi yaitu metode ekstraksi pelarut dan kromatografi adsorpsi. Berdasarkan hasil simulasi proses yang telah dilakukan, produksi dengan menggunakan metode purifikasi kromatografi adsorpsi lebih efisien secara penggunaan bahan baku TKKS dan energi. Selain itu, analisis keekonomian juga menunjukkan proses dengan metode kromatografi adsorpsi lebih menguntungkan secara ekonomis dengan nilai NPV, IRR, dan payback period secara berturut-turut 24.954.000 USD; 14,77%; dan 5,66 tahun.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesias, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rivalda Jhoneta
Abstrak :
Studi morfologi dan ukuran nanopartikel Cu2O menjadi topik menarik untuk diteliti karena memiliki pengaruh terhadap fungsi dan aplikasinya. Nanopartikel Cu2O berhasil disintesis dengan variasi konsentrasi saponin (100 ppm, 500 ppm dan 1000 ppm), menggunakan NaOH sebagai sumber basa dan NH2OH.HCl sebagai agen pereduksi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh biosrufaktan saponin ekstrak daun kembang sepatu (Hisbiscus rosa sinensis L) terhadap morfologi dan ukuran nanopartikel Cu2O. Sintesis nanopartikel Cu2O juga dilakukan tanpa penambahan esktrak saponin ditujukan sebagai pembanding. Hasil sintesis diarakterisasi menggunakan instrumentasi spektofotometer UV-Vis, XRD dan TEM. Hasil karakterisasi TEM menunjukkan bahwa nanopartikel Cu2O yang diperoleh memiliki morfologi seperti kubus, truncated octahedral serta truncated cubic dengan ukuran sekitar 121, 5 ± 27,9 nm hingga 455,9 ± 67,7 nm.
Morphological studies and sizes of Cu2O nanoparticles are interesting topics to be investigated because they influence their function and application. Cu2O nanoparticles were successfully synthesized with variations in the concentration of saponins (100 ppm, 500 ppm and 1000 ppm), using NaOH as a base source and NH2OH.HCl as a reducing agent. f this study aimed to examine the effect of saponin biosrufactant of hibiscus leaf extract (Hisbiscus rosa sinensis L) on the morphology and size of Cu2O nanoparticles. Synthesis of Cu2O nanoparticles was also carried out without the addition of saponin extracts intended as a comparison. The synthesis results were characterized using UV-Vis, XRD and TEM spectrophotometer instrumentation. TEM characterization results show that Cu2O nanoparticles obtained have morphology such as cubes, truncated octahedral and truncated cubic with sizes ranging from 121, 5 ± 27,9 nm to 455,9 ± 67,7 nm.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>