Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 41 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mia Puspita Wardani
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S2020
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Pradata I.K.
Abstrak :
Ketertarikan terhadap lawan jenis, yang dialaiai oleh hampir semua orang, dapat berlanjut dalam hubungan berpacaran. Berpacaran dapat merupakan suatu proses untuk memilih pasangan hidup. Dengan demikian individu berupaya untuk mengenal pasangannya secara mendalam. Untuk itu mereka perlu saling mengungkapkan diri. Pengungkapan diri (seljfdisclosure) merupakan tindakan individu untuk menceritakan berbagai informasi tentang dirinya (baik pikiran, perasaan, pengalaman) kepada orang lain. Pengungkapan diri tidak mudah dilakukan karena memiliki dua sisi, di satu sisi pengungkapan diri memiliki manfaat besar dalam mengembangkan suatu hubungan, tetapi di sisi lain juga memiliki risiko yang dapat mengancam kelangsungan hubungan, misalnya penolakan, munculnya perasaan terluka. Penelitian ini bermaksud mengetahui gambaran pengungkapan diri pada masa sebelum berpacaran dan pada masa selama berpacaran. Selain itu ingin diketahui pula peranan pengungkapan diri dalam perkembangan hubungan berpacaran. Dalam penelitian ini digunakan pendekatan kualitatif. Dalam pendekatan ini yang ingin dicapai adalah memahami penghayatan subyektif individu. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara. Penelitian ini melibatkan 6 subyek, terdiri dari 3 pria dan 3 wanita. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seperti yang dikemukakan secara teoretis, pengungkapan diri dapat menunjang tercapainya keintiman, tetapi juga mengandung risiko. Sekalipun pembicaraan berkembang ke arah yang lebih pribadi pada masa berpacaran, ada topik-topik yang dihindari atau ditunda untuk dibicarakan. Hal ini terjadi karena dalam perjalanan hubungan timbul konflik-konflik yang disebabkan oleh pengungkapan diri. Konflik menjadi akibat negatif dari pengungkapan diri yang dialami oleh semua subyek. Hal serupa tidak tampak pada masa sebelum berpacaran. Oleh sebab itu pertimbangan-pertimbangan subyek dalam mengungkapkan diri tainpak lebih kompleks pada masa selama berpacaran. Peranan pengungkapan diri berbeda-beda untuk masingmasing subyek. Pada empat subyek, pengungkapan diri tampak lebih besar peranannya dalam mengembangkan dan menjaga kelangsungan hubungan. Sementara pada dua subyek, banyak konflik yang timbul berkaitan dengan pengungkapan diri yang akhirnya mengancam kelangsungan hubungan mereka. Secara umum dapat disimpulkan bahwa kurangnya pengungkapan diri timbal balik dan adanya reaksi-reaksi negatif terhadap pengungkapan diri berperan bagi terancamnya kelangsungan hubungan berpacaran. Untuk penelitian selanjutnya disarankan menggali lebih dalam faktor-faktor kepribadian dan budaya. Selain itu perlu dilibatkan subyek dengan latar belakang yang beragam atau yang memiliki pengalaman masa lalu kurang menguntungkan.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S2581
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Olivia
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S3165
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1995
S6252
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anna Margaretha
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1999
S2658
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Lita Patricia Lunanta
Abstrak :
Masa remaja adalah masa dimana ketertarikan seksual dan hubungan dengan lawan jenis (berpacaran) biasanya pertama kali terbentuk. Hal ini menyebabkan remaja berisiko untuk terlibat dalam berbagai perilaku seksual yang biasanya merupakan bagian dari berpacaran. Perilaku seksual remaja dalam berpacaran ini berkaitan dengan nilai-nilai yang dimilikinya, dimana nilai-nilai ini terbentuk karena pengaruh lingkungan sosial remaja, misalnya kebudayaan, institusi sosial (jenis kelamin, usia, kelas sosial, dan ras), pendidikan agama, serta oleh pengalaman personal dan kebutuhan individu. Nilai-nilai seksual ini merefleksikan apa dianggap benar dan salah dari suatu perilaku seksual serta kapan dan bagaimana seksualitas seharusnya diekspresikan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran nilai-nilai seksual remaja dalam berpacaran. Dengan demikian pihak yang berwenang (misalnya, orang tua, guru) dapat melakukan intervensi terhadap remaja dalam pembentukan nilai-nilai seksual yang mempengaruhi perilaku mereka. Hal ini dapat membantu remaja memilih perilaku seksual yang tepat dan menyadari akibat dari perilaku seksual mereka. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif melalui wawancara individual dengan 25 orang remaja berusia 13-20 tahun yang mempunyai pengalaman berpacaran di Makassar, Depok, dan Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipan penelitian secara umum memiliki standar abstinence dalam hubungan seksual sebelum menikah. Selanjutnya, terdapat perbedaan nilai-nilai seksual yang dimiliki oleh partisipan penelitian yang tampaknya sebagian besar berkaitan dengan standar dan hubungan dengan orang tua; standar teman sebaya; sikap dan tingkah laku saudara kandung; gender; serta pengharapan dalam pendidikan. Partisipan yang memiliki hubungan yang dekat dengan orang tua cenderung menginternalisasi nilai-nilai yang dimiliki oleh orang tuanya, namun sebagian dari partisipan juga menunjukkan kecenderungan untuk membentuk standar yang sesuai dengan standar teman sebayanya. Selanjutnya, partisipan puteri yang memiliki saudara perempuan yang melakukan hubungan seksual pranikah juga melakukan hal yang sama dengan saudaranya. Partisipan putera mempunyai nilai-nilai seksual yang lebih permisif dan perilaku seksual yang lebih bebas dibandingkan partisipan puteri. Ditemukan juga bahwa partisipan yang melakukan hubungan seksual sebelum menikah ternyata tidak memiliki pengharapan dalam bidang pendidikan. Selain itu, tidak ditemukan secara konsisten faktor-faktor personal dan lingkungan yang mempengaruhi nilai-nilai dan perilaku seksual para partisipan. Pada beberapa partisipan juga tampak adanya ketidakkonsistenan antara nilai-nilai yang dimiliki dengan perilaku seksual mereka. Secara umum, perilaku seksual yang dianggap boleh dan tidak boleh dilakukan oleh partisipan memiliki kesamaan. Perilaku seksual yang boleh dilakukan dalam berpacaran adalah touching (pegang tangan, memeluk), dan kissing (pipi, bibir), dimana partisipan putera juga membolehkanpetting. Di sisi lain, perilaku seksual yang menurut sebagian besar partisipan mutlak tidak boleh dilakukan adalah sexual intercourse, dimana partisipan puteri mengungkapkan bahwa kissing pada leher atau tempat-tempat tertentu, dan petting juga termasuk dalam perilaku seksual yang tidak boleh dilakukan. Terdapat seorang partisipan puteri (19 tahun) dan seorang partisipan putera (20 tahun) yang sudah biasa melakukan hubungan seksual dengan pasangannya, namun mereka mempunyai alasan yang berbeda. Partisipan puteri melakukan hubungan seksual dengan pasangannya karena ia merasa tengah menjalin hubungan berpacaran yang serius, sebaliknya partisipan putera justru melakukan hubungan seksual dengan pasangan-pasangannya karena ia merasa tidak menjalin hubungan yang serius sehingga tidak perlu bertanggung jawab. Tampaknya nilai-nilai seksual partisipan puteri dipengaruhi oleh saudara sekandungnya yang mempunyai perilaku seksual yang sama, namun partisipan putera tidak mempunyai saudara sekandung yang mempunyai perilaku seksual yang sama dengannya. Kedua partisipan ini tampaknya mempunyai kebebasan sosial yang sangat longgar dalam keluarganya serta hubungan yang tidak terlalu dekat dengan orang tua. Kedua partisipan ini juga tidak menunjukkan adanya pengharapan dalam bidang pendidikan. Untuk melengkapi hasil penelitian ini sebaiknya dilanjutkan dengan penelitian lain dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif sehingga diperoleh gambaran nilai-nilai seksual remaja dengan sampel yang lebih besar serta analisis yang lebih mendalam lagi mengenai hal-hal yang mempengaruhi terbentuknya nilainilai seksual tertentu pada remaja.
2002
S3141
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melisa Ratna Anggraini
Abstrak :
Penelitian ini adalah penelitian eksploratif pada perilaku selingkuh pada dewasa muda yang berpacaran. Penelitian ini dilakukan karena tingkah laku pada saat berpacaran akan dapat mempengaruhi tingkah laku pada masa pernikahan dan tingkah laku sendiri dapat dipengaruhi oleh salah satunya atribusi kausal. Atribusi kausal dalam penelitian ini adalah atribusi kausal dari Weiner, yang terdiri atas (1) locus of causality, (2) extemal control, (3) stability, (4) personal control. Melalui peninjauan atribusi kausal ini dapat diketahui gambaran dari apa yang dipersepsikan seseorang sebagai penyebab dari terjadinya perselingkuhan. Dengan diketahuinya gambaran tersebut maka seseorang akan dapat lebih memahami perilaku dirinya maupun orang lain, memprediksi perilaku dimasa mendatang, serta memungkinkan dirinya mengontrol lingkungannya. Dengan melihat permasalahan tersebut serta berbagai faktor yang terkait dengannya, dirumuskan masalah yang hendak dijawab dalam penelitian ini. Masalah yang ingin dibahas dalam penelitian ini adalah : Bagaimanakah pola atribusi kausal perselingkuhan dewasa muda berpacaran pada kelompok dewasa muda? Permasalahan tersebut terbagi atas beberapa masalah khusus, yaitu : Bagaimana pola atribusi dewasa muda berpacaran pada kelompok dewasa muda yang berselingkuh? Bagaimana pola atribusi dewasa muda berpacaran pada kelompok dewasa muda yang diselingkuhi? Adakah perbedaan pola atribusi perselingkuhan dewasa muda antara kelompok dewasa muda yang berselingkuh dan yang diselingkuhi? Adakah perbedaan pola atribusi perselingkuhan dewasa muda antara kelompok pria dan wanita? Penelitian ini dilakukan di Jakarta dengan menggunakan metode kuesioner. Sampel penelitian ini adalah 63 orang dewasa muda yang terdiri dari 31 pria dan 32 wanita. Kriteria subyek adalah, berusia 22 sampai 28 tahun, belum menikah dan pemah selingkuh dan atau diselingkuhi. Pendekatan metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan beberapa hal, secara umum subyek mengatribusikan perselingkuhan kepada faktor internal, tidak stabil, terdapat kontrol personal dan tidak terdapat kontrol eksternal. Tidak ada perbedaan atribusi kausal yang signifikan antara kelompok subyek yang berselingkuh dan yang diselingkuhi, maupun antara kelompok pria dan wanita. Seluruh kelompok menunjukkan kecenderungan pola atribusi kepada satu sisi, kecuali kelompok pria yang diselingkuhi pada dimensi stabilitas. Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat menambah pengetahuan mengenai penerapan teori atribusi kausal dalam interpersonal relationship, khususnya dalam perselingkuhan di masa berpacaran. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat berguna bagi perkembangan terapi atribusi. Dengan diketahui pola atribusi kausal perselingkuhan baik dari kelompok yang berselingkuh dan diselingkuhi, dapat dikethui atribusi yang disfungsional, yang kemudian dapat diganti dengan atribusi yang lebih adaptif.
2003
S3287
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faiza Ratna Umaro
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara komitmen dan forgiveness pada emerging adult yang sedang berpacaran. Pengukuran forgiveness menggunakan alat ukur Inventori TRIM (Transgression-Related Interpersonal Motivation) yang terdiri dari subskala avoidance, revenge, dan benevolece. Pengukuran komitmen menggunakan alat ukur Commitment Inventory (CI). Total responden dalam penelitian ini adalah sebanyak 190 responden berusia 18-25 tahun. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang positif dan signifikan antara komitmen dan forgiveness yang ditandai dengan korelasi negatif antara skor total Inventori TRIM dan skor total CI (r = - 0,284, p < 0,01). Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi komitmen yang dimiliki, semakin tinggi forgiveness terhadap pasangan.
ABSTRACT
The aim of this research was to examine the relationship between commitment and forgiveness among dating emerging adult. Forgiveness was measured by TRIM (Transgression-Related Inventory Motivation) Inventory which consists of avoidance, revenge, and benevolence subscales. Commitment was measured by Commitment Inventory. There were 190 participants aged 18 to 25. The result indicates that there is a positive significant relationship between commitment and forgiveness which is marked by negative correlation between total score of TRIM Inventory and total score of Commitment Inventory (r = .-284, p < .01). In other words, the more commited to their relationship, the more forgiving someone is.
2015
S60291
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tjut Dhila Rehan
Abstrak :
ABSTRAK Ketika memasuki masa dewasa muda, manusia ada pada tahap intimacy dan memulai untuk membangun suatu hubungan romantis. Salah satu upaya untuk mempertahankan hubungan romantis tersebut bisa dengan melakukan pengorbanan. Pengorbanan yang dilakukan seseorang dilandasi dengan dua motif, motif approach dan motif avoidance. Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara komitmen dan motif berkorban dan juga melihat peran extraversion sebagai moderator. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 985 dewasa muda yang sedang menjalin hubungan berpacaran. Partisipan diminta mengisi kuesioner yang terdiri dari alat ukur komitmen, motif berkorban dan extraversion. Berdasarkan hasil analisis, ditemukan bahwa terdapat hubungan antara komitmen dan motif berkorban baik motif approach (p>0.000), maupun motif avoidance (p>0.001). Hasil lainnya juga ditemukan bahwa extraversion tidak berperan sebagai moderator pada hubungan komitmen dan motif berkorban. Dengan demikian, hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa individu yang memiliki tingkat komitmen yang tinggi akan lebih cenderung untuk melakukan pengorbanan baik dilandasi dengan motif approach maupun motif avoidance tidak bergantung dari tingkat extraversion.
ABSTRACT
In young adulthood, individuals are at the intimacy stage and begin to build a romantic relationship. To maintain a romantic relationship, it can be by making sacrifices. Individual sacrifices are based on two motives, approach motives and avoidance motives. This research was conducted to see the relationship between commitment and motives of sacrifice and also see the role of extraversion as a moderator. The participants in this study amounted to 985 young adults who were dating. Participants were asked to complete a questionnaire consisting of commitment, motives of sacrifice and extraversion measures. Based on the results of the analysis, it was found that there was a relationship between commitment and motives of sacrifice in both approach motives (p> 0.000), and avoidance motives (p> 0.001). Other findings also show that extraversion does not act as a moderator in the relationship of commitment and motives of sacrifice. Thus, the results of this study indicate that individuals who have a high level of commitment will be more likely to make sacrifices based on either the approach motives or avoidance motives and not dependent on individuals extraversion level.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>