Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Enny Koeswarni
Abstrak :
Dalam kehidupan sehari-hari, dalam lalu lintas hukum Perdata, selain dikenal adanya akta-akta Notaris, dikenal juga adanya akta-akta PPAT yang merupakan alat bukti tertulis dalam sistem hukum pembuktian di Indonesia. Sejak dahulu akta-akta Notaris dikenal sebagai alat bukti tertulis yang otentik, sedangkan akta-akta PPAT, diantara para praktisi hukum masih meragukan kedudukan akta tersebut sebagai alat bukti tertulis yang otentik,hal itu dikarenakan PPAT sebagai Pejabat yang membuat akta-akta itu masih diragukan kedudukannya apakah sebagai Pejabat Umum atau sebagai Penjabat yang membuat akta-akta dalam rangka membantu Menteri Agraria yang sekarang menjadi Kepala Badan Pertanahan Nasional, sekalipun anggota masyarakat yang menggunakan jasa PPAT tidak mempermasalahkan apakah akta-akta PPAT itu otentik atau tidak, yang penting perbuatan hukum yang dibuktikan dengan akta itu sah, dan mengikat pihak ketiga. Hal inilah yang membuat penulis menganalisa apakah PPAT itu sebagai Pejabat Umum yang dimaksud dalam pasal 1868 KUH Perdata, dan apakah akta-akta PPAT itu merupakan akta otentik,dengan menggunakan metode penelitian normatif dan mengungkapkan kebenaran secara sistematis dan metodelogis terhadap data yang dikumpulkan berdasarkan data kepustakaan yang terbatas yang meliputi bahan hukum primer, sekunder atau pun tertier. Berdasarkan analisis yang penulis lakukan, dapat penulis simpulkan bahwa PPAT adalah Pejabat Umum yang ditunjuk oleh Pembuat Undangundang untuk membuat akta-akta tanah yang berada dalam daerah kerjanya, dan akta tersebut merupakan akta otentik.
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T37731
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evianti Ristia Dewi
Abstrak :
Bahwa dengan terbitnya ketentuan Pasal 185 UUCK menyebabkan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional RI menerbitkan peraturan pemerintah guna melaksanakan amanat dari UUCK salah satunya adalah dengan menerbitkan ketentuan Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 2021 yang pada salah satu pengaturannya yakni Pasal 86 memuat ketentuan terkait pembuatan akta PPAT secara elektronik yang mana ketentuan ini merupakan turunan dari ketentuan Pasal 147 UUCK adanya pengaturan mengenai akta peralihan hak atas tanah dapat dibuat dalam bentuk elektronik. Bahwa dengan adanya kedua ketentuan tersebut tentunya menimbulkan tumpang tindih pada Pasal 5 ayat 4 butir (b) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 (UU ITE) mengenai akta PPAT tidak termasuk alat bukti elektronik sehingga keabsahan atas aktanya menjadi dipertanyakan. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian lebih lanjut dengan membandingkan pengaturan maupun pelaksanaan di negara lain yang telah menggunakan akta elektronik dalam peralihan hak atas tanahnya seperti di Italia dan Amerika guna mengetahui dan menganalisa dalam hal pemerintah akan melaksanakan kegiatan pembuatan akta secara elektronik dalam rangka pendaftaran tanah secara elektronik. Penelitian dilakukan secara yuridis normatif dengan pendekatan undang-undang dan pendekatan perbandingan serta menggunakan data primer berupa wawancara dan data sekunder berupa data studi kepustakaan yang bentuk hasil penelitiannya adalah problem solution. Dari penelitian diketahui bahwa di Amerika, Italia telah diterapkan yang menggunakan mekanisme pembacaan dan penandatanganan akta secara elektronik melalui media audio-video conference yang ada di Amerika serta diizinkannya penggunaan pembuatan akta secara elektronik dan tanda tangan digital terhadap akta yang dibuat oleh Notaris/PPAT di Italia. Penggunaan asas hukum lex posteriori derogate legi priori menjadi jawaban atas keberlakuan ketentuan Pasal 147 UUCK terhadap Pasal 5 ayat (4) butir b UU ITE, di mana ketentuan Pasal 147 UUCK tersebut menyebabkan terbitnya ketentuan Pasal 86 PP 18/2021 mengenai pembuatan akta PPAT secara elektronik sehingga dapat digunakan adagium lex specialis derogate legi generalis untuk mengatasi tumpang tindih ketentuan dengan UUITE. ......As a result of the issuance of Article 185 of the UUCK. Thus the Ministry of Agrarian Affairs and Spatial Planning/National Land Agency of the Republic of Indonesia issued government regulations to carry out the mandate of the UUCK, one of which was by issuing the provisions of Government Regulation no. 18 of 2021, one of which is Article 86, which contains provisions relating to the making of PPAT deeds electronically, where this provision is a derivative of the provisions of Article 147 of the UUCK, the regulation regarding the transfer of land rights can be made in electronic form. That the existence of these two provisions certainly causes an overlap in Article 5 paragraph 4 point (b) of Law Number 11 of 2008 concerning Information and Electronic Transactions as amended by Law Number 19 of 2016 (UU ITE) regarding the PPAT deed does not include electronic evidence so that the validity of the deed becomes questionable. Therefore, it is necessary to conduct further studies by comparing the regulation and implementation in other countries that have used electronic deeds in the transfer of land rights such as in Italy and America in order to find out and analyze in the event that the government will carry out electronic deed-making activities in the context of electronic land registration. electronic. The research was carried out in a normative juridical manner with a statutory approach and a comparative approach and used primary data in the form of interviews and secondary data in the form of library study data whose research results were in the form of a problem solution. From the research, it is known that in the United States, Italy has been implemented which uses the mechanism for reading and signing the electronic deed through audio-video conference media in the United States and allowing the use of electronic deed-making and digital signatures on deeds made by a Notary/PPAT. The use of the legal principle of lex posteriori derogate legi priori is the answer to the applicability of the provisions of Article 147 UUCK to Article 5 paragraph (4) point b of the ITE Law, where the provisions of Article 147 UUCK led to the issuance of the provisions of Article 86 PP 18/2021 regarding the making of PPAT deeds electronically. so that the adage lex specialis derogate legi generalis can be used to overcome overlapping provisions with UUITE.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasya Agustyna Rahmaesa
Abstrak :
Hibah mengenai benda tidak bergerak seperti tanah harus dinyatakan dalam bentuk akta yang dibuat oleh pejabat yang berwenang dan didaftarkan pemindahan haknya. PPAT bewenang dalam pembuatan akta hibah sebagai alat bukti yang secara sah menyatakan telah dilakukannya perbuatan hukum hibah mengenai suatu hak atas tanah. Hibah merupakan pemberian secara sukarela yang dilakukan dengan cuma-cuma dan tidak memuat syarat maka tidak dapat dicabut atau ditarik kembali. Akan tetapi, hibah dapat diberlakukan suatu kebatalan jika ada cacat yuridis yang mengakibatkan perbuatan hukumnya menjadi tidak berlaku. Permasalahan dalam tesis ini adalah status hukum akta hibah yang memuat syarat dan tanggung jawab PPAT terhadap akta yang telah dibuatnya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian eksplanatoris dan preskriptif. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dianalisa secara kualitatif. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu status hukum akta hibah yang memuat syarat adalah batal demi hukum sehingga kembali pada keadaan semula atau berlaku surut (ex tunc). Hal ini karena hibah yang dilakukan bertentangan dengan undang-undang maka tidak memenuhi syarat objektif dari syarat sahnya perjanjian menurut Pasal 1320 KUHPerdata yaitu sebab yang halal. PPAT yang membuat Akta Hibah harus bertanggungjawab karena secara materiil akta tersebut bertentangan dengan undang-undang. ......Grants regarding immovable objects such as land must be stated in the form of a deed made by an authorized official and registered for the transfer of rights. PPAT has the authority to make a grant deed as evidence that legally states that a legal grant act has been carried out regarding a land right. A grant is a voluntary gift made free of charge and does not contain conditions, so it cannot be revoked or withdrawn. However, a grant can be canceled if a juridical defect causes the legal action to become invalid. The problem with this thesis is the legal status of the grant deed, which contains the terms and responsibilities PPAT had to the deed he had made. This study uses a normative juridical research method with explanatory and prescriptive research types. The type of data used in this research is secondary data, which is analyzed qualitatively. The results obtained are the legal status of the grant deed, which contains the condition that it is null and void so that it returns to its original state or applies retroactively (ex tunc). This is because the grant made is contrary to the law, so it does not meet the objective requirements of the agreement's validity according to Article 1320 of the Civil Code, which is a legal cause. The PPAT who made the Deed of Grant must be responsible because materially, the deed is contrary to the law.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iga Pricilia
Abstrak :
PPAT sebagai salah satu pejabat umum yang mempunyai peranan penting di dalam menjamin kepastian hukum dan perlindungan hukum melalui akta otentik yang dihadapannya, yang menjadikan sebagai alat bukti yang kuat dan apabila terjadi sengketa di Pengadilan kecuali dibuktikan ketidakbenarannya. Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah akibat hukum dan bentuk tanggung jawab PPAT Terhadap akta yang dinyatakan batal demi hukum oleh putusan Pengadilan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk yuridis Normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder sehingga disebut dengan penelitian hukum kepustakaan, kemudian dilakukan analisa secara kualitatif. Akibat hukum dari pembatalan Akta Pembebanan Hak Tanggungan Nomor 552/2017 yang dibatalkan pengadilan berdasarkan Putusan No. 473/Pdt.G/2019/PN/Tng adalah batal demi hukum artinya bahwa perbuatan hukum yang dilakukan tidak memiliki akibat hukum sejak terjadinya perbuatan hukum setelah adanya putusan pengadilan. PPAT bertanggungjawab terhadap batalnya Akta Pembebanan Hak Tanggunan Nomor 552/2017, sesuai ketentuan Pasal 1365 KUHPerdatadata yang mewajibkan PPAT mengganti kerugian yang timbul karena perbuatannya. Selain itu, PPAT juga bertanggung jawab secara moril terhadap pelanggran kode etik yang ia lakukan. Serta tanggung jawab secara pidana dapat dijatuhkan sepanjang PPAT telah terbukti secara sah dan meyakinkan membuat surat palsu atau memalsukan akta yang dibuatnya. ......PPAT as wrong one office public who have role important inside ensure certainty law and protection law through deed authentic in front of him, which makes as tool strong evidence and if occur dispute in court except proved its untruth. The problem in study this is consequence law and form not quite enough answer PPAT Against declared deed null and void by decision Court. Method research used in study this shaped juridical normative that is study the law carried out with method researching ingredient References or secondary data so that called with study law library, then conducted analysis by qualitative. Consequence law from cancellation Deed Loading Right Dependent Canceled number 552/2017 court based on Decision No. 473/ Pdt.G /2019/PN/ Tng is null and void it means that deed the law carried out no have consequence law since happening deed law after existence decision court.PPAT is responsible to cancel Deed Loading Right dependent Number 552/2017, according to provision Article 1365 of the Civil Code which requires PPAT to replace losses incurred because his deeds. Besides that, PPAT responsible answer by morale to offender code the ethics they do. As well as responsibility answer by criminal could dropped as long as PPAT has proven by legitimate and convincing make letter false or fake the deed they made.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shindy Amelia Putri
Abstrak :
ABSTRAK
Notaris merupakan jabatan kepercayaan yang diberikan oleh negara, tetapi dalampraktek yang terjadi di Indonesia, kenyataannya notaris harus selalu diikutsertakansebagai turut tergugat dipengadilan ketika terjadi persengketaan yang menyangkutaktanya, hal ini dapat mengganggu kelancaran tugas Notaris sebagai pejabatpublik. Dari latar belakang tersebut, penulis mengambil perumusan masalah yaitubagaimana kedudukan Notaris Pengganti atau Pejabat Sementara Notaris sebagaipihak turut tergugat dalam pengadilan. Penulis menggunakan metode penelitianyuridis normatif dan data yang dipergunakan adalah data sekunder, yaitu datayang berupa studi kepustakaan dan studi terhadap putusan Mahkamah AgungRepublik Indonesia Nomor 360/K/Pdt/2016. Turut Tergugat sebenarnyadipergunakan bagi orang-orang yang tidak menguasai barang sengketa, tetapidemi lengkapnya suatu gugatan harus diikutsertakan dalam petitum. TurutTergugat harus dicantumkan agar tunduk dan taat terhadap putusan hakim,Sehingga kedudukan Notaris Pengganti atau Pejabat Sementara Notaris yangmenjadi Pihak Turut Tergugat adalah sebagai pelengkap dalam suatu gugatansaja.
ABSTRACT
Notary is a trusted official given by the government, but practical which ishappened in Indonesia that the notary has to join as a respectively in the court ifthere is a dispute related to their deed, and it could be disturbed notary as apublic official. From those backgrounds, the writer takes a problem formulationin how the position of substitute notary or temporary official notary is codefendantin the court. The writer using a research method which is yuridisnormative and using a secondary data, which is a data of research study andstudy of supreme court of republic of Indonesia rsquo s decision Number360 K Pdt 2016. Co defendant is actually used to the people who don rsquo t dominatein dispute matter, but need to be fulfilled in petitum. Co defendant is mentioned sothat obeyed to the judge rsquo s decision, so that substitute notary or temporary officialnotary that has been a co defendant is a complementary in a lawsuit
2017
T49603
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novia Irdasari
Abstrak :
Tujuan penerbitan seritpikat hak milik oleh Badan Pertanahan Nasional seharusnya memberikan pengakuan serta kepastian hukum kepada masyarakat atas kepemilikan tanah. Indonesia menganut sistem publikasi negatif, yang berarti terhadap kedudukan sertipikat dan/atau hak atas tanah masih dapat disangkalkan, Pada praktiknya masih ditemukan permasalahan tanah terkait penerbitan sertipikat, meskipun telah melalui prosedur dan/atau regulasi yang ditetapkan, terhadap proses penerbitan suatu sertipikat tanah juga dapat didasarkan atas akta autentik Pejabat Pembuat Akta Tanah, sebagai penegasan suatu perbuatan hukum terkait peralihan hak atas tanah. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai bagaimana terjadinya tumpang tindih sertipikat hak milik yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional, yang dibuat berdasarkan akta jual beli Pejabat Pembuat Akta Tanah; dan Bagaimana kepastian hukum atas diterbitkan sertipikat hak milik yang tumpang tindih oleh Badan Pertanahan Nasional. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian Preskriptif. Hasil analisis adalah belum maksimalnya proses penetapan batas bidang-bidang tanah yang berbatasan oleh Badan Pertanahan Nasional, yang disebabkan karena salah satu pemegang hak atas tanah yang berbatasan tidak menguasai tanah tersebut secara fisik, yang dikemudian hari menyebabkan terjadinya tumpang tindih atas sebagian luas tanah yang dimiliki, dengan tanah yang dimiliki pihak lain, yang juga berlandasakan sertipikat hak milik yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional, sehingga untuk mendapatkan kepastian hukum terhadap sertipikat hak milik yang bertumpang tindih tersebut, ditempuh melalui upaya litigasi, yang kemudian terhadap tanah yang tidak diakui secara hukum, diajukan pembatalan produk hukum melalui Kepala Kantor Pertanahan. Adapun saran yang dapat diberikan yaitu memperkuat peran Badan Pertanahan Nasional dalam penerbitan sertipikat serta dibentuknya bidang atau fungsi khusus dari Badan Pertanahan Nasional yang melakukan pengecekan atau validasi atas proses penerbitan sertipikat hak milik, guna memastikan tanah terbebas dari sengketa. ......The purpose of issuing a series of property rights by the National Land Agency should be to provide recognition and legal certainty to the community for land ownership. Indonesia adheres to a negative publication system, which means that the position of certificates and/or land rights can still be denied, In practice there are still land problems related to the issuance of certificates, even though they have gone through established procedures and/or regulations, to the process of issuing a certificate land may also be based on the authentic deed of the Land Deed-Making Officer, as an affirmation of a legal action related to the transfer of land rights. The issues raised in this study are about how there is an overlap of property rights certificates issued by the National Land Agency, which is made based on the deed of sale and purchase of the Land Deed Making Officer; and How is the legal certainty of the issuance of overlapping certificates of property rights by the National Land Agency. To answer these problems, normative juridical research methods with a prescriptive type of research are used. The result of the analysis is that the process of determining the boundaries of adjacent land plots by the National Land Agency has not been maximized, which is caused by one of the rights holders of the adjacent land not physically controlling the land, which in the future causes an overlap of part of the land area owned, with land owned by other parties, which is also based on the certificate of property rights issued by the National Land Agency, so as to obtain legal certainty against the overlapping certificate of property rights, pursued through litigation efforts, which then against land that is not legally recognized, it is proposed that the cancellation of legal products through the Head of the Land Office. The advice that can be given is to strengthen the role of the National Land Agency in issuing certificates and the establishment of a special field or function of the National Land Agency that checks or validates the process of issuing title certificates, in order to ensure that the land is free from disputes.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Depok: PT Raja Buana Pusaka, 2022
346.04 MEN
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Dini Tenri Liu
Abstrak :
Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) merupakan bukti autentik mengenai perbuatan hukum yang dilakukan para pihak terkait dengan peralihan hak atas tanah, salah satunya melalui jual beli, sebagai dasar pendaftaran pemindahan hak. Dalam putusan Nomor 16/Pdt.G/2015/PN.Krg ditemui adanya pembuatan Akta Jual Beli Tanah yang dibuat tidak sesuai dengan prosedur dimana PPAT tidak melaksanakan kewajibannya yaitu membacakan/menjelaskan isi akta kepada para pihak serta mengabaikan keberadaan saksi dalam proses pembacaan dan penandatanganan aktanya. Penulisan ini bertujuan untuk menganalisa peranan saksi dalam proses pembuatan Akta Jual Beli Tanah oleh PPAT dan akibat hukum terhadap Akta Jual Beli Tanah yang tidak dibacakan kepada para pihak dengan dihadiri oleh saksi berdasarkan putusan Nomor 16/Pdt.G/2015/PN.Krg. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Berdasarkan penelitian, saksi memiliki peranan untuk memberikan kesaksian mengenai perbuatan hukum jual beli yang dilakukan oleh para pihak benar terjadi dan sesuai dengan kehendak para pihak serta keberadaannya untuk memenuhi syarat kautentikan akta yang dibuat oleh PPAT. Akibat hukum terhadap Akta Jual Beli Tanah yang tidak dibacakan kepada para pihak dan penandatanganannya tidak dihadiri oleh saksi menyebabkan akta yang dibuat oleh PPAT terdegradasi kekuatan pembuktiannya menjadi akta dibawah tangan. Terhadap keadaan ini PPAT dapat dikenakan sanksi administratif yaitu pemberhentian dengan tidak hormat dari jabatannya karena tidak melaksanakan kewajibannya dan apabila ada pihak yang dirugikan oleh PPAT  maka PPAT bertanggungjawab secara pribadi atas pelaksanaan tugas jabatannya dan bagi pihak yang dirugikan dapat meminta pertanggungjawaban secara perdata.
Land Deed Official (PPAT)s deed is an authentic proof concerning legal action by the parties related to conveyance of land, one of them through purchase and sale, for registration transfer of right. In the decision No. 16/Pdt.G /2015/PN.Krg, The making of Purcase Land Deed was found not in accordance with the procedure where PPAT did not carry out his/her obligations, namely reading or explaining the contents of the deed to the parties and ignoring the existence of witnesses in process of reading and signing the deed. This writing aims to analyze the role of witness in the process of making Purchase Land Deed by PPAT and legal consequences of the Purchase Land Deed which is not read out to the parties and the signature not attendance by witness based on the decision No. 16/Pdt.G/2015/ PN.Krg. The research method used juridical normative. Based on research, the witness have role to give evidence about legal act of sale and purchase which is conducted by the parties true happened and in accordance with the wishes of the parties and also the existence of witness to fulfill the authenticity of the deed made by PPAT. Legal consequences of the Purchase Land Deed which not read out to the parties and their signing not attended by the witness caused the deed that was made by PPAT degraded in term of its evidencing power to become a private deed. Against this situation, PPAT may have subject to administrative sanctions such as terminated dishonorably from his position for not performing his obligations and if any parties has been harmed, PPAT shall be personally responsible for the performance of his/her duties and for the injured party may request civil liability.

Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52224
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggarini Pawestri
Abstrak :
Menerima limpahan pekerjaan dari sesama rekan PPAT yang berbeda wilayah kerja berdasarkan rasa percaya, yang selama ini dalam perakteknya memang sering dilakukan oleh para PPAT. Namun rasa percaya terhadap rekan sesama PPAT tidak dapat dijadikan sebagai dasar dalam pembuatan akta dengan mengesampingkan prosedur-prosedur dalam pembuatan akta. Ada dua masalah yang diangkat dalam tesis ini yaitu: tanggung jawab PPAT yang melakukan pembuatan akta APHB di luar wilayah jabatannya; dan akibat hukum pembuatan akta APHB yang ditanda tangani diluar wilayah jabatannya dihadapan PPAT lain. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu yuridis-normatif, yaitu suatu penelitian yang menggunakan cara untuk mendapatkan data dari bahan-bahan kepustakaan terutama yang berhubungan mengenai masalah hukum seperti peraturan-peraturan tertulis atau hukum positif serta bahan-bahan hukum lain yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini. Menurut sifatnya penelitian ini merupakan tipe penelitian deskriptif-analitis serta menggunakan jenis data sekunder berupa bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder. Hasil Penelitian ini menyimpulkan bahwa terhadap akta APHB yang dibuat oleh PPAT diluar wilyah jabatannya yang ditanda tangani di hadapan PPAT lain tanpa dihadiri para pihak, saksi ataupun di bacakan oleh PPAT membuat tidak terpenuhinya prosedur dan tata cara pembuatan akta, sehingga mengakibatkan akta tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum. Dan terhadap kepemilikannya kembali menjadi harta bersama dan perbuatan hukumnya dianggap tidak pernah dilakukan. Terhadap perbuatan PPAT tersebut dapat diminta pertanggungjawabannya baik secara administratif, perdata maupun pidana.
Receiving the work allocation from a fellow notary public/Land Deed Official having a different authority region based on trust in practice has so far been quite ubiquitous among Land Deed Officials. Nevertheless, the trust among the fellow notary publics/Land Deed Officials are not supposed to be the basis in making deeds not taking into accounts the procedures in making deeds. Two problems were raised in this thesis, namely: Land Deed Officials responsibilities making Deedsof Shared Assets outside their authority region; and legal consequences of the making of Deedsof Shared Assets signed outside their authority region before another Land Deed Official. The method used in this research was juridical-normative, which is a research which uses a way to obtain data from literature material mainly related to legal problems such as written regulations or positive law and other law materials related to the problem of this research. The type of this research was descriptive-analytical research type using secondary data, which were primary law materials and secondary law materials. The result of this research concluded that Deedsof Shared Assets made by a Land Deed Official outside the authority region signed before and attested by another Land Deed Official without the presence of witnesses or without being read by the Land Deed Official did not fulfil the procedure of making deeds, resulting in the deeds being regarded as null and void, and the ownership would be regarded as shared assets and the legal action would be regarded as having never happened. The respective Land Deed Officialcould be held responsible, be it administratively, based on civil law or criminal law.
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T54276
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aprilia Fransiska
Abstrak :
ABSTRAK
Akta Jual Beli yang dibuat oleh PPAT di luar kantor PPAT dinyatakan batal demi hukum oleh Putusan Pengadilan. Dalam kenyataannya, perkembangan kehidupan masyarakat modern untuk semua sektor kehidupan dilakukan berdasarkan kesepakatan demi keefektifan dan efisiensi kerja. Hal ini menimbulkan permasalahan bagaimana implikasi hukum terhadap akta PPAT yang dibuat di luar kantor PPAT, apakah telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan bagaimana perlindungan hukum terhadap PPAT. Dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif dan tipe penelitian evaluatif. Dasar hukum yang dijadikan pedoman teknis dalam pelaksanaan tugas PPAT adalah Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1998 tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah serta peraturan pelaksanaannya. Wilayah kewenangan PPAT dalam membuat akta mengenai hak atas tanah terletak di dalam daerah kerjanya yaitu satu wilayah kerja kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya. PPAT dalam melakukan pembuatan akta harus melakukannya di kantor PPAT yang penandatanganannya dimungkinkan untuk dilakukan di luar kantor PPAT apabila salah satu pihak tidak dapat hadir di kantor PPAT tetapi harus dengan alasan yang sah sepanjang dengan kesepakatan para pihak. Bagi setiap PPAT berlaku pula Kode Etik PPAT dan Sumpah Jabatan PPAT yang mengatur mengenai larangan dan kewajiban PPAT. PPAT hanya memperoleh kesempatan untuk mengajukan pembelaan diri sebelum ditetapkannya keputusan pemberhentian sebagai PPAT.
ABSTRACT
Deed of Sale and Purchase is made by PPAT at Out of PPAT’s Office, that declared null and void by a court decision. Top of Form In fact, the development of modern society for all sectors of life based on the agreement for the sake of effectiveness and efficiency. This raises the question of how the legal implications of the PPAT’s deed made out of the PPAT’s Office, whether in accordance with the legislation in force, and how the law protection of the PPAT. By using the method of research literature and the normative juridical type of evaluative research. The basic of laws that made technical guidance in the discharge of PPAT is Government Regulation Number 24 of 1997 on Land Registration and Government Regulation No. 37 of 1998 on PPAT and the accomplishment regulations. PPAT jurisdiction in making the deed of land located in the area of ​​the Land’s office the Regency / Municipality. PPAT have to make the deed must be done in the PPAT’s office but possible to do at out of the PPAT’s office if one of the party can not present at the PPAT’s office however it must be a legitimate reason as far as have an agreement of the parties. For every PPAT act about the PPAT’s Code of Conduct and PPAT’s Oath of profession that regulates of the prohibition and obligation. PPAT only get the chance to apply for self-defense before the termination decision as PPAT.
2013
T32711
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>