Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gabriela Sanjaya
"Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak yang terjadi sebagai akibat dari buruknya asupan makan anak, kejadian infeksi yang berulang, dan tidak adekuatnya stimulasi psikosoial. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor dominan yang berhubungan dengan kejadian stunting pada anak usia 6-23 bulan di Jakarta Barat tahun 2017. Penelitian dilakukan dengan desain cross sectional, menggunakan data primer dengan jumlah sampel sebanyak 210 anak yang diambil dengan teknik multistage random sampling dari 12 Posyandu pada 6 kelurahan dari 3 kecamatan di Jakarta Barat. Pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan pengukuran panjang badan anak dan melakukan wawancara dengan responden.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa sebanyak 16,2 anak usia 6-23 bulan di Jakarta Barat mengalami stunting. Hasil analisis bivariat dengan uji chi-square menemukan bahwa faktor-faktor yang berhubungan secara bermakna dengan kejadian stunting pada anak usia 6-23 bulan di Jakarta Barat adalah suplementasi vitamin A OR=3,62; 90 CI 1,144-8,939 dan tingkat pendidikan ibu OR=2,40; 90 CI 1,167-4,885. Hasil analisis multivariat dengan analisis regresi logistik ganda menemukan bahwa suplementasi vitamin A merupakan faktor dominan dari kejadian stunting pada anak usia 6-23 bulan di Jakarta Barat tahun 2017 setelah dikontrol oleh variabel capaian MAD, praktik pemberian kolostrum, dan tingkat pendidikan ibu OR=4,00; 90 CI 1,402-11,436.
Berdasarkan hasil penelitian, saran untuk pihak Suku Dinas Kota Administrasi Jakarta Barat adalah perlu dilakukan assessment untuk mengetahui mengapa anak yang masih berusia kurang dari 6 bulan sudah diberikan susu formula, cakupan mendapatkan suplementasi vitamin A harus ditingkatkan hingga mencapai 100, perlu dilakukan penyediaan alat antropometri panjang badan yang baku untuk setiap Puskesmas dan Posyandu, dan perlu dilakukan pelatihan mengenai prosedur yang baik dan benar dalam mengukur panjang badan anak; saran untuk pihak Puskesmas dan Posyandu adalah perlu dilakukan pemantauan status gizi berdasarkan indeks PB/U setiap 3 bulan sekali, perlu dilakukan pelatihan prosedur panjang badan kepada kader, perlu dilakukan edukasi kepada masyarakat mengenai praktik pemberian makan yang tepat dan pemanfaatan pelayanan kesehatan bagi anak; saran untuk peneliti lain adalah penelitian perlu dilakukan pada skala yang lebih besar baik dari sisi jumlah sampel maupun wilayah, penggunaan variabel capaian minimum dietary diversity, minimum meal frequency, dan minimum acceptable diet sebaiknya digunakan secara berhati-hati dan pengukurannya dilakukan 2-3 kali pada hari yang berbeda, serta perlu dilakukan 24-hour dietary recall untuk mengetahui keadekuatan asupan makan anak.

Stunting is the impaired growth and development that children experience as the result of poor nutrition, repeated infection, and inadequate psychosocial stimulation. The objective of this research is to determine the dominant factor related with stunting occurrence among children aged 6 23 months in West Jakarta Region in 2017. This research was descriptive study with cross sectional design that using primary data and included 210 children taken with a multistage random sampling technique from 12 Posyandu on 6 administrative villages of 3 sub districts of West Jakarta region. Data collection was done by measuring children's length and conduct interviews with respondents.
The result showed prevalence of stunting was 16,2. The Chi Square analysis showes that vitamin A supplementation OR 3,62 90 CI 1,144 8,939 and mother's education level have a significant association with stunting OR 2,40 90 CI 1,167 4,885. Furthermore, binomial logistic regression shows that vitamin A supplementation as a dominant factor of stunting occurrence among children aged 6 23 months in West Jakarta Region in 2017 after controlled by other variables minimum acceptable diet, colostrum feeding, and mother's education OR 4,00 90 CI 1,402 11,436.
Based on this research, the recommendations for Suku Dinas Kesehatan in West Jakarta region are to conduct an assessment on why children aged less than 6 months already given the formula milk, to increase the scope of vitamin A supplementation up to 100, to provide a golden standard anthropometric measurements for each Puskesmas and Posyandu, and to train Puskesmas workers on how to measure children's length with proper dan right procedure second, the suggestions for Puskesmas and Posyandu in West Jakarta are to monitor children's nutrition status based on indices height for age every 3 months, to train Posyandu workers about how to measure children's length with proper dan right procedure, and to educate the community about appropriate feeding practice and child health care finally, the advice for researchers are research needs to be done on a larger scale both in the number of samples and research location, the use of minimum dietary diversity, minimum meal frequency, and minimum acceptable diet as independent variables should be used in a careful way and the measurement of these variables need to be done 2 3 times on the different days in addition, 24 hour dietary recall method need to be done to assess children's dietary intake adequacy.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S68266
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Milannisa Widia Alam
"Buruknya pemberian MP-ASI dalam hal kuantitas dan kualitas berdampak buruk pada kesehatan dan pertumbuhan anak-anak dan meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada anak usia 6-23 bulan yang tidak sesuai tidak mencapai keragaman diet minimum (MDD), frekuensi makanan minimum (MMF), dan diet minimum yang dapat diterima (MAD). Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain studi cross sectional yang bertujuan untuk menentukan faktor-faktor penentu yang terkait dengan pencapaian diet minimum yang dapat diterima untuk anak-anak berusia 6-23 tahun di Jakarta Pusat pada tahun 2019. Penelitian ini menghasilkan data primer dengan jumlah sampel 260 anak. diperlukan menggunakan teknik multistage random sampling dari 13 posyandu di 6 kelurahan dari 3 kecamatan di Jakarta Pusat. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara dengan responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pencapaian diet minimum yang dapat diterima pada anak usia 6-23 bulan di Jakarta Pusat adalah sebesar 38,1%. Dalam hasil analisis bivariat menggunakan uji chi-square ditemukan bahwa hanya satu faktor yang terkait dengan pencapaian MAD, yaitu sikap ibu tentang praktik pemberian MP-ASI (OR = 1.912; 90% CI 1.142-3.292 ). Hasil analisis multivariat menggunakan analisis regresi logistik ganda juga menemukan sikap ibu tentang praktik pemberian MP-ASI yang merupakan faktor penentu pencapaian MAD pada anak usia 6-23 bulan di Jakarta Pusat pada tahun 2019 setelah dikendalikan oleh variabel pengetahuan ibu. tentang praktik pemberian MP-ASI, perawatan antenatal, paparan ibu ke media, tingkat pendidikan ibu, tingkat pendapatan keluarga, dan ukuran keluarga. Saran untuk Sudinkes Jakarta Pusat untuk menemukan alat adalah dengan kebijakan yang disetujui dan program yang disetujui oleh MP-ASI sedini mungkin, serta menyediakan fasilitas pendidikan bagi ibu untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap mereka terkait dengan praktik pemberian MP -ASI. Saran untuk peneliti lain adalah bahwa penelitian perlu dilakukan pada skala yang lebih besar, dan penelitian lebih lanjut perlu dilakukan dengan validasi potongan MDD, MMF dan MAD dan berapa banyak makanan yang dapat dikategorikan terpenuhi dan dibantu dalam penarikan makanan setidaknya 2 kali dapat dibandingkan dengan asupan makanan anak-anak dengan AKG anak untuk tercermin dalam pola praktik MP-ASI.

Giving a poor provision of MP-ASI in terms of quantity and quality has a bad effect on the health and growth of children and increases the risk of morbidity and mortality. Breastfeeding complementary foods (MP-ASI) in children aged 6-23 months that are not appropriate do not achieve minimum dietary diversity (MDD), minimum food frequency (MMF), and minimum acceptable diet (MAD). This study was conducted using a cross sectional study design that aims to determine the determinants associated with the minimum acceptable dietary attainment for children aged 6-23 years in Central Jakarta in 2019. This study produced primary data with a total sample of 260 children. required using multistage random sampling techniques from 13 posyandu in 6 kelurahan from 3 sub-districts in Central Jakarta. Data collection is done by conducting interviews with respondents. The results showed that the minimum acceptable dietary achievements in children aged 6-23 months in Central Jakarta amounted to 38.1%. In the results of bivariate analysis using the chi-square test it was found that only one factor was related to the achievement of MAD, namely the mother's attitude about the practice of giving MP-ASI (OR = 1,912; 90% CI 1,142-3,292). The results of multivariate analysis using multiple logistic regression analysis also found maternal attitudes about the practice of giving MP-ASI which were the deciding factors of MAD achievement in children aged 6-23 months in Central Jakarta in 2019 after being controlled by the mother's knowledge variable about the practice of giving MP-ASI, antenatal care, maternal exposure to the media, mother's education level, family income level, and family size. Suggestions for Central Jakarta Sudinkes to find the tools are with policies that are approved and programs that are approved by MP-ASI as early as possible, as well as providing educational facilities for mothers to improve their knowledge and attitudes related to the practice of giving MP-ASI. Suggestions for other researchers are that research is needed to be carried out on a larger scale, and further research needs to be done with validation of MDD, MMF and MAD cut-offs and how many foods that can be categorized are fulfilled and assisted in withdrawing food at least 2 times can be compared to food intake children to the child's RDA to be reflected in the MP-ASI practice patterns."
2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silviani J. Prissa
"Stunting juga dikenal sebagai "pendek", adalah kondisi gagal tumbuh pada anak berusia di bawah 5 tahun akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang terutama pada periode 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu dari janin hingga anak berusia 23 bulan. Berdasarkan hasil SSGI tahun 2022, Provinsi Sulawesi Tengah menduduki peringkat ke 6 dengan prevalensi stunting mencapai 28,2%, turun 1,5% dari tahun 2021 yaitu 29,7% (peringkat 8). Namun, angka ini masih lebih tinggi dari rata–rata nasional sebesar 21,6 persen. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional yang faktor determinan stunting pada anak usia 6–23 bulan di Provinsi Sulawesi Tengah. Variabel independen dalam penelitian ini meliputi faktor anak, faktor ibu dan faktor rumah tangga. Analisis data menggunakan uji kai kuadrat dan regresi logistik berganda model determinan. Hasil penelitian menunjukkan, faktor anak (jenis kelamin, berat badan lahir, ISPA dan riwayat imunisasi), faktor ibu (pendidikan ibu), faktor rumah tangga (ketahanan pangan rumah tangga, sanitasi jamban, jumlah balita dalam keluarga) berhubungan dengan kejadian stunting pada anak usia 6–23 bulan. Faktor dominan yang berhubungan dengan kejadian stunting pada anak usia 6–23 bulan adalah BBLR (OR: 2,306) setelah dikontrol oleh variabel jenis kelamin, ISPA, riwayat imunisasi, pendidikan ibu, sanitasi jamban, dan jumlah balita dalam keluarga.

Stunting, also known as “shortness”, is a condition of failure to thrive in children under 5 years of age due to chronic malnutrition and recurrent infections especially in the period of the First 1,000 Days of Life (HPK), which is from the fetus until the child is 23 months old. Based on the results of the SSGI in 2022, Central Sulawesi Province is ranked 6th with a stunting prevalence of 28.2%, down 1.5% from 2021 which was 29.7% (rank 8). However, this figure is still higher than the national average of 21.6 percent. This study is a quantitative study with a cross-sectional design that determines stunting in children aged 6–23 months in Central Sulawesi Province. Independent variables in this study include child factors, maternal factors and household factors. Data analysis used the chi-square test and multiple logistic regression of the determinant model. The results showed that child factors (gender, birth weight, ARI and immunization history), maternal factors (mother's education), household factors (household food security, latrine sanitation, number of toddlers in the family) were associated with the incidence of stunting in children aged 6–23 months. The dominant factor associated with the incidence of stunting in children aged 6–23 months is LBW (OR: 2.306) after being controlled by variables of gender, ARI, immunization history, maternal education, latrine sanitation, and number of toddlers in the family."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jill Ayu Dewanti
"ABSTRAK
Tujuan dari studi potong lintang dengan sampel 241 anak usia 6-23 bulan ini adalah menilai kesepakatan antara diet minimum yang dapat diterima dan kecukupan zat gizi. Purposive sampling dilakukan di Puskesmas Aren Jaya dan Jati Bening. Kemudian, pengambilan sampel secara acak dilakukan untuk menganalisa kesepakatan. Hasil menunjukkan bahwa lebih dari setengah dari populasi telah diperkenalkan makanan padat, semi-padat atau makanan lembut, tetap diberikan ASI setelah 1 tahun (78,5%), mengkonsumsi makanan yang kaya zat besi/yang diperkaya zat besi ( 63,4%), mengkonsumsi beranekaragam makanan (66,6%) dan memenuhi frekuensi makan (98,4%). Namun, hanya 47,7% dari anak-anak tersebut memenuhi diet minimum yang dapat diterima. Masih terdapat banyak anak yang tidak memenuhi asupan zat besi, kalsium dan seng. Sementara itu di tingkat populasi, masih banyak anak yang tidak memenuhi EAR untuk mikronutrien kecuali vitamin A. Hal ini diduga bahwa jumlah zat besi, kalsium dan seng yang dikonsumsi pada anak-anak tersebut tidak memenuhi rekomendasi. Kesepakatan dengan level moderat (Se 0.7) didapat dari diet minimum yang dapat diterima dalam memperkirakan ketidakcukupan energi, protein dan asupan lemak pada anak-anak usia 18-23 bulan dengan PPV ≥ 0.8. Penelitian ini mengkonfirmasi bahwa metode diet minimum yang dapat diterima dalam memperkirakan ketidakcukupan asupan energi, protein dan lemak pada anak-anak berusia 18-23 bulan dapat diterapkan di level individu dan populasi.

ABSTRAK
The objective of this cross sectional study with an eligible sample around 241 children aged 6-23 months was to assess the agreement between minimum acceptable diet and the adequacy of macro and selected micronutrients. Purposive sampling was done in Aren Jaya and Jati Bening Primary Health Care. Meanwhile, simple random sampling was conducted to obtain the eligible sample to analyze the agreement. Over than a half of the respective population was introduced by solid, semi-solid or soft food, continued breastfed after 1 year (78.5%), consumed iron rich or iron fortified food (63.4%), met the minimum dietary diversity (66.6%) and met the minimum meals frequency (98.4%). However, only 47.7% of children met the minimum acceptable diet. More than a half of children with in adequate intake of iron, calcium and zinc while as well as in the population level, the proportion below EAR was high for micronutrients except vitamin A. It was presumed that the quantity intake of iron, calcium and zinc among children was inappropriate. Moderate agreement (Se 0.7) was found in the minimum acceptable diet in estimating energy, protein and fat intake inadequacy among 18-23 months of age both breastfed and non-breastfed children with PPV ≥ 0.8. This study confirmed that the minimum acceptable diet could be an alternative method in estimating energy, protein and fat intake inadequacy among 18-23 months of age in both individual and population setting"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitra Sistia
"ABSTRAK
Praktik pemberian makan bayi dan anak (PMBA) yang tidak tepat yang dikombinasikan dengan penyebab lain, seperti infeksi dan kekurangan makanan berdampak pada sepertiga masalah malnutrisi. Indikator PMBA yang berupa minimum diet diversity (MDD), minimum meal frequency (MMF), dan minimum acceptable diet (MAD) lebih terkait dengan pemberian makanan pendamping ASI yang memadai. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain studi cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui gambaran dan faktor-faktor yang berhubungan dengan capaian minimum acceptable diet (MAD) pada anak usia 6-23 Bulan di Indonesia berdasarkan analisis data SDKI 2017. Hasil penelitian ini didapatkan dari data skunder SDKI 2017 dengan jumlah sampel sebanyak 1592 responden yang diambil menggunakan teknik simple random sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa capaian minimum acceptable diet pada anak usia 6-23 bulan di Indonesia sebesar 32,8%. Pada hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji chi-square ditemukan bahwa terdapat faktor-faktor yang berhubungan dengan capaian MAD yaitu usia anak, pendidikan ibu, pendidikan ayah, kuintil kekayaan, kunjungan ANC, kunjungan PNC, tempat persalinan, dan keterpaparan media massa. Hasil analisis multivariat dengan menggunakan analisis regresi logistik ganda menemukan juga usia anak menjadi faktor dominan dari capaian MAD pada anak usia 6-23 bulan di Indonesia setelah dikontrol oleh variabel status ibu bekerja, pendidikan ibu, pendidikan ayah, kunjungan ANC dan tempat persalinan. Saran bagi Kementerian Kesehatan beserta jajarannya adalah dengan meningkatkan upaya konseling untuk ibu mengenai pentingnya praktik pemberian makan bayi dan anak yang lebih menyasar pada anak yang belum MP-ASI dan baru memulai MP-ASI. Saran untuk peneliti lain adalah penelitian perlu dilanjutkan dengan metode kuantitatif agar dapat menggali informasi yang lebih dalam terkait penyebab tercapaianya MAD maupun tidak tercapainya MAD.

ABSTRACT
Inappropriate infant and young child feeding practices combined with other causes, such as infection and lack of food, make up a third of malnutrition problems. IYCF indicators in the form of minimum diet diversity (MDD), minimum meal frequency (MMF), and minimum acceptable diet (MAD) are more related to the provision of adequate complementary feeding. This study was conducted using a cross sectional study design that aims to find out the description and the factors associated with achieving a minimum acceptable diet (MAD) in children aged 6-23 months in Indonesia based on analysis of the 2017 IDHS data. The results of this study were obtained from the 2017 IDHS secondary data with 1592 respondents were taken using simple random sampling technique. The results showed that the minimum acceptable diet achievement in children aged 6-23 months in Indonesia was 32.8%. In the results of bivariate analysis using the chi-square test it was found that there were factors related to MAD achievements, namely age of the child, mothers education, fathers education, wealth quintile, ANC visit, PNC visit, place of delivery, and mass media exposure. The results of multivariate analysis using multiple logistic regression analysis found that child age was the dominant factor of MAD achievement in children aged 6-23 months in Indonesia after being controlled by variables of working mother status, mothers education, father's education, ANC visit and place of delivery. Suggestions for the Ministry of Health and its staff are to increase counseling efforts for mothers regarding the importance of infant and child feeding practices that are more targeted at children who are not yet complementary feeding and have only started complementary feeding. Suggestions for other researchers is that research needs to proceed with quantitative methods in order to dig deeper information related to the causes of achieving MAD or not achieving MAD."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Willy Wildan Saputra
"Stunting adalah masalah gizi kurang yang terjadi selama periode 1000 Hari Pertama Kehidupan HPK namun memiliki dampak kepada penurunan kualitas hidup seseorang kedepannya. Penelitian ini bertujuan untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian stunting pada anak usia 6-23 bulan di Jakarta Selatan tahun 2017. Penelitian ini menggunakan data primer dengan desain studi cross-sectional yang dilakukan selama bulan April-Juli 2017. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara kuesioner dan didapatkan sampel sebesar 221 anak dari 19 posyandu terpilih yang terdapat pada 6 wilayah puskesmas terpilih di Jakarta Selatan. Hasil penelitian menunjukan prevalensi stunting pada anak usia 6-23 bulan di Jakarta Selatan sebesar 13,1.
Hasil analisis bivariat mendapat terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat penyakit infeksi OR=2,249, suplementasi vitamin A OR=5,304, tingkat pendidikan ibu OR=2,446, tingkat pendapatan keluarga OR=2,298, jumlah anggota keluarga OR=2,649, dan urutan kelahiran anak OR=3,125. Selain itu, hasil analisis regresi menemukan bahwa suplementasi vitamin A pada 6 bulan terakhir OR=5,744 merupakan faktor dominan kejadian stunting pada anak usia 6-23 bulan di Jakarta Selatan tahun 2017 setelah di kontrol variabel minimum meal frequency, riwayat penyakit infeksi, tingkat pendidikan ibu, tingkat pendapatan keluarga, dan urutan kelahiran anak. Peneliti menyarankan pemerintah untuk meningkatkan cakupan imunisasi dan suplementasi vitamin A serta mengedukasi orang tua mengenai praktik pemberian ASI dan MP-ASI yang benar dan lebih mempromosikan mengenai program keluarga berencana.

Stunting is a malnutrition that occurs during the first 1000 days periode but has an impact to the decline in the quality of human life in the future. This research was aimed to analyze the risk factors of Stunting in children aged 6 ndash 23 months in South Jakarta in 2017. This research used primary data with cross sectional study design conducted during April July 2017. Data were analyzed by chi square test and logistic binary regression. Data collection was done through the Questionnaire interview and obtained a sample of 221 children from 19 selected posyandu in 6 regions selected health centers in South Jakarta.
The results showed the prevalence of stunting in children aged 6 23 months in South Jakarta is 13.1. The study found that the risk factors for stunting in children aged 6 ndash 23 months in South Jakarta is infectious disease OR 2,249, vitamin A supplementation OR 5,304, mother rsquo s education OR 2,446, family income OR 2,298, family size OR 2,649, and birth order OR 3,125. In addition, the results of regression analysis found that vitamin A supplementation in the last 6 months OR 5,744 was the dominant factor of the incidence of stunting in children aged 6 23 months in South Jakarta in 2017 after being controlled with minimum meal frequency, infectious disease, mother education, family income, and the order of child birth. Researchers recommend the government to increase coverage of immunization and vitamin A supplementation and to educate parents about breastfeeding practices and proper weaning food and also to promote more about family planning programs.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S68625
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafa Rizqitha Utami
"Stunting masih menjadi salah satu masalah gizi balita yang diperhatikan di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan wilayah Jakarta Utara dan Jakarta Pusat yang berada di peringkat kedua dan ketiga tertinggi di DKI Jakarta. Penyakit infeksi yang berulang pada baduta merupakan salah satu faktor determinan stunting. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kejadian sakit pada anak usia 6 – 23 bulan di Jakarta Utara dan Jakarta Pusat di masa pandemi COVID-19. Penelitian deskriptif ini dilakukan pada 246 responden dengan pengambilan data secara langsung yang dipilih melalui teknik consecutive sampling dan multiple stage cluster random sampling. Kuesioner penelitian mencakup data karakteristik anak, karakteristik ibu, dan riwayat kejadian sakit anak. Hasil penelitian yang dianalisis dengan uji univariat menunjukkan bahwa kejadian penyakit infeksi terbanyak adalah ISPA (64,2%) dengan mayoritas status gizi yang normal. Oleh karena itu, masih diperlukan intervensi yang bertujuan untuk mencegah kejadian sakit infeksi berulang pada baduta sekaligus mencegah terjadinya stunting di Indonesia.

Stunting is still one of the major nutritional problems of under-five-years children that is considered in Indonesia. This is indicated by the areas of North Jakarta and Central Jakarta which are ranked second and third highest in DKI Jakarta. Recurrent infectious diseases in under-two-years children are one of the determinants of stunting. This study aims to describe the incidence of illness in children aged 6 – 23 months in North Jakarta and Central Jakarta during the COVID-19 pandemic. This descriptive study was conducted on 246 respondents with direct data collection selected through consecutive sampling and multiple stage cluster random sampling. The research questionnaire included data on the characteristics of the child, the mother’s characteristics, and the history of the child's illness. The results of this study which were analyzed by univariate test showed that the highest incidence of infectious diseases was ARI (64.2%) with majority normal nutritional status. Therefore, interventions are still needed that aim to prevent the incidence of recurrent infections in children under two as well as prevent stunting in Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library