Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 22 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Samsu Hendra Siwi
"Manusia, kegiatan dan wadah merupakan tiga hal penting dalam bahasan arsitektur. Setiap kegiatan manusia membutuhkan ruang. Setiap saat manusia tidak hanya aktif di dalam ruang, merasakan ruang, berada dalam ruang dan berpikir tentang ruang tetapi manusia juga menciptakan ruang untuk menstrukturkan ekspresi dunianya ke dalam bentuk nyata. Ruang sebagai eksistensi, memberikan pemahaman antara hubungan kepentingan manusia dengan lingkungannya.
Ruang menjadi bahasan arsitektur yang sebelumnya sudah menjadi bahasan filsafat dan psikologi. Dalam perkembangannya, ruang dipahami secara subjektivis maupun secara objektivis baik secara epistemologi maupun ontologi. Pada subjektivisme, eksistensi ruang mengacu pada pikiran yang bukan dari sumber-sumber objektif. Kesadaran akan ruang tidak mengacu pada objek di luar. Sedangkan persepsi ruang dibentuk oleh pengalaman-pengalaman individual penahu. Manusia mengetahui adanya ruang disebabkan oleh idea. Ruang merupakan forma intuisi kita sendiri. Ruang bukan sesuatu bentuk phenomena indera luar, tetapi merupakan kondisi subjek pada perasaan yang merupakan intuisi eksternal yang independen.
Pada objektivisme, pengetahuan bersumber pada:
a-posteori pengalaman. Paham ini menekankan bahwa satu-satunya pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang diasalkan dari dan atau dikonfirmasikan oleh pengetahuan inderawi. Ruang sebagai kajian pengetahuan diartikan sebagai objek di luar subjek. Ruang sebagai objek material merupakan wadah fisik yang dapat diamati oleh indera manusia sehingga harus terukur, menempati suatu posisi, mempunyai bentuk dan berada. Ruang tidak bergantung pada persepsi manusia (subjek) walaupun persepsi kita terhadap ruang akan membawa kesadaran kita. Ruang dalam pandangan objektivis ini menjadikan arsitektur dipandang sebagai seni visual yang mementingkan indera penglihatan.
Paham subjektivis dan objektivis mengandung kelemahan-kelemahan. Pemahaman ruang arsitektur secara subjektivis menerjemahkan keberadaan ruang bahwa ruang berada di benak subjek. Pada kenyataannya ruang arsitektur merupakan ruang materiil yang merupakan perwujudan dari ide ruang yang immateriil. Ide ruang direalisasikan menjadi ruang fisik tidak akan sama persis, sehingga antara ide dan realitas tidaklah sama persis, walaupun ada usaha untuk menyamakannya. Dalam arsitektur, ide/ pikiran ruang dapat bersumber dari proses kreatif yang berupa intuisi maupun dari pengalaman inderawi. Hal inilah sebagai kritik terhadap teori pengetahuan yang subjektivis maupun yang objektivis. Pada objektivisme selain tersebut di atas, juga mengandung kelemahan. Bila objektivis memandang hal yang tampak saja, arsitektur bukan hanya permasalahan yang tampak saja akan tetapi juga yang tidak tampak, seperti harapan, keinginan-keinginan, fantasi, obsesi dan sebagainya.
Hal yang tampak maupun yang tidak tampak merupakan phenomena yang harus dapat ditangkap yang kemudian direduksi sehingga akan mendapatkan yang esensi. Seluruh dimensi manusia (manusianya sendiri, kegiatan dan lingkungannya) menjadi phenomena dalam fenomenologi. Fenomenologi dipakai sebagai pendekatan untuk menjawab kelemahan-kelemahan dari subjektivisme dan objektivisme. Dengan Fenomenologi ruang akan lebih kaya makna dan dapat terungkap secara lebih lengkap. Fenomenologi merupakan metoda untuk menangkap semua phenomena yang ada, akan tetapi untuk mengungkapkan phenomena yang tak tampak yang berupa ketidaksadaran pada subjek manusia diperlukan suatu pendekatan psikologi yaitu Psikoanalisis."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
T7027
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firman Setia Herwanto
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
S47897
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fauziah Prikasih Farasara
"Dalam kehidupan sehari-hari kita tak lepas dari tampilan tempat yang memiliki susunan objek dan hirarki. Masing-masing tampilan tersebut berperan penting dalam mempermainkan emosi manusia, perasaan yang selalu berubah setiap berada di suatu tempat yang berbeda dari sebelumnya. Tempat yang memiliki jiwa, membuatnya berkesan hidup dan memberi semangat!
Dengan mengenali apa yang membentuk tempat dan bagaimana manusia mengenali tempatnya, serta mengalami sendiri proses pengenalan tempat, dapatlah diketahui faktor apa saja yang mendukung jiwa suatu tempat dapat timbul."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
S48479
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afro Nusaibah
"Skripsi ini mengungkapkan afeksi apa saja yang muncul pada saat kegiatan menunggu di bandara. Afeksi dipengaruhi oleh emosi, yang berasal dari dalam diri manusia dan atmosfer, ruang yang melingkupi manusia itu sendiri. Penelitian dilakukan dengan menganalisis aktivitas dan gesture pada saat duduk menunggu dengan melihat kesesuaian desain yang ada berdasarkan hasil observasi dan wawancara. Apabila desain yang ada telah tepat guna maka akan menghasilkan kenyamanan, bentuk afeksi positif dari orang-orang yang menunggu. Hasil Penelitian akan memperlihatkan desain ruang tunggu yang ada telah tepat guna atau tidak. Selain itu dari hasil ini juga dapat menjadi rekomendasi untuk mempertimbangkan kegiatan menunggu dalam menentukan desain ruang transit yang menciptakan afeksi positif.

This thesis points out affections that appear during waiting activity in an airport. Affection is affected by emotions that come from within a man and space quality covering the man himself. The study was conducted by analyzing activities and gestures that appear during waiting while sitting down and finding conformity of the existing design based on observation and interview result. If the existing design were already efficient, then it would generate comfortability a form of positive affection from the people waiting. Research outcome would show whether the waiting area design were already efficient. Moreover, the outcome of this study could become a recommendation to consider waiting activity in determining transit room design that create positive affections.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S68161
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faradillah Ekaputri Agusman
"Bagi sebagian manusia yang sedang mengalami ruang sempit, elemen-elemen ruang berpotensi memberikan efek pada otak untuk dipersepsikan sebagai ancaman yang mengarah pada perasaan terperangkap. Perasaan terperangkap berpotensi menciptakan respons biologis seperti panik, berkeringat, jantung berdebar lebih cepat, hingga menuju pada tindakan "fight, flight, or freeze". Manusia berinteraksi dengan ruang sekitar dan mendeteksi ancaman-ancaman yang berada di sekitar tubuhnya melalui ruang peripersonal. Menentukan respons yang sesuai dengan ancaman dapat dibantu oleh interposition. Interposition berperan sebagai mekanisme dalam melihat jarak ancaman pada ruang peripersonal. Sebagai studi kasus penulis mengambil dua subjek yang memiliki karakteristik kecenderungan takut akan ruang sempit untuk mengalami sebuah lorong di pasar modern yang memiliki kualitas sempit. Pada akhir skripsi ini, disimpulkan bahwa melalui interposition, manusia melihat ancamannya terlebih dahulu, kemudian mencari celah, sebelum akhirnya memperkecil atau memperbesar ruang peripersonalnya untuk merespons posisi dan jarak jauh-dekatnya potensi ancaman dengan tubuh.

For some humans who are experiencing a narrow space, spatial elements potentially have an effect on the brain to be perceived as threats that leads to the feeling of being trapped. Feelings of being trapped may create biological responses such as panic, sweating, faster heart-rate, whilst all leading to "fight, flight, or freeze" actions. Humans interact with the surrounding space and detect threats around their bodies through the peripersonal space (PPS). Determining an appropriate response to a threat can be aided by interposition. Interposition acts as a mechanism for seeing the distance of threats in the peripersonal space. As a case study, the author takes two subjects who share the characteristics of having fear of narrow spaces to experience an aisle in a modern market that has a narrow spatial quality. At the end of this essay, it concludes that through interposition, humans see the threat first, then they try to look for gaps, before finally shrinking or enlarging their peripersonal space to respond to the position and distance of potential threats from their body."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
London : Roudledge, 2003
720.19 MAD p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
New York: Princeton Architectural Press, 1997
720.110 4 ARC
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Vidler, Anthony
Cambridge, UK: MIT Press, 2000
701.8 VID w
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Vidler, Anthony
Cambridge, UK: MIT Press, 2001
701.8 VID w
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ira Maya Saputri
"Skripsi ini membahas tentang representasi kota dalam sebuah film sebagai ruang sinematis sehingga kita dapat melihat kota dengan cara yang berbeda melalui film. Sebagai ruang sinematis, kota menjadi sebuah ruang yang ada di dalam film dan digunakan sebagai latar tempat yang memiliki unsur fisik dan intrinsik. Selain itu, terdapat hubungan geografis antar unsur fisik yang ada di dalamnya dan tandatanda yang menuntun penonton merasakan pengalaman ruang secara sinematis. Dengan menggunakan dua studi kasus, yaitu film Laskar Pelangi dan Nagabonar jadi 2 maka terlihat perbedaan representasi kota yang ditampilkan. Hal tersebut disebabkan oleh perbedaan unsur fisik dan intrinsik serta kehadiran karakteristik film setelah masa orde baru yang secara langsung terkait dengan kondisi sosialekonomi saat dua film tersebut diproduksi (2007-2008).

This thesis discusses the representation of city in film as a cinematic space, so that we can see a city in a different way through the film. As cinematic space, city become a space in film and it?s used as backround which has physical and intrinsic elements. In addition, there are geographic relationships between the physical elements on it and signs which lead the spectators to feel the cinematic experience. By using two case studies, Laskar Pelangi (The Rainbow Troops) and Nagabonar jadi 2, there is a difference of representation of the city on screen. It is caused by a difference of physic and intrinsic elements and also the appearance of film?s characteristic after New Order period which directly has a relationship with socio-economic condition in Indonesia when that films are produced (2007-2008)."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S43307
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>