Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 64 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Iis Sinsin Nuryasini
Abstrak :
Osteoporosis merupakan salah satu isu penting dalam bidang kesehatan masyarakat. Jumlah penderita osteoporosis diprediksikan akan mengalami peningkatan secara tajam seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan angka harapan hidup. Dari berbagai literatur didapatkan angka prevalen osteoporosis berkisar dan 6,5-30,3%. Penderita osteoporosis sangat rentan terhadap fracture. Perempuan merupakan populasi paling berisiko (population at risk) terhadap osteoporosis. Di Indonesia, menurut data WHO tahun 1995, prosentase penduduk perempuan yang masih hidup hingga usia 60 tahun ke atas sebesar 75% sementara laki-laki hanya 16%. Program pencegahan perlu dilakukan untuk memperlambat munculnya osteoporosis. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan osteoporosis. Salah satu faktor yang diduga mempunyai efek protektif (pencegah) terhadap kejadian osteoporosis adalah penggunaan pil keluarga berencana (pil KB). Untuk perempuan Indonesia, faktor ini belum pernah diteliti. Padahal jika melihat jumlah pengguna pil KB di Indonesia, ditemukan bahwa prevalen pengguna pil KB pada semua golongan usia cukup tinggi yaitu 14,8-17,1%, dan usia yang mulai menggunakan pil KB adalah 15-19 tahun. Pil KB yang digunakan oleh perempuan Indonesia sebagian besar (77,1%) merupakan jenis pil kombinasi (combined oral contraception) dengan estrogen sebagai komponen utamanya. Dari literatur tentang hubungan estrogen dan osteoporosis ditemukan bahwa peran estrogen adalah menghambat proses resorpsi tulang baik secara langsung dan tidak langsung. Beberapa penelitian tentang hubungan riwayat penggunaan pil kontrasepsi dan osteoporosis pada wanita ras putih masih menunjukkan kontroversi. Berdasarkan hal itu, perlu diteliti hubungan antara penggunaan pil KB dengan osteoporosis primer pada perempuan Indonesia. Disain penelitian menggunakan kasus kontrol tidak berpadanan dengan jumlah 674 responden dari seluruh data catatan medis pasien di Makmal Terpadu Imunoendokrinologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia sejak Juli 1995 sampai engan Oktober 2000. Pengambilan sampel dilakukan secara acak sederhana. Kasus dan kontrol diambil dari tempat yang sama dengan jumlah 337 kasus dan 337 kontrol. Kasus didiagnosis dengan menggunakan nilai z yang dihasilkan oleh DEXA (Dual Energy X-ray Absorpliometry). Untuk mendapatkan kasus dan kontrol yang eligible untuk penelitian ini dilakukan proses eksklusi yang meliputi usia kurang dari 40 tahun, catatan medis yang tidak lengkap, penderita osteoporosis sekunder, dan penderita osteoarthritis. Selain faktor riwayat penggunaan pil KB, faktor lain yang diteliti adalah usia, indeks massa tubuh, paritas, status olah raga, status menopause, usia saat menopause, dan lama menopause. Analisis data menggunakan regresi logistik ganda dengan bantuan perangkat lunak Stata versi 6.0 for Windows. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara riwayat penggunaan pil KB dengan osteoporosis primer dan hubungan tersebut tersebut dipengaruhi oleh variabel usia dan usia saat menopause serta berbeda pada strata indeks massa tubuh. Kondisi gemuk pada seseorang yang menggunakan pil KB akan meningkatkan probabilitas terhadap osteoporosis primer secara bermakna daripada bukan pengguna pil KB; sementara kondisi berat badan lebih dan kurang pada pengguna pil KB menurunkan probabilitas terhadap osteoporosis primer. Semakin tinggi usia, usia saat menopause, dan indeks massa tubuh, probabilitas osteoporosis primer semakin rendah. Variabel paritas, status olah raga rutin dan lama menopause tidak berhubungan dengan osteoporosis primer. Diantara variabel di dalam model logistik ganda, variabel yang mempunyai probabilitas paling tinggi terhadap osteoporosis primer adalah usia saat menopause awal. Penelitian ini menggunakan data sekunder sehingga tidak dapat mengontrol sejumah variabel lain yang berpotensi sebagai variabel confounding. Berdasarkan hasil penelitian maka perlu diadakan penelitian lebih lanjut untuk memastikan efek dan pil KB dan melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan usia menopause awal dan usia menopause terlambat. Perempuan yang pemah menggunakan pil KB dan mempunyai berat badan yang gemuk pada saat ini disarankan agar menurunkan berat badan; sementara pengguna pil KB yang mempunyai berat badan lebih atau kurang pada saat ini disarankan agar mempertahankan berat badannya dalam rentang berat badan lebih atau kurang. Bukan pengguna pit KB lebih baik mempunyai berat badan yang lebih namun agar menghindari obesitas karena merupakan risiko munculnya penyakit lain. SeIain itu, perempuan pada usia menopause awal sebaiknya memeriksakan densitas mineral tulang agar dapat dilakukan pencegahan dini. ......Osteoporosis is a current issue on public health due to the increasing number of osteoporotic patients on the populous countries which has an increasing number of life expectancy. Data published by World Health Organization in 1995 showed that 75% of Indonesian women survived into eldelry age (more than 60 years old) while for Indonesian men the number was only 16%. Women tend to be more susceptible and high-risk for osteoporosis_ Osteoporosis leads to osteoporotic fracture. A public health preventive and health promotion program should be done to delay osteoporosis. Many studies has been conducted and published for identifying factors associated with osteoporosis. History of oral contraceptive use is one factor, which has a contribution for preventing osteoporosis. To date no literature has shown the effects of history of oral contraceptive use on osteoporosis among Indonesian women. Demographic Health Survey 1997 showed that the prevalence of oral contraceptive use (pills) was 14,8%-17,1% and the age whose starting to use oral contraceptive was 15-19 years. About 77,1% of oral contraceptive used by Indonesian women was classified as type of combined oral contraceptive which contains oestrogen hormone. Oestrogen will directly and indirectly affects bone remodelling. The association between history of oral contraceptive use in white women remains a controversy. The aim of this study was to determine the association between history of oral contraceptive use among Indonesian women. A case control study was conducted at The Collaborative Laboratory on Immunoendocrinology Faculty of Medicine University of Indonesia Jakarta (MITE FKUI Jakarta). Data was collected from subjects attending the clinic since July 1995 till October 2000. A simple random sampling was used to determine 337 cases and 337 controls among study population. The exclusion criteria for study sample were: age less than 40, incomplete medical records, secondary osteoporosis and osteoarthritis. Both cases and controls were diagnosed using z score of DEXA (Dual Energy X-ray Absorpiiametry) at MTIE FKUI Jakarta. Variables under study were history of oral contraceptive use, age, current body mass index, parity, current exercise, menopausal status, age at menopause, and years since of menopause. Analyzing data used Stata version 6.0 for Windows and the methods of analysis applied multiple logistic regression for unmatched data. The results showed an association between history of oral contraceptive use and primary osteoporosis after controlling age and age of menopause. The association was significantly different at body mass index level (p<0,05). An oral contraceptive user whose obesity had higher probability to primary osteoporosis than non oral contraceptive users; meanwhile overweight and small body mass index had the smaller probability to primary osteoporosis. The study also found negative association between age, age at menopause and current body mass index with primary osteoporosis (p<0,05). Parity, current exepcise and years since menopause were not statistically significant. The study also found that early age of menopause as the highest probability to primary osteoporosis. The secondary data source caused several potential confounding variables which influenced the study results were not included. Based on these results, it is very important to conduct further studies to confirm the effect of oral contraceptive use among Indonesian women and to find factors associated with early age of menopause and late age of menopause. Oral contraceptive users whose greater body mass index are recommended to decrease body mass index into a normal range; meanwhile oral contraceptive users whose small body mass index or overweight should maintain their weight. Non oral contraceptive users are better to be overweight. This study also recommends to do early detection of bone mineral density for the early age of menopausal women.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fara Vitantri Diah Candrani
Abstrak :
Massa tulang akan meningkat tajam sejak memasuki usia pubertas hingga mencapai puncaknya antara usia 20 dan 30 tahun Setelah puncak massa tulang tercapai, maka tulang woven akan berubah menjadi tulang lamelar dan tulang terus mengalami remodeling selama kehidupan untuk mempertahankan keseimbangan biokimiawi tulang . Remodeling adalah proses yang berlangsung terus menerus dengan cara membangun dan mengganti sejumlah tulang lamelar yang dilakukan oleh osteoblas dan osteoklas. Secara fisiologis kadar estrogen plasma mulai menurun ketika wanita berusia 40 tahun dan sangat rendah saat wanita memasuki usia menopause, yang akan menurunkan aktivitas osteoblas untuk membentuk kolagen tipe 1. Formasi tulang yang turun secara fisiologis akan menyebabkan perubahan keseimbangan remodeling tulang berubah kearah resorpsi tulang. Ketidakseimbangan remodeling yang berakibat pada penurunan densitas mineral tulang (DMT) bervariasi mulai dari yang ringan (osteopenia) hingga pada keadaan yang berat ( osteoporosis), sehingga berisiko tinggi untuk mengalami patah tulang, yang dikenal sebagai patah tulang osteoporosis. Pada tahun 1993 Conference Development Consensus rnendefinisikan osteoporosis sebagai penyakit skeletal sistemik yang ditandai dengan berkurangnya densitas tulang dan terjadi perubahan struktur mikro tulang, yang mengakibatkan tulang menjadi lebih rapuh serta berisiko timbulnya patah tulang. Prevalensi osteoporosis pada wanita usia 50-59 tahun adalah 24%, sedangkan pads wanita dengan usia 60-70 tahun adalah 62%. Data terkini untuk wanita kulit putih usia diatas 50 tahun, prevalensi osteoporosis untuk tulang vertebra, proksimal femur dan radius masing-masing 32%,29% dan 31% . Di Amerika Serikat , ketika perempuan mencapai usia 50 tahun, sebanyak 17% yang berisiko mengalami patch tulang panggul, data lain menyebutkan dari 25 juta wanita yang mengalarli osteoporosis, 1,5 juta mengalami fraktur tiap tahunnya dan setengah juta dari jumlah tersebut mengalami fraktur vetebra torakal dan lumbal. Risiko mengalami patah tulang vertebra, panggul atau pergelangan pada wanita diatas 50 tahun sebesar 40% dan patah tulang vertebra merupakan patah tulang yang tersering dialami pada fraktur osteoporosis.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T58477
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arnita Yeyen
Abstrak :
Kacang hijau (Vigna radiata (L.) R. Wilczek) mengandung fitoestrogen berpotensi untuk digunakan sebagai pengobatan preventif dan alternatif osteoporosis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian sari kacang hijau (Vigna radiata (L.) R. Wilczek) terhadap densitas tulang dengan mengukur kadar kalsium femur menggunakan metode Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) dan jumlah osteoklas dari preparat histologi yang dibuat dari bagian tibia tikus yang diovariektomi. Metode ovariektomi digunakan untuk mewakili kondisi osteoporosis yang dilakukan pada 36 tikus betina galur Sprague Dawley yang terbagi ke dalam 7 kelompok. Kelompok 1 (K1) yaitu kelompok Sham adalah kontrol tikus dengan pembedahan tanpa ovariektomi dan akuades, kelompok 2 (K2) yaitu kontrol negatif tikus ovariektomi dan diberi akuades, kelompok 3 (K3) adalah kontrol tikus ovariektomi yang diberi Estradiol, kelompok 4 (K4) adalah kontrol tikus ovariektomi yang diberi vit E, kelompok K5, K6, dan K7 adalah kelompok tikus yang diberikan sari kacang hijau 50 g/100 ml dengan variasi volume 5 ml/200 gBB, 2,5 ml/200 gBB, dan 1,25 ml/200 gBB tikus. Terhadap 6 kelompok kecuali kelompok sham dilakukan ovariektomi pada hari ke-1 kemudian diistirahatkan selama 20 hari. Bahan uji diberikan satu kali sehari secara oral pada hari ke 21 sampai hari ke 50. Pengukuran kadar kalsium dilakukan pada hari ke 51. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sari kacang hijau tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap kadar kalsium tulang dan jumlah osteoklas terhadap hewan perlakuan.
Greenbean (Vigna radiata (L.) R. Wilczek) contained phytoestrogen suspected has a potential effect as an preventive and alternative treatment of osteoporosis. This study proposed to determine the effect of extracts of mung bean (Vigna radiata (L.) R. Wilczek) on bone density by measuring calcium levels using Atomic Absorption Spectrofotometry (AAS) from femur and the number of osteoclasts collected from histological object which made from ovariectomized rat?s tibia. Ovariectomy method conducted to represent the osteoporosis condition on 36 female Sprague Dawley strain rats were divided into 7 groups. Group 1 notice as Sham was the rat control with surgery without ovariectomy and given with distilled water, group 2 as negative control is given distilled water and ovariectomized rat control, group 3 rat positive control were ovariectomized and is given estradiol, group 4 as positive control 2 rat were ovariectomized given vitamine E. Group 5, 6, and 7 are given the greenbean milk from 50 g/100 ml green bean by volume variation 5 ml/200 gBW, 2.5 ml/200 gBW, and 1.25 ml /200 gBW. Six groups had ovariectomized except sham group and rested for 20 days. Greenbean milk was given orally once daily started from day 21th until day 50th. Calcium concentration and osteoclas measurements process taken on day 51th. The results of bone calcium levels and osteoclast number showed that greenbean milk did not give significant differences among ovariectomized rats.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
T38952
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stella Ilone
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang: Pasien Diabetes Mellitus DM tipe 2 memiliki peningkatan risiko terjadinya fraktur yang dikenal dengan istilah diabetoporosis. Pemeriksaan Bone Mass Densitometry BMD dinilai tidak superior dalam mendiagnosis diabetoporosis mengingat nilai BMD pada DM tipe 2 dapat normal bahkan meningkat. Beberapa penanda diharapkan dapat menggambarkan kualitas tulang secara non invasif. Peran AGEs dan reseptornya dinilai penting dalam proses diabetoporosis. Namun demikian, penelitian mengenai penanda AGEs dan reseptornya pada pasien DM tipe 2 masih tergolong sangat sedikit serta belum adanya penelitian yang membandingkan kadar AGEs dan reseptornya pada pasien DM tipe 2 dan subjek normal.Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kadar pentosidine serum, esRAGE serum, rasio esRAGE/pentosidine serum antara pasien DM tipe 2 dan subjek normal, serta korelasi rasio esRAGE/pentosidine serum terhadap P1NP serum sebagai penanda peningkatan risiko diabetoporosis.Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang terhadap 38 perempuan DM tipe 2 belum menopause, berusia 35 tahun dengan diagnosis DM tipe 2 yang berobat di Poli Metabolik Endokrin RSCM, Klaster Diabetes Kencana RSCM, RSUP Persahabatan, RSUK Tugu Koja, RSUK Kemayoran, dan Puskesmas Jatinegara. Sebagai kelompok non DM adalah 36 perempuan non DM dengan rentang usia yang sama. Pengambilan sampel dilakukan secara simple random sampling terhadap darah yang terkumpul. Pemeriksaan Pentosidine serum dan esRAGE dilakukan dengan metode ELISA sedangkan pemeriksaan P1NP dilakukan dengan menggunakan metode ECLIA.Hasil Penelitian: Pasien DM tipe 2 memiliki kadar pentosidine lebih tinggi p=0,028 , kadar esRAGE yang lebih rendah p=0,248 , serta rasio esRAGE/pentosidine yang lebih rendah p=0,001 daripada subjek normal. Rerata kadar pentosidine serum pada DM tipe 2 dan subjek normal adalah 5406 1911 pmol/ml dan 3145 1892 pmol/ml; sedangkan median rasio esRAGE/pentosidine serum adalah 0,03 pg/pmol dan 0,06 pg/pmol. Tidak terdapat korelasi antara rasio esRAGE/pentosidine dengan kadar P1NP serum.Kesimpulan: Kondisi hiperglikemia pada DM tipe 2 menyebabkan tingginya kadar pentosidine serum yang tidak diimbangi dengan peningkatan kadar esRAGE serum. Secara khusus, terjadi penurunan rasio esRAGE/pentosidine serum pada pasien DM tipe 2 perempuan dan tidak ditemukan korelasi antara rasio esRAGE/pentosidine serum dengan kadar P1NP serum sebagai penanda formasi tulang.
ABSTRACT
Background: Diabetes Mellitus type 2 T2DM patients have an increased risk of fracture known as diabetoporosis. Examination of Bone Mass Densitometry BMD is considered not superior in diagnosing diabetoporosis since the BMD value in type 2 DM can be normal and even increased. Some markers are expected to describe bone quality in a non invasive manner. The role of AGEs and their receptors is considered important in the process of diabetoporosis. However, research on the role of AGEs and their receptors in T2DM patients is still lacking and there was no study comparing AGEs and their receptors in T2DM and non T2DM patients before.Aim: The aim of this study is to determine the difference of serum pentosidine level, serum esRAGE, serum esRAGE/pentosidine ratio between T2DM and non T2DM patients, and correlation of serum esRAGE/pentosidine ratio to serum P1NP as a marker of increased risk of diabetoporosis.Method: This is a cross-sectional study on 38 premenopausal females with T2DM with a minimum age of 35 years with symptoms or diagnosis of T2DM for more than 5 years, seen for treatment at Endokrin Metabolik Klinik at RSCM, Klaster Diabetes RSCM Kencana, RSUP Persahabatan, RSUK Tugu Koja, RSUK Kemayoran, and Puskesmas Jatinegara. Healthy controls are 36 non-DM females with similar age range. Sampling was done by simple random sampling. Serum pentosidine and serum esRAGE measurement were done by ELISA method and serum P1NP measurement was done by ECLIA method.Results: T2DM patients had higher serum pentosidine levels p=0.028 , lower serum esRAGE p=0.248 , as well as lower esRAGE/pentosidine p=0.001 ratios than non T2DM. Serum pentosidine in T2DM and non T2DM is 5406 1911 pmol/ml and 3145 1892 pmol/ml; whereas median ratio of serum esRAGE/pentosidine was 0.03 pg/pmol and 0.06 pg/pmol. There was no correlation between ratio serum esRAGE/pentosidine and serum P1NP in T2DM patients.Conclusions: Hyperglycemia in T2DM patients lead to high serum pentosidine levels that are not followed by elevated serum esRAGE levels. In combination, there was a decrease level of serum esRAGE/pentosidine ratio in T2DM patients. No correlation was seen between level of serum esRAGE/pentosidine ratio and level of P1NP as a marker for bone formation in T2DM patients.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58586
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jo Yenny Lindoyo
Abstrak :
Latar Belakang : Senam Pencegahan Osteoporosis (SPO) telah disosialisasikan sampai ke daerah-daerah DT II di Indonesia. Untuk mengetahui evaluasi hasil SPO dengan menggunakan alat DEXA tidak dapat dilakukan di setiap kota karena tidak tersedianya alat tersebut. Cara pengukuran lain yang aman, relatif lebih mudah pengoperasiannya, dapat dipindahtempatkan serta mulai banyak digunakan adalah Quantitative Ultra Sound dimana salah satu merek adalah Achilles Express Lunar (AEL). Di Perjan RS dr. Hasan Sadikin Bandung belum ada penelitian mengenai evaluasi hasil SPO dengan menggunakan AEL. Tujuan : Untuk mengetahui peningkatan massa tulang pasca SPO pada minggu ke-12,16 yang diukur dengan AEL. Disain : Kuasi eksperimental dengan rancangan pre dan pasca perlakuan Tempat penelitian : Bagian Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Perjan RS. Dr. Hasan Sadikin Bandung Pasien dan Cara Kerja : 36 subyek penelitian yang telah diperiksa massa tulang dengan AEL dan memenuhi kriteria penerimaan. 20 orang subyek mengikuti SPO (kelompok I) dan 16 orang subyek tidak mengikuti SPO (kelompok II) selama 16 minggu. Kedua kelompok mendapat edukasi setiap 1 bulan sekali. Dilakukan pemeriksaan ulang AEL pasca SPO minggu ke-12,16. Hasil: Terdapat peningkatan massa tulang dengan AEL Kesimpulan : SPO meningkatkan massa tulang dan dapat diukur dengan AEL pasca minggu ke-16.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T58801
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Elyani
Abstrak :
Osteoporosis merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat. Osteoporosis adalah suatu penyakit dengan sifat-sifat khas, berupa massa tulang yang rendah disertai perubahan perubahan mikro arsitektur dan kemunduran kualitas jaringan tulang. Keadaan ini akhirnya akan menyebabkan terjadinya peningkatan kerapuhan tulang dan peningkatan risiko terjadinya patah tulang. Osteoporosis dapat terjadi pada wanita maupun laki-laki. Densitas Massa Tulang (DMT) adalah ukuran kepadatan tulang yang sering digunakan untuk mendiagnosa kesebatan tulang. Uji Densitas Massa Tulang merupakan uji yang paling sering digunakan untuk rnengetahui apakah seseorang berisiko osteoporosis atau tidak. Pengukuran dipusatkan pada tulang belakang, pinggul pergelangan tangan, kaki atau jari tangan. Alat untuk mengukur Densitas Massa Tulang disebut Densitometer Tulang. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian osteoporosis pada kelompok vegetarian usia > 35 tahun di Pusdiklat Maitreyawira, Jakarta Barat. Disain penelitian yang digunakan yaitu disain studi potong lintang (cross-sectional). Penelitian dilaksanakan di Pusdiklat Maitreyawira, Jakarta Barat pada bulan Maret sampai dengan April 2008. Populasi adlah seluruh vegetarian baik laki-laki dan wanita yang dating ke pertemuan rutin kelompok Agama Budha di Pusdiklat Maitreyawira, Jakarta Barat. Sampel yang diperoleh berjumlah 85 orang vegetarian. Osteoporosis diukur dengan alat ukur densitometer tulang Achilles Express/InSight metode kuantitatif ultrasound dengan sensitivitas alat sebesar 97%, diperoleh nilai t-score (osteoporosis: - 2,5 atau lebih kecil Preva1ensi osteoporosis pada penelitian ini s.ebesar 22.4%. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan signifikan antara umur dengan osteoporosis pada ketornpok vegetarian (p-value < 0,05). Hasil akhir analisis regresi logistic ganda model prediksi diperoleh 3 (tiga) variabel yang berrnakna sooara signifikan (p-value < 0,05) dan substasi yaitu umur, jenis kelamin dan olah raga, dimana umur p-value = 0,001 (OR: 5,365; Cl 95% : 1,933 - 14,890), jenis kelamin memponyai p-val"e 0,028 (OR : 0,277; Cl 95% : 0,088 - 0,869) dan olah raga p-value = 0,069 (OR : 0,378; Cl95%:0,133 -1,077). Hasil akhir analisis multivariat rnenunjukkan bahwa faktor yang paling dominan berhubungan dengan osteoporosis pada kelompok vegetarian usia 35 tahun di Pusdiklat Maitreyawira, Jakarta Barat adalah umur, ke1ompok vegetarian berumur 49,93 tahun akan berpeluang 5,37 kali mengalami osteoporosis dibandingkan dengan kelompok vegetarian yang berumur < 49;93 tahun setelah dikontrol dengan jenis kelamin dan olah raga. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan sampel kelompok vegetarian yang lebih banya.k dengan rnengukur kadar kalsium dalam darah atau dengan intervensi tablet kalsiurn dan menggunakan studi longitudinal ataupun studi eksperimental. Tujuannya untuk mengetahui pengaruh zat glzi terutama kalsium dan fosfor serta faktor lain yang berkaitan dengan osteoporosis. ......Osteoporosis is one of public health problems, Osteoporosis is a disease with specific characteristics, such as low bone mass with changes of micro architecture and deterioration of bone tissue quality. This condition will cause the increase of bone fragility and the increase of risk of bone fiacture. Osteoporosis could be happened both on woman and man. Bone Mass Density or Densitas Massa Tulang (DMI) is measurement of bone solidity flat frequently used in making a diagnose of the bone health. DMT test is an examination that most frequently used to assess whether someone has a risk to osteoporosis or not. The measurement focuses on the backbone, hip, wrist, legs or fingers. The tool used in measuring density bone mass is called bone densitometer. The study aimed to assess factors related to the occurance of osteoporosis on vegetarian group aged 2:35 years old in Pusdildat Maitreyawira, West Jakarta. Study design used cross-sectional design. The study was conducted ill Pusdiklat Maitreyawlra, West Jaknrta from March to April 2008. Population were all of vegetarians hnth men and women who came to regular meeting of Buddhist group in Pusdiklat Maltreyawlra, West Jakarta. Sample in this study were 85 vegetarians. Osteoporosis was measured by bone demirometer: Aehilles Express/Insight using ultrasound quantitative method with tool sensitivity 97%, gained t-score value (osteoporosis:- 2.5 or less). Osteoporosis prevalence in this study was 22,4%. Statistic test showed significant association between age and osteoporosis on vegetarian group (p-value < 0,05%). Final result of double logistic regression analysis of prediction model was gained 3 (three) variables that had significant association (p-value <0,05%): age (p-value = 0.001 (OR: 5.365; CI 95% : 1.933 - 14.890)), sex (p-value = 0.028 (OR : 0.277 ; CI 95% : 0.088 - 0.869), and exercise p-value = 0.069 (OR : 0.378; CI 95% : 0.133 - 1.077)). Final result of multivariate analysis showed the most dominant factors associated with osteoporosis on vegetarian group aged > 35 years old in Pusdiklat Maitreyawira, West Java, were age. Vegetarian group age >49.39 years old would have probality 5.37 times to get osteoporosis than those whose age < 49.39 years old after controlled by sex and exercise. The study recommended the further research using more samples of vegetarian group in measuring calcium level in blood or conducting calcium tablets intervention and using longitudinal or experimental study. 1t was aimed to assess the influence of nutrition especially calcium and fosfor and other factors related to osteoporosis.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Halimah
Abstrak :
Angka harapan hidup di Indonesia meningkat dan tahun-talom sebelumnya akibat meningkatnya akses dan pelayanan kesehatan. Tahun 2004, jumlah tansia telah miencapai 16,5 juta jiwa, 52,6 persen adalah perempuan dan laimnya adalah lakt-laki. Masalah kesehatan yang paling banyak dihadapi oleh lansia perempuan adalah osteoporosis. Insidens osteoporosis pada perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Perempuan mempunyai kecenderungan terkena osteoporosis yaitu 1 dari 3 perempuan dan wumumnya pada perempuan pascamenopause dan laki-laki insidensnya lebih kecil, yaitu 1 dari 7 laki-faki. Tujuan penelitian im untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan pada remodeling uatuk meningkatkan densitas mineral tulang 1,5% dan 3% pada tiga Iokasi pengukuran (lumbal, femur, radius) secta faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tulang pada pasien osteoporosis yang memeriksakan tulangnya di kink Makmal Terpadu Imunoendokrinologi FK UT. Penelitian ini merupakan studi /ongitudinal dalam mang lingkup ufi klinik, dengan analisis data sekunder yang memanfaatkan data yang ada pada catatan medik (Medical Record). Sampel berjamlah 52 pasien osteoporosis. Analisis data menggunakan aplikasi analisis survival mengpunakan variabel waktu (time) dan kejadian (event), dengan waktu pengamatan pasien dimulai dari Januari 2004-Desember 2007. Analisis mencakup analisis univartat, bivaniat metoda Kaplan-Meier, dan analisis multivanat dengan regresi cox ganda. Faktor-faktor yang berhubungan dengan waktu remodeling adalah stendar operating prosedur (SOP) pengobatan , dan indeks massa tubuh. Pada SOP pengobatan di klinik Makmal waktm pertumbuhan lebih cepat dan berbeda bermakna dibanding SOP poli lain pada Jeambal (event 1,5% dan 3%), dan femur (event 15%). Begitu juga pada variabel IMT, waktu pertumbuhan tulang lebih cepat pada kelompok IMT <25 bila dibandingkan pada kelompok IMT >25 pada femur pertumbuhan 1.5%. Namun berbeda pada kelompok kontrasepsi dan usta pasien yang tidak memberikan waktu remodeling yang berbeda pada kelompok tersebut pada ketiga lokasi pengukuran. Faktor penentu pettumbuhan milang adalah SOP pengobatan disampmng IMT pada /umbal dan femur pada event 1,5%. Hazard ratio SOP pada fumial adalah 3,359, artinya pasien yang mendapatkan terapi di Klinik Makmal 3,36 kali berpeluang untuk mencapai pertumbuhan tulang Jubal 1,5%. Dan hazard ratio SOP pengobatan pada femur event 1,5% adalah 2,182 artinya pasien yang mendapatkan SOP pengobatan klintk Makmal akan berpeivang 2,18 kali untuk mencapai pertumbuhan tulang fermr 1,5%. Faktor penentu pertumbuhan tulang radius adalah SOP pengobatan dan konirasepsi pada pertumbuhan 3% sesta SOP dan usia pada pertumbuhan 1,5%. Namun hasil multivariat pada tulang tangan mi tidak bermakna secara statistik. ......Life expectancy in Indonesia is increasing every year as impact of access to health services. On 2004, number of elderly people is 16.5 million, 52.6% is female. The most health problem facing by female elderly is osteoporosis that it proved by incidence of osteoporosis among female is higher than male. In fact of that one out of three female tends to have osteoporosis; meanwhile the incidence among male is one out of seven. The objective of this study is to know the length of time for bone development in order to increase the mineral bone denstty up to 1.5 % and 3 percentages in three measurement locations (/umbal, femur, radius). The study has probed as well as the influence factors of bone growth among the osteoporosis patients who were examinated their bone at Klinik Makmal Terpadu Imunoendokrinologi FK UI. This is a longitudinal study with scope in clinical area which include the secondary data analysis form medical record data. The total sample is 52 osteoporosis patients. Analysis survival application is performed for data analysis by using variable time and event form January 2004 to December 2007. The analysis in this study is univariate, bivariate, Kaplan-Meier method, and multivariate with double regresi cox. The factors related with time of remodeling bone are medication standard operating procedure (SOP), and body mass index (BMI). Medication SOP in Klink Makmal has faster time of remodeling bone and significant result comparing with SOP in other clinic; on fwnbal (event 1.5 % and 3%), and femur (event 1.5%). Patiens with BMI < 25 has faster time remodeling bone than patiens with BMI > 25 on femur 1.5%. Contraception group and patient’s age have not enough provided the different time of remodeling bone in those measurement. SOP hazard ratio on /zanbal is 3.359, it means patient who receives therapy in Klinik Makmal has 3.36 times chance to have lumbal remodeling bone up to 1.5%, Meanwhile, medication SOP hazard ratio on femur event is 1.5% is 2.182, means patient who receives medication SOP in Klinik Makmal has chance 2.18 times to have femur bone development 1.5%. Radius bone are medication SOP and contraception on development 3%, and SOP and age on development 1.5%. However, multivariate result does not show statistic significant on radius bone.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T34271
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nissia Ananda
Abstrak :
Latar Belakang: Berkembangnya populasi lansia secara global termasuk di Indonesia tidak diikuti dengan kualitas hidup yang baik, yang salah satu penyebabnya adalah penyakit. Osteoporosis adalah salah satu penyakit dengan usia lanjut sebagai faktor risikonya. Deteksi awal osteoporosis antara lain dapat dilakukan melalui pengukuran tebal tulang kortikal mandibula pada radiograf panoramik. Tujuan: Mencari nilai rata-rata lebar/tebalnya tulang kortikal mandibula pada individu yang berisiko mengalami osteoporosis dengan rentang usia 40-80 tahun tanpa membedakan wanita dan pria. Metode: Sampel penelitian adalah radiograf panoramik yang berjumlah 89 dengan usia 40-80 tahun. Pengukuran tebal tulang kortikal mandibula dilakukan pada regio sekitar foramen mental kiri dan kanan. Hasil: Nilai rata-rata tebal tulang kortikal mandibula 4,80618 mm pada populasi kelompok usia 40-80 tahun dengan kecenderungan lebih tebal pada kelompok usia 40-59 tahun dibandingkan pada kelompok usia 60- 80 tahun. Kesimpulan: Nilai rata-rata tebal tulang kortikal mandibula pada kelompok usia 40-80 tahun pada penelitian ini masih tergolong normal.
Background: The increasing number of elderly population in the world, which including Indonesia, is not followed by enhanced quality of life of the elderly that partly caused by with one of the reason is diseases. Osteoporosis is one of the diseases with age as its risk factor. Panoramic radiographs can be used as early detection of osteoporosis, which one of the methods is measuring mandibular cortical bone thickness. Objective: To obtain the average width / thickness of the mandibular cortical bone in individuals at risk of osteoporosis with age ranged 40- 80 years without differentiating women and men. Methods: The research sample is panoramic radiographs. The study subjects were 89 people aged 40-80 years. Measurements of cortical bone thickness done in the left and right foramen mental region. Results: Average width/thickness of the mandibular cortical bone in individuals at risk of osteoporosis with age range 40-80 years is 4,80618 mm. There is a tendency of thicker mandibular cortical bone in age ranged 40-59 years population than in age ranged 60-80 years population. Conclusion: In this study, the average thickness / width of the mandibular cortical bone in the age group 40- 80 years were within the normal range.
Depok: Universitas Indonesia, 2013
S45042
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gustivanny Dwipa Asri
Abstrak :
Wanita postmenopause merupakan populasi yang berisiko osteoporosis dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain adalah polimorfisme genetik IL 10. Tujuan Menganalisis hubungan polimorfisme genetik IL 10 C627A dengan risiko osteoporosis pada wanita postmenopause. Bahan dan Cara Penelitian ini menggunakan 100 sampel DNA tersimpan dari serum darah wanita postmenopause SNP dari gen IL 10 C627A diperiksa dengan PCR dan RFLP dengan enzim restriksi RsaI. Hasil Frekuensi alel polimorfisme mengikuti Hardy Weinberg Equilibrium dan hasil uji statistik dengan Chi Square menunjukkan nilai p 0 322 0 05. Kesimpulan Terlihat gambaran polimorfisme genetik Il 10 C627A namun tidak ada hubungan antara polimorfisme genetik Il 10 C627A dengan risiko osteoporosis.
A population of postmenopausal women at risk of osteoporosis is influenced by various factors one of which is IL 10 genetic polymorphism Objective. This study was conducted to analyze the relationship between genetic polymorphisms IL 10 C627A with the risk of osteoporosis in postmenopausal women. Materials and Method This study used 100 sampels of DNA stored from postmenopausal women SNP from IL 10 C627A was checked by PCR and RFLP with RsaI restriction enzyme. Result The frequencies of allele polymorphism which followed Hardy Weinberg Equilibrium and the result of Chi square test showed no significant p 0 05 Conclusion. This study showed genetic polymorphism of IL 10 C627A but no correlation between genetic polymorphism IL 10 C627A with the risk of osteoporosis.
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
S45291
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widya Dwi Honesty Putri
Abstrak :
Osteoporosis adalah kondisi yang ditandai dengan berkurangnya massa tulang, yang salah satu penyebabnya adalah faktor genetik. Polimorfisme genetik MTHFR C677T dilaporkan terlibat dalam penurunan Bone Mineral Density. Untuk melihat apakah terdapat gambaran dan polimorfisme MTHFR C677T pada wanita pascamenopause dengan osteoporosis, serta hubungannya, dilakukan analisis polimorfisme pada 100 sampel wanita pascamenopause dengan menggunakan teknik PCR-RFLP. Sampel berada dalam Hardy-Weinberg equilibrium, dengan genotip CC56%, CT40%, TT4% pada kelompok normal, dan genotip CC 74,7%, CT 25,3%, TT 0% pada kelompok osteoporosis. Hasil uji chi-square p>0,05, sehingga disimpulkan terjadi polimorfisme pada wanita pascamenopause dengan osteoporosis, namun tidak terdapat hubungan yang bermakna antara keduanya. ......Osteoporosis is a condition that is characterized by reduced bone mass. Previous studies have shown that the MTHFR C677T polymorphism may be involved in the development of osteoporosis. The aim of this study was to characterise the distribution of this polymorphism in 100 Indonesian postmenopausal women. The polymorphism was analyzed using PCR-RFLP technique. The observed genotypes were consistent with Hardy-Weinberg equilibrium and included 56% CC, 40%CT and 4%TT for normal postmenopausal women, and 74.7% CC, 25.3% CT, 0% TT for postmenopausal women with osteoporosis. The results suggest that the MTHFR C677T polymorphism is not significantly associated with osteoporosis (p>0.05).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S45288
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7   >>