Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 126 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nurmaya Annisah
Abstrak :
Persaingan dalam dunia bisnis penerbangan semakin bergejolak akhir-akhir ini. Strategi "low cost airline" atau strategi berkonsep murah menjadi tren yang sedang naik daun. Namun yang jelas Pemerintah Indonesia sampai detik ini belum pernah mengumumkan adanya Low Cost Airline. Kebijakan pemerintah di bidang angkutan udara membawa dampak positif dan negatif bagi industri penerbangan. Sisi positif ditandai dengan peningkatan sisi pelayanannya karena adanya persaingan yang ketat, operasi yang lebih efisien dan efektif, serta harga tiket yang relatif murah sehingga bisa dinikmati konsumennya dan tidak hanya terbatas konsumen lama tetapi juga konsumen baru. Istilah Garuda, membidik pasar menengah ke bawah. Sedang sisi negatifnya adalah apabila manajemen maskapai penerbangan tidak mampu bertahan dengan situasi bersaing, maka kemungkinannya hanya dua, pertama, perusahaan tidak akan mampu bersaing dalam pasar, yang kedua apabila dipaksakan, faktor kenyamanan dan keselamatan konsumen dapat diabaikan. Kecenderungan yang terjadi di pasar adalah tarif yang ditawarkan kepada pelanggan jauh berada di bawah publish fare. Kondisi ini terjadi karena keadaan pasar airline business saat ini adalah penawaran lebih besar daripada permintaan. Penawaran disini dimaksudkan banyaknya perusahaan penerbangan yang masuk pasar, sedangkan permintaan seat dan space lebih kecil dari seat dan space yang tersedia. Akibatnya timbul persaingan yang tajam dan tidak sehat di antara perusahaan penerbangan dalam menentukan tarif yang akan diberlakukanya dari segi produk, promosi dan saluran distribusi hampir semua perusahaan penerbangan yang beroperasi baik di domestik maupun di dunia internasional, memiliki pola yang hampir sama. Hal ini menyebabkan perusahaan penerbangan baik penerbangan domestik maupun penerbangan internasional melakukan kebijakan tarif yang jauh lebih rendah dari tarif batas atas, sehingga pemerintah mengambil tindakan menetapkan tarif referensi. Inovasi dan diversifikasi usaha juga dapat menjadikan perusahaan tetap bersaing dan bermain dalam pasar. Inovasi dilakukan terhadap penetapan tarif, untuk itu Garuda melakukan product differentiation & innovative pricing (multiple-price) berdasarkan customer value setiap sub-classes dengan tujuan Garuda dapat mengambil lebih banyak surplus produsen dengan sub-classes jika dibanding single price. Pola Nub & Spoke memungkinkan perusahaan penerbangan mengurangi atau menekan biaya operasinya dengan cukup signifikan: Dengan demikian mampu meningkatkan efisiensi dan menawarkan pelayanan angkutan udara kepada para konsumennya dengan harga yang cukup murah. Diversifikasi juga dilakukan Garuda dengan membuat produk citilink. Citilink dari Garuda merupakan product differentiaton yang bertujuan untuk membidik pasar menengah ke bawah menjadi strategi yang baik dalam meningkatkan performance perusahaan. Pada dasarnya Regulasi di bidang angkutan udara niaga berjadwal yang mengetengahkan masalah penyelenggaraan udara, penetapan tarif dan juga kebijakan persaingan dapat dikatakan cukup memadai dan merespon keinginan masyarakat. Deregulasi yang terjadi pada kebijakan penyelenggaraan angkutan udara dan penetapan tarif membuka kompetisi di udara, sehingga menciptakan iklim kondusif bagi industri penerbangan itu sendiri. Sementara kebijakan persaingan merupakan suatu pendekatan baru dalam sistim hukum kita, oleh karena itu dapat dimaklumi apabila substansi dan cara pemecahannya masih diperlukan pengalaman dan pemahaman baik dari dunia usaha, pemerintah dan lembaga penegak hukum.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T13240
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Suryanta
Abstrak :
ABSTRAK Salah satu pendorong perkembangan industri penerbangan di Indonesia adalah meningkatnya pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Pasifik sebesar 7,4% setahun yang diperkirakan akan berlangsung sampai tahun 2009. Kondisi ini juga mempengaruhi pertumbuhan transportasi udara di Indonesia di mana pertumbuhan transportasi udara domestik untuk empat tahun mendatang diproyeksikan sebesar 6,9 % pertahun dan 8,8% per tahun untuk pertumbuhan transportasi udara internasional. Hal ini akan mengakibatkan frekuensi maupun jalur penerbangan dalam dan luar negeri bertambah yang akan berdampak pada penambahan jumlah pesawat terbang yang dioperasikan untuk melayani jalur-jalur tersebut. Posisi perusahaan penerbangan dalam industri dapat dibagi dalam dua karakteristik yang berbeda yaitu 1) perusahaan penerbangan sebagai pemasok dalam sistem transportasi yaitu berperan sebagai penyedia jasa transportasi udara dan 2) perusahaan penerbangan sebagai pelanggan yaitu berperan sebagai pelanggan dari pabrik pembuat pesawat terbang, bengkel perawatan/perbaikan pesawat terbang. Di Indonesia telah dioperasikan 624 jenis pesawat bersayap tetap yang memiliki tingkat pemakaian (utilization) rata-rata 1790 jam per tahunnya. Seiring dengan semakin bertambahnya jumlah pesawat terbang yang dioperasikan dan semakin tua umur pesawatpesawat terbang tersebut maka semakin meningkat pula kebutuhan akan jasa perawatan pesawat. Keberadaan perusahaan perbengkelan/perawatan pesawat terbang dalam negeri saat ini belum dapat menampung/mendukung pengoperasian penerbangan dalam negeri. Sebagai contoh, masih banyaknya pesawat dan komponennya yang dikirim keluar negeri untuk perawatannya. Penyebabnya adalah selain kapabilitas bengkel dalam negeri yang kurang dan belum dikenalnya bengkel tersebut, juga disebabkan oleh kurangnya motivasi para operator untuk memakai fasilitas perawatan pesawat terbang dalam negeri. Dilihat dari kapabilitasnya, sebenarnya GMF sudah dapat bersaing dengan fasilitas perawatan pesawat terbang luar negeri. Hal ini terbukti dengan diakuinya GMF oleh Federal Aviation Administration (FAA). Saat ini kapasitas terpakai GMF baru 30% dari kapasitas terpasangnya, berarti untuk pasar pelayanan jasa perawatan pesawat dalam negeri saja peluang GMF cukup besar. Di dalam penulisan karya akhir ini, akan dibahas rencana strategis pemasaran perawatan pesawat terbang dalam rangka meraup pangsa pasar khususnya pasar dalam negeri yang memberi peluang dan prospek yang cukup besar bagi GMF. Penyelenggaraan suatu kegiatan jasa pelayanan perawatan pesawat terbang harus dilakukan secara profesional berdasarkan misi dan visi perusahaan, dengan penekanan pada 1) strategi lingkungan luar yang dikonsentrasikan pada lingkungan industri suatu perusahaan dan kedudukan kompetitifnya terhadap pesaingnya seperti diteliti dan dikembangkan oleh Michael Porter dari Harvard maupun oleh Boston Consulting Group dan 2) strategi lingkungan internal perusahaan yang belum digali dan dikembangkan yang secara umum dikaitkan dengan permasalahan internal perusahaan. Sifat usaha dan komoditi jasa mempunyai karakteristik yang khas dibandingkan barang-barang hasil produksi. Karakteristik jasa tersebut adalah: ketidaknyataan (intangibility), tidak terpisahkan antara produksi dan konsumsinya (inseparability), tidak tahan lama (perishability) dan keragaman (variability). Karena adanya empat karakteristik yang khas tersebut maka umumnya kegagalan dari usaha jasa adalah karena adanya perbedaan persepsi antara jasa yang diharapkan oleh pelanggan dan yang disampaikan oleh penyedia jasa. Untuk menghindari kegagalan tersebut maka strategi pemasaran GMF harus meliputi pemasaran eksternal, pemasaran internal, dan pemasaran interaktif. Pemasaran eksternal adalah menggambarkan kerja normal yang dilakukan oleh GMF melalui strategi-strategi: mempersiapkan jasa, menentukan harga, mendistribusikan jasa dan mengkomunikasikan jasa kepada pelanggan. Pemasaran internal adalah menggambarkan pekerjaan yang hares dilakukan oleh manajemen GMF untuk mendorong karyawan penghubung pelanggan dan karyawan pendukung pelayanan agar tercipta budaya melayani dan semua karyawan mempunyai orientasi terhadap pemuasan pelayanan kepada pelanggan. Seharusnya pemasaran internal dilakukan terlebih dahulu sebelum dilakukan pemasaran eksternal sehingga seluruh karyawan akan siap menyediakan jasa ke pelanggan sesuai dengan keinginan pelanggan dan kebijaksanaan perusahaan. Pemasaran interaktif adalah hubungan interaktif antara karyawan dengan pelanggan. Hal ini sangat penting karena diperlukan keahlian dari karyawan dalam menangani hubungan dengan pelanggan. Oleh karena itu, mutu pelayanan baik "mutu teknis" dan juga "mutu fungsional" harus sebaik mungkin. Sifat keragaman dari jasa memerlukan fleksibilitas perusahaan yang tinggi. Pemisahan organisasi GMF dari PT Garuda Indonesia merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi birokrasi agar GMF lebih fleksibel terhadap permintaan jasa pelanggan yang beraneka ragam.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taviana Dewi K
Abstrak :
ABSTRAK
Pada saat ini PT Garuda Indonesia dalam peijalanan menuju ?world class airline?. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, kinerja perusahaan perlu terus ditingkatkan. Salah satu upaya yang telah dilakukan adalah meningkatkan kinerja karyawan dengan pemahaman akan nilai-nilai kerja sebagai landasan sikap kerja yang menjadi pedoman dalam menjalankan tugas. Dalam mengevaluasi kinerja karyawan diperlukan komponen yang dapat mendukung sistem tersebut dan dapat dipakai sebagai tolok ukur kinerja karyawan. Salah satu cara dalam mengukur kinerja karyawan adalah penilaian prestasi kerja (performance appraisal).

Awak kabin PT Garuda Indonesia dalam fungsinya sebagai 'operating core' menjadi pendukung langsung fungsi layanan penerbangan. Hal ini membawa konsekuensi bahwa awak kabin melakukan aktifitas dasar yang berhubungan langsung dengan produk/jasa. Dalam menjalankan fungsinya awak kabin berpedoman pada Standard Operating Procedures (SOP) yang penjabaran/petunjuk pelaksanaannya secara teknis diatur dalam Cabin Attendant Manual (CAM) dan Purser's Handbook serta tetap mengacu pada prosedur kinerja standar (standard performance procedures).

Pada saat ini sistem penilaian prestasi kerja awak kabin PT Garuda Indonesia menggunakan tolok ukur yang sama dengan sistem yang digunakan bagi pegawai lainnya (pegawai darat, penerbang dan juru mesin udara). Oleh karena itu, diperlukan sistem penilaian prestasi kerja yang tepat sesuai dengan analisis jabatan awak kabin serta sistem yang dapat memotivasi awak kabin dalam meningkatkan kinerjanya agar mendukung kualitas layanan penerbangan.

Salah satu alternatif sistem penilaian yang sesuai untuk jabatan awak kabin adalah dengan menerapkan teori sistem manajemen kinerja (performance management system) dari Konsultan Hay yang dimodifikasi dengan sistem skala rating (rating scale). Proses sistem manajemen kinerja merupakan suatu proses yang berkesinambungan antara : a) Penetapan Kinerja (sasaran pokok dan sasaran kompetensi) atau juga disebut Goal Setting (untuk awak kabin menggunakan standard performance), b) Pembinaan (Coaching) yang dilakukan secara formal maupun informal, c) Penilaian Kinerja (Performance Review), d) Imbalan (Reward).

Modifikasi sistem manajemen kinerja dengan rating scale, yaitu dalam hal pencatatan keputusan tentang kinetja dalam suatu skala.

Faktor-faktor yang dinilai dalam sistem manajemen kinerja awak kabin berkaitan Iangsung dengan key result area dan kompetensi awak kabin dalam menjalankan tugasnya. Penggabungan dua metode ini merupakan model yang tepat untuk awak kabin, karena sesuai dengan basil analisis jabatan awak kabin dan diharapkan dapat memotivasi awak kabin dalam menjalankan tugasnya.
1997
T 17251
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iwan Hermawan R.S.
Abstrak :
Dalam penelitian ini, penulis berupaya menunjukan bagaimana Analytic Netwwork Process (ANP) yang merupakan kombinasi PEST Analysis (Politic, Economy, Social and Technology Factors) sebagai drivers terhadap Five Forces of Competition (Michael Porter), dapat digunakan untuk melakukan asesmen terhadap seleksi jalur penerbangan internasional yang merefleksikan sintesis aspek Benefits, Opportunities, Costs dan Risks. Kompleksitas dalam menentukan jalur penerbangan internasional memerlukan model yang mampu melakukan evaluasi berbagai faktor atau elemen dari dimensi yang berbeda. Dimensi-dimensi tersebut diperlukan untuk membangun urutan berdasarkan aspek yang paling berpengaruh atau paling dominan dalam melakukan asesmen dalam kerangka pembukaan jalur penerbangan baru Jakarta -- Manila, Jakarta - Mumbai (Bombay) dan Surabaya - Hongkong. ANP terdiri dari empat jenis dimensi yang disebut Control Hierarchy yaitu : Benefits, Opportunities, Costs dan Risks. Setiap dimensi tersebut merupakan filter untuk menakar masing-masing elemen atau cluster dalam PEST. Untuk membangun cluster dan elemen dalam model ANP, penulis menggunakan drivers terhadap Five Forces of Competition (Porter) yaitu PEST ditambah dengan E (Environment) menjadi PESTE. Elemen E merupakan rujukan dari Stephen Shaw dalam " Airline Marketing and Management " yang merupakan elemen total dalam melakukan potret terhadap lingkungan tugas terutama perusahaan penerbangan. Hasil final menunjukan bahwa jalur penerbangan baru yaitu Surabaya - Hongkong lebih ataktif dibandingkan dengan Jakarta - Manila atau Jakarta - Mumbai. Hal ini konsisten dengan berbagai inforrnasi yang penulis peroleh sebelumnya berkaitan dengan elemen yang menjadi dasar pertimbangan yang mengarah bahwa Surabaya - Hongkong lebih potensial dibandingkan Jakarta - Manila ataupun Jakarta - Mumbai.
In this research, the author has tried to take effort as to show how Analytic Network Process (ANP) that constitutes combination of PEST Analysis (Political, Economic, Social and Technological Factors) having function as drivers against Five Forces of Competition (Michael Porter), can be used in order to carry out assessment against selection of international airline route that reflects synthesis of aspects of Benefits, Opportunities, Costs and Risks. Complexity in determining the best of international airline route needs a model that is capable to evaluate several factors or elements from different dimension. Such dimensions are needed in order to establish sequence based on the most influencing or the most dominant aspect in conducting assessment in the framework to open new international route for Jakarta - Manila, Jakarta Mumbai (Bombay) and Surabaya - Hongkong. Analytic Network Process consists of four types of dimensions called Control Hierarchy i.e : Benefits, Opportunities, Costs and Risks. Each of such dimensions constitutes filter that can be used to measure each element or cluster in PEST. In order to establish cluster and element in ANP model, the author has used drivers against Five Forces of Competition (Porter) i.e., PEST added by E (Environment) to become PESTE. The element of E constitutes a reference from Stephen Shaw in "Airline Marketing and Management" that constitutes total element in conducting portrait against the scope of duty mainly airline industry. The final result shows that the best choice i.e., Surabaya --- Hongkong is considered as more attractive if compared with Jakarta - Manila or Jakarta - Mumbai. This case is consistent with several information obtained previously by the author relating to the element becoming basis of consideration leading to the opinion that Surabaya - Hongkong is more potential if compared with Jakarta - Manila or Jakarta-Mumbai.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T22366
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sherly Selvianita
Abstrak :
ABSTRAK
Penyelenggaraan penerbangan perintis di Indonesia berkembang sesuai dengan program prioritas pemerintah dalam mengembangkan konektivitas wilayah di Indonesia. Tujuan pengembangan penerbangan perintis adalah mendorong pertumbuhan perekonomian setempat dengan membuka akses lebih luas. Penelitian ini membahas perkembangan penerbangan perintis di wilayah Nusa Tenggara Timur, dengan mengkaji pengaruhya terhadap rute penerbangan dan pendapatan domestic regional bruto, serta potensinya untuk dikembangkan menjadi penerbangan komersil. Tujuh rute penerbangan dianalisis dengan titik pusatnya di bandara Kupang. Hasil penelitian menyatakan bahwa pdrb dan jumlah rute memberi pengaruh nyata terhadap keberhasilan penyelengaraan perintis, sedang jumlah penduduk diwilayah yang dilayani bukan merupakan faktor pendukung. Terhadap fungsi sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi hanya tiga rute penerbangan yang peran dari penyelenggaraan penerbangan perintis yaitu Bandara Haliwen di Kabupaten Belu Atambua, Bandara H Aroeoesman di Kabupaten Ende dan Bandara Umbu Mehang Kunda di Kabupaten Sumba Timur Berdasarkan tingkat keterisianya (occupancy rate) menunjukan nilai lebih kecil dari 50% untuk seluruh rute penerbangan, kecuali untuk rute Kupang-Sabu (pp).
ABSTRACT
Implementation of Indonesian aviation pioneer in developing in accordance with the government's priority programs in developing connectivity in Indonesian territory. The purpose is to encourage the development of aviation pioneer growth of the local economy by opening wider access. This study discusses the development of the aviation pioneer in the area of East Nusa Tenggara, with pengaruhya assess the cost and the regional gross domestic income, as well as its potential to be developed into a commercial flight. Seven flights were analyzed with the center point at Kupang airport. The study states that the GDP and the number of these had a significant effect on the success of the organization of the pioneer, being the number of residents in the area which served not a contributing factor. To function as a driver of economic growth in just three routes that the role of organizing the aviation pioneer Haliwen These Atambua in Belu district, H Aroeoesman airport in Ende and Umbu Mehang Kunda Airport in East Sumba. Based occupancy rate indicates the value is smaller than 50% for the entire route flight, except for the Kupang- Sabu(pp).
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sonny Toman Martua, auhtor
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk menemukan bukti empiris tentang dampak dari kegiatan CSR-operasi dan non-operasi terkait dengan pengukuran kinerja tertentu industri penerbangan yaitu tingkat okupansi penumpang dan kenaikan jumlah penumpang. Selain itu, penelitian ini mencoba untuk mengidentifikasi apakah model bisnis maskapai memiliki efek moderat dalam mempengaruhi hubungan antara kegiatan CSR dan kinerja maskapai. Penelitian ini menemukan, pertama, kegiatan CSR yang berhubungan dengan operasi negatif memiliki dampak negatif pada kedua maskapai tingkat okupansi penumpang dan kenaikan jumlah penumpang. Kedua, keterlibatan maskapai dalam kegiatan CSR yang berhubungan dengan operasi positif dapat mempengaruhi tingkat okupansi penumpang serta memberikan hasil penumpang tambahan jika kegiatan tersebut telah melebihi harapan pelanggan mengenai kinerja operasional maskapai untuk pelanggan. Ketiga, studi ini menemukan trade-off antara tingkat okupansi penumpang dan kenaikan jumlah penumpang untuk maskapai yang memiliki keterlibatan dalam kegiatan CSR non-operasi yang berhubungan dengan positif. Akhirnya, penelitian ini mengidentifikasi efek moderasi dari model bisnis maskapai pada hubungan antara kegiatan CSR-non-operasi yang berhubungan positif dengan kinerja maskapai
ABSTRACT
This study is conducted to find empirical evidences about the impacts of op-eration-related and non-operation-related CSR activities on airline industry‟s specific performance measurement namely passenger load factor and passenger yield. In addition, the study tries to identify whether the airline‟s business model has a moderating effect in influencing the association between CSR activities and airline‟s performance. The study employs 263 observations of airlines in 46 countries from 2009-2012. Data are mainly collected from airlines‟ annual reports and/or sustainability reports, while CSR value is derived from self-checklist items which are developed from KLD STATS database. This study finds, first, the negative operation-related CSR activities have a negative impact on both airline‟s passenger load factor and passenger yield. Second, airlines‟ involvement in the positive operation-related CSR activities may influence passenger load factor as well as providing additional passenger yield if such activities have exceeded customers‟ expectation regarding the airline‟s operational performance for the customer. Third, the study finds a trade-off between passenger load factor and passenger yield for airlines that have engagement in the positive non-operation-related CSR activities. Finally, the study identifies a moderating effect of airline‟s business model on the relationship between positive non-operation-related CSR activities and the airline‟s performance.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
T43370
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Porkas M.
Abstrak :
RINGKASAN EKSEKUTIF
Sebagai suatu negara yang wilayahnya terbentuk dari ribuan pulau yang menyebar dari sabang sampai merauke, dan dengan penyebaran penduduk yang tidak merata, sistem dan sarana transportasi merupakan hal yang penting. Transportasi sangat mendukung kegiatan ekonomi, politik, pertahanan keamanan dan sosial budaya dalam kerangka pembangunan nasional. Dengan kondisi geografis Indonesia, transportasi udara menjadi semakin penting untuk menjangkau wilayah-wilayahnya.

Beberapa kebijaksanaan pemerintah yang berkaitan dengan penerbangan nasional mengakibatkan perubahan iklim bagi bisnis jasa angkutan udara. Adanya kebijakan pemerintah dalam pengembangan periwisata, sektor perhubungan udara harus dapat mendukung atau mengakomodir kepentingan ini. Adanya laju perfumbuhan pariwisata yang sangat tinggi, mengakibatkan pemerintah membuka pintu bagi maskapai penerbangan asing untuk terbang langsung ke kota-kota tersebut:

Kebijakan "Limited Open Sky" yang diberlakukan pemerintah memberi dampak pada peningkatan persaingan dalam bisnis jasa angkutan udara domestik dan intemasional. Hal ini menjadi ancaman serius bagi maskapaipenerbangan asional jika tidak mempersiapkan diri menjadi profesional dalam bidangnya. Bagi Garuda Indonesia sebagai maskapai penerbangan pembawa bendera, untuk dapat bersaing harus menunjukan kinerja sebagi "World Class Airline".

Untuk dapat menjadi "World Class Airline", Garuda lnd nesia selayaknya mempunyai kinerja tepat waktu antara 90 % hingga 95 %. Ada beberapa alasan bagi maskapai penerbangan untuk memfokuskan diri pada ketepatan waktu jadwal penerbangan. Pertama, akan meningkatkan efisiensi pasar. Kedua, membuat pemanfaatan jam terbang pesawat menjadi lebih baik. Ketiga, mencegah kerugian dari segi keuangan karena adanya tambahan biaya dan kerugian komersil.

Bagi para pemakai. jasa angkutan udara, ketepatan waktu merupakan faktor yang penting setelah keselamatan penerbangan ketika mereka memilih maskapai penerbangan yang akari digunakan. Ketepatan waktu dan konsistensi jadwal penerbangan menjadi salah satu ukuran bagi kinerja sebuah maskapai penerbangan. Kinerja yang baik akan meningkatkan preferensi pemakai jasa angkutan udara untuk menggunakan maskapai penerbangan tersebut.

Dan data yang dikumpulkan, masalah teknik merupakan penyebab tertinggi penundaan penerbangan. Hal mi berhubungan dengan umur dari pesawat yang digunakan. Sebagian besar pesawat berbadan lebar yang dimiliki Garuda Indonesia sudah cukup tua. Terlihat dan lebih tingginya persentase penundaan pada penerbangan internasional dibandingkan domestik. Umur pesawat merupakan hanya salah satu penyebab penundaan penerbangan internasional lebih tinggi, adanya penumpang connecting dari Jakarta ke daerah lain juga merupakan penyebab.

Terjadinya keterlambatan dan atau pembatalan jadwal penerbangan dapat disebabkan oleh penggunaaii jam terbang pesawat yang terlalu tinggi. Hal mi terjadi pada penggunaan Boeing 737, jika ada satu pesawat masuk hanggar lebih dari satu hari maka perusahaan hams membatalkan beberapa penerbangannya. Pemanfaatan jam terbang Boeing 737 saat mi terlalu padat, perawatan harlan hanya dapat dilakukan pada malam hari dan sangat terbatas. Keadaan mi mempengaruhi kondisi pesawat dimasa selanjutnya. Garuda Indonesia selayaknya mengunangi jumlah pemanfaatan jam terbang tersebut agar dapat menjalankan jadwal dengan konsisten dan memiliki citra baik.

Jumlah peralatan pendukung di darat bagi pesawat, seperti Ground Power Unit (GPU), AC Car, Conveyer Belt, Highloader, dan sebagainya yang tidak seimbang dengan jumlah keberangkatan akan menjadi penghambat kelancaran persiapan. Jumlah peralatan yang ada saat mi di Garuda Indonesia sangatlah dirasakan kurang. GPU, GTC dan AC Car yang dapat digunakan kurang lebih 4 buah, padahal pesawat yang membutuhkan melebihi jumlah tersebut. Demikian juga terjadi pada peralatan pendukung lainnya.

Dukungan dari manajemen dalam mengantisipasi kekurangan sarana dan prasarana hams segera dilaksanakan. Pengalihan pada pihak ketiga dapat menjadi salah satu pilihan selain membeli sendiri. Pilihan mana yang akan dipilih tergantung pada perhitungan balk secara keuangan maupun operasional.

Persiapan di area ramp yang efektif dan efisien akan sangat berpengaruh besar dalam persiapan penerbangan. Jalur kritis dalam persiapan ini, dapat disimpulkan adalah pemasangan garbarata, disembarkasi penumpang, persiapan awak kabin, embarkasi penumpang, persiapan dokumen penerbangan, final check dan pelepasan garbarata. Koordinasi yang dilakukan oleh Ramp Dispatcher pada persipan mi harus cermat sehingga akan menjamin ketepatan waktu.

Persiapan lain, seperti penanganan peumpang saat check-in, penanganan bagasi dan kargo, kedatangan crew ke pesawat, pengisian bahan bakar, menaikan makanan ke pesawat, dan transit check juga dapat membuat penundaan penerbangam Kontribusi pengaruhnya kegiatan itu tidak terlalu besar bagi penundaan keberangkatan. Meskipun demikian tidak boleh lepas dari monitor dari Ramp Dispatcher.

Selain hal-hal yang dapat dikontrol oleh perusahaan, terdapat juga penyebab penundaan yang diluar kontrol perusahaan. Cuaca, ATC Clearance, Imigrasi, VVIP merupakan sebagian dari penyebab penundaan penerbangan yang di luar kontrol perusahaan. Adanya penyebab mi megakibatkan sebuak maskapai penerbangan tidak akan mungkin untuk memiliki ketepatan waktu penerbangan hingga 100%.

Dukungan sumber daya manusia yang profesional merupakan hal yang utama daiam meminimalkan jurnlah penundaan penerbangan. Profesionalisme sumber daya manusia dapat dicapai melalui pelatihan dan pendidikan formal maupun non-formal. Peranan Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdikiat) sebagai "Center of Excellent" sangat diperlukan untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang berdayaguna.

Dukungan dapat diberikan dengan menyediakan jenis dan frekuensi kursus yang memadai. Kesulitan untuk mendapat kesempatan mengikuti kursus yang berkaitan dengan tugasnya dirasakan saat ini oleh Ramp Dispatcher, demikian juga dengan bidang kerja lainnya. Pusdikiat harus mampu menyusun jadwal sehingga setiap karyawan memiliki kesempatan lebih banyak. Demikian pula dengan pemilihan jenis kursus yang berkaitan dengan penerbangan dan selalu diperbaharui mengikuti perkembangan dalam dunia penerbangan.

Tujuan untuk meminimalkan penundaan keberangkatan penerbangan akan dapat terlaksana jika semua sadar akan pentingnya jadwal yang tepat waktu bagi pemakai jasa angkutan udara. Dukungan dari tingkat manajemen hingga petugas lapangan dan pusat pendidikan dan latihan PT Garuda Indonesia untuk menciptakan sumber daya manusia yang profesional, perlu ditingkatkan untuk menjadikan maskapai penerbangan Garuda Indonesia menjadi "World Class Airline".

1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suhono Sumobaskoro
Abstrak :
The new approach to the Indonesia Air Transportation Policy, introduced in 1974, raises a number of issues which are of vital importance to the development of the country's air transportation system and the tourist sector. These issues concern the effectiveness of the alternative measures which were introduced as strategy in the new air transportation policy to achieve rational economic resource utilization as well as the influence of these measures on other national policy objectives, such as culture, security, foreign relations, and related national goals. Indonesia's potential and resources for domestic and international tourism development are among the world's greatest. Yet the lack of an effective air transportation policy and system, which are the lifeblood of international tourism, has apparently prevented the country from further capitalizing on these generous natural capital endowments. The study is an attempt to analyze whether the new policy approach has been effective in attaining the desired multi-objectives, and to advance some policy decision-making approaches towards solving the complex air transportation policy problems within the overall national setting . The ultimate goals of the new policy in air transportation are the formulation and implementation of a policy which will be both conducive to the development of the national air transport industry and tourism, and at the same time give due protection against possible future pitfalls in other related sectors of the economy .however because of social, cultural, political, and other considerations or constraints, a certain trade-off among the objectives is inevitable. The policy-maker, striving towards an efficient management of air transport, tourist, and other related national resources has tried to devise a "policy-mix approach" to attain those multiple goals, some conflicting, some complementary, and a few irreconcilable or in-compatible. In order to be able to more objectively evaluate how far the new policy has been able to achieve those policy goals, in other words, how far the policy has been formulated effectively so as to provide the best compromise between the conflicting policy objectives and accommodate most of the supplementary interests which are reconcilable, the dual trade-off analysis has been presented and developed in this study . This is further complemented with other policy decision-making approaches, including games theory, adapted in a participatory air access policy- options display.
1978
D1160
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Cherieta Hasea
Abstrak :
Biaya untuk mendapatkan konsumen baru jauh lebih besar daripada mempertahankan konsumen lama. Mempertahankan loyalitas konsumen merupaka han yang perlu diperhatikan bagi perusahaan jasa. Dari kacamata konsumen, terdapat dua hal yang mempengaruhi konsumen untuk tetap menggunakan jasa perusahaan : hal-hal yang membuat konsumen bertahan dan biaya tangible dan intangible untuk berpindah ke penyedia jasa lainnya. Dalam studi ini, penulis melakukan penelitian terhadap satisfaction dan trust, yang merupakan bagian dari relationship quality, serta switching barrier dalam pengaruhnya terhadap customer loyalty di PT. Garuda Indoneia Tbk. ......The cost of attracting new customers is much higher than the cost of retaining old customers, keeping customers loyal is an important issue for service firms. From the perspective of the customer, two aspects of service affect the decision to remain or defect: what makes a customer want to stay, and the tangible and intangible costs of switching to another service provider. In this research, we studied how satisfaction and trust, which are the antecedent of relationship quality, and switching barrier has a positive effect on customer loyalty in PT. Garuda Indonesia Tbk.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
S54560
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>