Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fayadiva
Abstrak :
ABSTRACT
Wayfinding merupakan suatu kegiatan oleh manusia dalam memilih jalur untuk mencapai tempat tujuannya. Proses wayfinding akan bergantung kepada bagaimana sebuah lingkungan dapat terbaca dengan jelas bagi penggunanya. Skripsi ini membahas mengenai hubungan antara peran citra dan konfigurasi ruang yang terkait dengan fungsi dan strategi yang digunakan dalam wayfinding. Studi kasus dengan beberapa responden di sebuah pusat perbelanjaan dilakukan untuk memahami lebih lanjut mengenai hubungan peran citra dan konfigurasi dalam wayfinding. Dari hasil studi kasus dapat disimpulkan bahwa elemen citra memiliki peran yang berguna sebagai penanda ataupun petunjuk untuk mengidentifikasi lokasi keberadaannya. Konfigurasi berperan untuk memfasilitasi elemen citra tersebut untuk dapat diakses secara visual bagi penggunanya yang dapat dimanfaatkan untuk memerkirakan jarak dan arah.
ABSTRACT
Wayfinding is a process on how people choose a route to reach their destination. The success of wayfinding process depends on how the environment can be readable by its users. This thesis describes about the connection between the role of image and configuration of space related to the function of wayfinding and its strategies. A case study was conducted at a shopping mall to get a better understanding about the role of image and configuration in wayfinding. From the case study it can be concluded that image plays an important role at hinting the users to identify the location. Configuration plays a role to facilitate the elements of image to be visually accessible to its users which can be utilized to estimate the distance and direction.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muthi`Ah Yasmin Alisha
Abstrak :
Makalah ini menjelaskan bagaimana sistem wayfinding membantu pengunjung museum dalam memahami informasi yang diberikan di museum. Pengguna museum sendiri memiliki latar belakang pengunjung yang bervariasi, termasuk penyandang disabilitas tunanetra. Sebagai ruang publik, museum pada umumnya mampu memberikan informasi tertentu bagi pengunjungnya. Informasi tersebut dapat dipahami pengunjung dengan cara yang berbeda-beda, maka dari itu, pengunjung cenderung bergerak secara independen di dalam museum untuk memahami informasi yang terdapat di museum. Dalam mengakomodasi kebutuhan seluruh pengunjung, dibutuhkan penyesuaian di dalam museum agar museum tersebut dapat diakses oleh semua pengunjung. Dalam hal ini, sistem wayfinding hadir untuk mengarahkan pengunjung museum ketika beraktivitas di dalam sebuah museum. Tujuan dari sistem wayfinding sendiri tidak hanya memberikan arahan bagi seseorang untuk bergerak, tetapi juga untuk memahami lingkungan tempat mereka berada. Pada umumnya sistem wayfinding hadir secara visual, tetapi bagi mereka yang memiliki keterbatasan visual memerlukan penggunaan sensori lainnya untuk memahami sistem wayfinding. Oleh karena itu, sistem wayfinding yang disesuaikan di museum harus hadir secara maksimal agar dapat diakses oleh semua kalangan termasuk pengunjung dengan keterbatasan visual. ...... This paper explains how wayfinding system helps museum visitor to understand the information given in a museum. Museum user itself have a varied background of visitors, including people with disability such as blind people. As a public space, museum generally provide certain information for their visitors. Such information can be understood by visitors in different ways, therefore, visitors tend to move independently to understand the information given in the museum. To accommodate the needs of all visitors, adjustments are needed in the museum so that the museum can be accessed by all visitors. In this case, a wayfinding system appears to direct museum visitors when they are exploring the museum. The purpose of the wayfinding system itself does not only provide direction for a person to move, but also to understand the environment in which they are in. In general, the wayfinding system is presented visually, but for those who have visual disability it requires the use of other sensory to understand the wayfinding system. Therefore, an adjusted wayfinding system in the museum must be present optimally so that it can be accessed by all visitors including those with visual disability.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adiva Aninditasari
Abstrak :
Skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan cara untuk bernavigasi melalui proses wayfinding di dalam sebuah labirin. Labirin merupakan sebuah struktur dengan karakteristik yang menimbulkan disorientasi dan menyebabkan kesulitan bagi penggunanya untuk memahami bentuk ruang dan membuat decision plan. Para pengguna merespon pada kesulitan ini melalui proses wayfinding, yaitu proses bernavigasi di dalam space dan menyelesaikan masalah navigasinya. Topik mengenai proses wayfinding di dalam struktur yang menyebabkan disorientasi seperti labirin kemudian muncul, karena kompleksitasnya mempengaruhi proses wayfinding yang terjadi. Dengan menggunakan IKEA Sentul City sebagai studi kasus, skripsi ini menganalisis kompleksitas structural dari sebuah labirin melalui konsep ambages, yang memengaruhi proses wayfinding dalam empat tahap: orientation, information processing, decision making, dan decision execution. Walaupun proses wayfinding masih mengikuti tahapan-tahapan yang sama, faktor- faktor yang dipertimbangkan bergeser karena disorientasi yang diciptakan oleh labirin. ......This study is aimed to explain people’s navigation through wayfinding process in a labyrinth. Labyrinth is a structure with disorienting characteristics, that causes difficulties for occupants in perceiving the structure and forming a decision plan. Occupants respond to the difficulties by performing wayfinding, which is an act of navigating through space and solving their navigation problems. The notion about the wayfinding process in a disorienting structure like labyrinth then emerged, as its structural complexity would differ it from other wayfinding processes. Using IKEA Sentul City as a case, this study analyses the structural complexity of a labyrinth manifested through the concept of ambages, which affects the wayfinding process consisted in four parts: orientation, information processing, decision making, and decision execution. Although the wayfinding process still utilizes the same steps, the considered environmental factors shift due to the disorientation caused by the labyrinth.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Gede Dharma Putra
Abstrak :
Dalam masa pandemi, Perumahan Nasional Beji, Depok Utara melakukan pemberlakukan buka-tutup portal sebagai upaya pencegahan penyebaran virus COVID- 19. Perumahan tersebut merupakan penghubung antara 2 kecamatan di Kota Depok dan digunakan pengendara motor sebagai jalan pintas. Dengan diberlakukannya penutupan portal, pengendara motor mencari rute yang dapat dilalui di dalam perumahan tersebut. Kajian ini bertujuan untuk melihat respon dan perilaku pengendara motor dalam melakukan wayfinding ketika menemukan portal-portal yang menutup akses jalan. Studi ini juga melihat elemen-elemen lingkungan di sekitar perumahan yang membantu pengendara motor dalam melakukan wayfinding. Perilaku saat bernavigasi dan elemen- elemen lingkungan tersebut dilihat berdasarkan teori dari: Passini, Golledge, Ellard, Weisman, Lynch, dan Intini. Metode yang dilakukan adalah dengan mengobservasi langsung perilaku pengemudi saat melakukan wayfinding, yaitu dengan mengikuti pergerakan partisipan di lingkungan Perumahan Nasional Beji. Hasil dari kajian ini, dapat melihat perilaku individu dalam merespon masalah ketika melakukan proses wayfinding pada rute yang berubah di masa pandemi. Kajian ini juga memaparkan elemen-elemen lingkungan yang berpengaruh terhadap pengemudi dan elemen lingkungan yang dibutuhkan pengemudi di Perumahan Nasional Beji ini. ......In the pandemic era, Perumahan Nasional Beji, Depok Utara were having the authority to manage the open-closed system in its settlement as a movement to avoid the spread of COVID-19. This settlement has a role to connect two sub-districts in Depok City as a shortcut route for motorcycles. As a response to the open-closed portal procedure, the motorcyclist will find the new routes to arrive at their destination. This research is aiming to observe the response and behavior of motorcyclists on the wayfinding process when they encounter the portals that blocking the route access. This paper also viewing the environmental elements, which have a role to guide the participants on wayfinding process in the settlement territory. The wayfinding behaviors and environmental elements were based on theory from: Passini, Golledge, Ellard, Weisman, Lynch, and Intini. The methods are observing straight to the participant’s movements when doing wayfinding in Perumahan Nasional Beji. The result of this research is to marking the individual behavior as a response to the wayfinding problem in the routes that have changed since the pandemic era. This research also mentioning the environmental elements which have influenced to wayfinding process and which environmental elements that required for the motorcyclist in Perumahan Nasional Beji.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sekar Narindrasani
Abstrak :
ABSTRAK
Lingkungan yang menyenangkan dapat meningkatkan liveability dari sebuah kota (Rahman, et al, 2014), dan juga meningkatkan imageability suatu space dikarenakan memberikan meaning dari sensasi pleasurable. Dengan mengobservasi kegiatan serta sensory experience di ruang publik, saya bertujuan untuk memahami peluang pengalaman pleasurable digunakan sebagai cara untuk membantu proses wayfinding. Banyak penelitian membahas wayfinding telah dilakukan, kebanyakan berbicara tentang efisiensi yang dinilai dari berbagai aspek seperti pencahayaan (Suzer et al., 2018), suara (Chandrasekera, Yoon, dan D'Souza, 2015), dan bau (Koutsoklenis, dan Papadopoulos, 2011). Selain itu ada juga penelitian yang membahas pleasurable, contohnya rasa pleasurable dalam desain interaktif (Costello & Edmunds, 2007), desain ritel (van Rompay et al., 2011), dan perubahannya di lingkungan perkotaan (Ahmad Nia, Alpar Atun, Rahbarianyazd, 2017), tetapi tidak satupun dari penelitian tersebut yang mencoba menjelaskan bagaimana proses wayfinding bisa dilakukan dengan bantuan pengalaman sensory yang pleasurable. Metode yang digunakan dalam tulisan ini menggunakan teori dari Passini (1992) dan Costello & Edmonds (2007) dan dilakukan dengan observasi aktif, mapping, serta perekaman secara visual. Observasi dilakukan di kawasan Kota Tua Jakarta. Tulisan ini mengungkapkan bahwa pengalaman pleasurable yang membantu proses wayfinding berasal dari pengalaman sensory yang dapat mengakibatkan captivation dan sensation pada subjek yang terlibat.
ABSTRACT
A pleasant environment can improve the liveability of a city (Rahman, et al., 2014), it also improves imageability of a space due to the meaning derived from pleasurable experience. By observing activities and sensory experiences in public spaces, this thesis aim to understand the opportunity for pleasurable experiences to be used as a way to help the wayfinding process. Many studies discussing wayfinding have been done, mostly talk about efficiency observed from various aspects such as lighting (Suzer et al., 2018), sounds (Chandrasekera, Yoon, and DSouza, 2015), and smells (Koutsoklenis, and Papadopoulos, 2011). In addition there are also studies that talks about pleasurable sensations, for example pleasurable in interactive design (Costello & Edmunds, 2007), retail design (van Rompay et al., 2011), and its changes in the urban environment (Ahmad Nia, Alpar Atun, Rahbarianyazd, 2017), but none of them actually trying to explain how wayfinding process could be done by the help of pleasurable experience. The method used in this paper uses theories from Passini (1992) and Costello & Edmonds (2007) and is done by active observation, mapping, and visual recording. Observations were done in Jakarta Old City (Kota Tua). This paper reveals that pleasurable experiences that help the wayfinding process come from sensory experiences that can lead to captivation and sensation to the subject involved.
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shamila Nurul Izzah Choirunnisa
Abstrak :
Wayfinding merupakan kegiatan yang akrab dengan kehidupan sehari-hari manusia. Manusia melakukan wayfinding dalam rangka mencari jalan untuk bernavigasi ke tempat tujuan. Wayfinding bukanlah suatu hal yang sulit bagi orang-orang yang familiar dengan suatu lingkungan navigasi. Di sisi lain, wayfinding bisa menjadi suatu hal yang menantang bagi orang-orang yang tidak familiar dengan suatu lingkungan navigasi. Ketika bernavigasi di lingkungan yang tidak familiar, orang-orang akan lebih mudah tersasar sehingga umumnya akan cenderung merasa khawatir dan berbagai emosi negatif lainnya. Hal ini salah satunya dipengaruhi oleh kondisi dan situasi lingkungan navigasi yang mengakomodasi wayfinding. Skripsi ini ditulis untuk menyelidiki hubungan yang terjadi antara emosi manusia dan lingkungan navigasi dalam wayfinding. Hal tersebut diungkap melalui wawancara kepada beberapa mahasiswa yang pernah atau sedang menetap di luar negeri untuk belajar dan setelahnya dilanjutkan dengan penyebaran kuesioner kepada responden secara lebih umum. Berdasarkan hasil studi kasus, secara garis besar diketahui bahwa lingkungan navigasi menyediakan konteks bagi kegiatan wayfinding. Konteks ini terdiri dari faktor-faktor lingkungan yang menstimulasi dan memicu emosi manusia. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa emosi manusia bersifat kontekstual dan situasional terhadap lingkungan navigasi dalam wayfinding ......Wayfinding is an activity that is familiar with human daily life. Humans do wayfinding in order to find a way to navigate to their destination. Wayfinding is not a difficult thing for people who are familiar with a navigation environment. On the other hand, wayfinding can be challenging for people who are not familiar with a navigation environment. When navigating in an unfamiliar environment, people might get lost more easily and will generally tend to feel worried and various other negative emotions. This is influenced by condition and situation of the navigation environment that accommodates wayfinding. This thesis was written to investigate the relationship between human emotions and the navigation environment within wayfinding. This was revealed through interviews with several students who had or are currently living abroad to study and after that it was continued by distributing questionnaires to more general respondents. Based on the results of the case studies, it is generally known that the navigation environment provides a context for wayfinding activities. This context consists of environmental factors that stimulate and trigger human emotions. Therefore, it can be concluded that human emotions are contextual and situational towards the navigation environment within wayfinding.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reswari Mawardwita
Abstrak :
ABSTRAK
Manusia, dalam mengalami ruang arsitektur, akan melibatkan indera yang bekerja pada mereka, antara lain; indera penglihatan, indera peraba, indera pendengaran, indera penciuman, dan indera pengecap. Namun, dominasi indera visual masih banyak terjadi dalam praktik arsitektur sendiri. Hal tersebut kemudian menimbulkan pertanyaan mengenai bagaimana tunanetra, dengan keterbatasan dalam kemampuan visual mereka, mengalami ruang arsitektur, terutama pada proses orientasi dan mobilitas yang dilakukan.

Skripsi ini membahas proses wayfinding yang dilakukan tunanetra di dalam ruang. Wayfinding merupakan cara manusia mengorientasikan diri mereka di dalam sebuah ruang. Pada tunanetra, proses wayfinding yang dilakukan tentu akan banyak melibatkan indera non visual mereka. Pembahasan berdasarkan studi literatur, studi presedan, serta studi kasus yang dilakukan pada tunanetra low vision dan total blind. Hasil yang diperoleh adalah arsitektur memiliki peranan penting dalam proses wayfinding yang dilakukan tunanetra, yang mana meliputi proses pencarian informasi, penemuan landmark, serta pembentukan familiaritas pada ruang.
ABSTRACT
People, in experiencing an architectural space, will involve the senses that are worked on them, those are; visual, tactile, hearing, smell, and taste. However, the dominance of visual sense is still found in many architectural works. Afterwards, it brings out a question of how blind people, with their lack of visual ability, experience architectural space, especially in the process of orientation and mobility.

This thesis discusses about the wayfinding process of blind people. Wayfinding is the way people orient themselves in a space. For the blind, wayfinding would involve non-visual senses of theirs. The discussion is based on study of literature, precedent studies, and case studies that have been done on people with low vision and total blindness. The result showed us that architecture itself has an important role in the process of blind wayfinding, which includes the information retrieval, the discovery of landmark, the process of mapping, as well as the formation of familiarity of the space.
2016
S63423
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chairunnisa Yasmin Azzahra
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai peran keterbacaan signage secara legibile dan visibile dalam proses navigasi terutama di ruang publik. Legibility berkaitan dengan signage sebagai objek yang memiliki karakter grafis, sedangkan visibility diukur berdasarkan kondisi spasial. Skripsi ini menggunakan sebuah mal di Jakarta Selatan sebagai subjek pengamatan dalam menganalisis legibility dan visibility signage. Legibility dianalisis melalui efisiensi informasi, penggunaan bahasa, pemilihan warna, dan posisi yang strategis mampu menghadirkannya sebagai sebuah brand image atas Environmental Graphic Design. Visibility dianalisis berdasarkan teori wayfinding behaviour, akses visual yang hadir baik vertikal dan horizontal serta pemanfaatan landmark pada instalasi signage. Melalui hasil observasi dan studi literatur, keterbukaan floor plan merupakan dasar agar signage terbaca dari jauh dan terikat satu sama lain untuk menciptakan boundaries non-fisik. Inkonsistensi gaya pada grafis akan mengurangi familiaritas terhadap signage. Didapatkan bahwa legibility dan visibility pada signage berperan untuk meningkatkan keterbacaan dan familiaritas informasi grafis dengan memberikan keleluasaan ruang dan posisi bagi pelaku wayfinding tanpa adanya unnecessary distraction dari elemen arsitektur terbangun saat melakukan proses navigasi. ......This undergraduate thesis discusses the role of signage’s legibility and visibility in the navigation process, particularly in public spaces. Legibility refers to the signage as an object with graphic characteristics, while visibility is measured on the associated spatial conditions. This thesis uses a mall in South Jakarta as the subject of observation in analysing the legibility and visibility of signage. Legibility is analysed based on information efficiency, multilanguage, colour selection, and strategic position can present as a brand image in Environmental Graphic Design. Visibility is analysed based on the theory of wayfinding behaviour, the presence of visual access both vertically and horizontally, and the utilization of landmarks in signage installations. Through this observation and literature review, it is found that the openness of floor plan serves as a basis for signage to be seen from distance and interconnected to one and another to create non-physical boundaries. It is concluded that legibility and visibility in signage play a role in enhancing the readability and familiarity of graphic information by providing spatial freedom and positioning for wayfinding actors without unnecessary distraction from the built architectural elements during the navigation process.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sayidul Fikri
Abstrak :
Efektivitas Wayfinding adalah kesuksesan interaksi antara faktor manusia dan faktor lingkungan yang mampu membuat seseorang berhasil berpindah dari posisi sekarang ke posisi yang ingin dituju dengan waktu yang sesuai dengan kebutuhan. Saat ini proses tersebut belum dimodelkan untuk menggambarkan hubungan dari kesuksesan efektivitas wayfinding tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk memodelkan komplek sistem dari aktivita wayfinding dengan menggunakan Bayesian Network, dan model tersebut menyesuaikan dengan faktor-faktor yang di aplikasikan di Terminal 2 Bandara Soekarno Hatta. Model menjelaskan bahwa faktor manusia memiliki dampak yang lebih besar dari faktor lingkungan dalam mempengaruhi efektivitas wayfinding. Untuk Faktor manusia sendiri faktor yang paling berpengaruh adalah previous familiarity diikuti dengan cognitive spatial skill. Model ini juga memprediksi bahwa navigation pathway memiliki pengaruh lebih besar dari terminal design dalam memberikan dampak pada faktor lingkungan. ...... Effective Wayfinding is the successful interplay of human and environmental factors resulting in a person successfully moving from their current position to a desired location in a timely manner. To date this process has not been modelled to reflect this interplay. This paper proposes a complex modelling system approach of wayfinding by using Bayesian Networks to model this process, and applies the model to airports. The model suggests that human factors have a greater impact on effective wayfinding in airports than environmental factors. The greatest influences on human factors are found to be the level of previous experienced by travellers and their cognitive and spatial skills. The model also predicted that the navigation pathway that a traveller must traverse has a larger impact on the effectiveness of an airport rsquo s environment in promoting effective wayfinding than the terminal design.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Marcelina
Abstrak :
Berpacu dengan waktu, elemen ruang bandar udara diharapkan dapat mengarahkan penggunanya dengan cepat, baik dan nyaman tanpa melupakan nilai estetika desain. Oleh karena itu, elemen ruang yang mendukung wayfinding pengguna merupakan syarat utama bagi setiap bandar udara, khususnya bagi terminal kedatangan bandar udara internasional. Sebagai ambang pertama suatu negara, terminal kedatangan bandar udara internasional memiliki peran penting dalam membentuk impresi baik suatu negara. Terminal kedatangan internasional juga merupakan terminal dimana penumpang yang melakukan transit mencari arah menuju terminal keberangkatan berikutnya. Oleh karena itu, penerapan elemen ruang yang mendukung kegiatan wayfinding di terminal kedatangan bandar udara internasional merupakan hal yang penting untuk diperhatikan. Desain lingkung bangun terminal bandar udara internasional yang besar dan repetitif sulit dibedakan satu sama lain dan membingungkan pengguna yang sedang melakukan wayfinding. Oleh karena itu, penerapan elemen ruang yang mendukung diferensiasi ruang di bandar udara merupakan hal yang sangat berpengaruh terhadap perilaku wayfinding pengguna. Sayangnya, pembahasan mengenai diferensiasi ruang terbilang masih sedikit. Dengan mengamati dan menganalisis studi kasus menggunakan literatur yang ada, skripsi ini membahas penerapan elemen ruang yang mendukung diferensiasi ruang terkait dengan wayfinding pada terminal kedatangan bandar udara internasional. ......Racing against time, spatial elements of an airport should direct its users fast and comfortably, without ignoring its aesthetic value . Therefore, spatial elements that support user 39 s wayfinding is the main requirement for every airport, especially for arrival terminal of international airport. As the first threshold of a country, international arrival terminal of an airport has an important role in shaping the impression of its country. The international arrival terminal is also a terminal where transit passengers are looking for directions to the next departure terminal. Therefore, the application of spatial elements that support wayfinding activities in international airport terminals is an important thing to be concerned. The large and repetitive design of international airport terminal is difficult to be distinguished from one another and confuse users who are performing wayfinding. Therefore, the application of spatial elements that support space differentiation at the airport is very influential to the user's wayfinding behavior. Unfortunately, even though it is important, there is not many discussion about space differentiation. By observing and analyzing case studies using the existing literature, this thesis discusses the application of space elements that support the space differentiation associated with wayfinding at the arrival terminal of the international airport.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S67867
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>