Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aisyah
Abstrak :
Di Indonesia, tuberkulosis (TB) paru menjadi salah satu prioritas nasional dalam program pengendalian penyakit karena dapat berdampak terhadap kualitas hidup, ekonomi, dan menyebabkan kematian. Status gizi merupakan penentu penting dari klinis pasien TB. TB diketahui dapat menyebabkan malnutrisi, sedangkan malnutrisi dapat menjadi faktor risiko terjadinya aktivasi TB. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi gizi kurang pada pasca TB paru dan faktor-faktor yang berhubungan. Faktor-faktor yang diteliti dalam penelitian ini adalah gejala klinis TB dan hasil gambaran foto X-ray toraks. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik menggunakan desain penelitian cross sectional. Penelitian dilakukan pada Juni 2011 di Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur. Pemilihan sampel penelitian dilakukan dengan total sampling dengan jumlah sampel 78 orang. Pengambilan data dilakukan melalui pengisian kuesioner dengan wawancara langsung, pengukuran berat badan, pengukuran tinggi badan, dan pemeriksaan radiologi X-ray toraks. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subyek terbanyak berusia 26-65 tahun (74,4%) dan berjenis kelamin laki-laki (52,6%). Prevalensi malnutrisi pada pasca TB sebesar 52,3% dengan rerata IMT 18,29±2,43 kg/m2. Sebanyak 67,9% subyek masih memiliki gejala klinis TB dan lesi infiltrat pada foto X-ray toraks sebanyak 51,3%. Berdasarkan uji statistik dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara status gizi dengan gejala klinis TB (p≥0,05) dan gambaran hasil foto X-ray toraks (p≥0,05).
In Indonesia, pulmonary tuberculosis (TB) is one of a national priority in disease control programs because it affects the quality of life, economy, and mortality. Nutritional status is an important determinant of clinical manifestation in pulmonary TB patients. TB can lead to malnutrition, while malnutrition may predispose TB. This study aims to determine prevalence of under nutrition on post pulmonary TB and its associated with clinical symptoms and chest X-ray findings. This study is an observational analytic using cross sectional design. This study was held in June 2011 in South Central Timor District, East Nusa Tenggara. The selection of the samples is done by total sampling by involving 78 subjects. The data was collected by interviewing all subjects with questionnaire, the body weight measurement, height measurement, and chest X-ray examination. The result of this study shows that the most subjects aged 26-65 years (74,4%) and males (52,6%). Prevalence of under nutrition on post TB is 52,3% and the mean BMI is 18,29±2,43 kg/m2. Most of subjects still have one of clinical symptoms of TB (67,9%) and infiltrate on chest X-ray finding (51,3%). It was concluded that there are no association between nutritional status with clinical symptoms (p≥0,05) and chest X-rays findings (p≥0,05).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maina Setiani
Abstrak :
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama diseluruh dunia termasuk di Indonesia. Lesi tuberkulosis menggambarkan proses yang terjadi di paru dan dapat dideteksi oleh pemeriksaan radiologi toraks. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran radiologi toraks pasien pascatuberkulosis dan faktor-faktor yang berhubungan di Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan menggunakan desain cross sectional. Data didapatkan dengan melakukan wawancara berdasarkan kuesioner dan pemeriksaan radiologi toraks pada 61 subjek di Nusa Tenggara Timur. Subjek sebagian besar berusia dibawah 50 tahun (65,5%), berjenis kelamin laki-laki (50,8%), memiliki keluhan batuk (63,9%), sesak napas (59%) dan nyeri dada (8,2%). Gambaran radiologi toraks yang ditemukan adalah lesi aktif TB (45,9%), lesi bekas TB (42,6%) dan normal (11,5%). Lesi tuberkulosis yang ditemukan adalah fibrosis (72,1%), infiltrat (45,9%), ektasis (45,9%), kavitas (3,3%), kalsifikasi (24,6%), penebalan pleura (13,1%) dan luluh paru (3,3%). Pengolahan data menggunakan SPSS 16 yang kemudian dianalisis menggunakan uji chi-square dan kolmogorov-smirnov. Hasil yang diperoleh adalah tidak terdapat hubungan bermakna antara gambaran radiologi toraks pasien pascatuberkulosis dengan usia (p = 0,985), jenis kelamin (p = 0,309), keluhan batuk (p = 0,357), sesak napas (p = 0,918) dan nyeri dada (p = 1,000). ...... Tuberculosis remains major health problem worldwide, including Indonesia. Tuberculosis lesions describe the process that occurs in the lung and can be detected by chest radiologic examination. This study aims to describe chest radiologic findings of post-pulmonary tuberculosis patients and associated factors in East Nusa Tenggara Province by using cross-sectional design. Data obtained by conducting interviews based on questionnaires and radiological examination in 61 subjects in East Nusa Tenggara. Most subjects are less than 50 years old (65.5%), male (50.8%), have cough (63.9%), dipsneu (59%) and chest pain symptom (8.2 %). Chest radiologic findings showed active lesion of TB (45,9%), former lesion of TB (42.6%) and normal (11.5%). Tuberculosis lesions found are fibrosis (72.1%), infiltrates (45.9%), ectasis (45.9%), cavities (3.3%), calcification (24.6 %), pleural thickening (13.1%) and destroyed lung (3.3%). Data processed using SPSS 16 and analyzed using the chi-square and kolmogorov-smirnov test. Results shows there is no relationship between chest radiologic findings of post pulmonary tuberculosis patients by age (p = 0.985), gender (p = 0.309), cough (p = 0.357), dipsneu (p = 0.918) and chest pain (p = 1.000).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jeaneria Rushadi
Abstrak :
Penyakit Tuberkulosis paru (TB Paru) masih menjadi penyebab tingginya angka kesakitan dan kematian di dunia, termasuk Indonesia. Angka penemuan kasus TB paru di Kota Sukabumi berada di urutan ke-3 tertinggi yang ada di Provinsi Jawa Barat, yaitu mencapai 75,83%. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor risiko yang mempengaruhi kejadian TB paru di Kota Sukabumi. Desain penelitian yang digunakan adalah kasus kontrol. Kriteria kasus yang digunakan dalam penelitian ini adalah penderita baru TB Paru yang berusia minimal 15 tahun dan dinyatakan positif berdasarkan konfirmasi laboratorium Puskesmas, sudah diobati dengan OAT selama sekitar 4 minggu serta bertempat tinggal di Kota Sukabumi, sedangkan kriteria kontrolnya adalah tetangga terdekat dari rumah kasus yang tidak menderita TB paru, tidak memiliki gejala klinis mirip TB paru berdasarkan konfirmasi dari petugas puskesmas, berusia minimal 15 tahun dan bertempat tinggal di Kota Sukabumi. Jumlah sampel kasus adalah 58 responden, dan kontrol 58 responden. Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian TB paru di Kota Sukabumi adalah jenis kelamin (OR 7,28; 95% CI 3,161-16,782), kepadatan hunian (OR 3,24; 95% CI 1,401-7,477), pencahayaan (OR 4,06; 95% CI 1,850-8,916), keberadaan sinar matahari di dalam ruangan (OR 3,05; 95% CI 1,206-7,687), dan kebiasaan merokok (OR 7,53; 95% CI 3,227-17,564). Hasil analisis multivariat dengan menggunakaan pemodelan regresi logistik menunjukkan bahwa jenis kelamin laki-laki, dan pencahayaan rumah kurang dari 60 lux berhubungan dengan terjadinya TB paru. Faktor risiko yang paling dominan mempengaruhi kejadian TB paru di Kota Sukabumi berdasarkan analisis multivariat adalah jenis kelamin laki-laki (OR 5,85; 95% CI 2,384-13,821). ...... Pulmonary Tuberculosis remains a major cause of morbidity and mortality in the world, including Indonesia. Case Detection Rate (CDR) of pulmonary tuberculosis in Sukabumi is the 3rd highest among the cities in West Java Province, as the value reaches 75.83%. The aim of this study is to analyze the risk factor that affected pulmonary tuberculosis incident in Sukabumi in 2014. This study used a case control design, as the criteria of the case used were new pulmonary TB patients with at least 15 years old age, are sputum smear positive confirmed by the health care laboratory, has been treated with Anti-Tuberculosis Medications for about 4 weeks, and live in Sukabumi City, whereas the control criteria were nearest neighbors of the cases that neither did suffer from pulmonary tuberculosis nor have clinical symptoms similar to pulmonary tuberculosis based on the confirmation of the clinic staff, with at least 15 years old age, and live in Sukabumi City. The number of case samples and control samples were 58 respondents, respectively. The results of this study showed that the risk factors affecting the incidence of pulmonary tuberculosis in Sukabumi were gender (OR 7.28; 95% CI 3.161-16.782), housing density (OR 3.24; 95% CI 1.401-7.477), lighting (OR 4.06; 95% CI 1.850-8.916), sunlight existence inside the house (OR 3.05; 95% CI 1.206-7.687), and smoking habit (OR 7.53; 95% CI 3.227-17.564). Multivariate analysis using multiple logistic regression model indicated that the male gender and the house lighting less than 60 lux were associated with the occurrence of pulmonary tuberculosis. The most dominant risk factor affecting the incidence of pulmonary tuberculosis in Sukabumi was male gender (OR 5.85; 95% CI 2.384-13.821).
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S55983
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dede Mahmuda
Abstrak :
Tingginya beban penyakit tuberkulosis paru masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dunia terutama Indonesia. Namun, faktor risiko penularan dari segi lingkungan belum banyak diperhatikan. Hal ini diindikasikan dengan kurangnya keberadaan rumah sehat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh status rumah sehat dengan kejadian TB paru di Provinsi Banten. Penelitian ini merupakan analisis data sekunder Riskesdas 2010 menggunakan desain studi potong lintang pada 7.536 anggota rumah tangga berumur 15 tahun ke atas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi TB paru di Banten sebesar 1,3% (95% CI: 1,0-1,5). Analisis multivariabel menemukan adanya interaksi antara status rumah sehat dengan status ekonomi, dimana orang yang memiliki rumah tidak sehat pada status ekonomi rendah berpeluang 2,152 kali lebih besar untuk menderita TB paru dibanding orang yang memiliki rumah sehat.
The high burden of pulmonary tuberculosis disease still becomes public health problem in the world especially Indonesia. However, risk factors in term environmental aspects are not getting much attention yet. It is indicated by lacking of healthy housing existence. This study aims to determine the effect of healthy housing status on incidence of pulmonary TB in Banten Province. This study is a secondary data analysis of BHS 2010 using cross-sectional design on 7.536 household members aged 15 years old above. The result showed prevalence of pulmonary TB in Banten is 1,3% (95% CI: 1,0-1,5). Multivariate analysis found an interaction between healthy housing status by economic status, those people who have unhealthy housing at low economic status 2,152 times more likely to suffer from pulmonary TB than people who have healthy housing.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S55823
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edwan NS
Abstrak :
Latar Belakang : Penyakit TB Paru adalah penyakit menular langsung )yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Lahir dari 90% kasus TB Paru ditemukan di negara berkembang. Di Indonesia penyakit TB Paru masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat Di Kecamatan Tebet jumlah penderita TB Paru pada tahun 2006 adalah 262 kasus meningkat menjadi 284 kasus pada tahun 2007. Peranan fuktor llnglamgan fisik dalam rumah menentukan penyebaran penyakit TB Paru, sehingga dalam penanggulangan TB Pary yang komprehensif harus memperhatikan fuktor lingkungan fisik dalam rumah. Pada tahun 2007, cakupan rumah sehat di Kecamatan Tebet hanya 40-50o/o, hal ini diduga memperbesar timbulnya penularan TB Paru. Tujuan : Penelitian ini untuk. melihat hubungan lingkungan fisik dalam rumah dengan kejadian TB Paru BTA (+) di Kecamatan Tebet Kota Administrasi Jakarta Selatan tahwt 2008. Metode : Desain studi kasus control dengan 50 kasus )'!lng diambil deri peoderita TB Paru BTA (+) di Puskesmas Kecamatan Tebet dan 50 kontrol yang diambil dari penderita TB Paru BTA (-). Hasil : Analisis multivariate lingkungan fisik dalam rumah )'!lng berhubungan dengan kejadian TB Paru BTA (+) adalah : kelembaban dalam rumah <40% atau >70% (OR :3,25 95% Cl 1,29-8,21). Dari faktor resiko kebiasaan perilaku penghuni didalam rumah hanya lama merokok > I 0 tahun yang bermakna (OR:4,09 95% CI 1,24-13,51). Kesimpulan: faktor lingkungan fisik rumah yang paling dominan terbadap kejadian TB Paru BTA (+) di Kecamatan Tebet Kota Adrninistrnsi Jakarta Selatan tabun 2008 adalah lama merokok > I 0 tahun setelah dikontrol dengan kelembahan dalam rumah. Saran : Kerjasama lintas sektoral dalam penataan desain dan konstruksi rumah sehat bila ada penataan ulang perumahan serta melakukan penyuluhan menganai rumah sehat. ......Background : Pulmonary Tb, is an infective-contagious disease caused by Mycobacterium tubercoulosis. More than 90% of global pulmonary TB cases occw: in the developing countries.TB remains an important public health problem in Indonesia. The occurrence of pulmonary TB in Municipality of South Jakarta in the year of 2006 are 262 cases and increase to 284 cases in 2007. Physical Environment condition of the house i:s one factor that playing important role in Pulmonary TB spreading, especially the coverage of healthy housing in City of South Jakarta only 40-50".4 in 2007. Objectives : to investigate the relation between physical environment of the house with occurrence of pulmonary TB in municipality of South Jakarta. Methods ; this case-control study design used 50 cases aed 50 controls. Those respondents had been taken from Public Health CentO£ ofTebet Subdistrict. Results : Based on multivariate analysis housing conditions that influenced the risk of pulmonary TB are: the level of humidity of the house less than 40% or more than 70% (OR; 3,25 95%CI 1,29·8,21). In addition, of daily habit factors only 1ength consumption of smoke more than 10 years is significant associated (OR ; 4,09 95%Cll,24-13,51). Suggestion : TB control progrmn in Tebet Subdistrict should coordinates with other department to improve housing design and give health promotion activities about healthy house.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T20970
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
[Diabetes melitus (DM) diketahui meningkatkan risiko terjadinya tuberkulosis (TB) melalui penurunan imunitas tubuh. Pada daerah dengan prevalensi DM yang tinggi, masyarakat dengan faktor-faktor risiko TB lebih rentan mengalami DM-TB. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya risiko TB pada pasien DM berdasarkan proporsi faktor-faktor risiko TB di Ternate, Indonesia, yang merupakan daerah dengan prevalensi TB dan DM yang tinggi. Pada penelitian ini, sebanyak 30,5% responden memiliki DM-TB; sebanyak 11,7% responden memiliki IMT rendah, dengan dua-pertiga diantaranya (66,6%) memiliki DM-TB; sebanyak 15,6% responden memiliki suspek TB di keluarga, dengan hampir setengahnya (41,6%) memiliki DM-TB; dan sebanyak 32,5% responden memiliki riwayat merokok, dengan hampir setengahnya (44%) memiliki DM-TB. Hasil ini menunjukkan Ternate sangat rentan terhadap komorbiditas DM-TB., Diabetes mellitus (DM) is known to increase the risk of tuberculosis (TB) through the decreasing immune system. In area with high prevalence of DM, there is a higher risk of DM-TB in the community with risk factors of TB. This study aims to find how big the risk of TB is in DM patients based on the proportion of TB risk factors in Ternate, Indonesia, where the prevalence of TB and DM are high. This study shows that 30,5% subjects has DM-TB; 11,7% subjects have low BMI, with two-thirds of them (66,6%) have DM-TB; 15,6% subjects have TB suspects in family, with almost half of them (41,6%) have DM-TB; and 32,5% subjects have history of smoking, with almost half of them (44%) have DM-TB. The result shows that people in Ternate is more susceptible to DM-TB comorbidity.]
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
[Tuberkulosis (TB) dan diabetes mellitus (DM) merupakan komorbiditas yang banyak ditemui di Indonesia. Untuk menurunkan prevalensi komorbiditas tersebut, diperlukan prediktor untuk mendeteksi dini diabetes mellitus pada pasien tuberkulosis. Faktor risiko yang digunakan sebagai prediktor adalah usia, indeks massa tubuh (IMT), dan riwayat keluarga. Data ketiga faktor risiko tersebut dikumpulkan dari 31 pasien TB tanpa DM serta 24 pasien TB-DM yang terdaftar di puskesmas dan Diabetes Center Ternate. Ditemukan bahwa TB-DM memiliki proporsi yang tinggi pada kelompok usia > 44 tahun (p < 0,001), IMT ≥ 18,5 kg/m2 (p = 0,001), dan riwayat DM pada keluarga (p = 0,035). Oleh karena itu, ketiga faktor tersebut dapat digunakan sebagai prediktor DM pada pasien TB., Tuberculosis (TB) and diabetes mellitus (DM) are comorbidities commonly found in Indonesia. In order to lower the prevalence of the comorbidities, predictors could be used to screen diabetes mellitus on tuberculosis patients. Risk factors which were used as predictors are age, body mass index (BMI), and family history. The data of those risk factors were gathered from 31 TB without DM patients and 24 TB-DM patients registered in health centers and Diabetic Center of Ternate. The analysis showed high proportion of TB-DM among groups of > 44 years old (p < 0,001), BMI ≥ 18,5 kg/m2 (p = 0,001), and positive family history of DM (p = 0,035). Therefore, those factors could be used as predictors of DM in TB patients.]
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
[Tuberkulosis (TB) dan diabetes mellitus (DM) merupakan dua penyakit yang telah diketahui dapat menjadi komorbiditas. TB meningkatkan risiko terjadinya DM melalui mekanisme hiperglikemia reaktif dan resistensi insulin. Indonesia merupakan negara yang memiliki beban ganda untuk kedua penyakit ini. Oleh karena itu, perlu adanya pedoman untuk skrining DM pada pasien TB. Penelitian ini dilakukan untuk melihat aplikasi skor ADA (skor risiko DM) pada pasien TB dan hubungannya dengan komorbiditas DM-TB. Studi ini adalah penelititan cross sectional pada 56 subjek di Ternate yang merupakan salah satu daerah endemik DM di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode kuesioner yang diadaptasi dari ADA untuk mengetahui skor risiko diabetes pasien TB. Selain itu, dilakukan juga pemeriksaan gula darah sewaktu untuk diagnosis DM. Dalam penelitian ini didapatkan proporsi DM-TB di Ternate sebesar 32.1% dan terdapat hubungan bermakna antara skor ADA dengan komorbiditas DM-TB (p < 0.001). Didapatkan pula adanya kecenderungan cut off skor ADA (untuk menyatakan risiko tinggi DM) yang lebih rendah pada pasien TB dibandingkan populasi umum. Sebagai kesimpulan, skor ADA dapat digunakan untuk mengkalkukasikan risiko DM pada pasien TB, Tuberculosis (TB) and diabetes mellitus (DM) are two diseases that have been known to have mutual relationship. TB increases the risk of diabetes through mechanisms of reactive hyperglycemia and insulin resistance. Indonesia is one of the countries with high burden for these diseases. With this situation we need to establish a guideline for screening diabetes in tuberculosis patients. This study was conducted to test the application of ADA score (American Diabetes Association risk score) in tuberculosis patients and its relation with DM-TB comorbidity through cross sectional study. We took 56 samples in Ternate as one of the DM endemic regions in Indonesia. The method is using a questionnaire adapted from ADA risk score to calculate tuberculosis patients’ diabetes risk score. We also screened for the presence of diabetes in these patients using fasting glucose level. In this study, we found that the proportion of diabetes comorbidity among tuberculosis patients in Ternate is 32.1%. There is a significant association between ADA score and DM-TB comorbidity (p< 0.001). We also found a tendency that the cut-off score for defining high risk for DM is lower in tuberculosis patients than in general population. In conclusion, ADA score can be used to calculate the DM risk in tuberculosis patients.]
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library