Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 28 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kamilia Rifani Ufairah
"Latar belakang: Glaukoma merupakan penyakit kronik pada mata yang menjadi penyebab kebutaan kedua setelah katarak di Indonesia. Saat ini, terdapat sejumlah 427.091 penduduk Indonesia yang menjalani rawat jalan terkait glaukoma. Pada tingkat global, glaukoma sudut terbuka merupakan penyebab kebutaan pertama. Pengobatan farmakologis jangka panjang merupakan terapi utama untuk mencegah progresivitas glaukoma yang memerlukan kepatuhan penggunaan obat oleh pasien. Tujuan: Memberikan gambaran mengenai tingkat kepatuhan penggunaan obat pasien glaukoma sudut terbuka di RSCM Kirana sebagai pusat rujukan nasional, disertai pengaruh dukungan pengasuh atau keluarga terhadap derajat kepatuhan tersebut. Metode: Studi dilaksanakan secara potong lintang dengan teknik pengambilan sampel consecutive. Sampel terpilih sejumlah 96 orang merupakan pasien tergolong kriteria inklusi dari RSCM Kirana. Sampel diwawancarai secara daring dengan pertanyaan bersumber dari kuesioner adaptasi Morisky Medication Adherence Scale dan Duke UNC-Functional Social Support Questionnaire. Hasil: Distribusi derajat dukungan pengasuh atau keluarga dari 96 responden adalah 29.2% beroleh dukungan rendah, 51.04% dukungan sedang, dan 19.8% dukungan tinggi. Sementara distribusi derajat kepatuhan penggunaan obat adalah 50% beroleh kepatuhan rendah, 32.3% kepatuhan sedang, dan 17.7% kepatuhan tinggi. Nilai p (p=0.822) menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh signifikan antara derajat dukungan pengasuh atau keluarga terhadap derajat kepatuhan penggunaan obat pasien glaukoma sudut terbuka di RSCM Kirana. Simpulan: Derajat dukungan pengasuh atau keluarga tidak memiliki pengaruh signifikan dengan derajat kepatuhan penggunaan obat pasien glaukoma sudut terbuka (p>0.05) dan diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengatasi keterbatasan studi

Background: Glaucoma is a chronic eye disease which causes blindness second to cataracts in Indonesia. Currently, there are 427,091 Indonesians who undergo outpatient care related to glaucoma. Open-angle glaucoma is the leading cause of blindness globally. Long-term pharmacological treatment is suggested as the main therapy to prevent disease progression therefore requires adherence. Objective: To provide an overview of the level of medication adherence in open-angle glaucoma outpatients at RSCM Kirana along with the effect of family or caregiver support upon it. Methods: The study design was cross-sectional with a consecutive sampling technique. The selected sample of 96 people were RSCM Kirana open-angle glaucoma outpatients who fulfilled the inclusion criteria requirements. The sample was interviewed online with questions adapted from the Morisky Medication Adherence Scale and Duke UNC-Functional Social Support Questionnaire. Results: The distribution regarding the degree of caregiver or family support out of 96 respondents were 29.2% experienced low support, 51.04% had moderate support, and 19.8% had high support. On the other hand, the distribution of medication adherence degree were 50% had low adherence, 32.3% had moderate adherence, and 17.7% had high adherence. The p-value (p = 0.822) indicates the degree of family or caregiver support has no significant effect on the degree of adherence to medication outcome in open-angle glaucoma patients at RSCM Kirana. Conclusions: The degree of family or caregiver support does not significantly affect the degree of adherence to medication use in open-angle glaucoma patients (p> 0.05). Further research is needed to overcome the recent study limitations
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lumban Gaol, Nova M.
"Kondisi masyarakat perkotaan yang membutuhkan tempat tinggal bagi lansia semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah lansia. PSTW Budi Mulia 1 Cipayung adalah salah satu pilihan tempat tinggal bagi lansia dengan berbagai fasilitas dan pelayanan yang dapat mempertahankan kemandirian dan kualitas hidup lansia. Sebuah riset internasional yang dilakukan oleh US Census Bureau, International Data Base tahun 2004 dalam Made (2010) terhadap penduduk Indonesia menyatakan bahwa sebanyak 31,7% dari jumlah lansia di Indonesia mengalami insomnia. Bapak E (68 tahun) merupakan salah satu klien yang tinggal di PSTW dan mengalami insomnia.
Karya ilmiah ini bertujuan untuk menggambarkan asuhan keperawatan secara komprehensif bagi lansia dengan masalah insomnia dan menganalisis intervensi terapi aktivitas dalam mengatasi masalah insomnia pada lanjut usia. Terapi aktivitas merupakan sekumpulan kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan status kesehatan individu. Jenis terapi aktivitas yang digunakan adalah penjadwalan aktivitas dan olahraga aerobik lansia. Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama tujuh minggu diperoleh hasil bahwa klien mengalami peningkatan kualitas tidur yang ditandai dengan skor PSQI klien menurun dari 18 menjadi 13.

Urban communities who need a place to stay for the elderly increased along with the increasing number of elderly. PSTW Budi Mulia 1 Cipayung as one of the housing options for the elderly with a variety of facilities and services to maintain autonomy and quality of life the elderly. US Census Bureau, International Data Base on 2004 found that 31.7% elderly in Indonesia suffered insomnia. Mr. E (68 years old) is a client who lived on PSTW and suffered insomnia.
This paper aims to describe a comprehensive nursing care for elderly people with insomnia and analyze activity therapy interventions for insomnia in the elderly. The meaning Activity therapy is set of activities undertaken to improve the health status of elderly. This type of activity therapy consist of activity scheduling and aerobic excercise. After giving interventions for seven weeks, Mr. E showed that sleep quality client improved by PSQI score from 18 become 13.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ririn Septiani
"Kawasan perkotaan merupakan kawasan yang padat lingkungannya. Hal tersebut tentunya berdampak pada masayarakat perkotaan yang ada di dalamnya. Salah satunya adalah lansia. Masalah yang paling sering dikeluhkan lansia adalah insomnia. Insomnia adalah keluhan tentang kurangnya kualitas tidur yang disebabkan oleh sulit memasuki tidur, sering terbangun malam kemudian mengalami kesulitan untuk kembali tidur, bangun terlalu pagi dan tidur yang tidak nyenyak. Penatalaksanaan insomnia dapat dilakukan melalui terapi farmakologi dan terapi non farmakologi. Intervensi yang ditetapkan pada karya ilmiah ini adalah terapi non farmakologi yang meliputi sleep restriction, sleep restriction, teknik relaksasi (relaksasi nafas dalam dan relaksasi progressif), teknik massase dan pemberian aromaterapi.

Region is an area of dense urban environment. It is certainly an impact on urban communities in it. One is the elderly. The most common problems are the elderly complained of insomnia. Insomnia is a complaint about the lack of quality sleep caused by difficult enter sleep, frequent night awakenings and then have difficulty returning to sleep, waking up too early and sleep soundly. The management of insomnia can be done through pharmacological therapy and non-pharmacological therapy. Interventions are defined in this paper is a non-pharmacological therapies include sleep restriction, sleep restriction, relaxation techniques (deep breathing relaxation and progressive relaxation), and the provision of technical massase aromatherapy. "
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ginting, Hestiani Windari Br.
"Jumlah masyarakat perkotaan semakin lama semakin meningkat akibat arus urbanisasi. Tinggal di perkotaan berdampak terhadap peningkatan level stress dan fungsi aktivitas. Daerah perkotaan memiliki jumlah pengangguran dan gelandangan yang tinggi, termasuk didalamnya lansia. Lansia mengalami penurunan dalam kemampuan fisik dan aktivitas sehingga membutuhkan tempat penanmpungan untuk membantu memenuhi kebutuhan mereka yakni panti sosial. Lansia yang tinggal di panti tidak lepas dari masalah-masalah kesehatan, salah satunya adalah insomnia. Insomnia adalah masalah yang sering terjadi pada lansia yang dapat menurunkan kualitas hidup lansia sehingga harus diselesaikan. Karya ilmiah ini bertujuan untuk menganalisis intervensi dalam mengatasi insomnia, yakni dengan sleep hygiene, relaksasi otot progresif, peningkatan aktivitas, dan pemberian massase. Hasil dari analisis terhadap seorang lansia menemukan bahwa serangkaian intervensi tersebut dapat mengatasasi masalah insomnia pada lansia.

Urban populations keep increasing by time because of urbanization. Living in urban area effects increasing of sress level and activities. Urban slum and jobless/homeless are developing at a rapid rate including elders. Elders that living in nursing home are in risk of health problems, one of the problem is insomnia. Insomnia is a common problem in elders that may decrease quality of life, therefore this problem have to be solved. This writing aim to analize the interventions that can be used to reduce or solve insomnia, they are sleep hygiene progressive muscle relaxation, increasing activities, and back massage. The result by analizing the interventions in one elder found that the interventions can solve insomnia problem in elder."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ananda Kukuh Adishabri
"Latar belakang: Glaukoma merupakan penyakit yang ditandai oleh gangguan lapang pandang visual dan perubahan tertentu pada cawan optik saraf. Berdasarkan Riskesdas 2007, prevalensi glaukoma di Indonesia mencapai 4,6 per 1000 penduduk. Glaukoma sudut terbuka merupakan tipe glaukoma tersering dimana terdapat sudut yang terbuka pada ruang anterior mata, perubahan ujung nervus optikus, dan hilangnya penglihatan perifer progresif. Glaukoma dapat berujung pada kebutaan apabila tidak ditatalaksana dengan baik. Terapi utama pada glaukoma adalah pengobatan farmakologis jangka panjang yang memerlukan kepatuhan pasien seumur hidup dan hanya bertujuan untuk mencegah disabilitas lebih lanjut.
Tujuan: Memberikan gambaran mengenai kepatuhan penggunaan obat pada pasien glaukoma sudut terbuka di RSCM Kirana, serta hubungannya dengan status pendidikan formal pasien dan tingkat pengetahuan glaukoma pasien.
Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang pada 96 subjek dengan teknik consecutive sampling. Subjek merupakan pasien glaukoma sudut terbuka di RSCM Kirana yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memiliki kriteria eksklusi yang telah ditetapkan. Kepatuhan penggunaan obat dan tingkat pengetahuan glaukoma diukur menggunakan kuesioner adaptasi Morisky Medication Adherence Scale-8 (MMAS-8) dan Glaucoma Treatment Compliance Assessment Tool (GTCAT).
Hasil: Mayoritas subjek memiliki status pendidikan formal tinggi (56.3%), pengetahuan berkaitan glaukoma sedang (51.0%), dan kepatuhan rendah (50.0%). Uji komparatif yang dilakukan pada status pendidikan formal dan tingkat pengetahuan glaukoma terhadap kepatuhan penggunaan obat memberikan nilai p sebesar 1.000 dan 0.501.
Simpulan: Status pendidikan formal dan tingkat pengetahuan glaukoma tidak memiliki hubungan yang signifikan (p>0.05) dengan kepatuhan penggunaan obat glaukoma sudut terbuka di RSCM Kirana.

Introduction: Glaucoma is a disease characterized by visual field problems and certain changes in optic nerve plate. Based on Riskesdas 2007, the prevalence of glaucoma in Indonesia has reached 4.6 cases per 1000 populations. Open-angle glaucoma is the most common type of glaucoma which characterized by open angle in anterior chamber of eye, changes in optic nerve, and progressive loss of peripheral vision. Glaucoma can lead to blindness if there is no proper therapy given. The main treatment option is long-term pharmacological treatment that requires lifetime adherence and only intended to prevent further disabilities.
Objectives: Provide an overview of medication adherence level in open-angle glaucoma patients at RSCM Kirana, as well as its relationship with formal education status and patient’s knowledge regarding glaucoma.
Methods: This study is a cross-sectional study conducted on 96 subjects with consecutive sampling technique. Subjects were open-angle glaucoma patients at RSCM Kirana who met the inclusion criteria. Measurement of medication adherence level and patient’s knowledge level were carried out using questions adapted from Morisky Medication Adherence Scale-8 (MMAS-8) and Glaucoma Treatment Compliance Assessment Tool (GTCAT).
Results: Majority of subjects in this study had high formal education status (56.3%), moderate glaucoma-related knowledge (51.0%), and low adherence (50.0%). The p-value given from comparative test conducted on formal education status and glaucoma-related knowledge level towards medication adherence are 1.000 and 0.501, respectively.
Conclusions: Patient’s formal education status and glaucoma-related knowledge did not significantly affect (p>0.05) medication adherence in open-angle glaucoma patients.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Haekal
"Pendahuluan : Infertilitas merupakan salah satu gejala pada endometriosis dengan prevalensi mencapai 40-50%. Endometriosis memiliki dampak merugikan terhadap kualitas oosit, sementara sampai saat ini belum ada biomarker baik dari serum ataupun cairan folikel yang dapat dijadikan acuan penilaian kualitas oosit untuk dapat digunakan pada pasien endometriosis yang menjalani fertilisasi in vitro (FIV). Telah ditemukan bahwa pada serum pasien endometriosis terjadi perubahan ekspresi microRNA dimana miRNA-125b memiliki peningkatan yang paling signifikan dengan sensitifitas dan spesifisitas yang paling tinggi. Pada cairan folikel, miRNA-125b berperan saat transisi fase folikular-luteal dengan mempengaruhi ekspresi leukemia inhibitory factor (LIF). LIF diketahui dapat menginduksi sel kumulus yang kemudian mempengaruhi maturasi oosit.
Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari apakah terdapat hubungan antara miRNA-125b serta LIF dengan kualitas oosit pada pasien infertil dengan endometriosis.
Desain: Studi Analitik korelatif dengan desain potong lintang.
Material dan Metode: Sampel penelitian didapatkan dari 31 pasien infertil dengan endometriosis yang menjalankan program FIV di Klinik Yasmin RSCM Kencana, dan Klinik Melati RSAB Harapan Kita. Sesaat sebelum petik ovum, sebanyak 5cc sampel darah dari setiap pasien akan diambil untuk penilaian ekspresi miRNA-125b. Pada saat petik ovum, sebanyak 10cc dari total cairan dari folikel yang didapat akan diambil untuk penilaian ekspresi miRNA-125b dan kadar LIF. Oosit yang didapat dinilai oleh embriolog. Pemeriksaan ekspresi miRNA dilakukan dengan RT-PCR, dan kadar LIF menggunakan metode sandwich ELISA.
Hasil:Terdapat korelasi negatif antara miRNA-125b serum dengan LIF cairan folikel (p=0,042; r=-0,34). Tidak terdapat korelasi antara miRNA-125b serum dengan miRNA-125b cairan folikel. Tidak terdapat korelasi antara miRNA-125b cairan folikel dengan LIF cairan folikel. Tidak terdapat korelasi antara miRNA-125b serum, miRNA-125b cairan folikel, dan LIF cairan folikel dengan kualitas oosit. Terdapat hubungan yang bermakna antara kadar ekspresi miRNA-125b cairan folikel dengan angka kehamilan biokimia.
Kesimpulan: Terdapat ekspresi miRNA-125b pada serum dan cairan folikel pada pasien endometriosis, namun miRNA-125b belum dapat dijadikan sebagai parameter yang kuat untuk pemeriksaan kualitas oosit pada pasien endometriosis yang menjalani FIV.

Introduction : Infertility is one of the symptoms in endometriosis with prevalence reaching 40-50%. Endometriosis is known to have detrimental effect on oocyte quality, yet until now there is no biomarker derived from either serum, or even follicular fluid, which can be used as reference for oocyte quality assessment in endometriosis patients going through in vitro fertilization (IVF) procedures. Changes of some microRNAs expression has been found in serum of endometriosis patients, with miRNA-125b showing the most significant increase with the highest sensitivy and specificity. In follicular fluid, miRNA-125b play role during follicular-lutheal phase transition by targeting the expression of Leukemia Inhibitory Factor (LIF). LIF has been studied to have the ability to induce cumulus cell expansion which in turn will affect the oocytes maturation.
Purpose: The purpose of this study is to observe the correlation between miRNA-125b, LIF, and oocyte quality in infertile patient with endometriosis.
Design: this is a cross-sectional study with correlation analysis method.
Materials and Methods: in this study, samples were collected from 31 infertile women with endometriosis undergoing in vitro fertilization procedure at Yasmin Clinic of Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital, and Melati Clinic of Harapan Kita Mother and Child Hospital. Shortly prior to ovum pick up (OPU) procedure, 5cc of blood sample from each patients was collected, and 10 cc of total follicular fluid was obtained during OPU. Harvested oocytes during the procedure were assessed and scored by embryologist. MiRNA-125b expressions from serum and follicular fluid samples were analyzed using RT-PCR, and LIF levels were analized using ELISA sandwich method.
Result: negative correlation was found between the expression of miRNA-125b serum and LIF follicular fluid (p=0,042; r=-0,34). No correlation was found between the expression of miRNA-125b in serum and in follicular fluid, as well as the expression of miRNA-125b in follicular fluid and LIF in follicular fluid. No correlation was found between the expression of miRNA-125b in serum, follicular fluid, also LIF in follicular fluid, with oocyte quality. Significant result was found between the expression of miRNA-125b in follicular fluid and biochemical pregnancy rate.
Conclusion: This study found miRNA-125 expression represented in serum and follicular fluid in endometriosis patient, but it still cannot be used as a strong parameter for assessing the oocyte quality in infertile women with endometriosis
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irsa Gagah Himantoko
"Pengantar: Senam Asma Indonesia (SAI) adalah olahraga termodifikasi yang ditujukan bagi penderita asma untuk memperbaiki pola nafas agar lebih terkontrol dan sehat. Penelitian ini dilakukan untuk menentukan apakah SAI memicu asma karena latihan (AKL), apakah durasi mengikuti senam mempengaruhi nilai arus puncak ekspirasi (APE) pasca-olahraga, dan pengaruh usia, jenis kelamin, riwayat merokok, dan indeks massa tubuh (IMT) terhadap nilai APE pasca-olahraga.
Metode: Sebanyak 24 subjek yang telah melakukan SAI selama setidaknya 1 bulan, diukur nilai APE mereka sebelum dan sesudah melakukan SAI menggunakan peak flow meter. Informasi mengenai usia, jenis kelamin, dan riwayat merokok diperoleh dari wawancara. Sedangkan tinggi dan berat badan, untuk menentukan indeks massa tubuh (IMT), diperoleh melalui pemeriksaan langsung.
Hasil dan Diskusi: Semua subjek terhindar dari AKL mungkin karena mereka telah melakukan SAI selama setidaknya satu bulan. Namun, semakin lama melakukan SAI tidak membuat nilai APE pasca-olahraga menjadi lebih baik (p = 0,447) tetapi menjaga fungsi paru tetap optimal. Selanjutnya, usia dan jenis kelamin tidak berpengaruh pada nilai APE pasca-olahraga jika peran masing-masing dinilai secara individual (p = 0,698; 0,721; secara berurutan). Selain itu, mantan perokok yang sudah lama berhenti merokok, riwayat merokok mereka sebelumnya tidak lagi mempengaruhi nilai APE pasca-olahraga (p = 0,310). Terakhir, peningkatan BMI tidak terkait dengan penurunan nilai APE pasca-olahraga. (p = 0,707).
Kesimpulan: SAI tidak mencetuskan AKL pada penderita asma. Penambahan durasi mengikuti SAI tidak meningkatkan nilai APE pasca-olahraga. Usia dan jenis kelamin saling terkait dalam mempengaruhi APE pasca-olahraga. Riwayat merokok orang yang sudah lama berhenti merokok dan peningkatan BMI tidak mempengaruhi nilai APE pasca-olahraga.

Introduction: Indonesian Asthma Gymnastics (IAG) is a modified exercise that is intended for asthmatic people to improve their breath pattern to become more controlled and healthy. This study was conducted to determine whether IAG triggers exercise-induced asthma (EIA), whether the duration of following IAG affect the value of peak expiratory flow rate (PEFR) post-exercise, and the effect of age, gender, smoking history, and BMI on PEFR value post-exercise.
Method: A Total of 24 subjects who had performed IAG for at least 1 month, were measured their PEFR values before and after performing IAG using peak flow meter. Information regarding age, gender, and smoking history was obtained from the interview. While height and weight, to determine body mass index (BMI), were obtained through direct examination.Result and 
Discussion: All subjects were spared from EIA may be because they have performed the IAG for at least one month. However, a longer period of IAG does not make peak expiratory flow rate (PEFR) value post-exercise to be better (p = 0.447) but keeps lung function optimally. Furthermore, age and gender have no effect on PEFR value post-exercise if their respective roles are assessed individually (p = 0,698; 0,721; respectively). In addition, former smokers who have long quit smoking, their previous smoking history no longer affect the value of PEFR post- exercise (p = 0,310). Lastly, increased BMI is not associated with decreased PEFR value post-exercise (p = 0,707).
Conclusion: IAG does not triggers EIA in asthmatic patient. The addition of duration of joining IAG does not improve the value of PEFR post-exercise. Age and gender are interrelated in affecting PEFR post-exercise. Smoking history of people who have long quit smoking and increased BMI does not affect PEFR value post- exercise.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sofwan Ardiansyah
"ABSTRAK
Latar Belakang: Temulawak Curcuma xanthorrhiza Roxb. merupakan tanaman obat asli Indonesia yang diketahui memiliki efek antijamur. Infeksi jamur yang paling umum terjadi di rongga mulut yaitu kandidiasis oral sering disebabkan oleh jamur Candida albicans. Salah satu faktor virulensi C. albicans yaitu kemampuannya untuk membentuk biofilm. Pada biofilm C. albicans fase menengah terjadi perubahan bentuk dari ragi menjadi hifa muda dengan matriks ekstraseluler yang dapat meningkatkan resistensi agen antijamur. Tujuan: Menganalisis efek ekstrak etanol temulawak dalam menghambat pertumbuhan fase menengah biofilm C. albicans. Metode: Pemaparan ekstrak etanol temulawak pada biofilm C. albicans strain klinis dan ATCC 10231 usia 1.5 jam selama 24 jam untuk mencapai biofilm fase menengah. MTT assay digunakan untuk menguji viabilitas biofilm C. albicans. Hasil: Ekstrak etanol temulawak memiliki nilai Konsentrasi Hambat Biofilm Minimal KHBM50 untuk biofilm C. albicans strain klinis dan ATCC 10231 pada fase menengah berturut-turut sebesar 30 dan 35 . Kesimpulan: Ekstrak etanol temulawak berpotensi dalam menghambat pertumbuhan fase menengah biofilm C. albicans.

ABSTRACT
Background Javanese turmeric Curcuma xanthorrhiza Roxb. is an Indonesian rsquo s native medicinal plant which is known to have antifungal effect. The most common fungal infection occurs in the oral cavity is oral candidiasis caused by Candida albicans. One of the virulence factors of C. albicans is the ability to form biofilm. In intermediate phase of biofilm, C. albicans may change forms from yeast into hyphae with extracellular matrix which can inhibit the penetration of antifungal agent. Objective To invesitigate the inhibitory effect of Javanese turmeric ethanol extract againts C. albicans biofilm in intermediate phase. Method Javanese Turmeric ethanol extract was exposed to 1.5 hours aged of C. albicans clinical strain and C. albicans ATCC 10231 biofilm for 24 hours to achieve intermediate phase. MTT assay was used to asses the viability of C. albicans biofilm. Result The Minimum Biofilm Inhibitory Concentrations MBIC50 of Javanese turmeric ethanol extract for C. albicans clinical strain and ATCC 10231 in intermediate phase were 30 and 35 , respectively. Conclusion Javanese turmeric ethanol extract had potential to inhibit the the growth of Candida albicans biofilm in intermediate phase."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Conny Marthafanny
"Kehamilan melibatkan peningkatan hormon dan adaptasi biologis. Hal ini menyebabkan penurunan daya ingat yang disebut baby brain. Kehamilan merupakan saat yang rentan dalam peningkatan kecemasan dan kualitas tidur yang buruk. Kecemasan dan kualitas tidur buruk yang terus menerus terjadi dapat berdampak pada penurunan daya ingat. Tujuan penelitian ini untuk melihat hubungan antara kualitas tidur dan kecemasan terhadap baby brain pada wanita hamil trimester ketiga.
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan metode consecutive sampling. Jumlah sampel penelitian 110 responden. Instrumen yang digunakan yaitu kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index, Zung Self-Rating Anxiety Scale dan Everyday Memory Questionnaire. Sebagian besar wanita hamil trimester ketiga memiliki tingkat kecemasan ringan 80,9 dan kualitas tidur yang buruk 67,3.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara kualitas tidur dengan baby brain p=0,003 serta kecemasan dengan baby brain p=0,000 . Penelitian ini merekomendasikan pentingnya memperhatikan aspek fisik dan psikologis ibu hamil, mengembangkan intervensi yang berkontribusi positif dalam menurunkan kecemasan dan meningkatkan kualitas tidur, mengidentifikasi faktor-faktor lain yang mempengaruhi baby brain selama kehamilan.

Pregnancy involves increased hormones and biological adaptation. It lowers memory, referred to as baby brain. Pregnancy is a vulnerable period in terms of increased anxiety and poor sleep quality. Continuous anxiety and poor sleep quality may lower memory. The purpose of this study was to examine the relations between sleep quality and anxiety with baby brain in third trimester pregnant women.
This study used cross sectional design with consecutive sampling method. Total research sample was 110 respondents. The instruments were the Pittsburgh Sleep Quality Index, Zung Self Rating Anxiety Scale and Everyday Memory Questionnaire. Most pregnant women in the third trimester had mild anxiety 80,9 and poor sleep quality 67,3.
The research result showed relations between sleep quality and baby brain p 0,003 and anxiety and baby brain p 0,000. This study recommended the importance of paying attention to the physical and psychological aspects of pregnant women, developing intervention which contributes positively in reducing anxiety and improving sleep quality, identifying other factors influencing baby brain during pregnancy.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sembiring, Tannia
"Latar Belakang: Meningkatnya tren kasus kolitis ulseratif (KU) di Asia, komplikasi penyakit, dan efek samping terapi yang digunakan saat ini menyebabkan munculnya ide untuk memberdayakan tanaman herbal sebagai terapi alternatif. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan efektivitas ekstrak daun mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) terenkapsulasi nanopartikel kitosan sebagai agen antiinflamasi yang dapat memperbaiki deplesi sel Goblet pada mencit yang diinduksi dekstran sodium sulfat (DSS).
Metode: Pada penelitian ini dilakukan analisis histopatologi, dengan pewarnaan hematoksilin-eosin (HE), untuk menilai deplesi sel Goblet pada 24 sampel jaringan kolon mencit dari penelitian sebelumnya. Mencit dibagi menjadi 6 kelompok: normal (N), kontrol negatif (NC)—diinduksi kolitis dengan DSS 2%, MD25—diinduksi kolitis dan diberikan 25 mg/kg berat badan (BB) larutan ekstrak daun Phaleria macrocarpa, MD12,5—diinduksi kolitis dan diberikan 12,5 mg/kgBB larutan ekstrak daun Phaleria macrocarpa, NPMD12,5—diinduksi kolitis dan diberikan 12,5 mg/kgBB larutan ekstrak daun Phaleria macrocarpa terenkapsulasi nanopartikel kitosan, dan NPMD6,25—diinduksi kolitis dan diberikan 6,25 mg/kgBB larutan ekstrak daun Phaleria macrocarpa terenkapsulasi nanopartikel kitosan. Jumlah sel Goblet dihitung secara manual dan dianalisis secara statistik.
Hasil: Seluruh perlakuan dengan ekstrak daun Phaleria macrocarpa dapat memperbaiki deplesi sel Goblet secara signifikan terhadap kontrol negatif (NC) [MD25 (p=0,021), MD12,5 (p=0,043), NPMD12,5 (p=0,021), and NPMD6,25 (p=0,021)].
Kesimpulan: Ekstrak daun Phaleria macrocarpa, baik terenkapsulasi maupun tidak terenkapsulasi nanopartikel kitosan, dapat memperbaiki deplesi sel goblet pada kolon yang diinduksi DSS

Background: The increasing cases of ulcerative colitis (UC) in Asia, its intestinal and extraintestinal complications, and side effects of current therapy urges the search of alternative therapy with minimal side effects. The study aims to prove the antiinflammatory effect of mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) leaf extract encapsulated in chitosan nanoparticles to ameliorate goblet cell depletion in dextran sodium sulphate (DSS)-induced mice colon.
Methods: 24 previously-made tissue samples, stained with hematoxylin-eosin (HE), underwent histopathological examination to analyze Goblet cell depletion. Mice were divided into 6 groups: normal (N), negative control (NC)—given DSS 2% treatment to induce colitis, MD25—given DSS 2% and 25 mg/kg body weight (BW) of Phaleria macrocarpa leaf extract, MD12,5—given DSS 2% and 12,5 mg/kgBW of Phaleria macrocarpa leaf extract, NPMD12,5—given DSS 2% and 12,5 mg/kgBW of Phaleria macrocarpa leaf extract encapsulated in chitosan nanoparticle, and NPMD6,25—given DSS 2% and 6,25 mg/kgBW of Phaleria macrocarpa leaf extract encapsulated in chitosan nanoparticle. Goblet cell was counted manually and statistically analyzed.
Results: Phaleria macrocarpa leaf extract treatment, in both forms, improve Goblet cell depletion in all groups compared to negative control [MD25 (p=0,021), MD12,5 (p=0,043), NPMD12,5 (p=0,021), and NPMD6,25 (p=0,021)].
Conclusion: Phaleria macrocarpa leaf extract, either encapsulated or not encapsulated by nanoparticle chitosan, is able to ameliorate Goblet cell depletion in DSS-induced mice colon.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>