Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Eri Vidiyanto
Abstrak :
ABSTRAK
Quality of School Life (QSL) adalah kesejahteraan dan kepuasan peserta didik secara umum pada kehidupan di sekolahnya, dipandang dari pengalaman positif dan negatif mereka di sekolah dan aktivitasnya di sekolah (Linnakyla, 1996). QSL merupakan salah satu bentuk dari persepsi sosial. Sebagaimana dikatakan oleh Baron dan Byrne (2000) bahwa persepsi sosial merupakan proses yang terjadi manakala seseorang berusaha untuk mengetahui dan memahami orang lain atau situasi, maka dalam QSL hendak dilihat bagaimana peserta didik mempersepsi kehidupan di sekolahnya. Menurut William dan Batten (dalam Mok & Flynn, 1997) dalam QSL terkandung 7 dimensi yang terkait dengan kepuasan peserta didik terhadap sekolahnya, yaitu kepuasan peserta didik secara umum terhadap sekolahnya, perasaan negatif peserta didik terhadap sekolahnya (karena samasama membahas tentang perasaan peserta didik maka oleh peneliti kedua dimensi ini digabungkan dalam dimensi perasaan-perasaan peserta didik selama di sekolah), dimensi hubungan dengan guru, sense of achievement di sekolah, peluang (opporiunily) peserta didik menghadapi masa depan, pembentukan identi.tas peserta didik di sekolah, serta harga diri dan status peserta didik di sekolah. Pada penelitian ini, hendak dilihat bagaimana persepsi QSL antara peserta didik yang berasal dari SMU di daerah rural dan urban Bekasi karena sebagaimana prinsip reciprocal determinism yang diutarakan oleh Bandura (dalam Hall & Lindzey, 1985) bahwa perilaku manusia selalu berhubungan dengan lingkungan dan proses persepsinya. Sehingga dari penelitian ini dapat diketahui apakah ada persamaan atau perbedaan persepsi terhadap QSL antara peserta didik di rural dan urban serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi persamaan maupun perbedaan tersebut. Penelitian ini menjadi penting karena persepsi peserta didik terhadap sekolah akan berpengaruh terhadap tingkat kenyamanan selama berada di sekolahnya yang kelak akan berimbas pada hasil prestasi belajarnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode pengambilan data melalui wawancara. Wawancara dilakukan terhadap 4 subyek yaitu 2 subyek berasal dari SMU di daerah rural dan 2 subyek dari SMU di daerah urban Bekasi. Subyek diambil dari peserta didik SMA dikarenakan ketika SMA, seseorang mulai memasuki masa remaja akhir dimana perubahan emosinya semakin meninggi seiring perubahan pada fisik dan psikologisnya (Hurlock, 1992), tekanan peer group-nya pun semakin besar (Papalia, Olds & Feldman, 2001), serta mulai dituntut untuk mempersiapkan karir dan vikasionalnya (Havighurst dalam Sukadji, 2000). Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa ada beberapa persamaan dan tidak ditemukan perbedaan yang cukup besar mengenai gambaran QSL antara peserta didik SMU yang berada di daerah rural dan urban Bekasi. Persamaan utama yang dijumpai diantaranya, keempat subyek sama-sama merasa nyaman di sekolah dikarenakan dapat berinteraksi dengan teman-teman dan merasa tidak puas dengan fasilitas yang tersedia di sekolahnya, hal ini terkait dengan aspek dalam QSL yaitu pembentukan identitas peserta didik di sekolah dan aspek perasaanperasaan peserta didik selama berada di sekolah. Persamaan lainnya adalah samasama menilai kepuasan terhadap aspek hubungan dengan guru berdasarkan potensi dan kepribadian guru. Selain itu, terkait dengan dimensi peluang (opportunily) peserta didik menghadapi masa depan, semua subyek menyatakan bahwa sekolah belum memberikan bekal yang cukup untuk menghadapi masa depan. Berdasarkan penelitian ini dapat diajukan beberapa saran guna memperbaiki penelitian selanjutnya, diantaranya melengkapi pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini dengan metode kuantitatif agar dapat diperoleh gambaran QSL dari peserta didik secara menyeluruh. Selain itu, perlu juga ditambahkan data dari significant others serta penentuan lokasi rural yang masih belum banyak terkena imbas modernisasi agar terlihat perbedaannya. Kemampuan peneliti dalam menggali dan mengolah data pun perlu ditingkatkan sehingga dapat meningkatkan kredibilitas penelitian. Adapun saran praktis yang dapat peneliti sampaikan diantaranya; sekolah hendaknya mampu mengefektifkan peran bimbingan konseling (BK) guna membantu peserta didik mengarahkan karir dan vokasionalnya, guru pun hendaknya mampu menjalin komunikasi yang baik serta memberikan teladan pada peserta didik. Selain itu, pihak sekolah diharap dapat menyertakan peserta didik dalam penetapan suatu kebijakan lokal di sekolah dan mampu pula mengusahakan kelengkapan sarana dan prasarana sehingga aktivitas belajar mengajar dapat berjalan optimal.
2004
S3446
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3475
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Meilyana Hendartriasari
Abstrak :
ABSTRAK
Individu akan menghabiskan waktu sekitar 7 jam sehari di sekolah. Waktu yang cukup lama tersebut akan membuat sekolah menjadi tempat kedua menghabiskan waktu bagi individu setelah rumah. Karena waktu yang lama saat berada di sekolah tersebut, maka individu perlu merasa nyaman ketika berada di sekolah. Salah satu faktor yang disinyalir dapat mempengaruhi perasaan nyaman ketika ada di sekolah adalah persepsi peserta didik terhadap sekolahnya (Epstein,1976). Persepsi memegang peranan penting, karena persepsi merupakan aspek mendasar dan penting dalam kehidupan manusia. Gibson (2000) melihat persepsi sebagai sebuah proses dimana individu memberi makna pada lingkungannya. Dalam kehidupan bersekolah, bagaimana peserta didik memandang sekolahnya menjadi sesuatu yang penting karena peserta didik akan menghabiskan sebagian waktunya di sekolah. Sebuah konsep yang membahas tentang bagaimana peserta didik mempersepsi sekolahnya adalah konsep Quality of School Life. Karatzias dan Swanson (2001), menjabarkan Quality of School Life sebagai perasaan peserta didik mengenai kesejahteraan dirinya ketika berada di sekolah yang ditentukan oleh berbagai faktor yang berhubungan dengan sekolah dan pengalamannya di sekolah, berkaitan dengan keterlibatan peserta didik terhadap berbagai aktivitas akademik, seperti pengambilan keputusan yang berkaitan dengan tugas di sekolah, mata pelajaran yang akan dipelajari, maupun aktivitas rekreasional seperti seni, olahraga dan dalam aktivitas-aktivitas ekstrakurikuler Perasaan nyaman ketika berada di sekolah akan membuat peserta didik menikmati tugas-tugas yang ada di sekolah dan kemudian berprestasi, sehingga dapat dikatakan bahwa Quality of School Life peserta didik akan mempengaruhi prestasi peserta didik. Selain Quality of School Life terdapat faktor lain yang mempengaruhi prestasi peserta didik yaitu motivasi berprestasi. Quality of School Life dan motivasi berprestasi dapat saling berkaitan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa lingkungan sekolah dapat mempengaruhi motivasi berprestasi seorang remaja (Quaglia & Perry; Wilson, dalam Maya, 2000). Faktor faktor di lingkungan sekolah tersebut secara efektif akan mempengaruhi motivasi berprestasi seorang remaja lewat perasaan aman, perasaan memiliki terhadap sekolahnya dan perasaan bahwa peserta didik tersebut mendapatkan dukungan di sekolah dan di kelasnya (Maya, 2000). Selain itu, juga ditemukan bahwa kepuasan peserta didik terhadap sekolah akan berhubungan dengan penerimaan peserta didik terhadap nilai-nilai yang ada di sekolah, motivasi dan komitmen terhadap sekolah (Goodenow & Grady; Wehlage, Rutter, Smith, Lesko, & Femandez dalam Karatzias et al, 2001). Maka dapat dikatakan bahwa, motivasi berprestasi seorang peserta didik dapat terjadi ketika seorang peserta didik tersebut memiliki persepsi yang positif terhadap sekolahnya dengan kata lain memiliki skor Quality of School Life yang tinggi. Dalam penelitian ini akan dilihat hubungan antara Quality of School Life dengan motivasi berprestasi peserta didik. Selain itu juga akan dilihat apakah ada perbedaan Quality of School Life dan motivasi berprestasi pada peserta didik laki-laki dan perempuan. Quality of School Life akan diukur dengan alat ukur yang disusun berdasarkan aspek-aspek yang terdapat pada Quality of School Life, sedangkan motivasi berprestasi diukur dengan menggunakan alat yang disusun berdasarkan karakteristik individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi. Subyek dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas II SMA N 39 Jakarta. Peserta didik SMA dipilih karena peserta didik SMA memiliki tuntutan untuk berprestasi yang cenderung tinggi dibandingkan dengan jenjang SMP atau SD. Selain itu, peserta didik SMA sudah mampu menilai lingkungannya. Analisa statistik menggunakan teknik pearson correlation untuk analisis hubungan dan teknik t-test untuk analisis perbedaan Quality of School Life dan Motivasi Berprestasi Hasil analisa statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara Quality of School Life dengan motivasi berprestasi. Selain itu terlihat bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada skor Quality of School Life peserta didik laki-laki dan peserta didik perempuan. Begitu pula pada skor motivasi berprestasi, tidak ada perbedaan yang signifikan pada skor motivasi berprestasi antara peserta didik laki-laki dan perempuan.
2004
S3487
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lulli Aliati
Abstrak :
Sekolah merupakan institusi yang membantu seseorang mencapai perkembangan fisik dan emosional, intelektual, vokasional, sosial, estetika dan moral (Mok & Flynn, 1997). Bagi remaja, sekolah berperan untuk membentuk dirinya. Pada saat seseorang berada di usia remaja, ia duduk di bangku SMP dan SMA Salah satu hal yang berpengaruh dalam kepribadian seseorang adalah harga diri. Harga diri adalah keyakinan yang dimiliki seseorang bahwa dirinya berharga, penting, mampu menghadapi tantangan dalam hidup, serta layak mendapatkan kebahagiaan (Coopersmith, 1967). Tinggi rendahnya harga diri seseorang mempengaruhi cara pandangnya terhadap diri dan kehidupan. Apabila seseorang rrjemiliki harga diri tinggi, maka ia akan melihat kehidupannya secara lebih positif (Frey & Carlock, 1983). Ketika seseorang memandang sekolahnya secara positif maka tingkat kualitas kehidupan sekolahnya pun diperkirakan positif. Kualitas kehidupan sekolah adalah persepsi siswa mengenai aspek formal dan informal dari sekolah, pengalaman sosial dan pengalaman yang berhubungan dengan fiigas dan hubungan individu dengan figur otoritas di sekolah serta dengan teman-temannya (Schmidt, 1999). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara harga diri dengan kualitas kehidupan sekolah. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas 2 SMA dengan jumlah 69 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan tehnik non-probability sampling, yaitu incidental sampling. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner berbentuk skala. Untuk mengukur kualitas kehidupan sekolah, digunakan alat ukur yang disusun oleh peneliti dengan aspek psikososial, aspek fisik, aspek pembelajaran dan aspek organisasional. Untuk mengukur harga diri, digunakan alat ukur yang disusun berdasarkan SelfEsteem Inventory (SEI) oleh Coopersmith yang dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan penelitian ini dengan domain orang tua, domain teman sebaya, domain sekolah dan domain umum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara harga diri dengan kualitas kehidupan sekolah pada siswa kelas 2 SMA. Artinya hipotesa alternatif diterima dan hipotesa nul ditolak, nilai korelasi (r) adalah 0, 449, dan signifikan pada los 0.05. Harga diri individu memiliki hubungan yang resiprokal dengan kualitas kehidupan sekolah. Kepuasan yang dirasakan siswa terhadap kehidupan sekolahnya akan membawa dampak pada harga diri siswa. Demikian pula dengan harga diri yang dimiliki siswa, dengan harga diri yang dimiliki, cara pandang siswa terhadap sekolahnya akan berbeda-beda sesuai dengan tingkatan harga dirinya. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah melakukan penelitian dengan melihat hubungan antara setiap domain harga diri dengan setiap aspek pada kualitas kehidupan sekolah. Untuk saran praktis, diharapkan agar guru dan penyelenggara pendidikan lebih memperhatikan harga diri siswa untuk meningkatkan kualitas kehidupan sekolah. Untuk orang tua diharapkan agar orang tua mempunyai hubungan yang baik dengan anak. Hubungan orang tua dengan anak yang baik dapat membuat harga diri anak meningkat Sedangkan untuk konselor agar dapat membantu anakanak yang mempunyai harga diri yang rendah agar mereka dapat berkembang lebih baik dan menikmati kehidupan sekolahnya secara positif.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3599
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Philips, Beeman N.
San Francisco: Jassey-Bass , 1990
370.15 PHI s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
New York : The Guilford Press, 2005
371.4 ASS
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Soetarlinah Soekadji
Depok: LPSP3- Fak. Psikologi-UI, 2000
370.15 SOE p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Stern, Amanda
Abstrak :
[In the classic movie, The Breakfast Club this dialog among three adolescents is reflective of how teenagers often regard school and academics. In this example, Brian, clearly in the minority because he enjoys the physics club, is referred to as “a dork.” His schoolmate further goes on to characterize such clubs as, “demented and sad, but social …” Though a fictitious satire, the film reflects the unfortunate reality of how teenagers often regard school and students who are enthusiastic members of learning. This scorn and ridicule directed at Brian illustrates how students who value school are often subject to criticism and low social status; a claim which has been supported in the literature.

Evaluating and promoting positive school attitude in adolescents goes beyond these traditional measurements and explores less psychologically focused indicators, including ecological factors and observable behaviors. This study provides school psychologists with a new, comprehensive, and ecologically based approach with which to evaluate the school attitude of high school students.​, In the classic movie, The Breakfast Club this dialog among three adolescents is reflective of how teenagers often regard school and academics. In this example, Brian, clearly in the minority because he enjoys the physics club, is referred to as “a dork.” His schoolmate further goes on to characterize such clubs as, “demented and sad, but social …” Though a fictitious satire, the film reflects the unfortunate reality of how teenagers often regard school and students who are enthusiastic members of learning. This scorn and ridicule directed at Brian illustrates how students who value school are often subject to criticism and low social status; a claim which has been supported in the literature.

Evaluating and promoting positive school attitude in adolescents goes beyond these traditional measurements and explores less psychologically focused indicators, including ecological factors and observable behaviors. This study provides school psychologists with a new, comprehensive, and ecologically based approach with which to evaluate the school attitude of high school students.​]
New York: [Springer, ], 2012
e20396110
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
New York: Guildford Press, 2005
371.713 ASS
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>