Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 155 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dadi
Abstrak :
Tesis ini disusun berdasarkan hasil analisis yang beranjak dari permasalahan pokok, apakah faktor kondisi sanitasi lingkungan ada pengaruhnya terhadap kematian anak di Indonesia. Tujuan umum yang ingin dicapai dan studi ini adaiah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kondisi sanitasi lingkungan terhadap risiko kematian anak di Indonesia. Kondisi sanitasi ingkungan digambarkan oleh tiga karakteristik sanitasi lingkungan yang tercantum dalam kuesioner SDKI 1997, yaitu sumber air utama rumah tangga, jenis kakus, dan status keberadaan sumber air dan jarak dengan sumber rembesan terdekat. Sedangkan kematian anak dibagi ke dalam lima kelompok, yaitu kematian neonatal (usia 0-28 had), kematian post neonatal (usia 1-11 bulan), kematian infant (usia 0-11 bulan), kematian child (usia 1-4 tahun), dan kematian under-five (usia 0-4 tahun). Mengingat faktor penyebab kematian anak sangat kompleks maka dalam studi ini hubungan antara kondisi sanitasi Iingkungan dan kematian anak dikontrol dengan beberapa variabei biodemografi, yaitu nomor urut kelahiran anak, umur saat ibu melahirkan, interval kelahiran dengan anak berikutnya, dan jenis kelamin anak. Studi ini dilakukan melalui analisis deskriptif dan inferensial dengan sampel rumah tangga yang diambil dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 1997. Analisis deskriptif bertujuan untuk mendapatkan pola dan perbedaan kematian anak menurut kondisi sanitasi Iingkungan, sedangkan analisis inferensial menggunakan regresi logistik berganda bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor kondisi sanitasi Iingkungan yang mempengaruhi kematian anak. Berdasarkan hasil analisis ditemukan bahwa secara umum kondisi sanitasi Iingkungan berpengaruh terhadap seluruh kematian anak kecuali terhadap kelompok kematian neonatal. Karakteristik sanitasi Iingkungan yang secara statistik berpengaruh signifikan adaiah sumber air utama dan jenis kakus yang dipergunakan rumah tangga, sedangkan status keberadaan sumber air dan jarak dengan rembesan kotoran terdekat secara statistik tidak berpengaruh terhadap kematian anak.
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T1316
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurcholis Al-Anwary
Abstrak :
Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia selain sandang dan pangan. Tetapi di sisi lain rumah juga dapat menjadikan sumber penularan penyakit jika kondisi sanitasi dan lingkungannya diperlakukan secara tidak higienis. Desa Pongangan Gresik merupakan salah satu desa yang mendapatkan paket binaan Penyehatan Lingkungan dan Pemukiman melalui program magang siswa Sekolah Perawat Kesehatan Gresik tahun 1995/1996 sampai 1998/1999. Untuk mengetahui adanya pengaruh positif terhadap penerapan paket program binaan Penyehatan Lingkungan Pemukiman tersebut perlu dilakukan penelitian terhadap perubahan perilaku masyarakat dalam mengkondisikan sanitasi perumahannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya peningkatan perilaku sanitasi perumahan di antara sebelum dan sesudah dilakukan intervensi paket binaan program Penyehatan Lingkungan Pemukiman, mengetahui skor perilaku sanitasi pada KK-Binaan lebih baik daripada skor perilaku sanitasi pada KK-Kontrol, serta untuk mengetahui faktor karakteristik (pendidikan, umur, pengetahuan,tanggungan keluarga, penghasilan, dan status kepemilikan rumah) yang paling dominan pengaruhnya terhadap peningkatan perilaku sanitasi perumahan di Desa Pongangan Gresik. Disain penelitian ini adalah Kuasi Eksperimental (Non Randomized Pretest-Posttest Control Group Design) dengan pengumpulan data dilakukan melalui survei serta pengamatan langsung terhadap out come perilaku sanitasi pada masing-masing responden. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 50 orang kepala keluarga binaan dan 50 orang kepala keluarga kontrol. Hasil penelitian pada analisis Bivariat menunjukkan ada peningkatan perilaku sanitasi yang bermakna antara sebelum dan sesudah dilakukan intervensi binaan program PLP. Dalam analisis ini juga diketahui perilaku sanitasi KK-Binaan lebih baik daripada perilaku sanitasi pada KK-Kontrol. Pada analisis Multivariat diketahui, bahwa karakteristik yang paling dominan mempengaruhi perilaku KK-Binaan adalah tingkat pengetahuan dengan (p-value = 0,015) dan koefisien korelasi 0,341 sementara pada KK-Kontrol adalah tingkat penghasilan dengan (p-value = 0,023) dan koefisien korelasi 0,321. Untuk mengembangkan model penerapan paket binaan program PLP ini selanjutnya disarankan agar dilakukan pembinaan yang lebih intensif dari institusi terkait dengan melibatkan peran-serta masyarakat untuk membiasakan dan melembagakan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) melalui wadah organisasi Desa seperti PKK, Dasa Wisma dan kegiatan Getok Tular dengan group leader pada KK-Binaan. Demikian sehingga diperoleh hasil pembangunan yang efektif dan efisien bagi masyarakat.
The Impact of Implementation Program Promotion Package on Living Environment Improvement Towards Improving Living Sanitation Behavior at The Village of Pongangan Gresik, 2001Home is one of the main needs of human being, besides cloth and food, but in other side home is also become source to communicating the disease, if the condition of its sanitation and environment applied unhygenicly. The village of Pongangan, Gresik was one the villages that having package on living environment improvement through job training program of students Health Nursing School, Gresik in 1995/1996 to 1998/1999. Toidentify there is a positive impact to the application of that program, it should be conducted a study on community behavior change in conditioning its living sanitation. The objective of this study was to determine the improvement of behavior living sanitation before and after conducting intervention of the program, to know the score of sanitation behavior to KK-Program and KK-Control. It also to know the characteristic factors (education, age, knowledge, family responsibility, income and the status of house ownership) that the most dominant has impact to the improvement of living sanitation behavior at the village of Pongangan, Gresik. The design of this study used Non Randomized Pretest-Posttest Control Group. The data was collected through survey and direct observation to out come sanitation behavior to each respondent. The sample of this study is 50 families head program and 50 families head control. The result of this study showed that on multivariate analysis there was the most dominant characteristic that influence to behavior of family head program is the education level with p-value = 0,015 and correlation coefficient 0,341. While on family head control was income level with p-value = 0,023 and correlation coefficient 0,321. To develop the implementation model, it is recommended to do promoting intensively of related institution by involving the Community Health Education. In generating and socializing the health and clean living behavior through village organization such as Family Life Education (PKK), Dasa Wisma and Getok Tular activities with leader group on family head program. So it can be obtained the result of building effectively and efficiently to community.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T585
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bagong Setyo Nugroho
Abstrak :
Kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang terjadi selama ini berkaitan erat dengan tingkat pertambahan penduduk dan pola penyebarannya yang kurang seimbang dibandingkan dengan penggunaan sumberdaya alam serta daya dukung lingkungan yang tersedia. Disamping itu kerusakan tersebut juga merupakan akibat dari pengaturan penggunaan sumberdaya alam dan lingkungan yang belum memadai. Akibat dari kondisi tersebut menyebabkan di beberapa daerah kerusakan lingkungan telah menjadi sedemikian parah dan rawan (kritis). Di daerah lingkungan permukiman masalah utama yang masih tetap merupakan hal yang belum terpecahkan adalah masalah limbah. Bahan limbah, baik padat maupun cair yang dihasilkan belum dapat sepenuhnya ditangani dengan baik, karena masih menghadapi beberapa kendala, terutama dalam hal pengumpulan dan pengelolaan limbah serta dalam mendapatkan tempat buangan akhir yang baik. Sampai saat ini cara pembuangan limbah masih ada yang dibuang langsung ke sungai, ke got atau ke dalam lapisan bumi yang lebih dalam, di mana cara pembuangan yang demikian itu akan membahayakan kelangsungan kehidupan dunia. Angle (dalam Murray and Lappin, 1967), mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi partisipasi seseorang dalam kegiatan di lingkungannya, ialah: usia, pekerjaan, penghasilan, pendidikan, dan lama tinggal di suatu tempat. Dalam uraiannya diterangkan bahwa individu dengan usia menengah keatas cenderung untuk aktif berpartisipasi dalam kegiatan yang ada di lingkungannya. Keaktifan dalam berpartisipasi ini merupakan implementasi pengetahuan yang diperoleh dari informasi atau pengalaman dalam kehidupannya, yang kemudian diistilahkan menjadi pemahaman. Dipakainya istilah pemahaman dalam penelitian Pemahaman Masyarakat di Bantaran Sungai Ciliwung tentang Sanitasi Lingkungan, karena dalam penelitian literatur yang ditemukan istilah pemahaman mengandung makna "mengerti dan slap melaksanakan". Artinya apabila seseorang telah memahami suatu masalah, berarti dia sudah mengerti dan siap melaksanakan pengertian tersebut. Jadi dengan penelusuran terhadap pemahaman masyarakat tentang sanitasi lingkungan dapat kita lihat tingkat keikutsertaan masyarakat di dalam pengelolaan lingkungannya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pemahaman masyarakat di bantaran sungai Ciliwung kelurahan Kampung Melayu tentang sanitasi lingkungannya, dan mengidentifikasi sarana sanitasi lingkungan yang ada di daerah penelitian tersebut. Sedangkan hasilnya diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan kebijakan peningkatan pemahaman sanitasi lingkungan di masyarakat dalam pengelolaan lingkungan terutama untuk daerah bantaran sungai Ciliwung, sehingga normalisasi fungsi sungai Ciliwung dapat dilaksanakan. Hipotesis dari penelitian ini adalah bahwa tingkat pemahaman masyarakat di bantaran sungai Ciliwung kelurahan Kampung Melayu tentang sanitasi lingkungan akan mempengaruhi kondisi sanitasi lingkungannya, dan pemahaman masyarakat di bantaran sungai Ciliwung kelurahan Kampung Melayu tentang sanitasi Iingkungan dipengaruhi oleh umur, tingkat pendidikan, jenis kelamin, tingkat pendapatan, dan lamanya tinggal di tempat tersebut. Teknik analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah teknik deskriptif, sedangkan teknik korelasi dipergunakan untuk mencari hubungan antar variabel serta menggunakan analisis korelasi regresi berganda dan uji statistik. Data primer diperoleh dengan cars wawancara terstruktur melaui kuesioner dan wawancara mendalam. Pengambilan sampel secara purposif, mengingat populasi yang ada dalam kondisi homogen. Sedangkan data sekunder diperoleh dari kelurahan, kecamatan, atau instansi yang terkait. Sedangkan hasil penelitian ditinjau dari kondisi daerah penelitian secara umum, kondisi sosial ekonomi responden, dari hasil penelitian serta pembahasan yang difokuskan pada masalah pengetahuan dan perilaku masyarakat bantaran sungai Ciliwung tentang sanitasi lingkungan ditinjau dari pemahamannya terhadap air bersih, pengelolaan air limbah, dan pengelolaan sampah; dapat ditarik kesimpulan bahwa: sarana sanitasi lingkungan yang teridentifikasikan berupa air bersih ketersediaannya sudah cukup memadai ditinjau dari pengertian air bersih yang berlaku di masyarakat bantaran sungai Ciliwung, di mana air bersih yang dimaksud adalah hanya air yang digunakan untuk memasak dan minum; karena kebanyakan masyarakat telah memiliki sumur pompa atau berlangganan dengan PDAM. Tetapi apabila air bersih yang dimaksud termasuk air untuk mencuci dan mandi, yang masih bertumpu kepada keberadaan air sungai, maka ketersediaan sanitasi lingkungan berupa air bersih masih kurang mencukupi. Kondisi saluran drainase sebagai sarana pembuangan air limbah yang dihasilkan oleh rumah tangga yang ada di daerah penelitian, secara umum baik dan memenuhi syarat teknis serta memenuhi syarat bangunan; tetapi kondisi peruntukan dan perawatan saluran drainase sebagai sarana pengaliran air limbah kurang baik, terbukti dengan adanya air limbah rumah tangga yang menggenang (ngembeng), banyak terdapat sampan, terdapat timbunan tanah bekas sisa pembangunan, dan menimbulkan bau yang kurang sedap. Juga dijumpai saluran drainase tertutup oleh berbagai penggunaan seperti teras rumah, tempat mencuci, tempat meletakkan gerobak, tempat duduk, tempat memelihara ayam dan keperluan lain dalam kehidupan rumah tangga. Tempat pembuangan sampah sementara (TPSS) keberadaannya relatif sangat jauh, yaitu berada di Jalan Jatinegara Barat, di dekat rel kereta api yang berbatasan dengan kelurahan Kebon Manggis, dan di pasar dekat kantor kelurahan, sehingga mereka memanfaatkan sungai dan badan sungai sebagai sarana pembuangan sampak Secara umum masyarakat membuang sampah langsung ke sungai Ciliwung dengan cara membungkus dengan plastik, di mana hal ini dilakukan untuk memudahkan pengangkatan sampah di pintu air Manggarai yang dianggapnya sebagai TPSS. Pemahaman masyarakat bantaran sungai Ciliwung kelurahan Kampung Melayu tentang sanitasi lingkungan berada pada tingkatan sedang. Tingkatan jelek/buruk dalam hasil pembahasan ini tidak muncul. Tingkatan tinggi dalam pengetahuan, perilaku atau pemahaman berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan yaitu apabila minimal 60% responden memiliki kategori tinggi. Pemahaman masyarakat bantaran sungai Ciliwung kelurahan Kampung Melayu tentang sanitasi lingkungan dipengaruhi secara nyata oleh jenis kelamin, pendidikan, dan lamanya tinggal di lokasi, sedangkan usia dan pendapatan menunjukkan pengaruh yang tidak nyata (non signifikan). Ketidaknyataan yang terjadi sebagai akibat adanya keterbatasan yang merupakan kendala terhadap pemahaman masyarakat, seperti padatnya permukiman, tingginya jumlah penduduk dengan segala sikap dan tabiatnya, atau sempitnya lahan yang tersedia untuk kegiatan-kegiatan yang terkait dengan peningkatan sanitasi lingkungan. Untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang sanitasi lingkungan, disarankan peningkatan operasional aparat pemerintah ataupun lembaga struktural seperti aparat Kelurahan, RW, RT dan dapat menggunakan kelompok organisasi LSM yang sudah ada dimasyarakat, serta organisasi keagamaan; memasyarakatkan penggunaan MCK - umum, dengan pemeliharaan dan perawatan secara swa kelola dengan cara memberikan penjadwalan perawatan yang sifatnya wajib sesuai dengan musyawarah yang disepakati, pengguna MCK tidak harus membayar setiap kali memakai, tetapi dengan kompensasi wajib ikut menjaga dan merawat sesuai jadwalnya; disediakannya tempat pembuangan sampah di "sungai" dan pemrogramam secara "bottom up" pada proyek-proyek bantuan yang akan diberikan.
Ciliwung Community Understanding on Environmental Sanitation (Case study in kelurahan Kampung Melayu Jakarta. Timur)The damage incurred on natural resources and environment which is happening at present has close relationship with the increase of population and its dissemination pattern that is imbalance compared with the use of natural resources and environmental support provided. Beside that, the damage was also as the result of in-appropriate management of natural resources and environmental. The result of that condition makes the environment damages in some areas are so badly and critical. In the living environment, the main problem which has not yet been solved is the solid waste problem. The waste, both solid and liquid resulted have not yet been fully handled seriously because of some constrains mainly in the form of waste collective, handling, and finding the appropriate places to dispose them. Up to the present, some people dispose of domestic waste into rivers, sea, or buried them in the deep hole in the land. All of those methods will threaten the survival of living creature in the world. Angle (in Murray and Lappin, 1967), stated that several factors which influence people's participation toward environmental activities are: age, occupation, income, level of education, and duration of stay that locality. In his further explanation, Angle mentioned that middle age persons and over tend to participate actively in every activity in their surroundings. This active participation is as an implementation of knowledge received from information or experience in their life which is later on called "understanding". The reason why the understanding is used in this research on Ciliwung Community Understanding Watershed on Environmental Sanitation, because in the literature's study, "Understanding", means "understand and ready to implement". It means that if somebody has an understanding about something, it means that he or she has already understood and ready to implement what he/she has already understood. So research toward community understanding on environmental sanitation can be seen from the level of their participation in the environmental management. The goal of this research is to know the level of community understanding who live in the Ciliwung watershed of lain, kelurahan Kampung Melayu on environmental sanitation, and to identify the level of understanding toward environmental sanitation in the research area The results obtained, will be, it is hoped, useful as a consideration in the policy and program formulation of understanding improvement on community sanitation in the environmental management especially in the Ciliwung watershed area, so that normalization of the function of the Ciliwung river can be realized. The hypothesis of this research is Ciliwung watershed community in kelurahan Kampung Melayu on environmental sanitation is affected by age, level of education, gender, level of income, and duration of living in that area. All of those mentioned above will influence the condition of environmental sanitation. The technical analysis used in this research is descriptive and correlation is used to find out the correlation among variables, and statistical analysis is also used The data taken are primary and secondary data. Primary data are obtained through structural interview The sample is taken purposively, because the population is homogeneous. The secondary data are obtained from the kelurahan, sub-district office, and related institutions. Based on the over all research results, the general condition of the research area such as social-economic condition of respondents, and research result and discussion which is focused on knowledge and behavioral problems of community in the Ciliwung watershed on environmental sanitation if it is looked from its understanding towards clean water, waste water management, and waste management, it can be concluded that: environmental sanitation equipment which can be identified such as clean water provided is appropriate, because most of the community have had their own water pump or clean water from Government Water Supply Center (PDAM). But if it is seen from the meaning of clean water that exist in the community of the Ciliwung river's flood plain, where the clean is meant the only water for cooking and drinking purposes, and the water for washing and having shower are still depending on the water of a river. So, the provideness of environmental sanitation on clean water, it is felt has not enough yet. The drainage condition as a tool for disposal of waste water produced by housing in the research area, in general is good and fulfilled the technical and construction criteria. But in terms of allocation and maintenance of drainage channel is improper This is shown by the presented of blocked waste water from community houses, a lot of trash and a mound of soil come from renovated houses, and putrid odor. If we look into further, we will find out that in some areas, canals are covered by terraces, washing places, parking car, public meeting places, chicken coops and other purposes of community daily life. The temporary waste disposal location (TPSS) is relatively far from the community houses. It is located at Jatinegara Barat Street (Jalan Jatinegara Barat), next to the railway which is in the border of Kebon Manggis sub-sub district area (kelurahan Kebon Manggis), and at the traditional market next to sub-sub district office (kantor kelurahan), so the community use river as a place to throw their house waste. Generally, the community, before throwing their house trash, they wrap up their trash with a plastic's bag. They pack their trash in order to simplicity in lifting them when its arrive to the Manggarai water gate that is considered by community as a TPSS. The understanding of kelurahan Kampung Melayu's community on environmental sanitation is at the medium level. The lowest level of understanding has not come out in this discussion. It means that if other communities have already understood at the high level category even though, they are very few, it is considered that they are at medium level of understanding. The high level in knowledge, behavior or understanding, based on the pre-determined decision that if 60% of the respondents are at the high level category, then in general the level is high. The understanding of the community of the Ciliwung river's flood plain on environmental sanitation is influenced obviously by gender, education, the duration of stay at the location, nevertheless, age and income showed an insignificant influence (non significant). This is due to the various limitations, and it is considered as constraints toward community understanding, for example, the dense population area or the limitation of land space to conduct activities related to environmental sanitation development. To improve community understanding on environmental sanitation, it is suggested to improve the operation of government personnel or structural institutions such as personnel of kelurahan, RW, RT and to encourage the existing NGOs to use the existing organizational group especially religious organizations; socialization of using public facilities (MCK) the preservation and maintenance of which are carried out by the community themself based on the agreed regulation such as self-help. Through these efforts, it is hoped that by using the MCK the community do not have to pay; and bottom-up program upon the project-aid given.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sofyan Anwar Mufid
Abstrak :
Dalam Islam, ulama adalah pemimpin umat. Keberadaan mereka dibutuhkan oleh masyarakat Kotamadya Banda Aceh yang 95% penduduknya memeluk Agama Islam. Islam mempunyai konsep bersih yang luas untuk kepentingan ibadah dan kepentingan kebersihan lingkungan. Namun potensi seperti di atas belum banyak menunjang program kebersihan di Kotamadya Banda Aceh untuk mewujudkan kota bersih sesuai dengan peraturan yang berlaku. Masalah yang diteliti berkisar pada sejauh mana peranan ulama yang berfungsi sebagai motivator dalam sistem pengelolaan kebersihan, pengetahuannya dalam makna konteks tentang bersih yang mendukung pengetahuan bersih dari konsep Islam. Kemudian bentuk-bentuk aktivitasnya, kondisi kebersihan, dan partisipasi masyarakat. Penelitian ini bertujuan ingin mengetahui tingkat peranan ulama dalam pelaksanaan program kebersihan, khususnya fungsi mereka sebagai motivator dengan menerapkan konsep agama tentang bersih. Pada bagian bahasan teoritis memuat beberapa konsep yang mendasari standar penerapannya: (1) Rumusan pengertian bersih dan kebersihan sebagai standar yang dianut; (2) Konsep bersih menurut Islam untuk kepentingan ibadah dan lingkungan; (3) Teori tentang-peranan untuk menetapkan keberadaan peranan ulama dalam sistem pengelolaan kebersihan yang berfungsi sebagai motivator; (4) Pengertian ulama dan konsep kepemimpinannya di Aceh; (5) Rujukan ulama yang bersumber dari Al Qur'an dan Hadis; (6) Kerangka konseptual yang membentuk variabel-variabel sebab, akibat dan permasalahan yang diteliti; (7) Penjelasan variabel-variabel dan hipotesis kerja (Tan 1980 dan baca Moleong 1989) untuk mengarahkan penelitian, penulisan dan pembahasannya. Selanjutnya dalam metodologi, setelah memilih Kotamadya Banda Aceh sebagai lokasi penelitian, lalu menetapkan jenis sampei utama yaitu ulama secara random sebanyak 28 responder yang akan diteliti peranannya. Sampel unsur pemerintah dan masyarakat sebagai sampel pendukung, masing-masing berjumlah 23 dan 70 responden. Pertimbangannya, pemerintah sebagai pihak penyelenggara program kebersihan, sedangkan masyarakat sebagai sasaran motivasi ulama dan yang berhubungan langsung dengan kebersihan secara operasional. Data dikumpulkan dengan kuesioner, wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Data diolah dengan tabulasi distribusi persentase relatif, kemudian dianalisis secara kualitatif dengan analisis deskriptif berdasarkan data kuantitatif. Adapun hasil penelitian: (1) Penduduk Kotamadya Banda Aceh 95% memeluk Agama Islam dari jumlah penduduk 168.789 jiwa; (2) Kotamadya Banda Aceh belum mencerminkan kota bersih sesuai dengan standar yang dianut karena masih rendahnya partisipasi masyarakat. Hambatannya antara lain masih sulitnya merubah budaya membuang sampah di sembarang tempat yang dilatarbelakangi kurangnya pemahaman pengertian kebersihan lingkungan dan kurangnya motivasi. Pengertian dan penerapan konsep Islam tentang bersih masih terbatas pada kepentingan ibadah yang disebabkan antara lain oleh kurangnya keterlibatan ulama dalam memberikan motivasi tentang kebersihan lingkungan; (3) Sebagai upaya untuk mengatasinya, diperlukan sistem pengelolaan yang terpadu meliputi Perda, pengadaan sarana, partisipasi masyarakat, dan motivasi ulama bersama unsur lain; (4) Ulama Kotamadya Banda Aceh secara kognitif mempunyai pengetahuan konsep Islam tentang bersih. Namun secara kuantitatif sebagian besar mereka belum banyak mengembangkan makna bersih secara kontekstual dalam memberikan motivasi. Atau: secara kualitatif pengembangan makna konstekstual sudah diterapkan, akan tetapi hanya oleh sebagian kecil ulama. Motivasi pengertian dan penerapan konsep Islam tentang bersih pada umumnya masih berkisar pada kepentingan ibadah ritual; (5) Tingkat keterlibatan ulama ternyata masih kurang (6l%) seperti terlihat pada bentuk aktivitasnya. Padahal pilihan terbesar responden masyarakat (43%) mengharapkan kehadiran ulama sebagai motivator bahkan mendapat dukungah dari responden pemerintah. Ada kecenderungan hubungan antara tingkat kurangnya peranan ulama dalam melaksanakan fungsinya sebagai motivator, dengan kurangnya pengetahuan mereka secara kualitatif (tebel 7) ; (6) Motivasi tentang kebersihan dengan pendekatan agama merupakan materi pendekatan yang tepat. Selanjutnya media mimbar dan teknik ceramah masih dominan dipergunakan. Padahal masyarakat sudah mendambakan media dan teknik yang lebih luas dan bervariasi; (7) Responden masyarakat 98,5% menyatakan partisipasi masyarakat tergantung motivasi ulama dengan alasan masih tingginya kredibilitas masyarakat terhadap ulama, dan ulama diakui sebagai pemimpin terdekat dengan umat (tabel 17); (8) Responden masyarakat 61% menyatakan bersih sudah merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, namun 53 menjawab masih terbatas pada keperluan ibadah. Alasan di atas merupakan faktor lain yang menyebabkan masih rendahnya partisipasi masyarakat dalam kaitannya dengan pengertian bersih yang hanya mereka terima dari praktek bimbingan ibadah melalui pengajian (54, 5%). Pembahasan berkisar tentang sejauh mana pengetahuan dan penerapan konsep Islam tentang bersih yang dimiliki ulama itu didukung oleh pengetahuaan bersih dalam pengertian umum. Selain tuntutan dakwah, tanggung jawab peranannya dalam sistem pengelolaan kebersihan yang fungsinya sebagai motivator, juga karena tuntutan pembangunan berwawasan lingkungan. Di sini ulama diperlukan kesadaran tanggung jawabnya dalam pembangunan berlanjut untuk meningkatkan kualitas umat. Karena tingkat partisipasi masyarakat berkaitan dengan pengetahuan dan penerapan bersih secara luas serta partisipasinya tergantung dari motivasi ulama, maka dituntut menguasai pengetahuan konsep Islam tentang bersih dalam makna kontekstual. Lingkungan bersih,.partisipasi masyarakat, dan motivasi ulama menjadi satu sistem operasional yang mempunyai hubungan antara satu unsur dengan unsur lainnya. Akhirnya sampai kepada kesimpulan bahwa peranan ulama telah ada dan diperlukan dalam sistem pengelolaan kebersihan, akan tetapi masih pada tingkat rendah. Rendahnya peranan ulama disebabkan oleh faktor-faktor seperti kurangnya pengetahuan dan penerapan konsep Islam tentang bersih dalam makna kontekstual, bentuk dan frekuensi kegiatan, penggunaan media dan teknik kegiatan. Kurangnya peranan ulama mempengaruhi rendahnya partisipasi masyarakat. Rendahnya partisipasi masyarakat bersama faktor lain juga dipengaruhi oleh faktor mendasar yaitu terbatasnya pengertian dan penerapan konsep Islam tentang bersih hanya pada keperluan ibadah ritual yang mereka terima dari pengajian dan bimbingan praktek ibadah. Mengingat ulama sebagai pemimpin umat yang memiliki kredibilitas tinggi di mata masyarakat Kotamadya Banda Aceh, maka peranan mereka diperlukan dalam sistem pengelolaan kebersihan. Ulama juga sebagai guru umat sehingga dituntut menguasai pengetahuan konsep Islam tentang bersih dalam arti luas.
The Role Of Ulama In The Implementation Of Cleanliness Program: A Case Study in Banda Aceh MunicipalityAccording to Islamic teaching, ulama are leaders of mankind. They are needed by the community members of Banda Aceh Municipality where 95 percent of the population-are Moslems. Is-lam has a broad and comprehensive concept of cleanliness for worship (as ritual washing) and environmental purposes. However, the above-mentioned concept has not been fully adopted to support the cleanliness program in Banda Aceh Municipality to make the clean city program a complete success, in accordance with the existing regulations. This study deals with the extent of the function of the role of ulama as motivators in the management system of cleanliness, the know-ledge of cleanliness within the contextual sense which sup-ports the knowledge derived from Islamic concept, the types of activities, the condition of the city and the people's participation. The general objective of this study is to assess the potential role of ulama in the implementation of the cleanliness program, especially to identify the extent of the role of ulama as motivators in environmental cleanliness. In the chapter on the theoretical framework, several concepts supporting the implementation, of cleanliness programs are presented, including: (1) The definitions of clean and cleanliness as standard references; (2) The concept of cleanliness according to Islamic teaching for worship and environmental purposes; (3) Theory of role; in order to specify the position of ulama in their role and their function as motivators; The definition of ulama and the concept of leader in Aceh; The ulama's references which are mostly based on Al Qur'an and Hadits; (6) The conceptual framework which comprises the causality variables and working hypothesis (Tan 1980, and Moleong 1989) directing the study, its writing up and analysis. Methodology. Banda Aceh Municipality was chosen as the research location because a cleanliness program has been implemented in this city. Using the random sampling method, 28 ulama whose role would be studied, were selected as the main sample, followed by a supporting sample consisting of 23 respondents from the local government officials and community members. The selection of the supporting simple was based on the fact that the government is the implementation of the cleanliness program, while the community members are the target group of the ulama's role as motivators, and at the same time are also directly and operationally involved in the program. Data were collected using questionnaires, interviews, observations, as well as reviewing the literature related to the study. Later, the data were processed by tabulating the relative percentage distribution, and then qualitatively analyzed by using descriptive analysis, which was based on quantitative data. Result of the study: (1) The research was conducted in Banda Aceh Municipality, with a total population of 168.7 89, of which 95 per cent are Moslems; (2) The research results indicated that due to people's low participation, so far the Banda Aceh Municipality has. not presented the condition and image of a clean city in accordance with the expected standard. Findings showed that the constraints rest among others on the fact that it is still difficult to change the cultural behavior of these people in disposing of their waste. This stems from lack of understanding and awareness of environmental cleanliness as well as lack of motivation. The under-standing and application of cleanliness based on Islamic concepts so far is still limited to worship purposes (as impurities) indicating that the ulama have not been fully participating in motivating the people to carry out the program; (3) Within the endeavors to implement the cleanliness program, an integrated management system is highly necessary, involving the local Government Regulation, facilities, public participation, and motivation geared by the ulama and other relevant agencies; (4) The ulama of Banda Aceh Municipality possess cognitive knowledge of cleanliness based on their religious concept. However, quantitatively most of these ulama have not developed the contextual meaning of cleanliness when motivating the people. In other words, qualitatively the con-textual notion of cleanliness has only been developed by a very limited number of ulama. In general, the knowledge and application of the concept of cleanliness in Islamic teaching is still mainly focused on fulfilling the call for worship purposes; (5) The extent of the involvement of ulama in their motivating role is still considered low (61 percent), whereas the responses from community members (43 per cent) and government officials (61 percent) expect that the ulama should play a role as motivators. There is high correlation between a weak role for the ulama as motivators and a lack of qualitative knowledge on their part {Table 7);(6) Religious approach is connected with cleanliness, or the other way around, that cleanliness can be used as a standard for motivating the people. Furthermore conventional media and techniques, such as pulpit and talks (ceramah) are still predominantly used. It should be noted that the people now expect wider varieties of media and techniques; (7) Responses from community members (95,5 per cent) indicated that public participation depends on the ulama's role as motivators, due to the ulama's high credibility and the ulama are still regarded as the people's closest leaders; (8) Responses from community members (61 per cent) declared that cleanliness had become part of their community life, however 53 per cent acknowledged that it was only limited to worship. The above reasons are the factors which influence the low public participation which is related to people's perception of the cleanliness concept acquired from worship and religious doctrines (54,5 percent, see Table 27). The chapter of theoretical discussion deals with extent of the ulama's knowledge of their religion and the application of Islamic concepts, which is also supported by their general interpretation of cleanliness. The responsibility of the ulama according to their role as motivators in the management of the cleanliness program is not only because of their responsibility to preach (dakwah), but also be issued of the need to implement sustainable development. Therefore, in-order to enhance the quality of life for mankind; awareness of sustainable development on the part of ulama is imperative. Since the level of public participation is significantly related to people's knowledge and under-standing of cleanliness in a broad sense, and their participation depends on the motivation geared by the ulama, hence the ulama should have sufficient knowledge of the Islamic concept of cleanliness within its contextual meaning. Cleanliness, public participation and motivation generated by the ulama have become an operational system in interaction with one another. The role of the ulama is needed in the management system of cleanliness, but is still at a low level. This low level is caused by several factors such as minimum knowledge and application of the Islamic concept of cleanliness in the contextual manner, kind and frequency of activities, utilization of media and technique of these activities and forth. If the role of the ulama is decreased, the public participation is lower as well. The level of people's participation together with other factors are affected by several basic factors, such as limited understanding and application of-the Islamic concept of cleanliness merely for religious matters which they get through doctrines (pengajian-pengajian), and worship guidance. Ulama as leaders of mankind have the highest credibility in their society. Therefore an active role in the cleanliness management system on the part of ulama is a must. Ulama as well as teachers are in demand for their knowledge of the Islamic concept of cleanliness in a broad sense.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1989
T4175
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Supriyadi
Abstrak :
Dari data pemeriksaan sanitasi kapal yang dilakukan oleh petugas sanitasi kantor kesehatan pelabuhan Pangkalpinang, didapatkan bahwa tingkat sanitasi kapal yang dinyatakan baik hanya 15%, tingkat sanitasi yang sedang sebanyak 20 %, sedangkan untuk kapal dengan tingkat sanitasi kapal yang jelek sebesar 65 % dari keseluruhan kapal kargo yang sandar. Desain penelitian ini adalah potong lintang (Crossectional), sebagai populasinya adalah seluruh kapal kargo yang sandar di pelabuhan Pangkalbalam, sedangkan sampel pada penelitian ini sebanyak 92 kapal kargo yang diambil ser'ara quota berjatah. Rata-rata kapal kargo yang sandar di pelabuhan Pangkalbalam, yang mempunyai tingkat sanitasi kapal balk sebesar 16,3 %, tingkat sanitasi kapal sedang sebanyak 18,5 %, sedangkan tingkat sanitasi kapal yang buruk sebesar 65,2%. Hasil ini memperlihatkan bahwa tingkat sanitasi pada kapal-kapal yang sandar di pelabuhan Pangkalbalam masih rendah. Standar operasional prosedur, kepemimpinan nahkoda dan waktu yang digunakan untuk peningkatan sanitasi kapal secara signifikan berhubungan dengan tingkat sanitasi pada kapal yang sandar di pelabuhan Pangkalbalam. Kapal yang mempunyai standar operasional prosedur yang baik akan mempunyai 98, 3 kali lebih besar dalam peningkatan sanitasi kapal dibandingkan pada kapal yang mempunyai standar operasional yang buruk. Kapal yang di nahkodai oleh nahkoda dengan komitmen tinggi dalam bidang sanitasi akan mempunyai 22, 7 kali lebih besar dalam peningkatan sanitasi kapal dibandingkan pada kapal yang dinahkodai oleh nahkoda dengan komitmen rendah. Kapal yang menyediakan waktu yang tinggi dalam bidang sanitasi kapal akan mempunyai 24, 1 kali lebih besar dalam peningkatan sanitasi kapal dibandingkan pada kapal yang menyediakan waktu yang rendah. Selanjutnya berdasarkan basil analisa variabel yang paling berhubungan terhadap peningkatan sanitasi kapal adalah variabel standar operasional prosedur dengan nilai OR sebesar 21,01 yang berarti kapal yang mempunyai standar operasional prosedur yang balk akan meningkatkan sanitasi kapal sebesar 21,01 kali lebih besar dibandingkan pada kapal dengan standart operasional prosedur yang buruk. Dengan hasil penelitian ini diharapkan setiap kapal kargo yang sandar di pelabuhan Pangkalbalam mempunyai standar operasional prosedur yang baik. Untuk mengontrol standar operasional prosedur tersebut perlu supervise/pengawasan yang rutin dari petugas sanitasi kantor kesehatan pelabuhan Pangkalpinang.
From data inspection of ship sanitation which is conducted by sanitation staff in port health office Pangkalpinang, found that good ship sanitation level is only 15%, middle ship sanitation level is 20%, and bad ship sanitation level is almost 65% from entire of cargo ship which anchor. The aim of this research is to know the image of factors related to sanitation level at ship which anchor in Pangkalbalam Harbour, Pangkalpinang, Variable which is checked is management characteristic, crew human resource characteristic, and also anticipated supporter characteristic related to sanitation level at ship which anchor in Pangkalbalam Harbour, Pangkalpinang. This Research Desain is transversal. Cargo ship mean which anchor in Pangkalbalam Port, good ship sanitation level is 16.3%, middle ship sanitation level is 18.5%, and bad ship sanitation level is almost 65.2%. This result shows that ship sanitation which anchor in Pangkalbalam harbour is still lower. Standard operating procedure, leadership of Captain and timing that is used to improve ship sanitation which related significantly to sanitation level of ship which anchors in Pangkalbalam Harbour. Ship which has a good standard operating procedure will have 98, 3 risk of good sanitation compared with ship which has a bad standard operating procedure. Ship which is operated by Captain who has a high commitment in the sanitation field will reach 22, 7 times risk on improvement of ship sanitation compared with ship which is operated by Captain who has a low commitment. Ship which provide an affective time in the field of ship sanitation will reach 24, 1 risk of ship sanitation compared with ship which provide a non effective time. The most variable correlated on improvement of ship sanitation is standard operating procedure variable with OR value is 21, 01. A good standard operating procedure will improve ship sanitation almost 21, 01 times. From this result research is expected that every cargo ship which anchor in Pangkalbalam port have a good standard operating procedure to guide crew how to manage ship sanitation. To control this standard operating procedure need supervising or routine observation from sanitation staff in port health office Pangkalpinang.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T19126
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fazryani Mazita Torano
Abstrak :
Kota Serang telah menjalankan program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) sejak tahun 2012. Namun masih ditemukan perilaku Buang Air Besar Sembarangan (BABS) dan akses masyarakat terhadap penggunaan jamban masih cederung sama dengan sebelum dilaksanakan program yaitu baru mencapai 60% dari target sebesar 90%. Penelitian ini bertujuan menganalisis implementasi program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat di Kota Serang. Subyek penelitian adalah Dinas Kesehatan, Puskesmas, kader, dan masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Implementasi Program STBM Pilar Pertama di Kota Serang belum dilaksanakan secara optimal, media informasi sebagai sarana sosialisasi kebijakan masih kurang. Sikap pelaksana menunjukkan kurangnya komitmen dari pelaksana kebijakan dalam mengimpelentasikan kebijakan program STBM. Koordinasi dengan pihak eksternal belum berjalan dengan baik. Dibutuhkan strategi sosialisasi yang tepat dan merata kepada semua kalangan.
Serang has been doing the program of Community Based Total Sanitation (STBM) since 2012. However, there are still found the behavior of defecation carelessly (BABS) and the public access toward of the use of toilet is still same as before the program implemented, it is only reach 60% of the target of 90%. This study aims to analyze the implementation of program of Community Based Total Sanitation in Serang. The subjects are the Department of Health, Clinic, cadres and the public. The results of the study shows that the implementation of the First Pillar STBM program in Serang city has not been implemented optimally, media as a means of policy socialization is still lacking. The attitude of executive shows the lack of commitment of implementing policy in implementing the program policies STBM. Coordination with external parties have not been going well. It needs proper and equitable socialization strategy to all parties.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Minerva Nadia Putri A.T
Abstrak :
Kabupaten Lampung Tengah sudah menjalankan program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) sejak tahun 2012. Namun, ditemukan kendala dalam implementasinya. Insidens diare pada tahun 2013 tidak mengalami perubahan yang signifikan, dan cenderung sama dengan sebelum dilaksanakan program. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis implementasi program STBM di Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2013. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif melalui wawancara mendalam dengan pelaksana program (implementor) dan kelompok sasaran program (masyarakat). Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi program STBM tahun 2013 berjalan kurang optimal, disebabkan kurangnya tenaga pelaksana, kurangnya partisipasi aktif dari masyarakat dan dana yang relatif terbatas serta tidak berkesinambungan. Dibutuhkan perbaikan dari sisi pelaksana maupun kelompok sasaran (masyarakat) setiap individu dan komunitas mempunyai akses terhadap sarana sanitasi dasar sehingga dapat mewujudkan komunitas yang bebas dari buang air besar sembarangan, setiap individu mencuci tangan pakai sabun dengan benar, dan setiap rumah tangga mengelola limbah sampah dengan benar. Diharapkan kejadian penyakit diare dan penyakit berbasis lingkungan lainnya yang berkaitan dengan sanitasi dan perilaku dapat berkurang. ......Central Lampung Regency has been executing Community-Based Total Sanitation (CBTS) Program since 2012. However, challenges are still found. In 2013, diarrhea incidence rate did not significantly change. This study aimed to analyze the implementation of CBTS Program in Central Lampung Regency, 2013, by using qualitative in-depth interview with program implementer (implementor) and target group (community). The result showed that CBTS Program was not well implemented due to lack of human resource, lack of community participation, and limited fund. The study suggested to improve the program both from provider perspective as well as target group to achive the goal : everyone has an access to basic sanitation facilities, free from open defecation, properly wash their hand with soap, and correctly handle garbage. It is expected that the incidence of diarrheal diseases and other environmental related diseases could be reduced through improvement of sanitation and community behavior
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Donal
Abstrak :
......This research was done to find out defecation behaviour among rural community after triggering Community Led Total Sanitation (CLTS) in villages under Puskesmas Pagelaran, Pandeglang district in 2009. Using cross sectional design, 210 respondents who were randomly selected, were recruited with criteria already exposed with CLTS trigger. The result indicated that perceived barriers using latrine and low income are two risk factors to defecate in latrine. On the other hand, perceived threatening, perceived benefit, land availability, facilitator?s and social support can significantly protect respondents to defecate in Iatrine (p=0,05). Among those variables, facilitator support is the dominant variable (0R=I2,743) related to latrine defecation behavior. It is recommended to consider all variables above, especially facilitator support, in implementing CLTS program in order to maintain and preserve clean and healthy life behaviour permanently among community.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Diyan Mailita Sari
Abstrak :
Pemerintah sebagai aktor pembangunan, dalam menjalankan perannya sebagai pelayan publik akan dihadapkan pada berbagai masalah yang ada, baik masalah dari masyarakat maupun masalah dari alam. Sebagai peran dan tanggung jawabnya, maka pemerintah mengeluarkan kebijakan atau program-program pembangunan untuk mencapai tujuan tersebut. Implementasi kebijakan merupakan caraagar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Pelaksanaan program PPSP dilaksanakan di berbagai kota, salah satunya Kota Depok karena mengingat Kota Depok merupakan kota yang berkembang pesat sehingga sedang giat melakukan pembangunan kota dan tidak lepas dari dampak negatif yaitu sanitasi. Sanitasi kurang mendapatkan perhatian yang lebih, sehingga pemerintah mengikuti program PPSP. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan deskripsi. Informasi yang diperoleh dengan melakukan wawancara mendalam dengan narasumber yang mempunyai pengetahuan tentang pelaksanaan program PPSP. Program PPSP ini dilakukan oleh Tim Pokja Sanitasi/ AMPL Kota Depok beserta OPD-OPD terkait dengan koordinasi lintas dinas untuk mencapai percepatan pembangunan sanitasi dengan target pelaksanaan per 5 tahunan untuk pembangunan sanitasi yang berkelanjutan. Penelitian ini bertujuan untuk membahas pelaksanaan program PPSP di Kota Depok. Dari hasil penelitian, pelaksanaan program PPSP di Kota Depok baru sampai tahap perencanaan danbelum berjalan maksimal karena masih ada berbagai kendala. ......In their role as public servants, government as development actors faced with various problems that exist, both problems of society and the problem of nature. As roles and responsibilities, the government issued a policy or development programs to achieve these goals. Implementation of the policy is a way for a policy to achieve its objectives. PPSP program implementation conducted in various cities, one of them for remembering Depok Depok is a rapidly growing city that is actively and urban development can not be separated from the negative impacts of sanitation. Sanitation less get more attention, so that the government follow the PPSP program. This study uses qualitative research approach to the description. Information obtained by conducting in-depth interviews with sources who have knowledge of the implementation of the PPSP program. PPSP program is conducted by the Implementation Team Sanitation / AMPL and its Depok-OPD OPD associated with inter-agency coordination to achieve accelerated development of sanitation with a target of 5 per year for the implementation of sustainable sanitation development. This study aims to discuss the implementation of the PPSP program in Depok. From the research, the implementation of the program in Depok PPSP new to the planning stage and has not gone up because there are still many obstacles.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S53028
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanna Pratiwi
Abstrak :
Bandara memiliki peran yang sangat penting untuk mencegah transmisi berbagai penyakit yang mungkin terjadi. Salah satu fasilitas penunjang di Bandara berupa restoran. Higiene perorangan dan sanitasi pengelolaan makanan restoran di Bandara perlu mendapatkan pengawasan untuk mencegah kejadian foodborne disease. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis kondisi higiene perorangan dan sanitasi pengelolaan makanan terhadap kualitas bakteriologis makanan (Escherichia coli) restoran di Bandara Soekarno-Hatta tahun 2014. Penelitian menggunakan desain studi cross sectional dengan total sampel sebanyak 90 restoran di Bandara Soekarno-Hatta. Hasil penelitian menujukan bahwa sebagian besar makanan restoran tidak terkontaminasi E. coli (95,6 %). Berdasarkan analisis univariat pada sanitasi fisik, terdapat tujuh variabel dari sembilan variabel yang memenuhi syarat, yaitu lokasi dan bangunan, fasilitas sanitasi, gudang bahan makanan, dapur, dan ruang makan, bahan makanan dan makanan jadi, pengolahan makanan, penyimpanan bahan makanan dan makanan jadi, serta penyajian makanan. Variabel sanitasi alat sebagian besar memenuhi syarat (60 %) dan berdasarkan hasil pemeriksaan usap alat diperoleh hasil sebagian besar alat masak dan makan tidak terkontaminasi E. coli (97,8 %). Sedangkan, variabel higiene tenaga kerja sebagian besar tidak memenuhi syarat (56,7 %). Namun, sampel usap tangan penjamah makanan sebagian besar tidak ditemukan E. coli (97,8 %). Berdasarkan analisis bivariat tidak ditemukan hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. ...... Airport has an important role of preventing transmission of diseases. One of the supporting facilities in the airport is restaurant. Personal hygiene and sanitation on food management needs to be supervised to prevent the foodborne diseases. This research is conducted to analyze the condition of personal hygiene and food management sanitation on food bacteriological quality (Escherichia coli) in restaurants at Soekarno-Hatta Airport 2014. The research uses cross-sectional study design with total sample of 90 restaurants in Soekarno-Hatta Airport. The result has shown that a large number of food in the restaurants is not contaminated with E. coli (95,6%). Based on univariate analysis in physical sanitation, there are seven variables of nine variables that fulfill the qualifications: location and building, sanitation facility, raw food storage, kitchen, and dining room, raw food and processed food, food processing, storage of raw food and processed food, and food serving. The variable of cooking equipment sanitation is mostly qualified (60 %) and based on result of equipment swab test shown that mostly of cooking equipment is not contaminated with E.coli (97,8 %). While, the variable of workers hygiene are mostly did not meet the qualification (56,7 %). But, food handler hand swab shown that mostly of hand swab sampling did not contaminated with E.coli (97,8 %). Based on bivariate analysis, the independent and dependent variables are not related.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
S60917
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>