Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 37 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dyah Sulistyowati Soetardjo
Abstrak :
ABSTRAK Dampak penting akibat pembangunan industri antara lain adalah perubahan kualitas udara yang disebabkan oleh pencemaran udara. Salah satu kegiatan industri yang diduga menimbulkan dampak tersebut adalah industri Pabrik Semen Tonasa yang berada di desa Mangilu, Kecamatan Bungoro, Kabupaten Pangkajene Kepulauan, Sulawesi Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pencemaran udara oleh kegiatan P.T. Semen Tonasa terhadap kejadian penyakit saluran pemapasan yang ada di masyarakat sekitarnya. Digunakan rumus Gaussian Model untuk mengetahui konsentrasi partikel debu dalam menentukan titik lokasi penelitian, yaitu sebagai tempat pengukuran kualitas udara ambien dan pengambilan sampel penelitian. Mencari derajat hubungan kejadian penyakit saluran pernapasan yang ada di masyarakat sekitar dengan faktor-faktor yang berkaitan yaitu Jenis Pekerjaan, Masa Kerja Dan Lama Tinggal serta faktor lain yang mungkin memberikan kontribusi terjadinya penyakit saluran pernapasan yaitu faktor kesehatan lingkungan human dalam hal ini adalah kondisi rumah hunian masyarakatnya yang meliputi ventilasi, kepadatan hunian dan bahan bakar rumah tangga yang digunakan. Dilakukan survei dengan pendekatan cross sectional, di sekitar ke 4 lokasi pengambilan sampel untuk pengukuran kualitas udara ambien dilakukan pula pengambilan sampel penelitian secara acak dan proporsional sebanyak 120 responden. Dengan menggunakan uji statistik multivariabel regresi logistik, didapatkan hasil sebagai berikut : Jenis pekerjaan mempunyai hubungan yang bermakna secara statistik (p < 0,05) dengan kejadian penyakit saluran pernapasan. Adapun Lama Tinggal tidak menunjukkan hubungan yang bermakna secara statistik (p > 0,05) dengan kejadian penyakit saluran pernapasan yang ada. Kenyataan tersebut di atas ditunjang dengan basil pengukuran kualitas udara ambien terhadap konsentrasi partikel debu yang masih berada di bawah Nilai Ambang Batas (NAB) sebagaimana yang ditetapkan berdasarkan Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan, Surat Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor: Kep. 02/MenKLH/1988 Tanggal: 19 Januari 1988, Jakarta 1988 yaitu 0,260.mg/m3 Dalam penelitian ini ditemukan risiko terjadinya penyakit saluran pernapasan adalah 3 kali lebih besar bagi responden dengan jenis pekerjaan berhubungan dengan debu dan masa kerja di atas 4 tahun dibandingkan dengan jenis pekerjaan tidak berhubungan dengan debu dan masa kerja kurang hingga 4 tahun. Faktor kondisi kesehatan lingkungan hunian (ventilasi, kepadatan hunian, dan bahan bakar rumah tangga) yang diduga sebagai faktor pengganggu ternyata mempunyai kontribusi yang tidak bermakna secara statistik terhadap kejadian penyakit saluran pemapasan. Didapatkan model regresi logistik yang fit terhadap kejadian penyakit saluran pernapasan adalah Jenis Pekerjaan dan Masa Kerja. Hasil lain yang ditemukan adalah bahwa estimasi kemungkinan (EK) orang menderita penyakit saluran pernapasan di sekitar PT. Semen Tonasa tertinggi sebesar 5,06% bila kondisi orang dengan jenis pekerjaan berhubungan dengan debu dan mass kerja di atas 4 tahun, sebaliknya jika kondisi di atas tidak terpenuhi maka EK turun hingga menjadi 0,89%.
ABSTRACT One of the significant impacts generated by industrial activities is the change in air quality due to air pollution. The Tonasa Cement Factory operated by P.T. Semen Tonasa in Mangilu Village, Bungoro Sub-district, District of Pangkajene Kepulauan, South Sulawesi, is assumed to belong to those industries that pollute the air. The objective of the research is to determine the relation of air pollution generated by the activities of P.T. Semen Tonasa on the incidence of respiratory diseases suffered by the people living around the location of the cement factory. By applying the Gaussian Model to fix the location of sampling sites, the ambient air quality was measured to determine the concentration of dust particles in the air. Furthermore, activities were conducted to determine the level of correlation between the incidence of respiratory diseases suffered by the people surroundings of the cement factory and such factors as the type of work, extent of employment, and the period of time living in the surroundings of the factory. Also, a correlation was determined related to their settlement environmental conditions such as the conditions of houses including the condition of house ventilation, density, and the kind of fuel used by the households. Conducting surveys and using a cross-sectional approach, from the four air sampling sites, chose 120 respondents randomly and proportionally. The type of work shows statistically significant correlation with the incidence of respiratory diseases. However, the period time of living in the surrounding of the cement factory does not. These finding are supported by the results of the determination of the concentration of dust particles which amounted to less than the Upper Threshold Value (i.e. 0,260 mg/m3) as stated in the Decree of the States Minister of the Environment No.Kep- 02/MenKLH/1988 of January 19, 1988. The research showed that the risk of respiratory diseases is three times greater among respondents whose work is related to dust and their extent of employment is more than four years. The condition of the houses (ventilation, density, and kind of fuel used) which was assumed to be contributing factors to the incidence of respiratory diseases, proved to be not the case. A logistic regression model, which fitted the incidence of respiratory diseases, was found in the case of type of work and extent of employment. Also results were obtained concerning the estimation probabilities of people living in the surroundings of the cement factory who suffer from respiratory diseases. This amounted to a maximum of 5.06 percents of people whose work are related to dust and whose extent of employment exceeds four years. On the other hand, the estimation probabilities dropped to 0.89 percents of people whose work is not related to dust and whose extent of employment is less than four years.
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heri Nugroho
Abstrak :
Jakarta Pusat merupakan daerah dengan tingkat kemacetan lalu-lintas yang tinggi sehingga emisi polutan dari kendaraan bermotor tinggi pula. Salah satu polutan tersebut suspended particulate matter (SPM) dapat dipengaruhi oleh faktor meteorologi (curah hujan, kelembaban relatif udara, suhu udara, dan kecepatan angin). Suspended particulars matter (SPM dapat menimbulkan gangguan kesehatan berupa infeksi saluran pernapasan akut bagian atas dan asma.

Tujuan dari penelitian ini untnuk mengetahui keoenderungan konsentrasi SPM dan faktor meteorologi serta hubungan faktor meteorologi dengan prevalensi penyakit infeksi saluran pemapasan bagian atas dan asma di Jakarta Pusat tahun 2003 sampai dengan 2005.

Penelitian ini merupakan studi ekologi, yang mengaualisis data sekunder faktor meteorologi dan suspended particulate matter (SPM) dari badan meteorologi dan geofisika Jakarta dan data penyakit dari suku dinas kesehatan Jakarta Pusat berupa data penderita infeksi saluran pemapasan akut bagian atas dan asma pada puskesmas kelurahan di Jakarta Pusat tahun 2003-2005. Sampel dalam penelitian ini adalah prevalensi infeksi saluran pemapasan akut bagian atas dan asma per kelurahan per bulan. Analisis meliputi uji anova untuk mencari apakah ada perbedaan bermakna antar tahun diantara variabel yang diteliti. Analisis hubungan dilakukan dengan uji korelasi dan regresi.

Rata-rata konsentrasi suspended particulate matter untuk tahun 2003 sebesar 164,486 µg/m3 konsentrasi tertinggi pada bulan Juli sebesar 211,224 µg/m3 dan terendah sebesar 121,827 µg/m3 pada bulan Desember Rata-rata konsentrasi pada tahun 2004 sebesar 152,447 µg/m3 dan tertinggi pada bulan Juni sebesar 288,022 µg/m3 dan terendah 108,067 µg/m3 pada bulan Januari, sedang pada tahun 2005 rata-rata konsentrasi sebesar 296,147 µg/m3 dan tertinggi pada Bulan Mei sebesar 296,147 µg/m3 dan terendah pada bulan Februari sebesar 82,788 gg/ma. Tidak ada perbedaan yang bennakna konsentrasi SPM antara tahun 2003, 2004 dan 2005.

Rata-rata suhu udara sepanjang tahun 2003 - 2005 adalah 28,461°C dengan suhu minimum sebesar 27,465 ?C dan suhu maksimum 29,048 °C. Curah hujan sebesar 163,831 mm, curah hujan minimum sebesar 18,800 mm dan mal-Lsirnum 422,933 mm, rata-rata hari hujan sebesar 11,773 hari, hari hujan minimum 3,333 hari dan maksimum 22,333 hari, Kelembaban udara rata-rata sebesar 74,069%, kelembaban minimum sebesar 68,669 % dan maksimum 80,312 %. Kecepatan angin rata-rata 2,394 knot, kecepatan angin minimum 2,144 knot dan maksimum 2,874 knot.

Hasil penelitian didapatkan prevalen infeksi saluran pemapasan akut bagian atas tertinggi di Jakarta Pusat pada 2003 terjadi pada bulan Juli sebesar 0,0165, tahun 2004 pada Bulan Desember sebesar 0,0185 dan pada tahun 2005 Bulan Agustus sebesar 0,0204 Kecenderungannya semakin naik dari tahun 2003 - 2005. Prevalensi asma di Jakarta Pusat yang tertinggi pada tahun 2003 pada Bulan Agustus sebesar 0,000843, dan pada tahun 2004 pada Bulan Desember sebesar 0,000930 dan pada tahun 2005 pada bulan Maret sebesar 0,000980. Kecenderungan prevalensi asma tahun 2005 lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya.

Hubungan antara SPM dengan faktor meteorologi secara bersama-sama diuji menggunakan analisis regresi linear ganda menghasilkan nilai koefisien determinasi (R ) 0,319, artinya persamaan garis regresi yang dihasilkan dapat menerangkan 31,9 % variasi konsentrasi suspended particulate matter. Konsentrasi SPM = -2576,325 + 93,077 * suhu udara + 10,437 hari hujan + 1092,408 * kecepatan angin - 36,924 (suhu udara * kecepatan angin) - 4,940 (hari hujan * kecepatan angin) + e.

Hubungan antara infeksi saluran pernapasan akut bagian atas dengan suspendend particulate matter bermakna dengan kekuatan hubungan lemah (r = 0,123) berarah positif. Prevalensi infeksi saluran pernapasan akut dapat dijelaskan oleh varibel suspended particulate matter sebesar 1,5 %, peningkatan konsentrasi suspended particulate matter sebesar satu satuan menaikkan prevalensi infeksi saluran pernapasan akut bagian atas sebesar 0,00003 atau 3 per 100.000 penduduk.

Hubungan antara asma dengan suspended parriculate matter bermakna dengan dengan kekuatan hubungan yang Iemah (r = 0,078) berarah positif. Prevalensi asma dapat dijelaskan oleh variabel szupended particulate matter sebesar 0,6 %. Peningkatan suspended particulate matter satu satuan akan meningkatkan prevalensi asma sebesar 0,000013 atau 13 per 1.000000 penduduk.

Penanggulangan pencemaran SPM dapat ditempuh dengan pengawasan yang ketat terhadap gas buang kendaraan melalui uji emisi secara periodik serta pembatasan umur kendaraan yang beroperasi di jalan raya, bagi penduduk yang tinggal di daerah dengan kepadatan lalu-Iintas dnggi perlu mengambil waktu berlibur pada daerah yang tak terpolusi, untuk mengurangi pajanan yang terus-menerus, penyemprotan air secara periodik pada titik sumber debu saat musim kemarau seperti pada area pembangunan gedung.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T21153
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Budiman
Abstrak :
Mengetahui proporsi gangguan fungsi paru pada remaja jalanan perokok dan hubungan antara perilaku merokok dengan gangguan fungsi paru. Metode: Studi potong lintang pada 317 anak jalanan, usia 10-18 tahun, terdiri dari perokok dan bukan perokok. Uji fungsi paru dilakukan pada subjek dengan menilai FEV1/ FVC, FEV1, FVC, V50 dan V25. Hasil: Subjek perokok sebanyak 182 remaja jalanan (57,4%), sebagian besar merupakan perokok kadang-kadang (53%), lama merokok 1-2 tahun (54%), jenis rokok yang digunakan adalah rokok filter (58%), dan jumlah rokok yang dikonsumsi 1-10 batang per hari (93%). Rerata parameter fungsi paru subjek perokok lebih rendah dibandingkan bukan perokok, dengan perbedaan bermakna pada nilai FEV1 dan FVC (p<0,05). Rerata nilai FEV1 dan FVC subjek perempuan perokok berbeda bermakna dengan bukan perokok, begitupun dengan rerata nilai FVC subjek lelaki (p<0,05). Proporsi gangguan fungsi paru subjek perokok berbeda bermakna dengan bukan perokok (p=0,016). Terdapat hubungan antara jenis rokok dengan gangguan fungsi paru (p<0,001), dimana pengguna rokok kretek paling banyak mengalami gangguan. Terdapat hubungan antara derajat perilaku merokok dengan gangguan fungsi paru (p=0,046). Simpulan: Rerata parameter uji fungsi paru (FEV1 dan FVC) pada remaja jalanan perokok lebih rendah dibandingkan bukan perokok. Proporsi gangguan fungsi paru pada remaja jalanan perokok 26,5%, terdiri dari campuran (16,1%), restriktif (8,2%) dan obstruktif (2,2%). Jenis rokok dan derajat perilaku merokok memiliki hubungan dengan kejadian gangguan fungsi paru. ...... Street children and smoking prevalence are highly increasing. Studies on pulmonary function among adolescent street children smokers are still limited with controversial result. Objective: To determine proportion of pulmonary dysfunction among adolescent street children smokers and to evaluate relation between smoking behaviour with pulmonary dysfunction. Methods: A cross sectional study among 317 street children, aged 10-18 years old, including smokers and non-smokers which were recruited consecutively. Subjects undergone pulmonary function test which measured FEV1/ FVC, FEV1, FVC, V50 and V25. Results: Subject smokers were 182 children, most of them were occasional smokers (53%), smoking period around 1-2 years (54%), using filtered cigarettes (58%), and consuming 1-10 cigarettes per day (93%). Mean pulmonary function parameter values of smokers were lower than non-smokers, significant difference for FEV1 and FVC (p<0.05). Mean FEV1 and FVC between smoking and nonsmoking girls were significant difference, and also mean FVC of boys (p<0.05). There was significant difference in proportion of pulmonary function abnormalities between smokers and non-smokers (p=0.016). There was relation between types of cigarettes with pulmonary dysfunction (p<0.001), the abnormalities mostly impact to kretek smokers. There was relation between smoking behaviour with pulmonary function abnormalities (p=0.046). Conclusion: Mean pulmonary function parameter values (FEV1 and FVC) of smokers were lower than non-smokers. Pulmonary dysfunction proportion among adolescent street children smokers was 26.5%, consist of combined disorder (16.1%), restrictive (8.2%) and obstructive (2.2%). There was relation between types of cigarettes and smoking behavior with pulmonary function abnormalities.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wiwi Ambarwati
Abstrak :
ABSTRAK
Infeksi Saluran Pernafasan Bagian Akut (ISPA) non Pneumonia merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat dengan prevalensi yang cukup tinggi. Laporan Kota Bogor tahun 2015 menunjukkan prevalensi ISPA Non Pneumonia mencapai 45,64%. Penyebab utama ISPA non Pneumonia adalah virus, namun penelitian menunjukkan penggunaan antibiotik masih sangat tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis rasionalitas pemberian antibiotik pada pasien ISPA non Pneumonia dan faktor yang mempengaruhi kerasionalan pemberian antibiotik serta pengelolaan program Penggunaan Obat Rasional (POR) di Puskesmas Tanah Sareal. Rancangan penelitian ini deskriptif analitik potong lintang dengan mengumpulkan data rekam medis pasien antara 5 tahun hingga 65 tahun, observasi pelayanan rawat jalan, dan wawancara dengan pihak terkait pelaksanaan program POR. Hasil penelitian menunjukkan proporsi pemberian antibiotik sebanyak 122 (34%) dari 359 pasien dan analisis rasionalitas dilakukan terhadap 102 pasien, Distribusi Penyakit ISPA Non-Pneumonia: Nasofaringitis Akut (63%) faringitis akut (30,6%), tonsilitis akut (5,3%), Sinusitis dan Otitis Media Akut 0,6%., sebagian besar antibiotik yang digunakan adalah amoxicillin dan cefadroxil. Ditemukan 84,3% pemberian antibiotik yang tidak tepat durasi dan faktor yang mempengaruhi rasionalitas antara lain; kurangnya kepatuhan dokter terhadap SOP pengobatan, peran apoteker belum optimal dan kurangnya monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan program POR.
ABSTRACT
Non Pneumonial Acute Respiratory Tract Infection (ARTI) is one of public health problems with high prevalence and healthcare cost. Bogor City Report 2015 shows the prevalence of Non Pneumonial ARTI reach 45.64%. The main cause of non- Pneumonial ARTI is virus, but research indicates the use of antibiotics is still very high. This study aims to analyze the rationality of antibiotics on non-Pneumonia ARTI patients, factors affecting rationality of antibiotic administration and management of Rational Use of Medicine (RUM) program at Puskesmas Tanah Sareal. The design of this study is descriptive cross-sectional analysis by collecting patients medical record data between 5 years to 65 years, observation of outpatient services, and interviews with related staff on RUM program implementation. The results showed that the proportion of antibiotic administration was 122 (34%) of 359 patients and rationality analysis was performed on 102 patients, Non-Pneumonia Respiratory Disease Distribution: Acute Nasopharyngitis (63%) Acute Pharyngitis (30.6%), Acute Tonsillitis (5, 3%), Sinusitis and Otitis Media Acute 0.6%. Most of the antibiotics used were amoxicillin and cefadroxil. This study revealed 84.3% of improper antibiotics duration and factors affecting rationality, among others; lack ofa physian's dherence to clinical guideline, lack of pharmacist and monitoring evaluation of RUM implementation.
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T51007
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asma Farieda
Abstrak :
Kegiatan industri pengguna bahan bakar batubara dengan emisi debunya mempengaruhi kualitas udara dalam rumah dan berisiko terhadap timbulnya kejadian ISPA pada balita yang bermukim di sekitarnya. Hasil Laporan Tahunan dari Puskcsmas Ciwandan Tahun.2007, pola penyakit terbanyak adalah infeksi Saluran pernafasan akut sebanyak 6.775 kasus dari 23.166 kasus penyakit yang masuk (24.05%). Rancangan studi penelitian ini cross sectional dengan tujuan untuk mengetahui hubungan kadar Particulate Matter (PM|0) dalam rumah dengan kejadian ISPA pada Balita. PM10 dalam rumah diukur langsung pada ruangan balita sering tidur 'dan hanya dilakukan satu kali di setiap rumah responden dengan dibatasi sesuai jam kerja pada perusahaan pengguna batubara, yaitu antara jam 09.00 - 17.00 WIB , lama pengukuran ditetapkan selama 60 menit. Dari 150 responden diternukan 118 rumah balita dengan kadar PM10'lebih dari 90ug/m3 dan 32 rumah balita kurang dari 90|1g/m3. Terhadap rumah dengan kadar PMN yang lebih dari 90p.g/rn? , ditemukan 105 balita (89,0%) mengalami gejala ISPA. sedangkan terhadap rumah dengan kadar PMN, kurang dari 90|,1g/ms hanya ditemukan 4 balita (l2,5%)menga1ami gejala ISPA. Balita yang tinggal di dalam rumah aengan kadar PMR, yang lebih dari 90ug/m3 berisiko terkena ISPA sebanyak 56,5 kali dibandingkan dengan balita yang tinggal didalam rumah dengan mam PM10 yang kurang dm 90pg/m3. Disimpulkan bahwa Terdapat hubungan antara kadar PM10 dalam rumah dengan kejadian ISPA (p<0,05) pada balita yang dipengaruhi oleh vantilasi dalam rumah, kepadatan hunian dan lubang asap dapur. Disarankan agar masyarakat merubah perilaku menutup ventilasi , sehingga ventilasi dapat berfungsi sebagai sarana masuknya sinar matahari kedalam rumah terutama di waktu pagi hari. ......The industrial activities that using coal energy will produce the dust emission which affect the air quality inside of the house, in which increasing the risk of the acute respiratory infection (ARI) on under-five children that reside surround it. Yearly Report of the Ciwandan Community Health Center (CHC/Puskesmas) in 2007 showed that 6,775 (24.05%) are ARI cases, out from 28,166 of disease pattems in the area. The design of the study is a cross sectional in order to explore the relationship between the concentrations of Particulate Matter (PMN) inside the house with the incidence of ARI on under-five children. The PM", is measured directly at the room where under-five is usually sleep in, and it is measured once when the plant is operate on working hours 9AM to 5PM. The length of measuring is 60 minutes. Of 150 respondents, it is found that 118 houses have concentration of PM", more than 90|ug/m3 and 32 houses have less than 90ug/m3. Of the houses with PM10, concentration more than 90ug/m3 there are 105 (89%) children who suffered with ARI symptoms. While of the houses with PM10 concentration less than 90ug/m?, only 4 (12.5%) children had the symptoms. It can be said that children who living in the house with PM", concentration more than 90ug/m? have risk of suffered with ARI 56.5 times compare to those who live in the house with PMm concentration less than 90 ug/m3. Conclusion of the study stated that there is a relationship between PM10 concentration in the house and ARI incidence on under-five children, with influenced by house ventilation, house density, and the kitchen chimney. It is suggested that community should change their behavior on treating the ventilation of the house, and utilizing the ventilation as a mean of the entrance of morning sun ray to the house.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
T32337
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Itsna Masyruha
Abstrak :
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kualitas penatalaksanaan balita sakit dengan gejala pneumonia di puskesmas, Jawa Barat tahun 2012. Penelitian dilakukan dengan menggunakan data evaluasi pelatihan MTBS tahap pretest dengan desain cross-sectional. Hasil menunjukkan kualitas penatalaksanaan rendah (9,3%). Terlihat dari rendahnya kepatuhan petugas dalam melakukan penilaian terhadap tanda dan gejala, kesesuaian petugas dalam menetapkan klasifikasi, kesesuaian petugas dalam memberikan pengobatan, serta kepatuhan petugas dalam memberikan konseling (2,6%; 7,9%; 5,6%; dan 1,3%). Faktor yang berhubungan dengan kualitas penatalaksanaan balita sakit tersebut adalah tipe profesi dan pendidikan petugas kesehatan. Kesimpulan yang didapatkan kualitas penatalaksanaan balita sakit dengan gejala pneumonia masih rendah. ......This thesis aims to describe the quality of care for under-five ill children having pneumonia symptom in community health center in West Java, 2012. This study is conducted by using the evaluation study pre-test IMCI training data with cross sectional design. The result indicates that the quality of care for under-five children is still low. It is showed from the lack adherence of health worker assessing sign and symptom, the lack compatibility in classification and treatment, and the lack adherence of health worker giving the counseling (2,6%;7,9%; 5,6%; 1,3%). The determinants of quality of care for under-five are the type of profession and education of health workers. In conclusion, quality of care for underfive children is low and the determinants are type of profession and education of health worker.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S44332
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzan Hertrisno Firman
Abstrak :
ABSTRAK Masalah kesehatan respirasi merupakan salah satu masalah kesehatan di Indonesia Masalah tersebut meliputi tuberkulosis asma emfisema dan bronkitis kronik Untuk mengatasi masalah tersebut perlu ditinjau kepuasan terhadap pelayanan fasilitas kesehatan Selain itu diperlukan sistem pendanaan oleh asuransi kesehatan Penelitian ini bertujuan mengetahui prevalensi masalah kesehatan respirasi di masyarakat perumahan Jakarta pada tahun 2012 dan hubungannya dengan kedua faktor tersebut Penelitian menggunakan studi cross sectional dan dilakukan di Kelurahan Bintaro Jakarta Selatan Sampel penelitian adalah keluarga yang diwakili oleh kepala keluarga atau istri Sampel dipilih melalui metode consecutive sampling dengan sampel didapat sebanyak 104 orang Sumber data adalah data primer berupa kuesioner yang diisi melalui wawancara dengan variabel terikat yaitu masalah kesehatan respirasi dan variabel bebas yaitu kepuasan terhadap pelayanan fasilitas kesehatan dan kepemilikan asuransi kesehatan Hasil penelitian berupa prevalensi masalah kesehatan respirasi sebesar 27 88 Uji Chi Square terdapat hubungan antara kepuasan dengan prevalensi p 0 001 dan kepemilikan asuransi dengan prevalensi p 0 022 Oleh karena itu perlu menurunkan angka ketidakpuasan terhadap pelayanan fasilitas kesehatan dan memperhatikan asuransi kesehatan sebagai sistem pendanaan untuk akses terhadap fasilitas kesehatan Kata kunci masalah kesehatan respirasi kepuasan terhadap pelayanan fasilitas kesehatan kepemilikan asuransi kesehatan masyarakat perumahan Jakarta.
ABSTRACT The problems of respiratory health are one of the problems of health in Indonesia These problems contain tuberculosis asthma emphysema and chronic bronchitis To solve them we need regardly watch about satisfaction level of health facilities services and we know the effectivity of owning health insurance This study aims to know prevalence problems of respiration health among housing society in Jakarta at 2012 and its relations with satisfaction and health insurance This study uses cross sectional design and takes place in Bintaro South Jakarta Samples in this study are a family that each represented by a husband or a wife Samples are chosen using consecutive sampling Total data collected in this study are 104 subjects Data collected by filling out a set of questionnaire using interview method Dependent variable is problem of respiratory health and independent variables are satisfaction of health facilities services and ownership of health insurance Result reveals that prevalence the problems of respiration health is 27 88 Satisfaction of health facilities services is related to prevalence the problems of respiratory health chi square p 0 001 and ownership of health insurance is related to prevalence of it chi square p 0 022 Because of that we need to decrease the number of dissatisfaction of health facilities services and deliberate health insurances as a financing system to access of health facilities Key words problems of respiration health satisfaction of health facilities services ownership of health insurances housing community Jakarta.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sembiring, Theresia Sri Rezeki
Abstrak :
Masalah kesehatan respirasi merupakan masalah kesehatan yang penting karena prevalensinya cukup tinggi di Indonesia. Menurut WHO, beberapa masalah kesehatan respirasi yang prevalensinya cukup tinggi di Indonesia adalah pneumonia, tuberkulosis, asma dan PPOK. Dalam penelitian ini, masalah kesehatan respirasi dikaitkan dengan kepuasan terhadap pelayanan kesehatan. Penelitian menggunakan desain cross sectional dan diadakan di Kelurahan Petamburan. Pengambilan data dilakukan sejak 21 Januari 2012 ? 26 Januari 2012 dengan melibatkan 109 responden yang dipilih dengan metode consecutive sampling. Pengambilan data dilakukan dengan metode wawancara menggunakan kuesioner yang telah divalidasi sebelumnya. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi masalah kesehatan respirasi di lingkungan kumuh adalah 5,06%. Kepuasan terhadap pelayanan kesehatan tidak berhubungan dengan masalah kesehatan respirasi baik untuk kepuasan terhadap hubungan dokter-pasien (p=0,451), fasilitas pelayanan kesehatan (p=0,237) maupun sistem administrasi (p=0,219). ...... Respiratory disease is an important health problem due to its high prevalence in Indonesia. According to WHO, several respiratory diseases of which prevalence are high in Indonesia are pneumonia, tuberculosis, asthma, and COPD. The goal of this research is to find out the association between respiratory disease and the satisfaction toward health-service. This research uses the cross sectional design. It was held in Petamburan from January 21st - January 26th in 2012 by involving 109 respondents, chosen by consecutive sampling method. The data was collected by interviewing all respondents with a quesioner that has been validated. The result shows the prevalence of respiratory diseases in rural area is 5,06%. There's no association between satisfaction toward health-service and the existence of respiratory disease in rural area either satisfaction toward the relationship between doctor-patient (p=0,451), toward health-care facilities (p=0,237), or administration system (p=0,219).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wanda Gautami
Abstrak :
Pendahuluan: Penyakit respirasi merupakan masalah kesehatan dengan angka kejadian tinggi di Indonesia. Penyakit respirasi kronik seperti asma, pneumonia, tuberkulosis, dan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) juga merupakan penyebab mortalitas yang tinggi di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kondisi lingkungan rumah terhadap prevalensi penyakit respirasi kronik yaitu PPOK, batuk kronik, tuberkulosis paru, asma, pneumonia, dan infeksi fungal pada penghuni rumah susun di Jakarta. Metode: Penelitian ini menggunakan metode cross-sectional dengan alat ukur berupa kuesioner. Penelitian dilakukan terhadap 120 keluarga yang tinggal di rumah susun menengah kebawah di Jakarta pada tahun 2012. Variabel lingkungan yang diteliti meliputi ventilasi, pencahayaan, kepadatan hunian, sarana sanitasi, suhu udara, dan kelembaban udara. Hasil: Dari 120 keluarga, didapatkan 513 data penghuni rumah susun dengan prevalensi penyakit respirasi secara total sebesar 41,9%, secara rinci yaitu prevalensi tuberkulosis paru sebesar 7,6%, PPOK sebesar 1,8%, asma sebesar 1,0%, infeksi fungal sebesar 0,8%, pneumonia sebesar 0,2%, batuk kronik sebesar 0,6%, dan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) sebesar 32,9%. Hasil analisis menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara prevalensi penyakit respirasi kronik dengan ventilasi rumah susun (p=0,042) , dan dengan pencahayaan dalam rumah susun (p=0,003). Kesimpulan: Penyakit respirasi kronik memiliki hubungan dengan keadaan lingkungan yaitu ventilasi dan pencahayaan pada penghuni rumah susun di Jakarta.
Introduction: Respiratory disease is one of the highest prevalence health problem in Indonesia. Chronic respiratory disease such as asthma, pneumonia, tuberculosis, and Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) are the top leading cause of mortality in Indonesia. The objective of this study is to know the relationship between flat environmental condition and prevalence of chronic respiratory disease, which is COPD, chronic cough, tuberculosis, asthma, pneumonia, and fungal infection of flat occupiers in Jakarta. Method: This study was an observational research using cross-sectional design. Data was obtained through questionnaire. This study was conducted on 120 families who live in lower middle flats in Jakarta on 2012 The environmental variables of this study specifically include ventilation area, natural lighting in the house, occupancy density, basic sanitation facilities, temperature, and humidity of the flats. Result: From 120 family, 513 data of flat occupiers in Jakarta is obtained with the prevalence of respiratory disease in a total of 41.9%, specifically tuberculosis with prevalence of 7,6%, COPD with 1,8%, asthma with 1,0%, fungal infection with 0,8%, pneumonia with 0,2%, chronic cough with 0,6%, and acute respiratory infection with 32,9%. Significant relationship was obtained between prevalence of chronic respiratory disease and ventilation area (p=0,042), and also with natural lighting in the house (p=0,003). Conclusion: In conclusion, the ventilation area and natural lightning in the house are the environmental factors contributing for the prevalence of chronic respiratory disease of flat occupiers in Jakarta.
Depok: Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yohanes Triatmanto
Abstrak :
Penyakit respirasi merupakan salah satu penyakit yang paling mematikan di dunia, menurut WHO setelah penyakit kardiovaskular, penyakit yang mematikan berikutnya adalah penyakit respirasi. Salah satu penyakit respirasi yang umum di Indonesia adalah tuberkulosis, dan angka kejadian tuberkulosis di Indonesia terus meningkat walau secara global angka kejadian tuberkulosis menurun. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara sikap dengan prevalensi penyakit respirasi yang terdiri dari PPOK, tuberkulosis, ISPA, batuk kronik, infeksi fungal, pneumonia, dan asma. Desain penelitian ini menggunakan metode cross-sectional, dimana perolehan data dilakukan pada tiga rumah susun yang mewakili rumah susun di Jakarta. Penelitian ini menggunakan kuesioner sikap dan akan mewawancarai responden secara langsung. Responden pada penelitian ini berjumlah 120 orang. Beberapa hal lain yang ditanyakan antara lain penghasilan dan tingkat pendidikan responden. Berdasarkan hasil penelitian ini, didapatkan bahwa prevalensi penyakit respirasi dari 513 penduduk rumah susun adalah 41,9%. Secara berturut-turut dari masing-masing penyakit adalah ISPA 32,9%, TB paru 7,6%, PPOK 1,8%, asma 1%, infeksi fungal 0,8%, batuk kronik 0,6% dan pneumonia sebesar 0,2%. Berdasarkan hasil analisa data ditemukan bahwa sikap tidak memiliki hubungan bermakna dengan penyakit respirasi (p=0,928). Pendidikan serta penghasilan memiliki hubungan bermakna dengan sikap(p=0,005 dan p=0,029).
Respiratory diseases are one of the most deadly disease in the world, based on WHO, the second most deadly disease are respiratory diseases after the cardiovascular diseases as the most deadly diseases. One of the respiratory disease known well in Indonesia is the lung tuberculosis, and the insidence of this disease keeps rising although globally, the incidence of lung TB is going fewer. The purpose of this research is to seek the realtionship between attitude towards respiratory disease, and in this research, the respiratory diseases are COPD, lung TB, ARTI, chronic cough, fungal infection, pneumonia and asthma. The study is using a cross-sectional method, whereas the data were collected from three flats that represent the flats in Jakarta.Questionnaire was used as the data collection method and the researcher interviewed each of the respondents. The total sample for this study is 120 respondents. Few other questions that were asked are the income and the educational level. In this study, the prevalence of the respiratory disease of 513 occupants in flats is 41,9%. Spesifically, the prevalence of each diseases are: ARTI 32,9%, TB 7,6%. COPD 1,8%, asthma 1%, fungal infection 0,8%, chronic cough 0,6%, and pneumonia 0,2%. Based on the analytical results, the attitude has no correlation with the respiratory disease (p=0,928). The educational level and income have correlation with the attitude (p=0,005 and p=0,029).
Depok: Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>