Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 136 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dedyng Wibiyanto Atabay
Abstrak :
Hukum di suatu negara adalah diperuntukkan untuk melindungi warga negaranya dari segala ketidaknyamanan dan untuk mewujudkan kesejahteraan bagi warga negaranya. Pembangunan nasional yang dilaksanakan bangsa Indonesia dalam rangka mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh tumpah darah Indonesia dan membentuk manusia seutuhnya baik materiil maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pelaksanaan pembangunan nasional menjadi terganggu dengan semakin merajalelanya korupsi yang terjadi di seluruh lapisan masyarakat dalam segala bidang yang lambat laun telah menggerogoti hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai karena korupsi telah banyak menyebabkan kerugian keuangan dan perkonomian negara. Untuk memberikan kejeraan terhadap pelaku korupsi telah ditetapkan pidana penjara yang sangat berat meskipun kurang mempunyai dampak yang menggembirakan. Di samping pidana penjara yang berat pelaku korupsi juga dikenakan pidana tambahan pembayaran uang pengganti. Namun demikian pidana tambahan pembayaran uang pengganti dalam pelaksanaannya masih jauh dari yang diharapkan untuk pengembalian kerugian kerugian keuangan dan perekonomian negara akibat tindak pidana korupsi. Hal tersebut membuat penulis tertarik untuk mengambil peramasalahan pokok dalam penelitian ini yaitu: "Bagaimana pidana tambahan pembayaran uang pengganti dapat mengembalikan kerugian keuangan dan perekonomian negara akibat tindak pidana korupsi." Konsep pidana tambahan pembayaran uang pengganti adalah untuk membalas terpidana agar tidak menikmati hasil kejahatannya dan negara dapat memperoleh kembali kerugian yang diderita. Dalam perkembanganya kemudian uang pengganti juga muncul sebagai upaya perlindungan bagi korban kejahatan. Dalam pemidanaan agar dapat memenuhi tujuan pemidanaan yang telah ditetapkan maka dalam pelaksanaannya perlu mengacu pada konsep/ide pidana tersebut (pembayaran uang pengganti). Pengaturan pidana tambahan pembayaran uang pengganti sering terjadi kontradiktif sehingga perlu dilakukan sinkronisasi agar tidak saling overlapping. Dan untuk menjamin keberadaan asset terpidana sejak ditetapkan sebagai tersangka agar tidak dipindahtangankan kepada pihak lain serta untuk membayaran uang pengganti maka perlu dibuat payung hukum yang menjaminnya. Sikap seorang penyidik, penuntut umum dan hakim dalam menangani perkara korupsi masih jauh dari harapan di mama masing-masing aparat penegak hukum dalam bekerja hanya terfokus pada tugas dan wewenangnya sendiri tanpa melihat tujuan pemidanaan secara keseluruhan. Akibat hal ini, pada akhirnya menyebabkan tidak dapat dieksekusinya harta benda pelaku tindak pidana korupsi. Untuk mengatasi perlu dilakukan dengan mengoptimalkan upaya penyitaan, meningkatkan profesionalisme aparat penegak hukum, dan melakukan kerja sama yang baik apakah antar aparat penegak hukum, institusi, maupun dengan negara lain. Dan untuk mengoptimalkan pemberantasan tindak pidana korupsi dan khususnya untuk mengembalikan kerugian keuangan negara perlu dipikirkan untuk membentuk lembaga khusus untuk memburu dan mengurus aset negara dalam perkara korupsi serta segera mempersiapkan format kerja sama internasional dalam pemberantasan korupsi dan pencarian asset terpidana khususnya.
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T15546
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Foucoult, Michel
New York: Vintage Books, l979
365 Fou d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Dirjen Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan HAM, 2006
R 364 IND
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Meliala, Adrianus Eliasta, 1966-
Abstrak :
Dilema antara guilt (rasa bersalah) dan shameful (rasa malu) sudah lama menjadi topik menarik di bidang psikologi sosial. Dilema tersebut antara lain muncul dalam pembahasan mengenai kontrol sosial, perilaku sendiri, nilai moral individual, tingkat standar moral, pengaruh lintas budaya serta dalam situasi pendidikan. Diperkirakan pula, salah satu yang lebih berperanan, entah itu aspek guilt atau aspek shameful, akan mempengaruhi pada cara bagaimana memodifikasi perilaku seseorang. Studi ini menelaah mengenai kecenderungan di sekolah-sekolah menengah umum dalam memodifikasi perilaku siswa yang telah menampilkan perilaku atau tindakan yang dianggap sebagai salah, jahat, tidak tertib atau menyimpang dari norma sosial yang ada. Apakah kalangan guru di sekolah-sekolah tersebut menampilkan kecenderungan mengeksploitasi penghukuman (punishment) atau melakukan tindakan penciptaan rasa malu (shaming) siswa dikaitkan dengan apa yang sudah dilakukan siswa tersebut? Hasil penelitian memperlihatkan bahwa metode penghukuman ternyata merupakan satu-satunya cara memodifikasi perilaku yang diterapkan. Dan, temuan lain, diyakini bahwa dengan diberikan hukuman itulah lalu kemudian muncul rasa malu. Temuan ini nampaknya bersesuaian dengan karakter masyarakat Indonesia perihal beroperasinya guilt dan shameful.
Such dilemma between guilt and shameful has been an interesting topic in the field of social psychology since few times ago. That dilemma persists when discussing social control, self-control, individual moral values, moral standard, cross-cultural influence as well as education-related setting. It is predicted, the one which is more influential, whether guilt aspect or shameful aspect, will one way or another influence the way somebody?s behavior can be modified. This study investigates such tendency which prevails in public schools especially performed by pupils when treating their student?s misconduct. Research question forwarded is whether they exploit punishment or to create shaming feeling towards students who have made nuisances in school. The result shows method of punishment has been the only way of modifying behavior which is regarded deviant. Other finding, it is believed that, having given such punishment, shameful feeling will follow. This finding is in association with the character of Indonesian society toward the way guilt and shamefull operate.
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2004
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Bloomington: Indiana University Press, 1971
364.66 THE
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Romeo Yanto Esyam
Abstrak :
ABSTRAK
China sebagai salah satu negara produsen penghasil barang yang sangat produktif dan murah mulai mencoba melakukan penetrasi dibidang otomotif dengan memproduksi motor murah di Indonesia dibawah label perusahaan Tossa. Pada awalnya Tossa melabeli produksi motornya dengan merek-merek variant Honda seperti Supra X dan Karisma yang telah terdaftar terlebih dahulu. Teguran dan keberatan dari pihak Honda dilayangkan kepada pihak Tossa untuk segera mengganti merek variant yang telah dipakai tersebut. Namur pihak Tossa menanggapi teguran tersebut dengan cara menghapus huruf `a' pada kata Karisma sehingga merek akhir yang digunakan adalah Krisma. Pihak Honda pun akhirnya melayangkan gugatan kepada pihak Tossa. Alih-alih mendapatkan tanggapan, pihak Tossa malah balik menggugat Honda yang salah menerapkan Merek yang didaftarkan dengan yang digunakan. Gugatan penghapusan atas Merek Honda Karisma yang diajukan oleh pihak Tossa pada awal gugatan di Pengadilan Niaga dikabulkan dengan memerintahkan hapus pendaftaran merek varian Karisma yang ada, namun ditingkat Kasasi tuntutan penghapusan dibatalkan. Pihak Tossa dianggap telah menggunakan merek Karisma dan Krisma yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek-merek varian terkenal Karisma yang terdaftar. Tulisan ini dimaksudkan untuk mentelaah sejauh mana sebuah merek menjadi suatu perdebatan konsepsi serta keterkaitannya dengan teori dan hukum yang berlaku balk menurut perbandingan konsepsi hukum merek yang berlaku saat ini dengan negara-negara maju serta masukan apa yang bisa diberikan untuk perkembangan konsep hukum Merek yang telah ada. Merek sebagai identitas merupakan suatu extra yang mempunyai daya pesona tersendiri sehingga untuk menjaganya perlu tahapan-tahapan perkembangan layaknya seperti individu yang akan menuju dewasa.
2007
T17048
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kanter, Lionard
Abstrak :
Hukuman yang berat dengan hukuman mati bila dilaksanakan secara tegas dan konsisten akan mengurangi kejahatan narkoba. Namun adanya Grasi sebagai kekuasaan yang absolut tersebut tidak dapat dikontrol atau dinilai oleh pengadilan merupakan hal yang dapat menggugurkan leak untuk melaksanakan eksekusi. Pennasalahan yang menjadi kajian dalam penelitian ini adalah mengenai pengaruh grasi terhadap eksekusi hukuman mati khususnya kepada terpidana kasus narkoba diwilayah pengadilan Tangerang. Serta berupaya untuk mengupas masaiah yang berkenaan dengan penerapan Undang-undang Grasi. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif-sosiologis dan metode deskriptif analitis. Metode yuridis nonnatif-sosiologis, yang menitikberatkan penelitian terhadap data sekunder berupa Mahan hukum primer. Sedangkan metode deskriptif analitis untuk memperoleh gambaran secara integral dan komprehensif serta sistematis tentang teori-teori hukum pidana dalam memberikan perlindungan hukum terhadap masyarakat dari para pelaku tindak pidana narkoba. HashI penelitian menunjukkan bahwa grasi dalam rangka menyelenggarakan keadilan bagi masyarakat, sebagai salah satu fungsi Pemerintah menjaiankan tanggung jawabnya untuk menciptakan kondisi yang kondusif. Pada dasarnya sikap Presiden keras, tegas, dan konsisten terhadap pemberantasan narkoba dan tidak alum .memberikan grasi kepada mereka yang merusak generasi muds, menghancurkan masa depan. Hal ini jelas menunda dan menangguhkan eksekusi mati terpidana. Adanya kasus terpidana yang mengajukan grasi untuk kedua kalinya dan putusan penolakan grasi yang sulit dilaksanakan menunjukkan Undang-undang Grasi perlu ditinjau kembali. Dan eksekusi hukuman mati terhadap pelaku tindak pidana narkoba merupakan salah satu upaya penegakan hukum di Indonesia. Serta hanya bagian dari upaya dalam pemberantasan kejahatan narkoba selain adanya peran langsung dari masyarakat.
The hardest sentence by death sentence if it is realized consistently and firmly, then, it will reduce criminal case of narcotics and elicit drugs. Nevertheless, such a pardon granted by state as absolute power that may not be controlled or valued by court it may result in the abortion of right to realize execution. The problem arising in this research is regarding a pardon impact against execution of death sentence for case of narcotics and elicit drugs in district court of Tangerang specially. And also to discuss the problems pertaining to application of laws on a pardon granted by state. This research used both normative-sociologic juridical and descriptive analytical methods. Normative-sociologic juridical method underlying secondary data such as primary legal books, whereas, descriptive analytical method in order to obtain integral and comprehensive illustration and systematic of criminal law theory to give legal protection for society from criminal actors of narcotics and elicit drugs. Research result indicating that a pardon within framework to perform justice for society as one government functions to implement their duties and responsibilities to create conducive condition. Basically, the attitude of President is firm, consistent and strong to fight narcotics and elicit drugs and will not give a pardon for who had destructed young generation and eliminate the national future. Obviously, it had postponed and delayed death sentence execution. The case of criminal actor who had filed the second a pardon and judgement of a pardon refusal that may not be realized easily, it indicates that laws on a pardon should be reviewed. And execution of death sentence against criminal actor of narcotics and elicit drugs is one of efforts to enforce law in Indonesia. And as part of efforts to fight criminal commitment of narcotics and elicit drugs as well as direct participation from society.
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19282
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mokoginta, Usman
Abstrak :
Pembinaan narapidana hukuman mati khususnya narapidana hukuman mati kasus narkoba di Indonesia selama ini tidak memiliki panduan yang jelas. Kondisi demikian mengakibatkan pembinaan terhadap narapidana hukuman mati seringkali tidak mendapatkan basil yang maksimal sesuai dengan tujuan pemidanaan. Berangkat dan fakta tersebut penelitian dalam tesis in berusaha untuk mengatahui pembinaan narapidana hukuman mati kasus narkoba yang telah dilaksanakan dan sekaligus mengajukan model yang tepat untuk dilaksanakan dalam rangka pembinaan narapidana hukuman mati kasus narkoba. Literatur teori yang dipergunakan sebagai pisau analisis dalam tesis ini adalah teori-teori tentang pemidanaan yang pertama kali dikemukakan oleh ilmuwan sosial klasik seperti Cesare Becaria, Jheremy Bentham yang kemudian diperkaya oleh ilmuwan sosial modern lainnya. Dalam teori tentang pemidanaan tersebut dikandung maksud bahwa tujuan pemidaan pada dasarnya adalah 1) Membuat para narapidana jera (deterrence) 2) Dengan pemidanaan dan pembinaan diharapkan para narapidana menyesali perbuatannya, merasa bersalah dan tidak mengulangi perbuatannya. Dengan metode penelitian diskriptif kualitatif, dari penelitian ini diperoleh suatu fakta bahwa pembinaan narapidana hukuman mati di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Narkoba tidak mencapai basil maksimal sesuai dengan tujuan pemidanaan. Hal ini ditandai dengan adanya kondisi dimana narapidana tidak menyesali perbuatannya, tidak merasa bersalah dan adanya narapidana hukuman mati yang masih terlibat dalam peredaran narkoba di dalam maupun di luar lapas. Dari penelitian ini juga ditemukan fakta bahwa kondisi psikologis narapidana hukuman mati kasus narkoba sangat labil. Berangkat dari temuan di atas, maka dalam tesis ini juga diajukan suatu model pembinaan yang tepat dan dapat diterapkan terhadap narapidana hukuman mati kasus narkoba.
Indonesia has no guidance in building death penalty prisoners of drug cases. This condition caused many efforts for the building and treatment for death penalty prisoners uncertain as the aims of law crimes. The research means to find out the treatment and capacity building for the death penalty for drugs cases and to propose the proper model to be implemented in building those death penalty of drug prisoners. The theories which are used for the research are crimes theories which are said by Cesare Becaria, Jheremy Bentham and others social scientist. In the theories implied the aims that crimes theories means : 1) to make the prisoners become deterrence; 2). Realizing their mistakes and stooping doing crimes. The data is collected by depth interview, observation and library research. The research is used descriptive and qualitative method. From the research it is known the fact that the building of death penalty prisoners of drugs cases in The Correctional Class II A For Drugs Cases still cant achieve the goals of crimes law systems. It is can bee seen by some prisoners who are still doesn't regret their crimes and still has contribution and involved with the networking of drugs cases inside and outside the Correctional area. From the research is found out that psychological condition of the death penalty prisoners of drugs cases are depressed. Thus, through the research proposed a proper building and treatment for the death prisoners of drugs cases.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20666
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pensra
Abstrak :
Penelitian ini akan mengkaji pemberlakuan pidana mati ditinjau dari sudut pandang Hak Asasi Manusia, dimana di Indoensia pidana mati masih diberlakuakan berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Undang - Undang lain serta RUU KUHP yang memuat pidana mati. Pada sisi lain Indoensia pun telah merativikasi peraturan internasional yang menerapkan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia dan telah memberlakuakan UU No 39 tahun I999 juga termuat dalam Pasal 28 A sampai dengan 283 Amandemen UUD 45 dan Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia, Hal ini pun terjadi perbagai pendapat balk yang pro maupun yang kontra terhadap pemberlakuan pidana mati itu sendiri. Dengan demikian Masalah yang akan dibahas adalah : - Apakah double sanction yang dialami terpidana coati melanggar Hak Asasi Manusia dan - Apakah telah terjadi pergeseran dari sistem hukum pidana di Indonesia mengenai pidana mati menurut RUU KUHPidana Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif dengan menekankan pada data primer yang diperoleh melalui wawancara mendalam dan menggunakan data sekunder melalui studi kepustakaan. Berdasarkan studi pustaka, akan digambarkan perkembangan Konsep HAM dalam perlindungan terhadap terpidana mati dalam hukum positif nasional dan hukum positif internasional. Penelitian ini menggunakan teori tentang Hak asasi Manusia, teori Tujuan Hukum ( teori Keadilan dan teori Utilistis atau teori Kemanfaatan ) dan Teori Pembebasan. Teori Ham digunakan untuk melihat lebih mendalam dari sisi HAM terpidana sementara Teori tujuan Hukum digunakan peneliti untuk melihat tujuan dari pemedinaan terhadap pidana mati sementara teori pemidanaan bertujuan "pembebasan". Pembebasan yang dimaksud adalah bukan dalam pengertian fisik. Tapi dalam keterbatasan ruang gerak terpidana, terpidana dibebaskan secara mental dan spiritual. Dengan tujuan bukan saja untuk melepaskan cara dan gaya hidup yang lama, tetapi juga menjadi tanggung jawab pemerintah dan masyarakat untuk membebaskan kesalahan terpidana dan keluarga dari kesalahan yang telah dilakukan dengan mengacu pada Pancasila. Penelitian yang telah dilakukan ini memaparkan bahwa telah terjadi pelanggaran HAM terpidana dalam menjalani hukuman mati dimana terpidana dalam menunggu pelaksanaan eksekusi mati dipenjara maka telah terjadi dua kali hukuman yaitu hukuman penjara dan hukuman mati. Dengan adanya perubahan dalam RUU KUHP yang memuat pidana mati dengan ancaman hukuman secara alternatif maka telah terjadi pergeseran hukum sebagai wacana dalam pemberlakuan pidana mati di Indonesia
The research means to find out the implementation of Death Penalty from Human Rights Perspective while in Indonesia still uses Law Crimes and the designing of Law Crimes which concern with Death Penalty. On the other hand Indonesia has ratified International laws which implemented the protection of Human Rights to the implementation of Laws Number 39 1999, in the Principles 28 until 28 J. Constitution 1945 and Pancasila as the basic principles of Indonesian. Therefore, there is pro and contra for the implementation of death penalty. The problems of the research is to find out whether double sanction can be categorized as human rights violations for the prisoner and to find out whether there is changing in law crimes system. The research uses qualitative method which emphasizes primary data by in depth interview and secondary data by library research. The theories that implemented in the research are human rights theories, the aims of Law theories, and freedom theories. Human rights theories are used to see prisoners from human rights perspectives in depth. The Purpose Law theories is used to see the penal of death penalty while the penal theories means to give freedom, The freedom doesn't mean for only physically but also spiritually and mentally. The research describes that there is human rights violation for the prisoners during death penalty process. Dual sanctions become the problem for the prisoners. The improvement in the designing of Criminal Code with alternative punishment seems bring the changing in the implementation of death penalty in Indonesia.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20704
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purwoko
Abstrak :
In Indonesian law system, treatment for terrorism prisoners didn't have direction and pattern. Therefore, treatment for terrorism prisoners that convicted death sentence didn't have pattern too. Leave from this fact, this thesis will discover how Lembaga Pemasyarakatan Klas I Batu, Nusakambangan treats terrorism prisoners. Theory used as guidance in answering the problem of building death punishment convict for terrorism case in criminal theory developed by Jheremy Bentham, Cessare Becaria and other socialists state that the purpose of state criminal is Detterence, Rehabilitation, Re-socialization, and Re-integration of social which mean that stating criminal is as an effort to make a criminal become 1) feel guilty, 2) regret, 3) penitence, 4) will not do again. Through descriptive qualitative approach, this research has been success to find empiric fact that building criminal in terrorism case done by Lapaas Class I Batu Nusakambangan, in fact, is not success in attain the result as commanded. This can be seen from indicator: 1) prisoner not feel guilty 2) not regretful 3) not penitence 4) hold strong ideology of terror and 5) still involve in criminal action, mainly in born exploitation Bali II. From the above fact and the result of analysis from the author concerning the opinion of religious, mufti, Jemaah Islamiah personages who has been aware concerning the proper building to terrorism case prisoner, in this thesis the author propose the proper model in order to build death punishment prisoner of terrorism case.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20813
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>