Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Roza Kurniati
Abstrak :
Latar Belakang: Keganasan merupakan salah satu penyebab terbanyak pada efusi pleura, baik sebagai tumor primer di pleura maupun merupakan metastasis dari berbagai tumor di tempat lain. Prognosis efusi pleura maligna pada umumnya buruk dengan survival rata-rata 3-12 bulan. Belum ada suatu model dalam bentuk skoring yang memprediksi mortalitas pasien efusi pleura pada keganasan di IndonesiaTujuan: Mengetahui proporsi mortalitas 90 hari pasien efusi pleura pada keganasan dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi mortalitas dan membuat model skoring untuk memprediksi mortalitas 90 hari pasien efusi pleura pada keganasanMetode: Penelitian berupa kohort retrospektif, data diambil dari rekam medik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo secara konsekutif, yaitu pasien yang secara klinis dan dari hasil pemeriksaan penunjang didiagnosis sebagai efusi pleura maligna,Variabel penelitian dikelompokkan menjadi data kategorik dan dilakukan analisis bivariat dengan chi square dan analisis multivariat menggunakan regresi logistik dengan metode backward stepwise sehingga didapatkan model akhir berupa variabel dengan nilai
Background Malignancy is one of the most common causes of pleural effusion, either as a primary tumor in the pleura or a metastasis of various tumors elsewhere. The prognosis of malignant pleural effusion is generally poor with an average survival of 3 12 months. There is not yet a model in the form of scores predicting mortality of malignant pleural effusion patients in Indonesia.Objective To know the 90 days mortality proportion, to identify factors affecting mortality and also to create a scoring prediction models of 90 days mortality in malignant pleural effusion patientsMethods The study was a retrospective cohort. Data were taken from Cipto Mangunkusumo Hospital rsquo s medical record on a consecutive basis, the diagnosis of malignant pleural effusion was made on the basis of clinical and investigation. The variables of study were grouped into categorical data. Bivariate analysis was performed using chi square and multivariate analysis was performed using logistic regression with backward stepwise method to get the final model in the form of variable with p value
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jihan Luqmannul Khakim
Abstrak :
Latar belakang: Pemasangan indwelling pleural catheter (IPC) untuk efusi pleura maligna untuk mengeluarkan cairan pleura, memungkinkan paru-paru mengembang dan tercapai autopleurodesis. Di masa lalu, kami mendidik pasien untuk mendrainase kateter hanya ketika mereka merasa sesak, metode di bagian kami sekarang mendrainase kateter pleura yang ada di dalam tubuh secara terus-menerus setiap hari. Studi ini membandingkan autopleurodesis dan tingkat infeksi antara kateter pleural yang didrainase harian dan berkala. Metode: Dilakukan penelitian kohort retrospektif. Subjek dipilih secara konsekutif di mana seluruh subjek yang telah didiagnosis EPM dan terbagi menjadi dua kelompok pasien dengan drainase harian dan drainase berkala. Subjek ditindaklanjuti selama 2 bulan, hasil utama adalah autopleurodesis. Hasil sekunder adalah durasi waktu antara pemasangan kateter pleura dan autopleurodesis serta tingkat infeksi antara dua kelompok. Uji chi-square atau fisher exact digunakan untuk analisis bivariat antara dua kelompok. Hasil: Hasil: Antara Januari 2019 - Mei 2020 ada 56 subyek kasus kateter pleura yang menetap, 31 kasus dengan drainase berkala, 25 subjek dengan drainase harian. Autopleurodesis yang dicapai pada kelompok drainase harian secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok drainase berkala (88% vs 22,5%, p = 0,001). Durasi waktu autopleurodesis yang dicapai secara signifikan lebih singkat pada drainase harian dibandingkan dengan drainase berkala (45 hari vs 93 hari, p = 0,000). Tak satu pun dari subyek mengalami infeksi. Simpulan : Drainase IPC harian pada EPM lebih singkat mencapai autopleurodesis daripada drainase berkala. Kekhawatiran tingkat infeksi yang lebih tinggi dalam drainase berkelanjutan dari kateter pleura yang menetap tidak terjadi dalam penelitian ini. ......Background: The indwelling pleural catheter for malignant pleural effusion drains the pleural fluid, allows the lung to expand and autopleurodesis is achieved. In the past time, we educate the patient to drain the catheter only when they feel dyspnea. The trend in our institution is now draining the indwelling pleural catheter daily drainage continuously connected to the bag. This study comparing the autopleurodesis and infection rate between the daily and intermittent drainage of indwelling pleural catheter. Method: This was a retrospective cohort study. The subjects were selected consecutively. Two group of patients with daily drainage and intermittent drainage in the past time. Subjects were followed up for 2 months, the primary outcome is autopleurodesis. The secondary outcome was time duration between indwelling pleural catheter insertion and removal and infection rate between two groups. The chi-square or fisher exact test is used for bivariate analysis between two groups. Results: Between January 2019 - Mei 2020 there were 56 subjects of indwelling pleural catheter cases, 31 cases with intermittent drainage, 25 subjects with daily drainage. The autopleurodesis achieved in the daily drainage group was significantly higher compared to the intermittent drainage group (88% vs 22,5%, p=0,001). Time duration of autopleurodesis achieved was significantly faster in the daily drainage compared to intermittent drainage (45 days vs 93 days, p=0,000). None of the subjects had infection. Conclusions: Continuous drainage of the indwelling pleural catheter is better than intermittent drainage in achieving the autopleurodesis. Concern of higher infection rate in the continuous drainage of indwelling pleural catheter did not happen in the study.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M Toni S Derus
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T59025
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dea Putri Amalia
Abstrak :
Latar Belakang: Tetralogy of Fallot (ToF) merupakan kombinasi khas dari VSD, overriding aorta, pulmonary stenosis, dan hipertrofi ventrikel kanan. Operasi total koreksi adalah cara untuk memperbaiki kelainan dengan membuka jantung, tujuan utama total koreksi untuk menutup VSD dan mengoreksi aliran keluar ventrikel kanan dari obstruksi. Kompleksnya permasalahan yang timbul postoperasi bedah jantung khususnya post total koreksi dengan kejadian komplikasi efusi pleura, dengan anak yang harus dipasang atau sudah terpasang chest tube maka peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan diharapkan memperhatikan status pernapasan. Jenis penelitian: yang digunakan adalah observasional analitik dengan rancangan case control dengan tujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kejadian efusi pleura pada pasien anak dengan ToF post operasi total koreksi. Cara pengumpulan data dilakukan secara retrospektif yang diambil dari data sekunder berupa rekam medis, lembar observasi pasien selama perawatan, dan data penunjang (Echo dan Xray). Subyek penelitian ini adalah 134 pasien anak dengan ToF di Rumah Sakit Jantung Jakarta periode Januari 2019 sampai Juli 2022. Hasil: Tidak ada hubungan yang signifikan antara faktor-faktor preoperasi (usia saat operasi, saturasi preoperasi, dan berat badan saat operasi), faktor-faktor intraopersi (durasi CPB dan varian) dan faktor postoperasi (Kejadian infeksi), terdapat hubungan yang signifikan antara faktor postoperasi (lama ventilasi mekanik) dengan kejadian efusi pleura pada pasien anak dengan ToF post operasi total koreksi. Simpulan: dari penelitian ini uji statistik menunjukkan kejadian infeksi tidak signifikan terhadap kejadian efusi pleura, sebaiknya dapat juga dilakukan pengkajian mengenai faktor infeksi preoperasi untuk melihat hubungannya dengan kejadian efusi pleura. ......Background: Tetralogy of Fallot (ToF) is a typical combination of VSD, overriding aorta, pulmonary stenosis, and right ventricular hypertrophy. Total correction surgery is a way to correct the abnormality by opening the heart, the main goal of total correction is to close the VSD and correct the right ventricular outflow obstruction. The complexity of the problems that arise after cardiac surgery, especially post total correction with the incidence of complications of pleural effusion, with children who must be installed or have chest tubes installed, the role of nurses in providing nursing care is expected to pay attention to respiratory status. Type of study: the analytic observational used with a case control design with the aim of identifying the factors that contribute to the occurrence of pleural effusion in pediatric patients with ToF post total surgery correction. The method of data collection was carried out retrospectively taken from secondary data in the form of medical records, patient observation sheets during treatment, and supporting data (Echo and Xray). The subjects of this study were 134 pediatric patients with ToF at the Jakarta Heart Hospital for the period January 2019 to July 2022. Results: There was no significant relationship between preoperative factors (age at surgery, preoperative saturation, and weight at surgery), factors Intraoperative factors (CPB duration and variants) and postoperative factors (incidence of infection), there is a significant relationship between postoperative factors (time of mechanical ventilation) and the incidence of pleural effusion in pediatric patients with total postoperative ToF correction. Conclusion: from this study statistical tests showed that the incidence of infection was not significant for the incidence of pleural effusion, it is advisable to assess preoperative infection factors to see the relationship with the incidence of pleural effusion.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasneta Ismail
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang: Efusi pleura merupakan masalah yang sering dijumpai oleh dokter paru. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan nilai diagnostik biopsi pleura tertutup dan pleuroskopi pada efusi pleura eksudat serta hubungan karakteristik subjek dan karakteristik penyakit dengan hasil diagnostik.Metode : Penelitian ini menggunakan desain potong lintang pada pasien efusi pleura eksudat yang dilakukan tindakan biopsi pleura tertutup atau pleuroskopi. Data diambil dari catatan medis pasien RSUP Persahabatan Jakarta 2013-2015.Hasil : Total 100 subjek yang dibagi menjadi 50 subjek dilakukan biopsi pleura tertutup dan 50 subjek yang dilakukan pleuroskopi. Karakteristik subjek kelompok biopsi pleura tertutup didapatkan 60 laki- laki, rerata usia 48,22 tahun, perokok 58 sedangkan pada kelompok pleuroskopi 52 perempuan, rerata usia 50,66 tahun dan 46 perokok. Nilai diagnostik biopsi pleura tertutup pada efusi pleura eksudat adalah 50 sedangkan nilai diagnostik pleuroskopi lebih tinggi yaitu 82 . Pada kelompok biopsi pleura tertutup secara statistik terdapat perbedaan bermakna antara usia p=0,020 , kadar protein cairan pleura p=0,026 dan karakteristik penyakit p=0,047 terhadap hasil diagnostik.Kesimpulan : Nilai diagnostik pleuroskopi lebih tinggi dibandingkan biopsi pleura tertutup pada pasien efusi pleura eksudat. Usia, kadar protein cairan pleura dan karakteistik penyakit berhubungan dengan hasil diagnostik biopsi pleura tertutup
ABSTRACT
Background Pleural effusion is a common diagnostic dilemma for the pulmonologist. The aim is to obtain the diagnostic value of closed pleural biopsy and pleuroscopy in exudative pleural effusion and the association of subjects characteristic and the characteristic of the disease with the diagnostic yield.Method This is a cross sectional study in patients with exudative pleural effusion which performed closed pleural biopsy and pleuroscopy. Data retrieved from the medical records of Persahabatan hospital from 2013 ndash 2015.Results A total of 100 subjects were divided into 50 subjects that performed closed pleural biopsy and 50 subjects performed pleuroscopy. Characteristics of closed pleural biopsy subjects were 60 male, mean age was 48,22 years and smokers were 58 while characteristics of pleuroscopy subjects, 52 female, mean age 50,66 years and 46 smokers. Closed pleural biopsy has a diagnostic value of 50 and pleuroscopy at 82 . There was a statistically significant relationship between age p 0,020 , pleural fluid protein level and disease characteristic with diagnostic yield of closed pleural biopsy.Conclusion Pleuroscopy has higher diagnostic value than closed pleural biopsy in patients with exudative pleural effusion. Age, pleural fluid protein levels and disease characteristic are associated with diagnostic yield of closed pleural biopsy.
2016
T55657
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Raditya
Abstrak :
Pendahuluan:Penentuan jenis cairan pleura menggunakan Kriteria Light merupakan langkah awal dalam diagnosis suatu efusi pleura. Kriteria Alternatif Heffner belum banyak diteliti dan digunakan di Indonesia. Kriteria ini memiliki kelebihan dibandingkan Kriteria Light, yaitu tidak memerlukan pengambilan serum darah. Ultrasonografi (USG) toraks juga memiliki nilai diagnostik dalam penentuan jenis cairan pleura dan penggunaannya semakin rutin. Apabila Ultrasonografi dapat digunakan untuk menentukan jenis cairan pleura tentunya akan meningkatkan efisiensi. Metode: Penelitian ini menggunakan desain uji diagnostik dengan sampel konsekutif sebanyak 60 orang untuk membandingkan penambahan USG Thorax pada Kriteria Alternatif Laboratorium dengan Kriteria Alternatif Laboratorium saja dalam mendiagnosis eksudat/transudat. Kriteria inklusi adalah pasien efusi pleura dengan usia lebih dari sama dengan 18 tahun dan kriteria eksklusi adalah pasien yang pernah dilakukan pungsi pada sisi yang sama sebelumnya. Penelitian dilakukan di RSCM pada Januari-Maret 2019. Pada subyek penelitian dilakukan pemeriksaan USG toraks dan pemeriksaan LDH,protein, dan kolesterol cairan pleura serta LDH dan protein cairan serum darah. Hasil: Pada pemeriksaan cairan efusi pleura menggunakan Kriteria Alternatif Heffner didapatkan hasil Sensitivitas dan Spesifisitas sebesar 97,67 % (IK 95% 87,71-99,94) dan 94,12 % (IK 95% 71.31-99.85) . Sementara pada penambahan USG toraks pada Kriteria Alternatif didapatkan hasil Sensitivitas dan Spesifisitas sebesar 97,67 % (IK 95% 87,71-99,94) dan 88,24 % (IK 95% 63,56-98,54). Diskusi: Kriteria Alternatif Heffner memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang baik dalam menentukan eksudat/transudate. Nilai sensitifitas dari penambahan USG tidak lebih baik dalam mendiagnosis eksudat/transudat. Hasil gambaran efusi pleura kompleks pada USG dapat bermanfaat untuk perencanaan awal kasus eksudat. Simpulan: Penambahan USG Thorax pada Kriteria Alternatif Laboratorium menurut Heffner memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tidak lebih baik dibandingkan dengan Kriteria Alternatif saja dalam mendiagnosis eksudat/transudat sesuai Kriteria Light sebagai baku emas pada populasi penderita efusi pleura di RSCM
Introduction: Determining the Nature of Pleural Effusion using Light Criteria is the first step to find the right etiology in pleural effusion patient. The Heffner Alternative Criteria was introduced to replace Light Criteria when there are difficulties to obtain blood serum. The use of this new criteria is very few in Indonesia and there are no research in Indonesian population yet. Thorax Ultrasonography is also a routine diagnostic imaging modalities in pleural effusion. It is used to guide safe thoracocentesis. The use of ultrasonography thereby can increase efficiency. Methods: This was a cross sectional diagnostic study, using 60 consecutive samples. The population of this study is patient in RSCM Hospital between January-March 2019. Inclusion criteria is pelural effusion patient age 18 years old or older. Patient were excluded if already puncture at the same side before. Thorax Ultrasonography was done and the LDH, Protein, Cholesterol of the pleural fluid was obtained. Discussion: Heffner alternative criteria had a good sensitivity and specificity in diagnosing exudate/transudate. But the sensitivity of adding USG was not better in diagnosing exudate/transudate. USG could have benefits in early planning intervention for exudate. Results:The Sensitivity and Specificity of Heffner Alternative Criteria alone were 97,67 % (CI 95% 87,71-99,94) and 94,12 % (CI 95% 71.31-99.85). The Sensitivity and Specificity of Heffner Alternative Criteria with added Thorax Ultrasonography were 97,67 % (CI 95% 87,71-99,94) dan 88,24 % (CI 95% 63,56-98,54). Conclusions:Adding Ultrasonography to Heffner Alternative Criteria was not improving the already very good Sensitivity and Specificity of Heffner Alternative Criteria alone in determining the nature of pleural effusion.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Bellinda Magdalena
Abstrak :
Latar belakang: Efusi pleura merupakan salah satu penyebab utama distres pernapasan di seluruh dunia. Pasien dengan efusi pleura memiliki mortalitas 30 hari 15% – 21% dan mortalitas 1 tahun 25% - 57%. Keterlambatan diagnosis dapat mengakibatkan tingginya angka morbiditas dan mortalitas. Torakoskopi medik merupakan prosedur diagnostik yang dapat ditoleransi dengan baik. Kesintasan dan faktor-faktor yang mempengaruhi pasien dengan efusi pleura tanpa etiologi yang jelas belum diketahui. Tujuan: Mengetahui kesintasan pasien efusi pleura tanpa etiologi yang jelas dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, seperti usia, jenis kelamin, ECOG Performance Status, distribusi efusi pleura, adanya keganasan, kadar serum albumin, efusi pleura eksudat, dan mendapatkan terapi definitif setelah diagnosis pada pasien efusi pleura tanpa etiologi yang jelas. Metode: Penelitian berupa kohort prospektif pada pasien efusi pleura tanpa etiologi yang jelas yang berusia > 18 dan menjalani tindakan torakoskopi medik. Penelitian dilakukan selama bulan Januari 2023 hingga Mei 2024 di ruang rawat inap Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Pemantauan akan dilakukan pada hari ke-30, dan 90. Hasil: Penelitian ini mengikutsertakan 57 pasien efusi pleura tanpa etiologi yang jelas dengan rerata kesintasan 30 hari 27,51% (IK 25,29 – 29,72) dan 90 hari 74,63% (IK 66,36-82,88). Tidak mendapatkan terapi definitif meningkatkan risiko mortalitas 30 hari [HR 4,066 (IK 0,508-32,532), p=0,077] dan ECOG PS yang buruk [HR 3,928 (IK 0,887-17,391), p=0,077] meningkatkan risiko mortalitas 90 hari pasien efusi pleura tanpa etiologi yang jelas. Kesimpulan: Rerata kesintasan 30 hari dan 90 hari pasien efusi pleura tanpa etiologi yang jelas adalah 27,51% (IK 25,29 – 29,72) dan 74,63% (IK 66,36-82,88). Tidak ada hubungan signifikan antara usia, jenis kelamin, ECOG Performance Status, efusi pleura bilateral, keganasan, kadar serum albumin rendah, efusi pleura eksudat dan tidak mendapatkan terapi definitif setelah diagnosis dengan kesintasan pasien efusi pleura tanpa etiologi yang jelas. Kesimpulan: Rerata kesintasan 30 hari dan 90 hari pasien efusi pleura tanpa etiologi yang jelas adalah 27,51% (IK 25,29 – 29,72) dan 74,63% (IK 66,36-82,88). Tidak ada hubungan signifikan antara usia, jenis kelamin, ECOG Performance Status, efusi pleura bilateral, keganasan, kadar serum albumin rendah, efusi pleura eksudat dan tidak mendapatkan terapi definitif setelah diagnosis dengan kesintasan pasien efusi pleura tanpa etiologi yang jelas.Kesimpulan: Rerata kesintasan 30 hari dan 90 hari pasien efusi pleura tanpa etiologi yang jelas adalah 27,51% (IK 25,29 – 29,72) dan 74,63% (IK 66,36-82,88). Tidak ada hubungan signifikan antara usia, jenis kelamin, ECOG Performance Status, efusi pleura bilateral, keganasan, kadar serum albumin rendah, efusi pleura eksudat dan tidak mendapatkan terapi definitif setelah diagnosis dengan kesintasan pasien efusi pleura tanpa etiologi yang jelas.Kesimpulan: Rerata kesintasan 30 hari dan 90 hari pasien efusi pleura tanpa etiologi yang jelas adalah 27,51% (IK 25,29 – 29,72) dan 74,63% (IK 66,36-82,88). Tidak ada hubungan signifikan antara usia, jenis kelamin, ECOG Performance Status, efusi pleura bilateral, keganasan, kadar serum albumin rendah, efusi pleura eksudat dan tidak mendapatkan terapi definitif setelah diagnosis dengan kesintasan pasien efusi pleura tanpa etiologi yang jelas.Kesimpulan: Rerata kesintasan 90 hari pasien efusi pleura tanpa etiologi yang jelas adalah 74,63% (IK 66,36-82,88). Tidak ada hubungan antara usia, jenis kelamin, ECOG Performance Status, efusi pleura bilateral, keganasan, kadar serum albumin rendah, efusi pleura eksudat dan tidak mendapatkan terapi definitif setelah diagnosis dengan kesintasan pasien efusi pleura tanpa etiologi yang jelas.Kesimpulan: Rerata kesintasan 90 hari pasien efusi pleura tanpa etiologi yang jelas adalah 74,63% (IK 66,36-82,88). Tidak ada hubungan antara usia, jenis kelamin, ECOG Performance Status, efusi pleura bilateral, keganasan, kadar serum albumin rendah, efusi pleura eksudat dan tidak mendapatkan terapi definitif setelah diagnosis dengan kesintasan pasien efusi pleura tanpa etiologi yang jelas...
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Tri Handayani
Abstrak :
Efusi pleura merupakan kondisi dimana terdapat akumulasi cairan diantara parietal dan visceral atau disebut rongga pleura. Hal ini dapat terjadi akibat dari penyakit parenkim di sekitarnya seperti adanya infeksi, keganasan atau kondisi peradangan. Pasien dengan efusi pleura mengalami gejala sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokalisir terutam pada saat batuk produktif maupun non produktif. Karya ilmiah ini bertujuan menganalisis pengaruh posisi semi fowler dan deep breathing exercise sebagai intervensi keperawatan dalam mengatasi masalah ketidakefektifan pola nafas. Metode yang digunakan berupa laporan kasus yang telah dikelola selama 4 hari terhadap pasien individu yang terdiagnosis efusi pleura dan sedang menjalani perawatan di ruang Dahlia Atas di salah satu rumah sakit umum pusat di Jakarta. Hasil menunjukkan bahwa pasien dapat menerima intervensi yang diberikan, melakukannya dengan baik dan rutin, sehingga dapat merasakan efek yang positif yaitu nafas yang lebih nyaman dan tidak sesak. ......Pleural effusion is a condition in which there is an accumulation of fluid between the parietal and visceral spaces, also known as the pleural cavity. This can occur as a result of diseases of the surrounding parenchyma such as infection, malignancy or inflammatory conditions. Patients with pleural effusion experience symptoms of shortness of breath, heaviness in the chest, pleuritic pain due to sharp and localized pleural irritation, especially during productive and non-productive coughs. This scientific work aims to analyze the effect of the semi-Fowler position and deep breathing exercise as a nursing intervention in overcoming the problem of ineffective breathing patterns. The method used is a case report that has been managed for 4 days on individual patients diagnosed with pleural effusion and currently undergoing treatment in the upper Dahlia room at a central general hospital in Jakarta. The results show that patients can accept the intervention given, do it well and routinely, so that they can feel a positive effect, namely more comfortable breath and less shortness of breath.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Much Ikbal Hidayatullah Amir
Abstrak :
ABSTRAK
Adenocarcinoma paru merupakan salah satu jenis kanker paru yang sering ditemukan pada pasien. Pada pasien yang mengalami berupa efusi pleura dapat memperburuk prognosis dan mempersulit terapi pasien. Deteksi mutasi genetik penyebab timbulnya sel kanker dapat membantu menentukan terapi yang tepat bagi pasien dengan prognosis yang lebih baik. Metodi genotyping saat ini telah banyak dikembangkan dalam menentukan biormarker sel kanker, salah satunya adalah teknik RFLP Restriction Fragment Length Polymorphism . Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi adanya salah satu mutasi gen yaitu KRAS kodon 12 dan kodon 13 dengan metode RFLP yang relatif lebih sederhana dibanding metode lainnya. Partisipan pada penelitian potong lintang cross section adalah pasien adenocarcinoma paru stage 4 dengan komplikasi efusi pleura. Rentang usia partisipan adalah 28-71 tahun. Sampel yang digunakan pada studi ini berjumlah 28 dan berasal dari efusi pleura yang disimpan pada kertas saring. Hasilnya tidak ditemukan adanya mutasi KRAS kodon 12 dan kodon 13 pada seluruh sampel 0/28 .
ABSTRACT
Pulmonary adenocarcinoma is one type of lung cancer that is often found in patients. In patients experiencing pleural effusion may aggravate prognosis and complicate patient therapy. Detection of genetic mutations causing cancer cells can help determine the right therapy for patients with a better prognosis. A current genotyping methodology has been widely developed in determining cancer cell biomarkers, one of which is the RFLP Restriction Fragment Length Polymorphism technique . This study aims to detect the presence of one of the gene mutations KRAS codon 12 and codon 13 with RFLP method is relatively more simple than other methods. Participants in cross sectional study were stage 4 adenocarcinoma patients with complications of pleural effusion. The age range of participants is 28 71 years. The sample used in this study amounted to 28 and came from pleural effusions stored on filter paper. The result was no mutation of KRAS codon 12 and codon 13 on all samples 0 28 .
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jihaz Haneen Hakiki
Abstrak :
Efusi pleura merupakan kondisi terkumpulnya cairan didalam rongga pleura yang dapat berupa cairan eksudat dan transudat. Efusi pleura terjadi karena komplikasi dari penyakit yang menyertai. Selain itu dapat disebabkan juga karena penyakit infeksi maupun dan non infeksi. Masalah yang umum muncul pada efusi pleura adalah sesak napas dikarenakan penurunan ekspansi paru sebagai akibat penumpukan cairan di rongga pleura. Masalah keperawatan yang dapat ditegakkan yaitu pola napas tidak efektif. Karya Ilmiah Akhir ini memberikan gambaran tentang keefektifan pemberian posisi semi fowler terhadap penurunan sesak napas pada Tn. S dengan efusi pleura. Hasil evaluasi yang dilakukan selama empat hari menunjukkan penurunan sesak napas dan penurunan penggunaan otot bantu pernapasan pada Tn. S setelah diberikan posisi semi fowler. Posisi semi fowler mampu menurunkan upaya penggunaan alat bantu otot pernapasan. Posisi semi fowler dapat direkomendasikan untuk memaksimalkan ekspansi paru dan penurunan upaya penggunaan alat bantu otot pernapasan.
Pleural effusion is a condition of fluid accumulation in the pleural cavity which can be fluid exudate and transudate. Pleural effusion occurs because of complications from the accompanying disease. Besides that it is also caused by infectious and non-infectious diseases. A common problem in pleural effusion is shortness of breath due to decrease lung expansion as a result of accumulation of fluid in the pleural cavity. Nursing problems that can be enforced are ineffective breathing patterns. This paper provides an overview of the effectiveness of giving a semi fowler position to decrease shortness of breath in Mr. S pleural effusion. The results of semi fowler position intervention were decreasing in shortness of breath and in using of respiratory muscles in Mr. S. The semi fowler position is recommended to maximize lung expansion and to decrease the use of respiratory muscles.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>