Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 23 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Cleoputri Al Yusainy
Abstrak :
ABSTRAK
Pemahaman yang objektif mengenai tingkah laku manusia adalah satu bekal penting bagi calon sarjana psikologi. Kriteria kematangan pribadi adalah patokan "universal" (tanpa diskriminasi jender maupun kategori sosial lain) untuk menilai tingkah laku yang sebaiknya dikembangkan individu. Karena itu, penelitian mengenai pemahaman terhadap kriteria ini perlu dilakukan. Dengan teknik quota sampling, 180 mahasiswi dan mahasiswa tingkat akhir fakultas Psikologi Universitas Indonesia dan Universitas Gadjah Mada diminta memberikan penilaian terhadap SPDK (Skala Penilaian Dimensi Kematangan) ciptaan Matindas (1993) untuk kategori "manusia yang matang" serta untuk kategori jender. Hasil uji khi kuadrat (X2) untuk kategori "manusia yang matang" menunjukkan bahwa sebelas dimensi SPDK diterima sebagai indikator kematangan pribadi. Sementara hasil uji t untuk kategori jender (sebagai refleksi skema jender subjek) menemukan perbedaan penilaian terhadap kematangan "perempuan" dan "laki-laki" pada empat dimensi SPDK. Kedua hasil ini menyiratkan pentingnya pendidikan dan pelatihan tambahan bagi calon sarjana psikologi guna meningkatkan pemahaman atas dimensi kematangan yang diterima tetapi dengan nilai rendah maupun yang secara bias dibedakan berdasarkan jender.
2004
S3370
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarahmatun Kusminarin
Abstrak :
Penelitian ini dimaksudkan untuk melihat bagaimana hubungan antara tingkat stres pada dimensi stres dalam pekeijaan polisi dan karakteristik kepribadian beradasarkan Myers Briggs Type Indicator pada anggota brimob Polri yang pernah mendapat tugas di daerah konflik Aceh. Selain itu tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui preferensi kepribadian dan temperamen berdasrkan Myers Briggs Type Indicator dari anggota Polri yang bertugas di Aceh dan tingkat stres yang mereka alami. Subyek penelitian ini adalah anggota Korps Brimob Polri yang pernah melakukan dinas ke daerah konflik Aceh, namun pada penelitian ini subyek berada pada Mako Korps Brimob Kelapa Dua dan jumlah keseluruhan subyek adalah 96 orang. Penelitian ini menggunakan dua alat ukur. Alat pertama yaitu untuk mengukur tingkat stres pada masing-masing dimensi stres pada pekeijaan polisi, yang merupakan pengembangan dari hasil penelitian mengenai stres pada anggota Brimob Polri yang bertugas di daerah konflik Aceh oleh Dartono (2003) dan sebagai tambahan dimasukan juga tingkat stres pada situasi kondisi perang. Alat tes kedua hasil adaptasi dari Myers Briggs Type Indicator Form M self scoreable yang sebelumnya telah digunakan dalam skripsi Yulistia (2003) yang kemudian dilakukan revisi mengingat karakteristik subyek dengan tingkat pendidikan yang berbeda. Selain itu dimasukan juga data tambahan sebagai data control untuk melihat variasi demografi subyek, hal ini dilakukan karena stres juga dipengaruhi oleh hal-hal lain diluar karakteristik kepribadian yang akan diteliti. Pengolahan data adalah dengan menentukan preferensi subyek dan menentukan temperamennya, kemudian dianalisa dengan melakukan perhitungan korelasi dengan tingkat stres sehingga diperoleh gambaran umum hubungan keduanya.Untuk melihat hubungan antara preferensi dari Myers Briggs Type Indicator dengan tingkat stres digunakan teknik korelasi Spearman dan untuk temperamennya digunakan analisis statistik Anova one-way. Dari hasil penelitian dapat terlihat bahwa mayoritas subyek penelitian memiliki preferensi kepribadian extravert, sensing, feeling dan judging. Temperamen subyek penetian yang paling banyak adalah sensing-judging atau dengan istilah lain dalam Keirsey & Bates (1978) adalah guardian. Dari hasil perhitungan tingkat stres itu sendiri dengan menggunakan median sebagai batasan untuk menentukan apakah subyek termasuk kedalam tingkat stres tinggi atau rendah, didapatkan hasil bahwa dari semua dimensi rata-rata subyek berada pada tingkat stres yang rendah. Setelah dilakukan perhitungan statistik dengan teknik korelasi Spearman untuk mencari hubungan preferensi dengan tingkat stres pada semua dimensi stres, ditemukan hubungan yang signifikan antara dimensi T-F dengan stres bahaya nyata 0.252), stres perasaan bahaya (r= -0.282), stres melakukan sesuatu diluar kewenangan (r= -0.225), stres kehidupan yang kurang layak (r= -0.356) dan stres terisolasi (r= - 0.258). Sementara perhitungan anova one-way tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara temperamen kepribadian dengan semua tingkat stres pada masing-masing dimensi stres. Dari hasil analisa tambahan mengenai karakteristik demografi dari subyek diperoleh gambaran mengenai hubungan antara lama dinas subyek dengan tingkat stres pada jam kerja yang tidak teratur dan stres merasa terisolasi. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat dikatakan bahwa karakteristik kepribadian memiliki hubungan dengan tingkat stres pada dimensi stres pekeijaan polisi pada anggota Brimob yang pernah bertugas di daerah konflik Aceh. Namun untuk melihat lebih jauh mengenai hubungan ini diasumsikan dapat dilakukan dengan melakukan observasi dan wawancara yang mendalam dengan subyek.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3457
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kalista Dewi Adenis
Abstrak :
ABSTRAK
Situasi perekonomian di Indonesia yang tidak stabil menjadikan masalah pengangguran sebagai suatu masalah nasional yang sangat serius. Hal ini disebabkan jumlah tenaga keija yang tersedia tidak sebanding dengan lapangan pekeijaan yang terbatas. Kondisi perekonomian di Indonesia yang kian memburuk ini menyebabkan banyak orang cenderung menerima saja pekeijaan yang ditawarkan demi memenuhi kebutuhan hidupnya, tanpa memikirkan lebih jauh apakah ia akan merasa cocok dengan pekerjaan tersebut. Idealnya, setiap manusia memiliki pekerjaan yang sesusu dengan keinginannya. Karena pada dasarnya, sesungguhnya setiap manusia mendambakan suatu pekerjaan dimana mereka dapat menggunakan kecakapan dan kemampuannya, mengekspresikan sikap dan nilai serta yang dapat melibatkan mereka dalam tugas. Menurut Holland (1978), setiap individu mempunyai tipe-tipe kepribadian tertentu yang mengarahkan kepada suatu karakteristik pekeijaan tertentu yang sesuai untuk dirinya. Tipe-tipe kepribadian tersebut dirumuskan ke dalam 6 tipe kepribadian yakni, tipe Realistik, tipe Investigatif, tipe Artistik, tipe Sosial, tipe Enterprising, dan tipe Konvensional. Holland (1978) juga merumuskan 6 tipe lingkungan keija, yakni, tipe Realistik, tipe Investigatif, tipe Artistik, tipe Sosial, tipe Enterprising, dan tipe Konvensional. Individu akan merasa puas apabila tipe kepribadiannya sesuai dengan lingkungan keijanya. Kepuasan kerja individu dalam pekeijaannya merupakan suatu hal yang sangat esensial untuk kelangsungan hidup organisasi. Manusia yang tipe kepribadiannya tidak sesuai dengan lingkungan keijanya akan merasa tidak puas dengan pekeijaannya, yang akhirnya menyebabkan suatu perilaku yang disebut sebagai perilaku penarikkan diri (withdrawal). Diantara perilaku penarikkan diri tersebut, berhentinya seseorang dari pekeijaannya merupakan perilaku yang paling merugikan bagi setiap perusahaan atau organisasi. Menurut Mobley, Homer & Hollingsworth (1978), individu mengalami beberapa tahapan kognitif sebelum memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya, yakni pikiran untuk berhenti dari pekerjaan (thoughts of Ieaving the job), intensi untuk mencari pekerjaan lain (intention to search for artother job) dan intensi untuk meninggalkan pekeijaan (intention to leave the y 06). Tahapan-tahapan kognitif tersebut dialami individu secara berurutan. Tahapan-tahapan kognitif ini menandakan bahwa seorang individu merasa tidak puas dengan pekerjaannya.Hal ini dikarenakan semakin individu merasa tidak puas dengan pekerjaannya, semakin individu tersebut memiliki intensi untuk meninggalkan pekerjaannya. Berdasarkan hal-hal tersebut, penelitian ini bermaksud meneliti adakah hubungan antara tipe kepribadian Konvensional dengan intensi meninggalkan pekeijaan pada karyawan yang bekerja pada lingkungan kerja Konvensional. Penelitian ini difokuskan hanya pada lingkungan kerja Konvensional karena dianggap sebagai model lingkungan kerja yang paling dapat mengendalikan perbedaan umur, jenis kelamin, kelas sosial, intelegensi, dan tingkat pendidikan yang mungkin terjadi di dalamnya. Dengan menggunakan pendekatan kuantitatif, penelitian ini dilakukan pada 100 orang karyawan yang bekerja pada lingkungan kerja Konvensional. Setelah dilakukan penghitungan statistik, hanya 46 subyek penelitian yang dapat dikategorikan sebagai bertipe kepribadian Konvensional berdasarkan teori Holtand. Secara umum hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tipe kepribadian Konvensional dengan intensi meninggalkan pekeijaan. Ditemukan bahwa individu dengan tipe kepribadian Konvensional yang sesuai dengan lingkungan kerja Konvensional, tetap memiliki intensi untuk meninggalkan pekeijaan. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian-penelitian lainnya yang menjadi dasar dari permasalahan pada penelitian ini. Untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih baik, peneliti mengajukan beberapa saran bagi penelitian sejenis selanjutnya, yaitu menggunakan subyek penelitian yang bekerja pada satu jenis pekeijaan yang sama, jumlah item pertanyaan yang lebih banyak sehingga tipe kepribadian yang hendak diteliti dapat tergali lebih baik, mengukur discrepancy antara persepsi terhadap tipe kepribadian dan lingkungan pekerjaannya, melakukan pengukuran kepuasan keija per fasetnya, dan memperbanyak jumlah subyek sehingga hasil penelitiannya dapat diterapkan pada populasi yang lebih luas.
2005
S3509
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hana Ria Ramadhan
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh social media influencer attributes dan content esthetic terhadap attitude toward endorsed brand dan brand link click behavior pada brand fashion lokal dengan mediasi followers’ brand content engagement untuk pengguna Instagram berusia 17 – 35 tahun di Jabodetabek. Dalam penelitian ini, peneliti ingin menginvestigasi faktor social media influencer attributes apa yang mempengaruhi attitude toward endorsed brand dan brand link click behavior melalui followers’ brand content engagement. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode partial least square - structural equation modeling (PLS-SEM). Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa contributing dapat memediasi hubungan similarity dan followers’ attitude, trustworthiness dan content esthetic memberikan pengaruh terhadap followers’ attitude, followers’ attitude dapat memediasi hubungan antara contributing dan link click behavior, dan followers’ engagement memberikan pengaruh langsung terhadap terjadinya brand link click behavior.  ......This research aims to analyze the influence of social media influencer attributes and content aesthetics on attitude toward endorsed brands and brand link click behavior in local fashion brands, mediated by followers' brand content engagement for Instagram users aged 17–35 in Jabodetabek. In this study, the researcher intends to investigate which social media influencer attributes affect attitude toward endorsed brands and brand link click behavior through followers' brand content engagement. This research is a quantitative study using the partial least square - structural equation modeling (PLS-SEM) method. The results of this study found that contributing can mediate the relationship between similarity and followers' attitude, trustworthiness and content aesthetics influence followers' attitude, followers' attitude can mediate the relationship between contributing and link click behavior, and followers' engagement directly affects brand link click behavior.
Depok: Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasibuan, Rayhana Maimanah
Abstrak :
Penelitian ini fokus untuk menemukan apakah atribut influencer dapat menyebabkan niat pengikut mereka untuk membeli dengan karakterisasi sebagai mediator. Penelitian ini mengembangkan model penelitian berdasarkan teori persuasi yang diciptakan untuk meneliti kepentingan relatif hubungan para-sosial (PSR). Penelitian tersebut memperhitungkan tiga karakterisasi (kepercayaan, keahlian yang dirasakan, dan PSR) serta tiga karakteristik pribadi (sikap homofili, kecantikan fisik, dan daya tarik sosial) sebagai anteseden niat beli. Pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner kepada responden Gen Z yang tinggal di wilayah Jabodetabek serta mereka yang sudah membeli setidaknya satu barang atau jasa setelah menonton video di TikTok dari influencer kecantikan favoritnya. Ada 200 responden yang dikumpulkan, dan data dianalisis dengan alat Smart PLS. Studi ini menemukan bahwa PSR memiliki dampak positif paling signifikan terhadap niat beli relatif terhadap karakterisasi lainnya dan hubungan para-sosial secara signifikan terkait dengan tiga atribut pribadi. Survei menunjukkan bahwa strategi pemasaran influencer media sosial perlu disesuaikan berdasarkan atribut dan karakteristik pribadi. ......This research focus on finding whether influencer attributes could lead to intention of their followers to purchase with characterizations as a mediator. This research developed the research model based on the theory of persuasion, which was created to research the relative importance of para-social relationship (PSR). The research took into account three characterizations (trustworthiness, perceived expertise, and PSR) as well as three personal characteristics (attitude homophily, physical beauty, and social attractiveness) as antecedents of purchase intention. Data were collected through a questionnaire of respondents for Gen Z who live in Jabodetabek area as well as those who already buy at least one good or service after watching a video in TikTok from their favorite beauty influencer. There were 200 respondents collected, and the data was analyzed using Smart PLS tools. The study found that PSR has the most significant positive impact on purchase intention relative to other characterizations and para-social relationship was significantly related to the three personal attributes. The surveys show that social media influencer marketing strategies need to be adjusted based on personal attributes and characteristics.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nafis Hafiyyan Ahmad
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor influencer attributes (attitude homophily, physical attractiveness, social attractiveness) memiliki pengaruh terhadap faktorfaktor perceived characterizations (trustworthiness, perceived expertise, parasocial relationship) dan juga faktor-faktor perceived characterizations (trustworthiness, perceived expertise, parasocial relationship) memiliki pengaruh terhadap intensi konsumen untuk membeli produk perawatan kulit (skincare). Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dengan menggunakan Google Form sebagai metode pengumpulan data kepada 250 responden di Indonesia yang memenuhi kriteria yang telah ditentukan seperti mengikuti salah satu influencer di media sosial, aktif. Metode sampling pada penelitian ini menggunakan non-probability sampling. Kemudian data tersebut diolah dan dianalisis dengan menggunakan aplikasi perangkat lunak SmartPLS 3.0. Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa faktor influencer attributes (physical attractiveness) memiliki pengaruh terhadap faktor-faktor perceived characterizations )trustworthiness, perceived expertise, parasocial relationship). Namun, untuk faktor influencer attributes/attitude homophily dan social attractiveness) tidak berpengaruh terhadap perceived expertise. ......This study aims to analyze the influencer attributes (attitude homophily, physical attractiveness, social attractiveness) that have an influence on the factors perceived characterizations (trustworthiness, perceived expertise, parasocial relationship) as well as the factors perceived characterizations (trustworthiness, perceived expertise, parasocial relationship) has an influence on consumer intentions to buy skin care products (skincare). This study uses descriptive analysis using Google Form as a data collection method to 250 respondents in Indonesia who meet predetermined criteria such as following one of the influencers on social media, being active. The sampling method in this study uses non-probability sampling. Then the data was processed and analyzed using the SmartPLS 3.0 software application. This study resulted in the findings that the influencer attributes (physical attractiveness) have an influence on the factors perceived characterizations (trustworthiness, perceived expertise, parasocial relationship). However, the influencer attributes (attitude homophily and social attractiveness) have no effect on perceived expertise.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Triana Aprilia
Abstrak :
Penelitian ini membahas tentang influencer TikTok sebagai pekerja immaterial yang melangsungkan aktivitas produksi sekaligus konsumsi dalam proses kerjanya. Influencer TikTok turut memproduksi hasil kerja berupa konten informasi dan konten budaya yang dapat menjaring konsumen. Studi-studi terdahulu menunjukkan bahwa influencer media sosial memegang peranan penting dalam membentuk preferensi pengguna media sosial, terutama dalam penggunaan produk skincare. Namun fokus studi-studi terdahulu lebih pada kesuksesan influencer dalam menjangkau konsumen. Studi-studi terdahulu kurang mengelaborasi bentuk kerja serta aktivitas produksi dan konsumsi yang dilakukan oleh influencer. Padahal, influencer TikTok tidak hanya berperan sebagai produsen konten informasi dan budaya, tetapi juga sebagai konsumen bagi industri skincare yang mereka gunakan. Oleh karena itu, peneliti berargumen bahwa makna produksi dan konsumsi kerap kabur atau dengan kata lain influencer menjalankan praktik prosumption dalam proses kerjanya. Sehingga aktivitas influencer yang terlihat santai dan menyenangkan membuat mereka sukarela melakukan kegiatan yang sebenarnya termasuk bagian dari bekerja. Proses semacam inilah yang menguntungkan perusahaan karena membantu mereka memasarkan produk skincare yang mereka produksi dengan harga minimal. Hasil penelitian menemukan bahwa influencer menghasilkan produk immaterial yang mampu membentuk selera konsumen dan membangun hubungan sosial dengan audiens dan industri produk skincare. Penelitian ini juga menemukan bahwa kondisi kerja influencer media sosial fleksibel dan independent, serta relasi sosial antara influencer dengan kapitalis yang abstrak. Kondisi itu yang justru mengaburkan batasan kegiatan kerja dan non-kerja dalam kehidupan mereka. Akibatnya, aktivitas prosumption konten skincare yang mereka anggap sebagai suatu hobi dan kesenangan tanpa disadari menyamarkan kondisi kerja influencer yang rentan. Pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi literatur, wawancara mendalam, dan observasi secara daring. Populasi pada penelitian adalah micro-influencer TikTok di bidang skincare dengan rentang usia 13-26 tahun. ......This study discusses TikTok influencers as immaterial labour who carry out production and consumption activities in their work process. TikTok influencers also produce work in the form of information content and cultural content that can attract consumers. Previous studies have shown that social media influencers play an important role in determining the preferences of social media users, especially in the use of skincare products. However, the focus of previous studies was more on the success of influencers in getting consumers. Previous studies did not elaborate on the form of work and production and consumption activities carried out by influencers. TikTok influencers not only act as producers of informational and cultural content but also as consumers of the skincare industry they use. Therefore, the researcher argues that the meaning of production and consumption is often blurred or affects the practice of prosumption in influencer’s job. So, influencer activities that look relaxed and fun make them willingly do activities that are part of work. It is this process that benefits the company as it helps them market the skin care products they manufacture at minimal prices. The study found that influencers produce immaterial products that can shape consumer tastes and build social relationships with the audience and the skin care product industry. This study also finds that the working conditions of social media influencers are flexible and independent, then they have an abstract relationship with the capitalist. This condition blurs the boundaries of work and non-work activities in their lives. As a result, the activity of producing and consuming skincare content which they consider a hobby and pleasure unconsciously disguise the working conditions of vulnerable influencers. Data collection in this study used a qualitative approach with the method of literature studies, in-depth interviews, and online observations. The population in this study are TikTok skincare micro-influencers with an age range of 13-26 years.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yura Nada Khairunnisa
Abstrak :
Terlepas dari meningkatnya penggunaan influencer dalam strategi komunikasi merek, masih terdapat pertanyaan mengenai faktor-faktor yang dapat menentukan kekuatan pengaruh mereka, dan bagaimana kekuatan mereka dapat mengikat pengikut mereka untuk membentuk persepsi dan perilaku terhadap merek yang mereka dukung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran keterikatan emosional dan persepsi nilai informasi yang dirasakan dalam proses pemberian pengaruh oleh influencer yang nantinya dapat mempengaruhi keterikatan merek, nilai merek dan niat untuk membeli merek yang direkomendasikan. Penelitian ini dilakukan dengan penelitian kuantitatif. Konteks penelitian ini adalah produk perawatan kulit lokal Indonesia yang nantinya penelitian ini nantinya berkontribusi pada produsen lokal dalam mengembangkan strategi komunikasi untuk produk mereka. Hasil sampel dari 300 responden menunjukkan bahwa keterikatan emosional dan persepsi nilai informasi merupakan penentu pengaruh yang dirasakan oleh pengikutnya terhadap influencer dan kekuatan dari pengaruh influencer meningkatkan keterlibatan merek dan nilai merek yang berdampak pada niat membeli produk yang direkomendasikan. Selain itu, keterlibatan merek juga meningkatkan nilai merek, serta nilai merek juga mempengaruhi niat beli. Temuan penelitian ini berkontribusi pada pemahaman yang lebih dalam tentang efek kekuatan persuasif influencer. Implikasi bagi peneliti dan praktisi dibahas dalam penelitian.  ......Regardless significant roles of influencers in brand communication strategies, there are still some issues about the factors that may determine the strength of their influence, and how their power can bind their followers to form perceptions and behaviors towards the brands they endorse. This study aims to determine the role of emotional attachment and perceived information value in the process of influencing by influencers which can affect brand engagement, brand value, and intention to purchase the recommended brands. This research conducted with quantitative research. The context of this research is Indonesian local skincare products which contribute to local manufacturers in developing communication strategies for their products. The results of a sample of 300 respondents show that emotional attachment and perceived information value are determinants of the perceived influence and the power of influence of influencers increase brand engagement and brand value have an impact on the purchase intention of the recommended product. Besides, brand engagement also increases brand value, and brand value also affects purchase intention. These research findings contribute to a deeper understanding of the effects of influencers' persuasive power. The implications for researchers and practitioners are discussed in the study. 
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aliya Dwi Rachmadina
Abstrak :
ABSTRAK Di era New economy, industri influencer merupakan bentuk nyata dari perkembangan ekonomi. Industri influencer yang terdiri dari tiga unsur yaitu influencer marketing, influencer media sosial, dan audiens media sosial. Dalam mengkaji studi ini, fokus analisis saya adalah audiens media sosial yang terbagi menjadi digital immigrant dan digital native. Bagi kedua kategori audiens media social, influencer merupakan collaborative filtering yang berguna sebagai penyaring informasi. Walaupun influencer media social lebih berguna menjadi collaborative filtering bagi audiens digital native dibanding dengan audiens digital immigrant.
ABSTRACT In the New economy era, the influencer industry is a tangible form of economic development. The influencer industry consists of three elements such as influencer marketing, social media influencer, and social media audience. In reviewing this study, my focus on analysis was a social media audience that divided into digital immigrant and digital native. For both categories of social media audiences, influenceres are a form of collaborative filtering that is useful as information filters. Altough social media influencers are more useful as filters for digital native audiences compared to digital immigrant audiences.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadilla Madani Istyabudi
Abstrak :
The emergence of digitalization shapes another marketing tool using social media as one of the most prominent marketing campaigns, especially in the fashion industry. This is also contributed by social media influencers who are acting like celebrities in their respective social media platforms. As social media is dominated by Generation Y & Z, this research aims to identify the factors of buying behavior on Generation Y & Z. To execute this, a research model combining theories of social media influencer, attitude towards the influencer, and buying behavior is used as descriptive study. This research applied the Theory of Planned Behavior with several appropriate adaptations. The research method is a form of quantitative research. Additionally, multigroup analysis is examined to see similarities and differences between the two generation cohorts. Further, this research is able to obtain 398 respondents consisting of both Generation Y & Z respondents residing in Indonesia collected through online questionnaires. The finding of this research aims to help fashion brand companies to maximize the utilization of social media marketing and for social media influencers to engage more with its audience with marketing practice. The findings of this research includes perceived credibility, trust, subjective norms, perceived expertise, and perceived congruence as having positive relationships and predictors of consumers’ buying behavior through consumers’ attitude towards influencers and brand attitude of both Generation Y & Z consumers in Indonesian context and is useful to help managers develop their marketing strategy through social media particularly to engage Generation Y & Z consumers. ......Munculnya digitalisasi menghasilkan strategi pemasaran lain yang menggunakan media sosial sebagai salah satu kampanye pemasaran yang paling menonjol, terutama di industri fashion. Hal ini juga dikontribusikan oleh influencer media sosial yang bertingkah seperti selebriti di platform media sosialnya masing-masing. Karena media sosial didominasi oleh Generasi Y & Z, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor perilaku pembelian konsumen pada Generasi Y & Z. Untuk melakukan ini, model penelitian yang menggabungkan teori influencer media sosial, sikap terhadap influencer, dan perilaku pembelian digunakan sebagai studi deskriptif. Penelitian ini menerapkan Theory of Planned Behavior dengan menambahkan beberapa adaptasi yang sesuai. Metode penelitian merupakan salah satu bentuk penelitian kuantitatif. Selain itu, analisis multigroup dilakukan untuk melihat persamaan dan perbedaan antara dua kelompok generasi. Selanjutnya, penelitian ini memperoleh 398 responden yang terdiri dari responden Generasi Y & Z di Indonesia yang dikumpulkan melalui kuesioner online. Temuan penelitian ini bertujuan untuk membantu perusahaan merek fesyen untuk memaksimalkan pemanfaatan pemasaran media sosial dan agar influencer media sosial lebih terlibat dengan audiensnya dengan praktik pemasaran. Temuan penelitian ini meliputi persepsi kredibilitas, kepercayaan, norma subjektif, keahlian yang dirasakan, dan kesesuaian yang dirasakan memiliki hubungan positif dan prediktor perilaku pembelian konsumen melalui mediasi sikap konsumen terhadap influencer dan sikap merek konsumen Generasi Y & Z dalam konteks Indonesia dan berguna untuk membantu para manajer mengembangkan strategi pemasaran mereka melalui media sosial khususnya untuk konsumen Generasi Y & Z.
Depok: Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>