Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jihan Fadhilah
"Saat ini, memelihara hewan adalah bagian dari hidup masyarakat. Tempat yang menjadi sarana sekaligus prasarana perawatan hewan peliharaan adalah Pet Shop. Ulasan-ulasan yang dilontarkan pada laman Google Review sebuah Pet Shop berasal dari pengalaman pemilik hewan yang pernah mengunjungi Pet Shop tersebut. Masalah yang akan diangkat dari penelitian ini adalah jenis tindak tutur memuji, strategi pujian dan hubungan antara jenis tindak tutur memuji dan strategi pujian. Penelitian ini dirancang dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Pedekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan dengan teknik analisis konten. Teori yang digunakan adalah teori jenis tindak tutur memuji Holmes (1988) dan strategi pujian Herbert (1986). Data yang dianalisis adalah tuturan yang terdapat dalam ulasan laman Google Review Mikky Pet Shop. Berdasarkan analisis data ditemukan 4 jenis tindak tutur yang terdiri atas 11 tindak tutur memuji penampilan, 23 tindak tutur memuji kemampuan atau kinerja, 17 tindak tutur memuji kepemilikan, dan 13 tindak tutur memuji kepribadian. Kemudian strategi yang ditemukan sebanyak 7 strategi pujian, yaitu kekaguman sebanyak 7 tindak tutur, anggapan sebanyak 43 tindak tutur, kontras sebanyak 1 tindak tutur, evaluasi sebanyak 15 tindak tutur, penjelasan sebanyak 21 tindak tutur, dan permintaan sebanyak 2 tindak tutur dan pernyataan keinginan sebanyak 1 tindak tutur. Strategi-strategi ini mayoritas memiliki pola yang sama, yaitu memuji pelayanan dari Mikky Pet Shop. Namun dalam penelitian ini, tidak ditemukan tindak tutur memuji dengan strategi candaan. Setelah dihubungkan, artikel ini menemukan bahwa ada hubungan antara jenis tindak tutur menurut Holmes (1988) dan strategi pujian menurut Herbert (1986). Secara keseluruhan, strategi anggapan paling banyak digunakan untuk tiap-tiap jenis tindak tutur memuji. Jenis-jenis tersebut adalah tindak tutur memuji penampilan, tindak tutur memuji kepemilikan, dan tindak tutur memuji kepribadian. Pengecualian terlihat pada tindak tutur memuji kinerja dan kemampuan. Untuk tindak tutur kinerja dan kemampuan, strategi yang paling banyak digunakan adalah strategi evaluasi.

Nowadays, raising animals is part of people's lives. A place that is both a facility and an infrastructure for pet care is a Pet Shop. Reviews made on the Google Review page for a Pet Shop come from the experience of animal owners who have visited the Pet Shop. The issues that will be raised from this study are the classification of speech acts of compliment, compliment strategies and the relationship between the classification of speech acts of compliment and compliment strategies. This study designed using a qualitative descriptive approach. The approach used in this study is an approach with content analysis techniques. The theory used is the speech act compliment’s classification by Holmes (1988) and compliment strategy by Herbert (1986). The data analyzed are the speech acts contained in the Google Review page of Mikky Pet Shop. The findings found 4 classifications of speech acts of compliment. The 4 classifications of speech acts consist of 11 speech act of complementing appearance, 23 speech act of complementing ability or performance, 17 speech act of complementing possession, and 13 speech act of complementing personality. Then the strategies found were 7 compliment strategies, namely 7 speech acts of admiration, 43 speech acts of assumption, 1 speech act of contrast, 15 speech acts of evaluation, 21 speech acts of explanation, and 2 speech acts of requests and 1 speech act of statements wishes. The majority of these strategies have the same pattern, complementing the services of Mikky Pet Shop. However, in this study, there were no speech acts using joking strategies. After being linked, this article finds that there is a relationship between the classification of speech acts according to Holmes (1988) and compliment strategies according to Herbert (1986). Overall, the assumption strategy is most widely used for each type of speech act of compliment. These types are speech acts complementing appearance, speech acts complementing possession, and speech acts complementing personality. Exceptions are seen in speech acts praising performance and ability. For performance and ability speech acts, the most widely used strategy is the evaluation strategy."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Chelsea Astafirla Andrea
"ABSTRACT
Asuransi hewan peliharaan merupakan salah satu produk asuransi baru di Indonesia. Skripsi ini membahas mengenai (1) risiko yang timbul dari serangan hewan peliharaan dalam asuransi hewan peliharaan; (2) bagaimana timbulnya prinsip insurable interest dalam asuransi hewan peliharaan ditinjau dari hukum asuransi, dan; (3) kewajiban pemilik hewan peliharaan untuk memiliki asuransi terkait dengan perilaku hewan peliharaannya. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif. Selain itu, Penulis menggunakan metode analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa, (1) risiko yang timbul dalam serangan hewan peliharaan dapat diasuransikan dalam asuransi hewan peliharaan, namun hanya terbatas pada kucing dan anjing; (2) insurable interest dalam asuransi hewan peliharaan timbul karena hubungan kepemilikan, dan; (3) pemilik hewan peliharaan di Indonesia tidak dapat diwajibkan untuk memiliki asuransi terkait dengan perilaku hewan peliharaannya karena sampai saat ini tidak ada peraturan yang mewajibkan. Penulis menyarankan kepada asosiasi asuransi atau perusahaan asuransi agar memperluas definisi hewan peliharaan tidak hanya terbatas pada anjing dan kucing.

ABSTRACT
Pet insurance is one of the new insurance products in Indonesia. This thesis discusses (1) the risks that arise from pet attacks in pet insurance; (2) how the principle of insurable interest arises in pet insurance in terms of insurance law, and (3) the obligation of pet owners to have insurance related to the behavior of their pets. This is a judicial-normative research. In addition, the author used quality analysis method. The result of the analysis shows that (1) the risks that arise in pet attacks can be insured in pet insurance, but limited to cat and dog only, (2) insurable interest in pet insurance arises because of ownership relationship, and (3) pet owners in Indonesia cannot be obliged to have insurance related to the behavior of their pets because, until now, there is no obligatory regulation. The author advises insurance associations in Indonesia or the insurance company to expand the definition of pet, not only to cat and dog."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nababan, Naomi Astrid Sridinanti
"Petshop merupakan salah satu usaha yang memberikan jasa pelayanannya kepada hewan peliharaan. Namun, dalam praktiknya terdapat kelalaian yang dilakukan oleh pelaku usaha petshop yang dapat menimbulkan kerugian kepada hewan peliharaan dan pemilik hewan peliharaan tersebut. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen hadir sebagai suatu landasan hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen yang merasa haknya telah dilanggar. Selain itu, terdapat beberapa peraturan lain yang juga dapat dijadikan acuan dalam memperlakukan hewan di Indonesia. Hal ini berbeda dengan negara Singapura yang telah memiliki berbagai peraturan yang wajib dipatuhi oleh pemilik usaha, khususnya pemilik usaha petshop sebelum membuka usahanya. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, tulisan ini akan menganalisis mengenai bagaimana peraturan di Indonesia terkait perlindungan terhadap konsumen dan hewan serta bagaimana perbandingannya dengan negara Singapura.

Petshop is a business that provides services to pets. However, in practice there are negligence committed by pet shop business actors which can cause harm to the pet and the owner of the pet. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Protection exists as a legal basis to provide protection to consumers who feel their rights have been violated. In addition, there are several other regulations that can also be used as a reference in treating animals in Indonesia. This is different from the country of Singapore which already has various regulations that must be obeyed by business owners, especially pet shop business owners before opening a business. Using normative juridical research methods, this paper will analyze how regulations in Indonesia relate to the protection of consumers and animals and how they compare with Singapore."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadiyah Dzakirah
"Tren adopsi hewan peliharaan meningkat di tengah pandemi COVID-19. 72% rumah tangga di Indonesia memelihara hewan, utamanya kucing, anjing, ikan dan burung. Hadirnya pemilik-pemilik baru mendatangkan kekhawatiran mengenai minimnya pengetahuan mereka dalam merawat hewan yang dapat membahayakan keselamatan dan kesejahteraan hewan peliharaan. Selain itu, media yang membahas topik khusus hewan peliharaan masih banyak yang kurang kredibel dan tidak mengikuti kaidah dan kode etik jurnalisme. Maka dari itu, dibutuhkan media informasi yang dapat mengedukasi masyarakat dalam memperlakukan hewan peliharaan yang ditulis sesuai dengan kaidah dan kode etik jurnalisme. Media ini ditujukan sebagai sumber informasi yang dapat mengedukasi pemilik hewan peliharaan dalam bidang kesehatan, perawatan, serta dapat memberikan hiburan bagi mereka. Majalah elektronik Paw Zone akan menyajikan informasi yang akurat sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik.

Pet adoption trend is increasing amidst COVID-19 pandemic. 72% of households in Indonesia are raising pets, mainly cats, dogs, fishes, and birds. The surge of new pet owners come with concerns about their limited knowledge that can endanger the safety and wellbeing of pets. Existing media that talk about pets specifically are deemed not credible enough. Their articles also don’t follow journalism guidelines and code of ethics. Thus, an informative media which abides journalism guidelines and code of ethics is needed to educate the people on how to take care of pets accordingly. This media strives to be a source of information to educate pet owners in several fields, such as health, treatment, as well as a source of entertainment. Electronic magazine Paw Zone will provide information that is accurate and in accordance with journalism principles. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Anita Sawitri Dradjat
"ABSTRAK
Pet Boom merupakan tren memelihara hewan di Jepang yang berkembang sejak tahun 1996. Tren ini berkembang dikarenakan faktor-faktor internal dan eksternal. Salah satu faktor eksternal adalah berubahnya struktur masyarakat yang menambah jumlah lansia yang hidup seorang diri dalam masyarakat Jepang. Skripsi ini membahas mengenai perkembangan pet boom, khususnya kaitannya dengan perubahan struktur keluarga Jepang yang berdampak terhadap kaum lansia di Jepang, berakibat pada renggangnya hubungan antar manusia yang menjadikan memelihara binatang sebagai sesuatu kebutuhan. Hal tersebut memberi peningkatan terhadap perkembangan perboom.

Abstract
Pet boom is a trend on owning pets in Japan, that has occurred since 1996. This trend is affected by internal and external factors. One of the external factor is the change of family structure which raises number of elder people living alone among the Japanese society. This thesis discusses the development of pet boom, especially its relation to the change of family structure in Japan, in which affected elderly in the society. This thesis uses deductive-analytic method. The analysis of this study concludes that the change of family structure in the Japanese society has cause a bigger gap between human relations, which makes owning pets as a necessity. This gives an improvement in the development of pet boom."
2010
S13473
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Stella Margareth Akerina
"Meningkatnya populasi anjing dan kucing di Indonesia ternyata juga memberikan catatan tersendiri dalam hal strays (Hewan Jalanan). Padahal tingginya populasi strays membawa banyak permasalahan tersendiri, seperti penyakit menular (baik ke sesama binatang dan bahkan manusia), overpopulation, dsb. Belum ada penanganan yang dilakukan oleh pemerintah secara terpusat, padahal banyak movement dari komunitas-komunitas animal welfare yang bisa dipergunakan untuk mengatasi permasalahan tersebut, salah satunya adalah program adopsi binatang peliharaan. Program kampanye social Let's Adopt! Indonesia ini bertujuan untuk meningkatkan awareness target adopter terhadap program adopsi binatang dan pada akhirnya mendorong mereka untuk ikut serta ambil bagian dalam program tersebut. Program dilaksanakan dengan biaya Rp39,028,550,00.

The increasing number of cats and dogs population brought another concern, which is Strays. The high population of Strays can cause some problem to the community, such as contagious diseases (to other animals or even human), overpopulation, etc. The government hasn't yet come up with something to take care of the matter, meanwhile out there Pet Adoption program, which can be a solution, is widely voiced. Therefor, this communication marketing strategy for Let's Adopt! Indonesia is developed. To increase the public awareness of the Pet Adoption program, so that the target adopter would support and take a part on the program. All the program will be on the budget of Rp39,028,550,00.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Desy Putriana
"Pertanggungjawaban dalam hukum perdata dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu pertama pertanggungjawaban kontraktual dan kedua pertanggungjawaban perbuatan melawan hukum. Pertanggungjawaban perbuatan melawan hukum diatur di dalam Pasal 1365 sampai dengan Pasal 1380 Kitab Undang-Undang hukum Perdata (KUHPerdata). Pertanggungjawaban pemilik hewan termasuk sebagai pertanggungjawaban perbuatan melawan hukum, yang secara khusus diatur di dalam Pasal 1368 KUHPerdata.
Skripsi ini mengangkat permasalahan mengenai konsep dan penerapannya suatu pertanggungjawaban perdata pemilik hewan terkait dengan kerugian yang disebabkan oleh hewan peliharaannya selain itu, akan dibahas pula bagaimana mekanisme ganti kerugiannya jika ditinjau dari KUHPerdata. Pokok permasalahan tersebut dijawab dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis terhadap Putusan Nomor 2/PDT/2016/PT.MND jo Putusan Nomor 236/Pdt.G/2014/PN.Mnd., yang menghasilkan kesimpulan bahwa pada konsepnya, pertanggungjawaban perdata pemilik hewan terkait dengan kerugian yang disebabkan oleh hewan peliharaannya yang didasarkan pada Pasal 1368 KUHPerdata menganut prinisp strict liability yang artinya unsur kesalahan dari Tergugat tidak perlu dibuktikan, sedangkan pada penerapannya sebagaimana di dalam pertimbangan hakim dalam putusan tersebut, Majelis Hakim saat menggunakan Pasal 1368 KUHPerdata tetap membuktikan unsur kesalahan, namun hal tersebut bukanlah suatu keharusan. Lalu terkait ganti kerugian, di dalam Putusan Nomor 2/PDT/2016/PT.MND jo Putusan Nomor 236/Pdt.G/2014/PN.Mnd., Majelis Hakim mengabulkan baik permohonan penggantian kerugian materil maupun immaterial, dimana untuk ganti rugi materil sejumlah Rp 42.988.645,- dan kerugian immaterial sejumlah Rp5.000.000,- . Dimana agar nantinya ganti kerugian materiil dapat dikabulkan semaksimal mungkin sesuai dengan permintaan dalam gugatan, haruslah dijelaskan secara jelas dan rinci, yang tidak lain tujuannya adalah agar hakim dapat menilai apakah tuntutan ganti rugi materiil tersebut logis atau tidak, dan bagaimana perhitungan jumlah ganti rugi tersebut dilakukan. Sedangkan untuk pengabulan permohonan kerugian immateril, di dalam pertimbangannya, Majelis Hakim memperhatikan kedudukan, kemampuan, dan menurut keadaan kedua belah pihak yang didasarkan pada Pasal 1371 KUHPerdata.
Dengan adanya penelitian ini, disarankan kepada pembuat undang-undang untuk membentuk hukum acara nasional mengenai strict liability untuk menghindari multi tafsir bagi para hakim. Selain itu, disarankan pula agar Majelis Hakim ketika terdapat permohonan ganti kerugian materiil, perlu melakukan penghitungan kembali dengan menyesuaikan dengan bukti-bukti yang ada, dan untuk ganti kerugian immaterial tetap perlu disesuaikan dengan kedudukan, kemampuan dan menurut keadaan kedua belah pihak.

Liability in civil law can be identified in two categories, namely contractual liability and unlawful act liability. Unlawful act liability is governed in Articles 1365 through 1380 of the Indonesian Civil Code (KUHPerdata). Liability of pet guardians is included as an unlawful act liability, which is specifically governed in Article 1368 of KUHPerdata.
This thesis raises an issue on how the concept and implementation of civil liability of pet guardians relates to the losses caused by their pet. In addition, this thesis will also discuss the indemnity mechanism from the perspective of KUHPerdata.
These issues will be addressed by applying the juridical-normative research method with descriptive-analytical research type against Decision Number 2/PDT/2016/PT.MND jo Decision Number 236/Pdt.G/2014/PN.Mnd. to arrive at a conclusion that in concept, civil liability of pet guardians in relation to the losses caused by their pets under Article 1368 of KUHPerdata adopts the principle of strict liability, which means that the fault element of the Defendant requires no proof, while in practice, such as in judicial consideration of the decision, the Panel of Judges when applying Article 1368 of KUHPerdata still proves the fault element, although not required. Furthermore, with regard to indemnity, Decision Number 2/PDT/2016/PT.MND jo Decision Number 236/Pdt.G/2014/PN.Mnd., the Panel of Judges granted both the request for indemnity against material loss amounting Rp42,988,645.- and immaterial loss amounting Rp5,000,000.- . In this case, for the material indemnity to be granted to the maximum possible extent to satisfy the request in the legal claim, clear and detailed explanation must be provided for the sole purpose of enabling the judge in assessing whether or not the material indemnity is logical and how such indemnity would be calculated. Meanwhile, with regard to the granting of request for immaterial indemnity, in their consideration, the Panel of Judges took into consideration the position, ability and condition of both parties based on Article 1371 of KUHPerdata.
Through this research, legislators are recommended to establish a national procedure law on strict liability in order to prevent multi-interpretation by judges. In addition, it is also recommended that the Panel of Judges, when encountering a request for material indemnity, recalculate the amount by taking into account all evidence available to ensure that it commensurates with the loss suffered. Meanwhile, in regard to immaterial indemnity, it still needs to be calculated according to the position, ability and condition of both parties.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S68706
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Larasati Putri
"Berkembangnya bisnis makanan hewan peliharaan yang tidak diikuti dengan kejelasan regulasi terkait makanan hewan peliharaan, salah satunya mengenai ketentuan label pada makanan hewan peliharaan menimbulkan isu yang signifikan. Hal tersebut dimanfaatkan oleh pelaku usaha makanan hewan peliharaan yaitu tidak mencantumkan label apa pun pada makanan hewan peliharaan yang dijual sehingga banyak hewan sakit karena adanya kandungan yang tidak cocok, makanan telah kadaluwarsa, atau makanan yang palsu. Berbeda dengan Indonesia, Jepang telah memiliki regulasi yang sangat ketat terkait makanan hewan peliharaan. Dengan metode penelitian doktrinal menggunakan metode perbandingan, penelitian ini akan membahas bagaimana pelindungan hukum terkait label pada makanan hewan peliharaan di Indonesia dan Jepang apabila dibandingkan dengan Indonesia. Dapat disimpulkan bahwa Indonesia belum memiliki pelindungan hukum yang cukup terkait pelabelan pada makanan hewan peliharaan apabila dibandingkan dengan Jepang yang memiliki aturan yang sudah sangat komprehensif. Oleh sebab itu, Pemerintah Indonesia sebaiknya menyempurnakan peraturan yang ada dengan menambahkan ketentuan yang secara spesifik mengatur makanan hewan peliharaan sebagaimana telah diatur di Jepang karena dengan ketentuan yang jelas, hak konsumen untuk mendapatkan produk yang terjamin keamanannya meningkat.

The growth of the pet food business in Indonesia, not accompanied by clear regulations regarding pet food, particularly in terms of labeling, has raised significant issues. This situation is exploited by pet food business operators who do not include any labels on the pet food they sell. This has led to many pets getting sick due to inappropriate content, expired food, or counterfeit products. In contrast, Japan has stringent regulations regarding pet food. Using a doctrinal research method with a comparative approach, this study aims to discuss how legal protection related to labeling on pet food in Indonesia compares to that in Japan. It can be concluded that Indonesia does not yet have sufficient legal protection concerning the labeling of pet food, especially when compared to Japan, which has comprehensive regulations. Therefore, the Indonesian government should refine existing regulations by adding specific provisions that govern pet food, similar to what is already established in Japan. With clear regulations, consumer rights to receive products with guaranteed safety will enhance."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ardemas Sulthon Priautama
"Penelitian ini mengkaji dampak lingkungan dari bioplastik biodegradable poli-laktat (PLA) dan plastik berbasis fosil polietilena tereftalat (PET) dengan menilai potensi pemanasan global dan konsumsi energi melalui analisis siklus hidup (LCA). Dengan asumsi penggunaan bahan bakar fosil selama proses manufaktur, hasil menunjukkan bahwa PET memiliki potensi pemanasan global lebih tinggi, rata-rata 4,67 kg CO2 eq/1 kg, dibandingkan dengan PLA sebesar 3,89 kg CO2 eq/1 kg, yang mengindikasikan jejak karbon PLA lebih rendah. Dalam hal konsumsi energi, PET membutuhkan 97,4 MJ/1 kg, sedangkan PLA hanya membutuhkan 66,2 MJ/1 kg. Kontributor terbesar untuk emisi CO2 dan penggunaan energi dari kedua jenis material berasal dari fase ekstraksi material, yang mencakup lebih dari 50% dampak total. Pada PET, fase ini melibatkan transformasi bahan mentah menjadi plastik, sedangkan pada PLA, fase ini mencakup ekstraksi komponen dari gula fermentasi (misalnya, tebu, akar tapioka, pati jagung). Meskipun PET memiliki potensi untuk didaur ulang, PET dengan kandungan daur ulang 30% masih menghasilkan potensi pemanasan global lebih tinggi dibandingkan PLA. Literatur sebelumnya menunjukkan bahwa meningkatkan kandungan daur ulang PET hingga 50% diperlukan untuk menyamai dampak lingkungan PLA yang lebih rendah. Studi ini menyimpulkan bahwa meskipun PLA secara umum menunjukkan potensi pemanasan global yang lebih rendah, peningkatan tingkat daur ulang PET dapat secara signifikan mengurangi jejak lingkungannya, sehingga berpotensi menjadi sebanding dengan PLA.

This paper investigates the environmental impact of biodegradable bioplastic polylactic acid (PLA) and fossil-based polyethylene terephthalate (PET) by assessing their global warming potential (GWP) and energy consumption throughout their life cycle assessment (LCA). Assuming fossil-based fuel during the manufacturing processes, the findings reveal that PET has a higher GWP, averaging 4.67 kg CO2 eq /1kg, compared to PLA’s 3.89 kg CO2 eq /1kg, indicating PLA’s lower carbon footprint. In terms of energy consumption, PET requires 97.4 MJ/1kg, while PLA only require a smaller 66.2 MJ/1kg. The largest contributor to both CO2 emissions and energy usage for both type of materials, comes from the material extraction phase, accounting for over 50% of the total impact. For PET, this phase involves transforming raw materials into plastic, whereas for PLA, it involves extracting components from fermented sugars (e.g., sugarcane, tapioca root, cornstarch). Despite the potential for PET to be recycled, PET with a 30% recycled content still results in a higher GWP than PLA. Past literature suggests that increasing PET’s recycled content to 50% is necessary to match PLA’s lower environmental impact. The study concludes that while PLA generally demonstrates lower GWP, improving PET’s recycling rates can significantly reduce its environmental footprint, potentially making it comparable to PLA"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library