Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 39 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Citra Estetika
"Latar belakang. Kanker payudara merupakan kanker yang paling sering terjadi pada wanita di dunia. Kanker ini juga merupakan salah satu penyebab kematian akibat kanker tersering kedua pada wanita setelah kanker paru. Morfologi kanker payudara penting untuk diketahui karena setiap jenis morfologi mempunyai kecenderungan memiliki karakteristik tertentu, seperti status reseptor hormon dan pola metastasis tertentu, yang dapat menyebabkan prognosis dan penatalaksanaan yang berbeda.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran morfologi kanker payudara dan mengetahui apakah terdapat perbedaan jenis morfologi kanker payudara pada topografi dan kelompok usia yang berbeda di RSUPN Cipto Mangunkusumo tahun 2003-2007.
Metode. Penelitian ini merupakan studi deskriptif dengan desain penelitian cross-sectional dan menggunakan 336 data sekunder yang diperoleh dari 1.644 pasien kanker payudara yang diperiksa berdasarkan pemeriksaan histopatologi di RSUPN Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 2003 ? 2007. Variabel yang diteliti meliputi morfologi, topografi, dan kelompok usia penderita kanker payudara.
Hasil Penelitian. Dari 336 sampel yang diteliti, morfologi kanker payudara yang paling sering ditemukan adalah invasive ductal carcinoma (81,8%), yang sebagian besar berusia 40 ? 49 tahun (37%), dan terletak di kuadran lateral atas payudara (37%). Tidak terdapat perbedaan jenis morfologi yang paling sering ditemukan pada semua topografi dan kelompok usia.
Kesimpulan. Morfologi kanker payudara yang paling sering ditemukan pada pemeriksaan histopatologi di RSCM pada tahun 2003 ? 2007 adalah invasive ductal carcinoma. Jenis morfologi ini juga merupakan jenis morfologi yang paling banyak ditemukan pada semua topografi dan kelompok usia."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010
S10005fk
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Otto, Shirley E.
St. Louis: Mosby, 2001
616.994 023 OTT o
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Doyo Prasojo
"Pengobatan radiasi pada tumor kepala dan leher pada umumnya dan karsinoma nasofaring khususnya, dapat menimbulkan reaksi tubuh secara umum. Selain itu akibat radiasi bagaimanapun akan mengenai pula jaringan sehat di sekitar lokasi tumor. Kerusakan pada jaringan sehat ini merupakan hal yang tidak bisa dihindari dan bila efek ini terjadi secara berlebihan tentu saja dapat nempengaruhi efektifitas pengobatan terhadap penderita sendiri.
Pada pengobatan radiasi karsinoma nasofaring seperti diketahui dapat menimbulkan efek samping akut berupa gejala lokal pada kulit, rongga mulut dan sekitarnya dengan segala manifestasinya. Disamping itu dapat pula terjadi efek supresi terhadap sistim hemopoetik, sistim pencernaan dan lain-lain seperti pada pengobatan radiasi secara umum.
Tujuan umum :
Mengupayakan agar penderita karsinoma nasofaring dapat menyelesaikan pengobatan radiasi seluruhnya sampai selesai (seoptimal mungkin).
Tujuan khusus :
1. Mengetahui jumlah penderita, sebaran umur, jenis kelamin, stadium penyakit, gambaran P.A. Serta frekuensi efek samping akut yang terjadi pada penderita karsinoma nasofaring yang menjalani terapi radiasi eksterna.
2. Mengetahui berbagai efek samping akut yang terjadi yang dihubungkan dengan dosis radiasi yang diberikan.
3. Mengetahui persentase penderita yang kontrol ke Bagian THT FKUI/RSCH.
4. Menilai hasil tindakan /pengobatan yang telah dilakukan di Unit Radioterapi FKUI/RSCM dan di Bagian THT FKUI/RSCH untuk mengatasi efek samping akut yang terjadi Serta mengetahui hambatan yang terjadi."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Aeni
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
S26569
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Desti Ermawati Putri
"Nyeri kanker merupakan gejala utama yang paling sering dikeluhkan oleh pasien kanker yang sedang menjalani hospitalisasi, sehingga memerlukan manajemen nyeri yang dilakukan secara tepat oleh tenaga kesehatan terutama perawat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan sikap dengan penerapan manajemen nyeri pada pasien kanker oleh perawat di Rumah Sakit Kanker Dharmais. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan melibatkan 76 perawat yang ditentukan dengan menggunakan teknik total sampling.
Hasil penelitian menunjukkan 48.68% perawat sudah memiliki tingkat pengetahuan dan sikap yang baik serta 60.5% perawat sudah menerapkan dengan baik manajemen nyeri pada pasien kanker di rumah sakit tersebut. Namun, dari hasil uji Chi Square didapatkan tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap perawat dengan penerapan manajemen nyeri pada pasien kanker (p= 0.85, α= 0.05).
Penelitian ini memberikan implikasi sebagai data awal untuk penelitian selanjutnya, terkait faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan dan sikap perawat terkait manajemen nyeri kanker.

Cancer pain is the most articulated grievances by undergoing hospitalization cancer patients, so they require pain management by health workers properly, especially nurses. This research aims to identify the relationship between knowledge and attitudes with the implementation of cancer pain management among nurses in Dharmais Cancer Hospital. This research used cross sectional design by involving 76 nurses who had been chosen by total technical sampling.
The result showed that 48.68% of nurse had good level of knowledge and attitude, and 60.5% of nurses implemented cancer pain management well. However, the Chi Square test result revealed that there was no relation between level of knowledge and attitude with the implementation of cancer pain management (p= 0.85, a= 0.05).
This research showed implication as starting data for the next research, especially which related to the influencing factors of knowledge and attitude of nurse towards cancer pain management.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
S46501
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
John Toding Padang
"Kanker merupakan masalah kesehatan masyarakat yang kompleks di dunia termasuk Indonesia. Beberapa jenis kanker mengalami peningkatan baik dalam prevalensi maupun angka kematian, salah satu diantaranya adalah karsinoma nasofaring. Klien dengan karsinoma nasofaring (KNF) banyak ditemukan di
tengah masyarakat dan jumlahnya cenderung meningkat setiap tahunnya. Yang memprihatinkan adalah hampir semua klien KNF datang pada stadium lanjut. Oleh karena itu, peran perawat spesialis keperawatan medikal bedah menjadi sangat penting dalam penatalaksanaan program pengendalian karsinoma
nasofaring. Praktik residensi keperawatan medikal bedah bertujuan untuk melaksanakan peran perawat spesialis yang meliputi pemberian asuhan keperawatan dengan pendekatan Peaceful End of Life Theory pada klien kanker utamanya kasus karsinoma nasofaring, penerapan tindakan oral hygiene dengan
menggunakan larutan normal salin 0,9% sebagai bukti mutakhir dalam manajemen mukositis, serta berperan aktif dalam program inovasi pengembangan pendokumentasian keperawatan yang berfokus pada masalah klinis klien kanker.
Hasil analisis praktik menunjukkan bahwa Peaceful End of Life Theory menjadi dasar filosofi utama perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien kanker, tindakan oral hygiene dengan menggunakan larutan nomal salin 0,9%
sangat efektif dalam mencegah dan mengatasi kejadian mukositis, dan format pengkajian lanjutan cukup komunikatif dalam menilai permasalahan klinis klien dengan kanker, sehingga berdampak pada peningkatan kualitas pelayanan
keperawatan, outcome kesehatan, dan perbaikan kinerja perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan pada area keperawatan onkologi.

Cancer has been a complex problem of public health in the world, including in
Indonesia. Several types of cancer have increased in prevalence and mortality.
One of that is a nasopharyngeal carcinoma (NPC). The client with NPC is
commonly found in the community and the amount is increasing every year.
Almost clients come at an advanced stage. Therefore, the role of the medicalsurgical
nurse specialist are very important in the nasopharyngeal carcinoma
treatment. Medical-surgical nursing practice residency aimed to implement the
role of the nurse specialist which include provided nursing care on carcinoma
clients primarily NPC with “Peaceful End of Life Theory” approach. The
application of oral hygiene measured by using a solution of 0,9% normal saline as
the recent evidence in the management of mucositis and to contributed in the
development of innovative programs that focus on nursing documentation of the
clinical problem of cancer clients. The results of the analysis indicate the
effectiveness of the Peaceful End of Life Theory approach in providing nursing
care to cancer clients. The oral hygiene with nomal saline solution 0,9% is very
effective in preventing and overcoming the incidence of mucositis. The advanced
assessment form is communicative in assessing the clinical problems of clients
with cancer, affect the improving of nursing services quality, the health
outcomes, nurses’ performance as a care providers in the oncology area.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Harizah Umri
"Sebagai salah satu efek samping, xerostomia pasca radiasi karsinoma nasofaring dirasakan mengganggu pada hampir 100 pasien karsinoma nasofaring setelah mendapat terapi radiasi. Beberapa studi memperlihatkan akupunktur bermanfaat sebagai terapi xerostomia pasca radioterapi. Penelitian ini merupakan penelitian akupunktur pertama di Indonesia dengan subyek pasien xerostomia pasca radiasi karsinoma nasofaring. Dua puluh lima pasien xerostomia pasca radiasi karsinoma nasofaring dibagi dalam tiga kelompok secara acak, kelompok akupunktur telinga A, akupunktur tubuh B dan akupunktur kombinasi C. Skor XI dinilai sebelum, setelah 6 dan 12 kali akupunktur sementara itu pH saliva dinilai sebelum dan setelah 12 kali akupunktur dengan menggunakan saliva check buffer kit. Angka keberhasilan terapi akupunktur pada kelompok A yaitu 71,4 - 100, kelompok B yaitu 66,7 -88,9 dan kelompok C yaitu 88,9 -100 p>0,05. Rerata pH saliva pada kelompok A sebelum akupunktur meningkat dari 6,18 0,60 menjadi 6,83 4,48, kelompok B dari 6,16 0,54 menjadi 6,67 2,26 dan kelompok C dari 6,00 0,49 menjadi 6,60 2,23 setelah akupunktur p>0,05. Rerata skor XI sebelum akupunktur pada kelompok A yaitu 35,70 5,14 menjadi 22,86 16,15, kelompok B yaitu 34,70 7,77 menjadi 20,89 10,06, serta kelompok C yaitu 36,70 5,25 menjadi 21,44 8,97 sesudah 12 kali akupunktur p>0,05. Akupunktur telinga, akupunktur tubuh serta akupunktur kombinasi mempunyai efek yang sebanding dalam meningkatkan pH saliva dan menurunkan skor XI pada xerostomia yang dialami pasien karsinoma nasofaring pasca kemoradiasi.

Distressing side effect from radiation for nasopharyngeal carcinoma treatment, radiation induced xerostomia commonly occurs in almost 100 patients undergoing such procedure method. Some studies suggest that acupuncture might be a useful method for the treatment of radiation induced xerostomia. This study is the first acupuncture research in Indonesia with the subject of xerostomia after chemo irradiation of nasopharyngeal carcinoma patients. Twenty five patients with xerostomia after chemo irradiation of nasopharyngeal carcinoma were divided randomly into 3 groups which are auriculo puncture group A, body acupuncture group B and combination acupuncture group C. XI scores was examined before, after 6th and 12th acupuncture treatment whereas salivary pH was examined before and after 12th acupuncture treatment using saliva check buffer kit. The success rate of acupuncture therapy in group A is 71,4 100, in group B is 66,7 88,9 and group C is 88,9 100 p 0,05. The mean salivary pH in group A was increased from 6,18 0,60 to 6,83 4,48, group B the mean salivary pH was increased from 6,16 0,54 to 6,67 2,26 and group C the mean salivary pH was increased from 6,00 0,4 to 6,60 2,23 after therapy p 0,05. The mean XI score was decreased from 35,70 5,14 group A, 34,70 7,77 group B, 36,70 5,25 group C before acupuncture therapy to 22,89 16,15 group A, 20,89 10,06 group B, 21,44 8,97 group C after 12th acupuncture therapy p 0,05. Auriculo puncture, body acupuncture and combination acupuncture have the same effects to increase salivary pH and decrease XI score in patients with xerostomia after chemo irradiation of nasopharyngeal carcinoma.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ericko Ekaputra
"ABSTRAK
Tatalaksana kanker di suatu rumah sakit tidak dapat berjalan baik tanpa tersedianya data kanker yang baik. Registrasi kanker berbasis rumah sakit di RSUPN Cipto Mangunkusumo mulai diimplemetasikan kembali sejak ditanda tanganinya surat keputusan bersama terkait onkologi center oleh Direktur RSUPN Cipto Mangunkusumo dengan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada bulan April 2016. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional dalam implementasi registrasi kanker dan evaluasi hasil data yang dihasilkannya. Pencatatan pada registrasi kanker menggunakan formulir SRiKandI dan diinput kedalam server menggunakan program CanReg5. Data yang dikumpulkan adalah data kanker pada tahun 2013 antara lain data data demografi, data klinis, data sumber, dan data follow-up. Permasalahan implementasi terjadi pada. Tim registrasi kanker mengolah 886.086 data mentah menjadi 5.554 data bersih pasien kanker tahun 2013 dan didapatkan 10 besar pasien kanker terbanyak antara lain Kanker Payudara, Kanker Serviks, Leukemia, Kolorektal, Limfoma, Nasofaring, Ovarium, Tiroid, Hepatoma dan Kulit. Penegakan diagnosis 73 menggunakan pemeriksaan mikroskopik Microscopic Verification MV .

ABSTRACT
Cancer management in a hospital can rsquo t be done properly without the availability of cancer data. Hospital based cancer registry in Cipto Mangunkusumo began to be implemented since the signing of a joint decree of the oncology center by the Director of Cipto Mangunkusumo Hospital and the Dean of the Faculty of Medicine University of Indonesia in April 2016. Cancer registration use SRiKandI form as a template for data collection and inputted into the server using CanReg5 program. This study was an observational descriptive study in the implementation and evaluation of cancer registration data. The collected data is the data of cancer from year 2013, including demographic data, clinical data, source data, and follow up data. Implementation problems occurred in the bureaucracy, medical records, human resources, the use of Electronic Health Record EHR and CanReg5 program. Cancer registration team process 886.086 raw data into a 5.554 clean data of cancer patients in 2013 and found 10 highest number of cancer patients among others are Breast Cancer, Cervical Cancer, leukemia, colorectal, lymphoma, nasopharyngeal, ovary, thyroid, and skin hepatoma. Diagnosis of 73 using a microscopic examination Microscopic Verification MV ."
2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Zerry Aulia
"ABSTRAK
Latar belakang dan tujuan: Evaluasi lesi residu/rekuren pada karsinoma nasofaring pasca terapi menggunakan CT scan masih sulit dilakukan karena asimetri nasofaring dapat diakibatkan oleh lesi tumoral maupun non-tumoral. CT scan memiliki nilai atenuasi sebagai parameter objektif untuk membedakan densitas lesi. Pengukuran nilai atenuasi lesi sebelum dan sesudah kontras diharapkan dapat menjadi panduan untuk biopsi atau pemeriksaan radiologik selanjutnya. Metode: Studi ini menggunakan desain potong lintang dengan data sekunder menggunakan uji t-independen terhadap 54 subjek untuk mengetahui perbedaan rerata nilai atenuasi sebelum dan sesudah kontras, kemudian didapatkan nilai titik potong optimal untuk membedakan lesi tumoral dan non-tumoral menggunakan kurva receiver operating characteristics ROC . Hasil: Nilai rerata atenuasi lesi non-tumoral dan lesi tumoral sebelum kontras adalah 45,5 HU dan 51,3 HU p=0,03 , sedangkan pasca kontras adalah 70,1 HU dan 78,1 HU p=0,01 . Titik potong optimal untuk membedakan lesi tumoral dan non-tumoral adalah titik potong nilai atenuasi lesi pasca kontras yaitu 73,5 HU dengan sensitivitas 72,2 , spesifisitas 61,1 , nilai taksir positif 48,1 , dan nilai taksir negatif 81,5 . Kesimpulan: Terdapat perbedaan bermakna antara rerata nilai atenuasi lesi tumoral dan non-tumoral sebelum dan sesudah kontras. Nilai atenuasi lesi nasofaring pasca kontras sebesar ge; 73,5 HU sugestif suatu lesi tumoral sedangkan

ABSTRACT
Background and objective Evaluation of residual recurrent lesions in nasopharyngeal carcinoma after therapy using CT scan is difficult because nasopharyngeal asymmetry can be caused by both tumoral and non tumoral lesions. CT scan has an attenuation value as an objective parameter to distinguish the density of the lesion. Measuring the attenuation value of lesions before and after contrast is expected to be a guide for further biopsy or radiological examination. Method This study used a cross sectional design with secondary data using a t independent test of 54 subjects to determine the difference in mean attenuation value before and after contrast, then obtained an optimal cut off point to distinguish tumoral and non tumoral lesions using receiver operating characteristics ROC curves. Results The mean attenuation value of non tumoral and tumor lesions before contrast were 45.5 HU and 51.3 HU p 0.03 , whereas after contrast was 70.1 HU and 78.1 HU p 0.01 . The optimal cut off point was the after contrast which is 73,5 HU with 72,2 sensitivity, 61,1 specificity, 48,1 positive predictive value, and 81,5 negative predictive value. Conclusions There was a significant difference between average attenuation value of tumoral and non tumoral lesions before and after contrast. The attenuation value of after contrast lesions of ge 73.5 HU were suggestive of a tumoral lesion while "
2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Andreas Robby Susanto
"Latar Belakang. Saturasi oksigen merupakan pengukuran rutin pada pasien dengan pipa endotrakea ataupun dengan masalah pernafasan / oksigenasi dan merupakan standar pemantauan oksigenasi dari ASA dan WHO. Oksimeter denyut jari menjadi pilihan utama karena mudah digunakan. Pemantauan saturasi oksigen sering bermasalah karena lokasi di perifer terdapat kelainan , misalnya karena luka bakar, hipoperfusi. Diperlukan alternatif pemantauan saturasi antara lain dengan modifikasi oksimeter denyut orofaring. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kesesuaian hasil pengukuran antara modifikasi oksimeter denyut orofaring dan oksimeter denyut jari. Metode. Penelitian analitik observasional dengan rancangan potong lintang terhadap pasien ASA 1 dan ASA 2 terintubasi yang menjalani pembedahan di RSCM Jakarta periode Agustus-September 2017. Sebanyak 26 pasien diambil secara konsekutif, setiap pasien dilakukan dua pengukuran saturasi dengan oksimeter denyut jari dan modifikasi oksimeter denyut orofaring, pencatatan dilakukan setiap 5 menit selama 30 menit . Analisis data menggunakan uji kesesuain Bland-Altman. Hasil. Rerata hasil pengukuran oksimeter jari sebesar 98,53 SD 0,896 , dan rerata hasil pengukuran modifikasi oksimeter denyut orofaring sebesar 98,35 SD 1,238 . Analisa uji Bland Altman pada semua waktu pengukuran mendapatkan rerata selisih antara oksimeter denyut jari dan modifikasi oksimeter denyut orofaring sebesar 0,19 , dengan interval kepercayaan 95 sebesar 0.07-1,79 dan dengan limit of agreement sebesar -1,42 ndash; 1,79. Simpulan. Pengukuran dengan metode modifikasi oksimeter denyut orofaring memiliki kesesuaian yang sangat baik dengan oksimeter denyut jari.

Background. Oxygen saturation is an important routine measurement in patients with endotracheal tubes or with respiratory oxygenation problems and standard oxygenation monitoring from ASA and WHO. Finger pulse oxymeter is the first choice because of its easy use. Oxygen saturation monitoring often has problems if the peripheral site has abnormalities due to several things, because. Alternative saturation monitoring is required, modification oropharyngeal pulse oxymeter is one choice. This study aims to compare the agreement of the measurement results between the modification of the oropharynx pulse oximeter and the finger pulse oximeter. Method. An observational analytic study with cross sectional design which observe ASA 1 and ASA 2 patients who were intubated and undergo surgery at RSCM Jakarta period August September 2017. Total 26 patients were taken consecutively, each patient were performed finger pulse oximeter and modification oropharyngeal pulse oxymeter, recorded every 5 minutes for 30 minutes. Analysis using agreement test Bland Altman. Results. The mean of measurement with finger oximeter was 98,53 SD 0,896 , and mean of measurement result with modification oropharyngeal pulse oximeter was 98,35 SD 1,238 . Analysis with Bland Altman test at all measurement time got mean difference between finger pulse oximeter and modification oropharyngeal pulse oximeter of 0.19, with 95 confidence interval equal to 0.07 1,79 and with limit of agreement equal to 1,42 1,79. Conclusion. Measurements with the modification oropharyngeal pulse oximeter method have good agreement with finger pulse oximeter."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>