Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 33 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dharyagitha Rizal
Abstrak :
Globalisasi dunia yang semakin menunjukkan penet[asinya, semakin meluas membawa konsep-konsep modernisasi ke negara-negara berkembang, seperti halnya Indonesia. Dampak globalisasi yang membawa pengaruh modernisasi semakin terasa di kota-kota metropolitan seperti halnya Jakarta, yang pada akhimya tumbuh ke arah terbentuknya global city. Yaitu, kota yang tumbuh dan sangat dipengaruhi secara Iangsung oleh arus derasnya globalisasi, sehingga memunculkan perubahan-perubahan sosial yang sangat berarti. _ Perubahan sosial yang terjadi salah satunya adalah, muncuinya kelas sosial yang disebut dengan ?kelas menengah baru". Yaitu golongan masyarakat yang elemen utamanya dibentuk oleh kaum profesional dan eksekutif. Di Jakarta kelompok ini sering disebut sebagai kaum esmuaL yuppies (young executive) yang selalu berpenampilan glamorous, dan sebagai generasi yang Iebih oocok diasosiasikan dengan kafe, mal, intemet_ Dengan kata Iain memiliki gaya hidup (hfestyfe) sebagai komunitas yang menurut masyarakat awam diidentikkan orang modern, dan sebagai generasi yang suka berbelanja, we!! educated well informed, memiliki mobilitas vertikal dan sangat rasional, kosmopolit dan pro-aktif terhadap wawasan masa depan.Penelilian ini adalah untuk menyimak pola konsumsi dalam gaya hidup golongan masyarakat kelas menengah baru di Jakarta, khususnya di era pasca krisis. Dimana pemasalahan utamanya adalah, apakah ada pergeseran-pergeseran yang cukup berarti dalam gaya hidup (lifestyle) kelas menengah baru di Jakarta di era pasca krisis ? Berdasarkan temuan penelitian, gaya hidup (lifestyle) kelas menengah baru di Jakarta, antara sebelum krisis berlangsung dan pasca krisis, teridentifikasi dari hasil penelitian tidak mengalami perubahan. Jenis- jenis aktivitas-aktivitas yang terkait dengan gaya hidup (lifestyle) mereka relatif tetap. Yang mengalemi perubahan atau pergeseran adalah ?intensitasnya? dalam melakukan aktivitas-aktivitas tersebut. Dalam arti; ada yang bertambah intensitasnya, dan ada yang berkurang intensitasnya. Seperti halnya datam mengisi leisure time, kebutuhan akan pengetahuan, pola konsumsi terhadap basic needs, dan Iainnya. Dimana pergeseran yang terjadi Iebih disebabkan oleh faktor pendapatan riil (real income) yang nilainya menurun akibat adanya krisis yang terjadi. Khusus untuk kebutuhan akan penampilan pribadi (self performance), ada keoenderungan Iebih memiiih performance yang sederhana. Akan tetapi citra penarnpilan tetap elegan dan exelence. Pergeseran ini Iebih disebabkan faktor kebutuhan keamanan pribadi (self security needs) terhadap ancaman tindakdindak kriminal akibat adanya krisis yang _me|anda_ U Pemilihan terhadap jenis-jenis konsumsi secara menyeluruh, mulai dari barangljasa yang bersifat bask: needs hingga ke barangdasa yang bersifat non-basic needs, Iebih didasarkan pada; (1) Konsumsi barang-barang atau jasa-iasa yang memberikan mereka sifat-sifat yang mengarah pada membantu aktivitas dan kegiatan mereka menjadi Iebih efektif dan efisien. Daiam arti bahwa dengan waktu, tenaga, biaya yang sama, kegiatan dan aktivitas yang mereka Iakukan memberikan hasil kepuasan dan kegunaan (utditas) yang tinggi atau maksimal. Pertimbangan ?opportunity cost" yang ditekan seminimum mungkin. Yaitu pertimbangan berapa kerugian yang akan diderita dalam melakukan suatu kegiatan tertemu yang lebih menguntungkan, jika hafus melakukan kegiatan Fainnya. Lebih pada pertimbangan kemanfaatannya atau kegunaannya dan memang menjadi skala kebutuhannya, bukan Iagi berorientasi pada faktor "gengsi".
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T6093
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ketut Krisna
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk menguji ukuran yang telah ada untuk mengidentifikasi status kelas penduduk dan mengenali kelas menengah Indonesia menggunakan ukuran baru dalam bentuk indeks komposit tertimbang yang menggabungkan variabel ekonomi dan nonekonomi. Hasil penelitian menunjukkan jumlah kelas menengah Indonesia yang dihitung menggunakan Indeks lebih kecil daripada yang dihitung menggunakan ukuran pengeluaran per kapita yang mengindikasikan bahwa kelas menengah dapat dikenali tidak hanya dari tingkat pengeluarannya saja, tetapi juga dari kondisi perumahan, tingkat pendidikan, status pekerjaan, dan gaya hidup. Kelas menengah Indonesia didominasi oleh penduduk berusia produktif dan lebih banyak tinggal di perkotaan. Selain itu penelitian ini juga menemukan bahwa sebagian besar kepala rumah tangga kelas menengah masih berpendidikan di bawah SD/sederajat dengan mayoritas melakukan pekerjaan nonformal. Kelas menengah Indonesia diramalkan masih akan bertumbuh seiring dengan perbaikan pendapatan, pendidikan, dan pekerjaan.
This research aims to test the competence of existing measurement in identifying class status and to identify Indonesian middle class using a new approachment that combines economic and noneconomic measurements. The result shows that the size of middle class that counted by composite index is smaller than the estimation produced by single economic variable measurement. It means that middle class can be identified not merely by its expenditure but also its accomplishment in housing, education, job, and lifestyle. Indonesian middle class is majority constituted by young people and lives in urban area. Most of head of middle class household are low educated and having informal job. The number of Indonesian middle class is predicted to still be expanding mainly driven by the improvement in income, education level, and jobs.
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T47869
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Harrys Argaditya
Abstrak :
Kelas menengah adalah kelompok mayoritas dari masyarakat di dunia yang banyak berkontribusi terhadap perputaran ekonomi di dunia. Meskipun mayoritas penduduk di dunia maupun di Indonesia adalah kalangan menengah, namun kebijakan yang berlaku masih banyak yang belum mewadahi kalangan menengah ini, termasuk dalam aspek perumahan. Hunian adalah suatu kebutuhan primer, namun nyatanya meskipun begitu masih banyak orang yang kesulitan untuk bisa memiliki rumah pribadi. Dalam mendefinisikan kelas menengah dengan konteks Jakarta perlu dilihat dari beberapa perspektif salah satunya adalah dari pendapatan dan juga pengeluaran seseorang serta aset yang dimiliki. Tentunya hal-hal tersebut tidak dapat mendefinisikan secara jelas posisi seseorang dalam sebuah spektrum kelas menengah, namun dapat menjadi acuan dalam menentukan housing attributes yang tepat baginya. Housing attributes adalah aspek-aspek yang melekat dengan suatu hunian dan dapat berupa atribut internal dan eksternal, dan hal-hal inilah yang akan memengaruhi preferensi seseorang ketika ingin memilih suatu hunian, selain menjadi preferensi juga bisa menjadi restriksi. Sehingga dengan konteks yang ada dan restriksi yang berlaku, muncul pertanyaan apakah ada hunian yang layak bagi kalangan menengah di Jakarta? Untuk kalangan bawah sudah ada rumah subsidi dari pemerintah, kalangan atas tentu tidak memiliki permasalahan dalam membeli hunian. Dari analasis yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa kalangan menengah paling menengah di Jakarta belum bisa memiliki hunian dengan status kepemilikan pribadi karena adanya ketimpangan yang terlalu jauh antara pendapatan bulanan dengan harga hunian di Jakarta. ......Middle class is a group of people that contributes the most to the world’s economy. Despite that, they’re often overlooked and the policy rarely accomodate them, including in the context of housing. Housing is a primary need, but in reality there’s a lot of people that struggle to have their own private residence. In defining the middle class with the context of Jakarta, it needs to be seen from multiple perspectives such as income, outcome, and also assets. Those things wouldn’t be able to define a person’s position in a spectrum of middle class, but can be a reference in determining the right housing attributes for them. Housing attributes are aspects that stick close to a housing and be in an internal or external form, these kinds of things that’ll affect someone's preference when they’re looking for a new house, other than preference it also can be a restriction. With the existing context and restrictions, it generates a question of is there any proper housing that fits the middle class in Jakarta? For the lower class there’s already subsidized housing from the government, the upper class surely doesn’t have the same struggle. From the theoretical and contextual analysis, it’s been found that the ultimate middle class in Jakarta won’t be able to have a private owned housing because of the imbalance of the monthly income compared to the housing prices in Jakarta.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyudi Akmaliah
Abstrak :
Saat rejim Orde Baru berkuasa, khususnya sejak tahun 1990-an, hanya segelintir kelas menengah yang memiliki ponsel. Tulisan ini memaparkan signifikansi ponsel bagi orang Indonesia dengan memfokuskan pada era rejim Orde Baru. Di sini, saya mengajukan tiga pertanyaan mengenai hal tersebut; bagaimana kemunculan ponsel pada era rejim Orde Baru? Bagaimana respon masyarakat ketika itu? Apa makna kehadiran ponsel bagi masyarakat Indonesia kebanyakan? Kehadiran ponsel pada era Orde Baru disambut hangat oleh anggota masyarakat, khususnya kelas menengah (elit) Indonesia seiring dengan perubahan sistem ponsel dari analog menuju digital. Alih-alih sekedar sebagai alat komunikasi untuk memudahkan pembicaraan, kehadiran ponsel menjadi gaya hidup sama seperti barang-barang ternama lain yang mereka konsumsi. Ponsel sebagai gaya hidup ini memunculkan ketegangan kelas antara kelas menengah dan bawah yang ditandai dengan munculnya aksi kriminal. Sebagaimana saya tunjukkan dalam artikel ini, maksud aksi kriminal ini bukanlah melulu sebagai bentuk tindakan kriminal sebagaimana umumnya, melainkan sebagai bentuk, yang saya sebut Hidup Nggayani (lifestyling), ketidakmampuan seseorang untuk mengkonsumsi barang-barang yang lebih mahal tetapi kemudian ia membeli barang-barang bekas atau mencari ponsel tiruan yang lebih murah. Artikel ini menyimpulkan bahwa gaya hidup kelas menengah itu tidak melulu dikontruksikan sebagai kelas yang mengkonsumsi pakaian, musik, dan makanan, tetapi juga terkait dengan tindakan mereka dalam menyikapi ponsel.
FSRD-ITB, 2016
303 JSIOTEK 15:1 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Glen Felix
Abstrak :
Penelitian ini menjelaskan bahwa bahasa Inggris pada era Globalisasi ini bukan hanya sekedar pengetahuan saja. Seiring perkembangan teknologi, lembaga-lembaga pendidikan bahasa Inggris tampil dalam bentuk yang lebih eksklusif. Akibatnya, munculnya fenomena-fenomena sosial baru, yaitu seseorang tidak hanya untuk meningkatkan penguasaan bahasa Inggrisnya (pengetahuan), akan tetapi sudah menjadi sebuah gaya hidup. Lokasi penelitian ini adalah Lembaga Pendidikan Bahasa Inggris Wall Street Institute di Pondok Indah Mall 1. Metode penelitian adalah studi kasus, dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data adalah pengamatan terlibat (Participant Observations), wawancara (Interviews), dan dokumentasi (Documentation). Hasil penelitian adalah Wall Street Institute telah menyediakan gaya hidup kelas menengah seperti fasilitas, pelayanan jasa, ruang yang nyaman, dan metode belajar yang modern, cepat, dan fleksibel. ......The study explains that the English language in the era of globalization was not merely knowledge. As the development of technology, institutions of English language appeared in the form of the more exclusive. As a result, the emergence of new social phenomena, that a person not only to enhance the mastery of the English language (knowledge), but it has become a lifestyle. The location of the research is language education Institute United Kingdom Wall Street Institute in Pondok Indah Mall 1. Research methods are case studies, using a qualitative approach. Data collection techniques are the participant observations, interviews, and documentation. The research is Wall Street Institute provides a middle class lifestyle such as facilities, services, confident rooms, and modern learning methods, fast, and flexible.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T35134
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Holcombe, Arthur N.
Cambridge, UK: Harvard University Press, 1940
323.373 HOL m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
M. Fahmi Priyatna
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji konsep, pengukuran, dan determinan millennials berada pada kelas menengah, dengan studi kasus Indonesia. Penelitian ini menggunakan model logit dan menetapkan objek penelitian pada level rumah tangga di tiga kohort generasi yang berbeda, yaitu rumah tangga yang dikepalai oleh Millenials, Gen X, dan Baby Boomer. Dengan melakukan komparasi determinan pada kohort generasi yang berbeda, maka penelitian ini dapat memastikan estimasi yang tepat sesuai karakteristik masing-masing generasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penentu utama rumah tangga millennials berada pada kelas menengah adalah: (i) pendidikan (setidaknya lulus pendidikan sekolah menengah atas), (ii) pekerjaan (memiliki pekerjaan penuh waktu, bekerja pada sektor sekunder atau tersier, serta memiliki status sebagai wirausahawan atau karyawan formal), dan (iii) memiliki akses terhadap fasilitas dan layanan (akses terhadap sanitasi, akses terhadap internet, dan akses terhadap keuangan). Hasil estimasi juga menunjukkan bahwa terdapat beberapa perbedaan determinan kelas menengah antara rumah tangga millennials dengan generasi pendahulunya yang dibahas lebih lanjut pada paper ini.
This study aims to examine the concepts, measurements, and determinants of millennials in the middle class, a case study of Indonesia. This study uses a logit model and sets the object of research at the household level in three different generation cohorts, namely households headed by Millenials, Gen X, and Baby Boomers. By comparing the determinants of different generations, this study can ensure the precise estimatation that match the unique characteristics of each generation. The results show that the main determinants of millennials households in the middle class are: (i) education (at least graduating from high school), (ii) employment (having a full-time job, working in the secondary or tertiary sector, having an entrepreneur or a formal employee status), and (iii) having the access to amenities and services (access to sanitation, access to internet, and access to finance). The estimation results also show that there are several differences in the determinants of staying in the middle class between millennials households and their predecessors which are discussed further in this paper.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
T53777
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Meisya
Abstrak :
Media sosial adalah hasil perkembangan teknologi yang memiliki peran besar dalam kehidupan sosial masyarakat pada masa ini. Melalui media sosial, individu dapat membangun relasi sosial dengan individu lainnya. Relasi sosial erat kaitannya dengan kelas sosial. Representasi diri individu pada akun media sosial yang mencerminkan kelas sosial menjadi basis terbentuknya relasi sosial dengan individu lainnya. Pemilihan bentuk representasi yang tepat dapat menciptakan relasi sosial yang tepat. Arsitektur dalam representasinya foto arsitektur, menjadi salah satu media yang banyak digunakan untuk merepresentasikan kelas sosial individu, begitu juga dengan kelas menengah. Dalam hal ini arsitektur memiliki peran sebagai mediator dalam menjalin relasi sosial antarindividu kelas menengah. Melalui arsitektur, kelas menengah hendak membangun gambaran diri yang terkait dengan kemampuan ekonomi, selera dan popularitas. ......Social media is the result of technological developments which plays an important role in social life at this time. Social relation between people can be established through social media. Self representation of an individual in their social media accounts reflecting their social class is the main aspect for the formation of social relation. The right type of representations creates the right social relations. Architecture, in its representation architecture photograph , became one of the media used to be a representation of an individual 39 s social class, as well as the middle class, in social media. In this case architecture becomes a mediator in establishing social relation between middle class. Through architecture, the middle class intend to build image related to their economic ability, taste and popularity.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taufik
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2012
658.859 8 TAU r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Chung-li, Chang
Seattle: University of Washington Press, 1955
323.32 CHU c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>