Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Damanik, Hasahatan
Abstrak :
Perkawinan merupakan ikatan yang sah antara suami dan istri untuk hidup bersama. Ikatan yang sah dalam perkawinan diatur dalam suatu peraturan yang disebut Hukum Perkawinan. Hukum perkawinan mengatur tentang ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan hubungan perkawinan dan akibat hukumnya. undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 adalah undang Undang Perkawinan Nasional, sebagaimana disebutkan dalam Penjelasan Umumnya. Undang Undang Perkawinan ini meletakkan asas-asas Hukum Perkawinan Nasional, serta menampung prinsip-prinsip dan memberikan landasan hukum perkawinan yang selama ini menjaai pegangan dan telah berlaku bagi berbagai golongan masyarakat tertentu . Untuk melangsungkan perkawinan para pihak harus memenuhi syarat-syarat yang di tetapkan dalam undang-undang perkawinan. Jika para pihak tidak memenuhi syarat-syarat tuk melangsungkan perkawinan, maka perkawinan dapat dibatalkan. Perkawinan yang dilangsungkan dimuka pegawai Pencatat perkawinan yang tidak berwenang, wali nikah yang tidak sah atau yang dilangsungkan tanpa dihadiri oleh dua orang saksi dapat dimintakan pembatalannya oleh para keluarga dalam garis keturunan lurus keatas dari suami atau istri, jaksa dan suami atau istri. Demikian ditegaskan dalam pasal 26 ayat (1) uu No. 1 Tahun 1974. Adanya kewenangan yang diberikan kepada jaksa untuk meminta pembatalan perkawinan merupakan suatu yang unik, mengingat tugas utama jaksa adalah melakukan penuntutan dalam perkara pidana. Ternyata kewenangan jaksa di bidang hukum perkawinan ini sudah ada dalam Burgerlijk Wetboek (BW). Jaksa wajib mencegah suatu perkawinan dan menuntut kebatalan suatu perkawinan jika para pihak tidak memenuhi syarat-syarat perkawinan (pasal 65 jo pasal 86 BW) . Eksistensi jaksa dibidang keperdataan dimungkinkan karena didalam Undang Undang Kejaksaan Nomor 5 Tahun 1991 dinyatakan bahwa kejaksaan dapat diserahi tugas dan wewenang lain berdasarkan undang-undang.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1999
S21011
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ma’wa Naomi Alatas
Abstrak :
Keadaan tidak hadir merupakan keadaan seseorang yang sudah tidak diketahui lagi keberadaannya dan tidak memberikan kuasa atau menunjuk orang lain untuk mewakilinya. Atas keadaan yang demikian maka terjadi ketidakpastian hukum bagi dirinya sendiri dan pihak yang berkepentingan, karena keadaan tersebut tidak menghilangkan kedudukannya sebagai subjek hukum. Untuk itu, di dalam KUHPerdata terdapat ketentuan tentang penetapan seseorang dalam keadaan tidak hadir guna menunjuk wakilnya dalam mengurus segala urusannya termasuk juga harta benda orang tersebut, tepatnya dalam Buku Kesatu BAB XVIII tentang Keadaan Tak Hadir. Penulisan skripsi ini akan membahas tentang penerapan syarat-syarat yang telah ditentukan dalam KUHPerdata untuk menentukan seseorang dalam keadaan tidak hadir pada suatu penetapan pengadilan dan akibatnya terhadap hak pengurusan harta bersama. Penulis menganalisis tiga penetapan yang menggunakan dasar hukum Pasal 467-470 KUHPerdata sebagai landasan untuk menentukan seseorang dalam keadaan tidak hadir atau mungkin telah meninggal dunia. Walaupun merujuk pada ketentuan yang sama, dalam praktiknya masing-masing Hakim memberikan pertimbangan hukum yang berbeda tentang jangka waktu dan panggilan umum yang merupakan syarat penetapan seseorang mungkin dalam keadaan telah meninggal dunia dalam Pasal 467-470 KUHPerdata. Untuk tiap-tiap penetapan, terdapat akibat yang berbeda dalam hal pengurusan harta bersama. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah yuridis-normatif dengan jenis data berupa data sekunder yang didukung dengan data primer dengan metode pengumpulan melalui studi dokumen dan analisis data dengan metode kualitatif. Hasil penulisan ini menunjukkan bahwa diperlukannya pengaturan lebih lanjut berkaitan dengan syarat-syarat untuk menetapkan seseorang dalam keadaan tidak hadir serta diperlukannya kecermatan serta ketelitian pengadilan untuk mengeluarkan penetapan keadaan tidak hadir seseorang. ......Non-appearance is a condition where a person’s existence is no longer known and this person did not authorize or choose another person to represent them.This condition gives legal uncertainty for him/herself and a third party, because the non-appearance condition does not eliminate his/her position as a legal subject. For that reason in KUHPerdata, there are provisions regarding the determination of someone’s absence and choosing another person to present his/her and also managing all his/her affairs including that person's property, to be precise in Book 1 of CHAPTER XVIII concerning Absence. This thesis will discuss the application of the non-appearance regulation in KUHPerdata and the legal consequences for the right to matrimonial assets. The author analyzes three determinations that use the legal basis of Article 467-470 KUHPerdata. Although referring to the same provisions, in practice each judge gives different legal considerations regarding the time period and the general summons, which are conditions for determining that someone may have died in Article 467-470 KUHPerdata.That determination also has different consequences in terms of managing matrimonial assets. This thesis uses the juridical-normative research methodology; the kind of data used is secondary data that is supported by primary data; the method of data collecting is document analysis; and the method of data analysis is qualitative. The results of this thesis indicate that further arrangements are needed relating to the conditions for determining someone’s absence and the need for accuracy and thoroughness for the court to issue the determination for someone’s absence.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Disriyanti Laila
Abstrak :
Pasal 2 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 menyebutkan bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Kemudian dilanjutkan dengan ayat (2) yang menyebutkan bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan yang berlaku. Pencatatan perkawinan disini bukan semata-mata merupakan tindakan administratif saja akan tetapi merupakan jaminan kepastian hukum adanya suatu perkawinan. Perkawinan yang tidak dicatatkan sebagai akibatnya tidak akan memperoleh akta perkawinan sehingga perkawinan tersebut dianggap tidak ada dan tidak diakui oleh negara. Kemudian akan timbul suatu persoalan apabila perkawinan yang tidak dicatatkan tersebut akan diajukan pembatalannya. Dalam pembatalan perkawinan, yang dibatalkan adalah perkawinan yang sudah dilangsungkan kemudian dibatalkan dengan suatu keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap dan berlaku sejak saat berlangsungnya perkawinan sehingga perkawinan tersebut dianggap tidak pernah terjadi sama sekali. Pembatalan perkawinan yang diatur dalam UU No. 1 Tahun 1974 adalah pembatalan terhadap perkawinan yang memang diakui keberadaannya oleh negara, yang dapat dibuktikan dengan adanya suatu akta perkawinan. Sehingga pembatalan perkawinan atas perkawinan yang tidak dicatatkan tidak diatur dalam UU No. 1 Tahun 1974 karena perkawinan yang tidak dicatatkan bukanlah perkawinan yang dimaksud oleh UU No. 1 Tahun 1974. Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif. Data yang digunakan adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh dari kepustakaan. Sedangkan dalam metode analisis data mempergunakan metode pendekatan kualitatif, dimana analisis dilakukan terhadap data yang wujudnya bukan berupa angka. Dengan demikian penelitian ini menghasilkan sifat deskriptif analitis, yang memberikan gambaran secara luas terhadap fakta yang melatarbelakangi permasalahan pembatalan perkawinan atas perkawinan yang tidak dicatatkan, kemudian menganalisis fakta tersebut dengan bantuan data yang diperoleh sehingga memberikan alternatif. ......Article 2 section 1 Law No. 1 of 1974 concerning Marriage describe that a marriage is legal, if it is committed within the rule of its religions and believes. Go on, section 2 describe that a marriage shall be registered according to the law in a ruling time. A marriage registration cannot be describe as a merely act but it is a legal base of a marriage. At the end, the unregistered marriage as a consequences will not have a marriage decree, which is the marriage will be consider never happen and will not be recognize by country indeed. It is will cause a problem if the unregistered marriage is being submitted it annulment. In annulment of marriage, the one that will be annul is a marriage that has already been done and than by the decision of court is terminated and take place from when the marriage already committed until the marriage will be consider never happen at all. The annulment of marriage under Law No.1 of 1974 is, annulment meant for a marriage that acknowledge by the country, which can be prove with the marriage decree. Therefore the annulment of unregistered marriage is not regulated in Law No.1 of 1974, since the unregistered marriage can not be consider as a marriage under Law No.1 of 1974. The Method that being used is a normative law exploration method. The Data that being used are secondary data which are data that achieve by study of library documentations. The analyze data method is using a comprehensive qualitative method, where the analyze is used for data that appear to be not a number. Based on that fact this exploration will develop an analyze description type, which will make a overview from a basis fact concerning annulment of marriage for the unregistered married, afterward analyze the fact until find the alternative solution through the analysis that has been done.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S21353
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Lia Amalia
Abstrak :
Perkawinan merupakan salah satu bentuk ibadah yang sakral pada Allah swt. Oleh karena itu, pelaksanaan perkawinan harus sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, serta memenuhi rukun dan syarat perkawinan. Perkawinan yang tidak memenuhi ketentuan rukun dan syarat perkawinan pada dasarnya harus dibatalkan melalui permohonan pembatalan perkawinan, agar terhindar dari kebathilan. Pembatalan perkawinan yang dilaksanakan di Indonesia didasarkan pada ketentuan hukum Islam, Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dengan Peraturan Pelaksananya yaitu Peraturan Pemerintah Nornor 9 tahun 1975, serta Kompilasi Hukurn Islam (KHI). Penulisan ini bertujuan untuk menjelaskan pembatalan perkawinan yang diatur dalam hukum Islam, Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dengan Peraturan Pelaksananya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975, serta Kompilasi Hukum Islam (KHI) di Indonesia, serta melakukan analisis terhadap putusan Pengadilan Agama Cibinong Nomor 790/Pdt .G/2003/PA.Cbn. Putusan tersebut membatalkan perkawinan poligami yang dilaksanakan tanpa adanya izin dari istri sebelumnya, dan pengadilan agama. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian kepustakaan dan lapangan, dengan data yang berasal dari sumber kepustakaan dan hasil wawancara. Kesimpulannya, hukum Islam, terutama Al-Qur'an mengatur pembatalan pembatalan perkawinan dalam bentuk ketentuan umum, sedangkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam (KHI), mengatur secara lebih khusus dan rinci tentang pembatalan perkawinan. Selain itu, putusan Pengadilan Agama Cibinong tentang pembatalan perkawinan Nomor 790/Pdt . G/2003/PA. Cbn telah sesuai dengan ketentuan hukum Islam, Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) tentang pembatalan perkawinan. Saran yang dapat diberikan adalah dengan melakukan perneriksaan serta pengawasan yang lebih baik dalam pelaksanaan perkawinan, penegakkan sanksi yang tegas bagi pihak yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan pelaksanaan perkawinan, meningkatkan mutu pelayanan perkawinan, dan pihak yang akan melaksanakan perkawinan harus lebih mengenal pasangannya, agar terhindar dari cacat pada rukun dan syarat perkawinan.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S21371
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, 1994
347.01 IND a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library