Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ahmad Firdaus Tahir
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S21343
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kanthy Prio Utomo
"Seperti diketahui pokok tujuan dari perkawinan adalah bersama-sama hidup pada satu masyarakat dalam suatu ikatan perkawinan. Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, bahwa ikatan perkawinan akan membawa akibat pada suami-isteri, yaitu timbulnya hak dan kewajiban suamiisteri, harta benda perkawinan, kedudukkan anak, hak dan kewajiban orang tua terhadap anak.Pada prinsipnya dalam hukum Islam tidak mengenal adanya istilah harta bersama. Harta benda dalam perkawinan bagi suami-isteri merupakan suatu masalah yang pokok. Hal itu karena harta benda mempunyai pengaruh yang besar terhadap kehidupan keluarga. Harta benda suami-isteri dalam perkawinan diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, pasal 35, 36, dan 37. Sedangkan menurut hukum Islam, suami dan isteri mempunyai kekayaan masing-masing, misalnya barangbarang yang mereka dapat dari hibah dan warisan. Dalam hal ini kekuasan terhadap barang-barang tersebut tetap berada di pihak yang mempunyai barang-barang tersebut. Mengenai harta kekayaan suami-isteri tidak saling beban membebani, yang artinya dalam hukum Islam harta bawaan masing-masing, tetap menjadi milik dan dibawah kekuasaan masing-masing. Dalam hal kedua belah pihak akan mengadakan penggabungan harta bawaan tersebut, maka penggabungan harta itu diperbolehkan dan sangat dianjurkan. Bentuk penggabungan dan penyatuan harta itu dilakukan dengan syirkah (perkongsian)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S21147
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Sumarjoko
"Lembaga harta bersama seperti yang terdapat dalam Undang-undang No. 1 Tahun Tahun 1974 tentang Perkawinan adalah harta benda yang diperoleh selama perkawinan baik oleh suami maupun istri. Lembaga ini juga dikenal dalam hukum adat sedangkan dalam hukum Islam ada dua pendapat mengenai harta tersebut, pendapat yang pertama tidak mengenal adanya harta bersama, kecuali dengan jalan syirkah atau perkongsian antara suami istri yang dibuat sebelum atau pada saat perkawinan berlangsung dan pendapat yang kedua menqenai adanya harta bersama menurut hukum Islam, hal ini didasari dengan sendirinya ada harta bersama antara suami istri selama perkawinan berlangsung. Pembagian harta bersama bila perkawinan mereka (suami istri) itu putus karena perceraian, per1mbangan pembagiannya berbeda-beda, baik menurut hukum adat maupun hukum Islam. Dalam hal ini bisa saja pencari keadilan bagi para suami pada masyarakat Jawa Tengah itu memilih hukum adat yang lebih menguntungkan (sapikul sagendong), hal ini didasari Pasal 37 jo penjelasan UU . No. 1/1974 tentang Perkawinan. Meskipun para pencari keadilan dapat memilih menurut hukumnya masing-masing, akan tetapi hukum Islam-lah yang harus mereka pergunakan, sebagaimana diketahui bahwa bagi orang Islam, maka berlakulah hukum Islam dan hukum adat hanya berlaku bagi orang Islam kalau tidak bertentangan dengan agama Islam dan hukum Islam. Jadi hukum yang tepat bagi masyarakat hukum adat Jawa Tengah yang menganut harta gono gini dan beragama Islam ialah merujuk kepada Kompilasi Hukum Islam, adapun pembagiannya baik suami maupun istri ialah masing-masing berhak 1/2, hal ini sesuai dengan Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam dan melalui lembaga Pengadilan Agama mereka (suami istri) dapat berperkara. Dengan demikian maka Pasal 37 jo penjelasan UU. No. 1/1974 belum mernberikan kepastian serta tidak adanya keseragaman hukum mengenai pembagian harta bersama dalam perkawinan apabila terjadi suatu perceraian."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S21144
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noliza
"Perkawinan yang dilakukan dengan memenuhi ketentuan undang-undang nomor 1 tahun 1974 akan membawa akibat terhadap harta bersama yang diperoleh dalam perkawinan tersebut. Salah satunya adalah tindakan untuk menjual harta bersama yang berupa tanah dan bangunan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Oleh karena itu bagaimanakah Peranan Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam pelaksanaan pembuatan akta jual beli harta bersama dalam perkawinan, bentuk persetujuan yang diberikan oleh suami atau istri dalam pelaksanaan jual beli tersebut dan tanggung jawab PPAT bila terjadi gugatan terhadap akta jual beli yang dalam pembuatannya tidak ada persetujuan suami atau istri.
Untuk menjawab permasalahan tersebut maka dilakukan penelitian yang bersifat yuridis normatif. Peranan PPAT dalam pelaksanaan jual beli harta bersama yaitu memberikan penyuluhan hukum, menganalisa dan meneliti data yang diterima, menyatakan dengan tegas persetujuan yang diberikan oleh suami atau istri dalam komparisi akta atau 'mengisi kolom persetujuan yang disediakan, menentukan bentuk surat persetujuan yang lebih menjamin seperti surat persetujuan dalam bentuk akta notaris dan surat persetujuan dibawah tangan yang dilegalisasi. PPAT tidak bertanggung jawab bila informasi yang diberikan oleh penjual/pembeli tidak benar tetapi PPAT dapat bertanggungjawab bila terjadi kelalaian yang disebabkan oleh PPAT."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T36930
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Ruben Jeffry M.
"ABSTRAK
Undang-Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam
memberikan pengertian secara umum mengenai harta bawaan
dan harta bersama dalam perkawinan. Pengertian yang secara
umum tersebut seringkali menimbulkan permasalahan,
khususnya dalam lingkungan Peradilan Agama yang
menyebabkan perkara mengenai pembagian harta bersama
menjadi berlarut-larut proses penyelesaiannya. Dalam hal
ini pihak isteri menjadi dirugikan karena pada umumnya
pihak suami menguasai secara fisik atas harta bersama.
Permasalahan yang dibahas dalam tesis ini adalah sejauh
mana suatu harta benda dapat disebut sebagai harta bawaan
atau bersama, khususnya harta benda yang dihasilkan dari
harta bawaan yang diperoleh selama berlangsungnya
perkawinan, dan kompetensi relatif Pengadilan Agama yang
mengadili gugatan atas harta bersama yang diajukan oleh
mantan suami atau mantan isteri. Metode penelitian yang
digunakan dalam penyusunan tesis ini adalah metode
penelitian normatif yuridis. Dari sudut sifatnya,
penyusunan yang dipakai dalam tesis ini adalah penelitian
deskriptif analitis. Dalam tesis akan diperoleh suatu
gambaran bahwa segala harta benda yang dihasilkan dari
harta bawaan yang diperoleh selama berlangsungnya
perkawinan merupakan bagian dari harta bawaan, dan
kompetensi relatif Pengadilan Agama yang mengadili gugatan
atas harta bersama yang diajukan oleh mantan isteri atau
mantan suami adalah Pengadilan Agama yang mewilayahi
tempat tinggal tergugat.

ABSTRACT
Marriage Law and Islam Law Compilation describe private
property and joint property in general simple definition.
Apparently, this general simple definition cause problems
especially regarding settlement of joint property fission
dispute in Religion Court. Usually, wife party suffer a lot
of damages because husband party physically dominate joint
properties. Problems that will be discussed in this thesis
are the description of join properties that produced from
private property which is gained during the marriage
period, and relative competence of the Religion Court which
has authority to judges the joint property law suit which
is submitted by former husband or wife. This thesis use
jurisdiction normative research method and organized by
descriptive of analysis research type. Furthermore, this
thesis will describes properties which is produced from
private property should be named as private property
although gained during the marriage period, and the
Religion Court that has authority to judge the joint
property law suit is Religion Court of accused domicile."
2008
T37595
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Astari Nadinne
"Setelah terjadinya perceraian, masalah yang sering timbul adalah pembagian harta benda perkawinan. Harta merupakan topik yang sensitif bagi semua manusia, sehingga timbul permasalahan dalam penyelesaian sengketa harta bersama antara suami dan istri setelah terjadinya perceraian. Adapun rumusan masalah yang dibahas adalah  status kepemilikan harta bersama suami istri yang telah melakukan perceraian dan penerapan asas pemisahan horizontal terhadap sengketa harta bersama sesuai dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1710 K/PDT/2020. Terhadap permasalahan tersebut, dilakukan penelitian dengan metode penelitian eksplanatoris untuk menemukan titik terang atas penyelesaian sengketa harta bersama terdahulu suami dan istri yang diperoleh sepanjang masa perkawinan berlangsung. Pada akhirnya, hasil penelitian membawa pada  bahwa perkawinan yang tidak dicatatkan sesuai Peraturan Perundang-Undangan akan menimbulkan masalah jika terjadi perceraian di kemudian hari. Tidak adanya perjanjian kawin juga akan menyulitkan dalam pembagian harta bersama jika terjadi sengketa setelah perceraian. Dengan demikian, harta yang diperoleh sebelum dilakukannya pencatatan perkawinan merupakan harta bawaan masing-masing pasangan. Untuk menghindari sengketa tersebut, disarankan adanya perjanjian perkawinan yang isinya sesuai dengan Undang-Undang dibuat oleh Notaris sebagai pejabat umum dan diperlukan suatu Undang-Undang yang mengatur lebih jelas tentang harta benda perkawinan.

After the divorce, the problem that often arises is the distribution of marital property. Property is a sensitive topic for all humans, so problems arise in the settlement of joint property disputes between husband and wife after a divorce. The formulation of the problem discussed is the status of joint property ownership of husband and wife who have divorced and the application of the principle of horizontal separation of joint property disputes in accordance with the Supreme Court Decision Number 1710 K/PDT/2020. To this problem, research was carried out using explanatory research methods to find a bright spot on the settlement of disputes over the previous joint property of husband and wife obtained during the marriage period. In the end, the results of the study lead to that marriages that are not registered according to the Legislation will cause problems if a divorce occurs in the future. The absence of a marriage agreement will also complicate the distribution of joint property in the event of a dispute after divorce. Thus, the assets obtained prior to the registration of the marriage are the innate property of each spouse. To avoid such disputes, it is recommended that there be a marriage agreement whose contents are in accordance with the law made by a notary as a public official and a law is needed that regulates marital property more clearly."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
J. Satrio
Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991
346.016 SAT h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
A. Damanhuri
Bandung: Mandar Maju, 2007
346.016 DAM s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Raihan Hasbi
"Tulisan ini menganalisis bagaimana pengaturan tentang harta bersama apabila suami/istri menggunakan namanya dalam pembelian aset perusahaan dengan studi kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 73/K/Ag/2022 Jo. Putusan Mahkamah Agung Nomor 34/PK/Ag/2023. Harta bersama merupakan harta benda yang diperoleh selama masa perkawinan berlangsung. Apabila pasangan suami-istri beragama Islam bercerai, maka harta bersama harus dibagi sesuai dengan ketentuan Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 (UU Perkawinan) Jo. Pasal 157 Kompilasi Hukum Islam. Namun pada praktiknya pembagian harta bersama kerap menimbulkan permasalahan dalam menentukan status harta dan pembagiannya kepada para pihak. Dalam kasus ini, permasalahan terkait status harta bersama dikarenakan adanya Perseroan Terbatas yang mengklaim bahwa obyek sengketa merupakan aset Perusahaan. Untuk menjawab permasalahan di atas, digunakan metode penelitian hukum doktrinal dengan tipe penelitian eksplanatoris, memanfaatkan sumber-sumber pustaka sebagai referensi dan menggunakan data sekunder yang diperoleh melalui penelusuran literatur dan dikuatkan dengan wawancara, serta menggunakan metode analisis kualitatif untuk mengkaji data dalam penelitian ini. Hasil yang didapat setelah dianalisis bahwa Pengaturan harta bersama apabila suami/istri menggunakan namanya dalam pembelian aset perusahaan ketentuannya harus memenuhi persyaratan dalam Pasal 34 Jo. Pasal 41 Jo. Pasal 91 UU PT Jo. Pasal 102 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 (UU Perseroan Terbatas), yaitu dibutuhkan persetujuan pemegang saham untuk membeli aset, kemudian pembelian aset dimasukkan ke dalam perusahaan dengan bukti berupa inbreng. Terkait obyek sengketa, status kepemilikan harta suami-istri pasca perceraian terhadap aset perusahaan yang dibeli selama masa perkawinan merupakan harta bersama. Hal ini memenuhi Pasal 3 ayat (2) huruf (b) UU Perseroan Terbatas Jo. Pasal 35 ayat (1) UU Perkawinan Jo. Pasal 1 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam. Majelis Hakim sudah tepat dalam menolak PT. DS untuk masuk ke dalam perkara, karena PT. DS tidak memiliki alat bukti yang patut dipertimbangkan terkait pembelian aset.

This paper analyses how the regulation of joint property when a husband/wife uses his/her name in the purchase of company assets with a case study of Supreme Court Decision Number 73/K/Ag/2022 Jo. Supreme Court Decision Number 34/PK/Ag/2023. Joint property is an asset obtained during the marriage period. If a Muslim couple divorces, the joint property must be divided in accordance with the provisions of Article 35 paragraph (1) of Law Number 1 Year 1974 (Marriage Law) Jo. Article 157 of the Compilation of Islamic Law. However, in practice, the division of joint property often leads to problems in determining the status of the property and its distribution among the parties. In this case, the problem is related to the status of joint property due to the existence of a Limited Liability Company which claims that the object of dispute is an asset of the Company. In order to answer the problems, a doctrinal legal research method of the explanatory research type is used, using literature sources as references and using secondary data obtained through literature searches and corroborated by interviews, and using qualitative analysis methods to examine the data in this study. The results obtained after analysis indicate that the regulation of joint property when a husband/wife uses their name in the purchase of company assets must meet the requirements in Article 34 Jo. Article 41 Jo. Article 91 of the Company Law Jo. Article 102 paragraph (1) of Law Number 40 of 2007 (Limited Liability Company Law), which requires shareholder approval for the purchase of assets, and then the asset purchase is recorded in the company with evidence in the form of inbreng. Regarding the object of the dispute, the status of ownership of the husband and wife post-divorce concerning the company's assets purchased during the marriage period is considered joint property. This complies with Article 3 paragraph (2) letter (b) of the Limited Liability Company Law Jo. Article 35 paragraph (1) of the Marriage Law Jo. Article 1 letter (f) of the Compilation of Islamic Law. The Panel of Judges was correct in denying PT DS access to the case because PT DS did not have any evidence that could be considered related to the purchase of assets."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library