Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
Milka Belatrix Esternella
"Hubungan antara perusahaan induk dan anak perusahaan mencerminkan dinamika kompleks yang dipengaruhi oleh perbedaan sistem hukum dan regulasi di setiap negara. Di Indonesia, hubungan ini diatur oleh Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas, yang menegaskan prinsip pemisahan kepribadian hukum dan tanggung jawab terbatas. Regulasi ini memberikan landasan hukum yang kokoh untuk memastikan kepastian hukum dalam hubungan antara induk dan anak perusahaan. Namun, kelemahannya terletak pada keterbatasan fleksibilitas untuk menangani kasus tertentu, seperti penyalahgunaan kekuasaan oleh perusahaan induk yang merugikan anak perusahaan, kreditur, atau pemangku kepentingan lainnya. Sebaliknya, di Amerika Serikat, pendekatan hukum yang berbasis preseden memungkinkan fleksibilitas lebih besar dalam menentukan tanggung jawab perusahaan induk. Doktrin seperti piercing the corporate veil memberikan pengadilan wewenang untuk mengesampingkan batas hukum antara induk dan anak perusahaan dalam kasus-kasus khusus, seperti penipuan atau kontrol dominan yang tidak wajar. Pendekatan ini memberikan ruang untuk adaptasi terhadap kasus spesifik, tetapi juga menghadirkan tantangan berupa inkonsistensi antar negara bagian akibat otonomi masing-masing yurisdiksi dalam menetapkan aturan. Perbandingan ini menunjukkan bahwa kedua sistem hukum memiliki kelebihan dan kekurangan yang saling melengkapi. Pengaturan ideal untuk hubungan antara induk dan anak perusahaan perlu mengintegrasikan kepastian hukum yang tegas seperti di Indonesia dengan fleksibilitas hukum seperti di Amerika Serikat. Regulasi ideal harus melibatkan perlindungan bagi pemangku kepentingan, transparansi dalam tata kelola perusahaan, dan pengawasan yang efektif. Selain itu, kerangka hukum yang dirancang untuk mendukung inovasi dan sinergi antara induk dan anak perusahaan dapat menciptakan hubungan yang berkelanjutan dan kompetitif dalam lanskap bisnis global yang semakin dinamis. Dengan pendekatan ini, hubungan antara induk dan anak perusahaan dapat dikelola secara efektif untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di tingkat lokal maupun internasional.
The relationship between a parent company and its subsidiaries reflects the complex dynamics influenced by the different legal and regulatory systems in each country. In Indonesia, this relationship is governed by the Law on Limited Liability Companies, which emphasizes the principle of separation of legal personality and limited liability. This regulation provides a solid legal foundation to ensure legal certainty in the relationship between parent and subsidiary. However, its weakness lies in the limited flexibility to deal with specific cases, such as abuse of power by the parent company to the detriment of the subsidiary, creditors or other stakeholders. In contrast, in the United States, the precedent-based approach of the law allows for greater flexibility in determining the parent company's liability. Doctrines such as piercing the corporate veil give courts the authority to waive the legal boundary between parent and subsidiary in special cases, such as fraud or unreasonably dominant control. This approach provides room for adaptation to specific cases, but also presents the challenge of interstate inconsistencies due to each jurisdiction's autonomy in setting the rules. This comparison shows that both legal systems have complementary strengths and weaknesses. The ideal regulation for the relationship between parent and subsidiary needs to integrate strict legal certainty as in Indonesia with legal flexibility as in the United States. The ideal regulation should involve protection for stakeholders, transparency in corporate governance, and effective oversight. In addition, a legal framework designed to support innovation and synergy between parent and subsidiary can create a sustainable and competitive relationship in an increasingly dynamic global business landscape. With this approach, the relationship between parent and subsidiary can be effectively managed to support economic growth at both local and international levels."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Mochammad Rizky Arie Syadewa
"Perseroan Terbatas merupakan badan hukum yang dijalankan oleh pengurus atau direksi yang secara resmi ditunjuk dan diangkat oleh pemegang saham. Namun terdapat praktek pengurusan serta pengendalian Perseroan Terbatas melalui pihak lain di luar kedudukan resminya sebagai direksi, yakni oleh shadow director. Shadow director merupakan konsep hukum korporasi yang berkembang di Inggris dimana pengendalian korporasi dilakukan oleh pihak lain selain direksi resmi. Menurut hukum Inggris melalui Companies Act diatur bahwa kedudukan shadow director sama dengan direktur resmi sehingga pertanggungjawaban hukum yang sama juga melekat padanya. Adapun di Indonesia juga terjadi praktik pengendalian korporasi oleh pihak yang teridentifikasi sebagai shadow director, namun yang membedakan adalah tidak adanya aturan yang jelas dan tegas mengenai kedudukan dan tanggung jawab shadow director dalam hukum Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini selain dimaksudkan untuk mempromosikan konsep hukum shadow director ke Indonesia, juga untuk mengidentifikasi kedudukan dan tanggung jawab pemilik manfaat sebagai shadow director berdasarkan teori fiduciary duty, mengingat keberadaan direktur dalam kegiatan pengurusan perseroan terbatas sangat penting terutama dalam konteks good corporate governance (GCG). Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian doktrinal yang menganalisis konsep hukum shadow director di Inggris dan di Indonesia. Menurut hasil penelitian ini, Indonesia belum memiliki peraturan yang mengatur tentang shadow director, namun demikian, ditemukan peraturan di Indonesia yang setelah diidentifikasi, mengatur serupa dengan shadow director di Inggris, yakni kebijakan transparansi pemilik manfaat perseroan terbatas. Penelitian ini menunjukkan adanya kesamaan antara pemilik manfaat dengan shadow director, tetapi karena tidak adanya peraturan mengenai shadow director di Indonesia maka Pemerintah perlu untuk mengatur kedudukan dan tanggung jawab shadow director.
A Limited Liability Company is a legal entity run by management or directors who are officially appointed by the shareholders. In practice, there is managing and controlling Limited Liability Companies through other parties outside their official position as directors, namely by shadow directors. Shadow director is a concept in corporate law that developed in England where corporate control is carried out by parties other than the official directors. According to English law, through the Companies Act, it is regulated that the position of a shadow director is the same as that of an official director so that the same legal responsibilities are also attached to him. Meanwhile, in Indonesia there is also the practice of corporate control by parties identified as shadow directors, but what is different is that there are no clear and firm regulations regarding the position and responsibilities of shadow directors under Indonesian law. Therefore, this research is not only intended to promote the legal concept of shadow directors to Indonesia, but also to identify the position and responsibilities of beneficial owners as shadow directors based on fiduciary duty theory, considering that the presence of directors in limited liability company management activities is very important, especially in the context of good corporate governance (GCG). This research was conducted using a doctrinal research method that analyzes the legal concept of shadow directors in England and Indonesia. According to the results of this research, Indonesia does not yet have regulations governing shadow directors, however, regulations were found in Indonesia which, after being identified, regulate similar regulations to shadow directors in England, namely the policy of transparency of beneficial owners of limited liability companies. This research shows that there are similarities between beneficial owners and shadow directors, but because there are no regulations regarding shadow directors in Indonesia, the Government needs to regulate the position and responsibilities of shadow directors."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Debora R. Tjandrakusuma
"Perseroan merupakan salah satu bentuk badan usaha, yang dibentuk untuk melakukan usaha semata-mata guna mencari keuntungan yang nantinya akan dibagikan dalam bentuk dividen kepada para pemegang saham yang telah sebelumnya menyisihkan sebagian harta mereka, untuk menjadi harta milik perseroan. Sebagai badan hukum, perseroan mempunyai hak dan kewajiban dalam masyarakat, dan dalam hal perseroan tidak melaksanakan tanggung jawabnya seusai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik yang berhubungan dengan lingkungan hidup, masyarakat dan lingkungan sekitarnya maka akan terjadi benturan-benturan kepentingan dengan para pemangku kepentingan perseroan seperti pemerintah, komunitas sekitar, lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat luas, dan terjadinya masalah sosial dan kerusakan lingkungan hidup, yang pada gilirannya menimbulkan berbagai masalah bagi pemerintah, masyarakat, lingkungan dan yang pasti bagi perseroan itu sendiri. Sebenarnya tidak ada perseroan yang dapat mempunyai usaha yang berkesinambungan ditengah-tengah masyarakat yang miskin, serta lingkungan hidup yang rusak, karena perseroan hanya dapat berkembang dengan baik dan memperoleh keuntungan yang memadai apabila masyarakat di mana perseroan itu berada juga berkembang, dan untuk berkembangnya masyarakat diperlukan adanya lingkungan hidup dan keadaan ekonomi yang baik dan berkembang. Undang-Undang nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mengatur mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan dalam pasal 74, yang mengatur bahwa perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan, merupakan peraturan pertama didunia yang mewajibkan tanggung jawab sosial dan lingkungan, yang mungkin dimaksudkan oleh pembentuk undang-undang sebagai kepatuhan terhadap peraturan peraturan perundangan-undangan yang ada. Pengertian tanggung jawab sosial yang dimengerti di negara lain adalah melakukan hal yang baik bagi masyarakat melebihi kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku yang berkaitan dengan aspek lingkungan, ekonomi dan sosial masyarakat. Penulis membahas "Creating Shared Value" suatu konsep yang berbeda dengan tanggung jawab sosial perseroan atau "Corporate Social Responsibility" dan pelaksanaannya oleh PT Nestlé Indonesia.
A limited liability company is one of the forms of business entities, established solely to make profit which will be paid as dividend to its shareholders who have put aside part of their assets to become the asset of the formed limited liability company. As a legal body, a limited liability company has its rights and obligation in the society, and in the event that a limited liability company does not perform its responsibility in line with the prevailing laws and regulations relating to the environment, society and surrounding communities, conflicts of interest will occur with its stakeholders such as the government, surrounding community, non government organizations and the society at large. The occurrence of social problem and environmental destruction will cause problems to the government, society, community and for sure to the limited liability company itself. In fact, no limited liability company can have a sustained business in a poor society and damaged environment, since a limited liability company can only develop and gain sufficient profit if the society in which it exists has also developed well, and for the society to develop well it requires sustained environmental and good economic conditions. Law number 40 year 2007 on Limited Liability Company has introduced the concept of social and environmental responsibilities in its article 74, which stipulates that any limited liability company having its business undertakings in and/or relating to natural resources, is obliged to implement social and environmental responsibilities. This is the first law in the world that obliges social and environmental responsibilities, which might be intended by the law makers for limited liability companies to be in compliance with the prevailing laws and regulations. The understanding of corporate social responsibility as understood in other country is to do good for the society relating to the environment, economic and social aspects beyond compliance to prevailing regulations. The writer discusses "Creating Shared Value" a concept which is different from the "Corporate Social Responsibility" and its implementation by PT Nestlé Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T30020
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library