Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 74 dokumen yang sesuai dengan query
cover
R. Sam Askari Soemadipradja
Abstrak :
Salah satu upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat adalah dilaksanakannya Program Pemberantasan Penyakit Kusta dan kesepakatan global Eliminasi Kusta Tahun 2000. Kusta merupakan penyakit menular menahun dengan menimbulkan "sligina" dan dampak sosial negatif akibat cacat yang ditimbulkannya. Kabupaten Sumedang tidak terlepas dengan problematika kusta. Bila dibandingkan dengan kabupaten yang berbatasan dengan Kabupaten Sumedang yaitu Subang, Indramayu dan Majalengka cakupan penemuan kasus kusta masih rendah. Prevalensi kusta yang rendah di Kabupaten Sumedang mungkin belum menunjukkan angka yang sesungguhnya. Karena pada penemuan kasus baru, tipe multibasiler yang potensial sebagai sumber penularan juga disertai kecacatan tingkat 2, relatif lebih banyak daripada tipe pausibasiler. Penelitian deskriptif analitik, menggunakan desain penelitian dengan metode pendekatan potong lintang serta pengukuran kuantitatif dan kualitatif, dilaksanakan di Kabupaten Sumedang. Populasi penelitian adalah seluruh petugas pemberantasan penyakit kusta puskesmas di Kabupaten Sumedang. Penelitian menghasilkan sebagian besar petugas mempunyai kinerja yang buruk. Dari 13 variabel bebas yang diteliti terdapat 3 variabel yang mempunyai hubungan bermakna dengan kinerja petugas, yaitu motivasi petugas, insentif yang didapat petugas dan pembinaan serta dukungan yang didapat petugas. Hubungan antara kinerja dan ketiga variabel bebas diatas secara simultan tidak bermakna. Disarankan agar dalam meningkatkan kinerja petugas, memperhatikan faktor motivasi petugas, insentif bagi petugas dan pembinaan maupun dukungan terhadap petugas yang berkesinambungan. ...... The Program of Leprosy Control and the Global Plan of Action for the Elimination of Leprosy by the Year 2000 are efforts towards the improvement of public health. Leprosy is a chronic infectious disease causing stigma and generating negative social impact due to the deformities resulted. Sumedang shares problems attached to the leprosy, even though in comparison to the neighboring regencies : Subang, Indramayu and Majalengka, the number of leprosy cases is low. However, the low prevalence of leprosy in Sumedang cannot significantly be determined as an indication of the real number since new case findings suggest that more multibacillary types, which have the potential to become the source of contagion along with disability grade 2, have been found rather than the paucibacillary. This analytic descriptive research was conducted at the Sumedang Regency. The research was designed with a crsoss-sectional approach, and was quantitatively and qualitatively measured. The population of the research was all of the public health center fieldworkers of Leprosy Control Program in Sumedang. The hypothesis is that there is a correlation between the performance of the Public Health Center fieldworkers of Leprosy Control and the internal factors (individual) and the external factors (environment). Evidence reveals low performance among a large number of the fieldworkers. Out of 13 independent variables, 3 variables indicate significant correlation with the performance of the fieldworkers. The variables are motivation of the fieldworkers (p:0.04422), incentive received by the fieldworkers (p:0,01210), and guidance as well as support for the fieldworkers ( p:0,029-18). Nevertheless, from a simultant perspective, the correlation between the performance and the three variables is not significant. To improve performance of the fieldworkers, it is suggested that there should be more significant consideration towards factors of motivation, incentive, continuous guidance and support for the fieldworkers.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1998
T8447
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Osep Hernandi
Abstrak :
Penyakit kusta di Kabupaten Ciamis merupakan penyakit yang masih menjadi permasalahan bidang kesehatan, terutama pada tingkat cacat yang diderita melebihi ketentuan WHO yaitu < 10 % dari seluruh penderita terdaftar. Kabupaten Ciamis merupakan daerah non endemis kusta dengan prevalensi < 1 %o, sehingga target program bukan merupakan masalah utama, tetapi dengan tingginya angka cacat hingga 10,45 % merupakan tantangan program untuk mengantisipasi penularan kasus secara cepat dan tepat. Keterlambatan penemuan penderita dan keterlambatan pelaporan program merupakan faktor pendukung terjadinya kusta dengan cacat di Kabupaten Ciamis, hal ini dikarenakan terlambatnya pengolahan dan analisis data di kabupaten, sehingga berdampak kepada terlambatnya pengambilan keputusan untuk antisipasi permasalahan dengan kecacatan kusta di Puskesmas. Upaya mengatasi permasalahan kusta di Kabupaten Ciamis, dilaksanakan dengan mengembangkan sistem informasi program kusta melalui pembuatan suatu prototype program untuk mempermudah dalam pengolahan dan analisis data sehingga memberikan informasi berupa keluaran tentang hasil kegiatan program yang dilaporkan Puskesmas dalam bentuk tabel dan grafik, sehingga keputusan dapat diambil dengan cepat dan akurat. Tujuan dibuatnya sistern informasi Program Pemberantasan Penyakit Kusta di Kabupaten Ciamis adalah untuk membantu mempermudah proses pengumpulan, pengolahan dan analisis data di tingkat kabupaten, agar pengelola program kusta kabupaten dapat mengelola program secara cepat melalui sistem yang mudah dioperasikan sesuai dengan kebutuhan pengguna data dan pengambil kebijakan di tingkat kabupaten. Proses pengembangan sistem informasi Program Pemberantasan Penyakit Kusta dibuat berdasarkan hasil analisis sistem terhadap kebutuhan program dan sumber daya yang ada di Kabupaten Ciamis, untuk kemudian dibuat desain sistem sesuai kebutuhan informasi yang dapat menghasilkan keluaran sesuai indikator yang telah ditetapkan, sehingga diperlukan dalam perencanaan dan evaluasi program kusta melalui penyederhanaan pelaporan, kemudahan operasional sistem dan keakurasian data keluaran yang dapat dibaca dengan mudah oleh pengelola program di kabupaten. Hasil akhir dari pembuatan sistem informasi adalah layak atau tidaknya sistem diterapkan di tempat penelitian melalui ujicoba sistem di Laboratorium Komputasi Informatika Kesehatan, Junisan Informatika Kesehatan Universitas Indonesia, dimana ujicoba sistem meliputi; efesiensi, reliabilitas, efektifitas, akurasi dan aksesibilitas sistem. Hasil ujicoba sistem juga menilai kelemahan dan kelebihan sistem, untuk kemudian kelemahan yang ada agar dapat dikembangkan lebih lanjut di Kabupaten Ciamis, sehingga sistem yang dibuat dapat dimanfaatkan secara optimal oleh pengelola program di kabupaten dalam mengantisipasi setiap permasalahan program yang muncul. Daftar Pustaka : 44 (1982 - 2002).
Development Information System Eradication Program Leprosy Disease in Health Office Ciamis DistrictLeprosy disease in Ciamis district is disease which still become problems of healthy area, especially at defect level which suffered exceed rule of WHO that is < 10 % from entire ail patient enlist- Ciamis regency is area of non leprosy endemis with prevalence < 1 %o, so that program goals is not such a main problem, but with defect number of height till 10,45 % representing program challenge to anticipate infectious case quickly and precisely. Delay of Invention and patient delay of reporting program is supplementary factor the happening leprosy with handicapped in Ciamis regency, this matter because of losing time of data analysis and processing in this regency, so it affects to losing of decision making for the anticipation of problem with leprosy handicapped in Puskesmas. The effort overcome the problem of leprosy in Ciamis regency is executed by developing leprosy program information system through making prototype program to make eiser in data analysis and processing so that it give information in the form of output about result of activity reported by Puskesmas in the form of graph and table, so that the decision can be whisked away and is accurate. The target of making Eradication Disease Leprosy Information Program System in Ciamis regency is to water down of collecting process, data analysis and processing in the regency in order that the organizer of leprosy program can manage the program quickly through the system which is easy to be operated as according to need of data consumer and policy taker in the regency. Developing Program of Eradication Disease Leprosy information system made pursuant to result of systems analysis to need of resource and program in Ciamis regency, then it is made by system design according to the information need which is able to yield output according to indicator which have been specified, so that it is needed in the plan and leprosy program evaluation through reporting moderation, amenity of operational system and output data accuration which is able to be read easily by program organizer in the regency. The end of result from making information system is competent or Computing Laboratory of Healthy Information Faculty of Indonesia University, where the experiment in valves efficiency, reliability, effectively, accessible and accuration. Result of experiment system also assess and weakness excess of system, then existing weakness so that can be developed furthermore in Ciamis regency, so that system made can be exploited in an optimal fashion by program organizer in the regency in anticipating every problems of program happens. Bibliography : 44 ( 1982 - 2002).
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T13010
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
H.M. Afif Kosasih
Abstrak :
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Kuningan, tepatnya di 3 kecamatan yaitu Kecamatan Ciawigebang, kemantren Japara dan Kecamatan Keramatmulya. Penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran tentang pengetahuan dan sikap terhadap kusta dari kepala keluarga dan tokoh masyarakat dan hubungannya dengan karateristik menurut umur, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan. Penelitian ini merupakan penelitian survei terhadap kepala keluarga dengan pendekatan "Cross Sectional" dan penelitian kualitatif terhadap tokoh masyarakat dengan menggunakan diskusi kelompokterarah (Fokus Group Diskusi). Pengambilan data kuantitatif dilakukan melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner tertrukstur terhadap 120 kepala keluarga yang dipilih secara acak. Data yang diperoleh kemudian diolah secara statistik menggunakan teknik analisa ditribusi frekuensi dan Chi-Square dengan menggunakan program komputer SPSS/PC. Sedangkan pengambilandata kualitatif dilakukan dengan menggunakan diskusi kelompok terarah (Fokus Group Diskusi) terhadap 6 kelompok yang masing-masing kelompok terdiri dari 6 sampai 8 peserta. Data yang diperoleh dari hasil diskusi diolah dan kemudian dijelaskan berdasarkan analisa isi. Hasil penelitian kuantitatif menunjukan bahwa karateristik berdasarkan jenis keiamin, umur, tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan mempunyai hubungan yang bermakna secara statistik dengan pengetahuan tentang penyakit kusta. Sedangkan terhadap sikap, hanya karateristik berdasarkan umur dan tingkat pendidikan yang bermakna karateristik. Dari hasil kelompok diskusi terarah (Fokus Group Diskusi) diketahui bahwa sebagian besar tokoh masyarakat mempunyai pengetahuan yang baik dan sikap positif terhadap penyakit kusta.
The Factor Related To The Knowledge Attitude Of The Heads Of Household And The Community Leaders On Leprosy In Kuningan Regency, The Province Of West JavaThe research employ quantitative and qualitative research method. Survey technique is employed as quantitative research method, while focus group discussion is used to collect qualitative information. The Purpose of the research is to obtain the description on the relationship between age, sex, education and occupation characteristics to the knowledge and attitude of the community on the idea of leprosy disease and to examine knowledge and attitude of the community leader. The primary data obtained from the survey collected from respondent who are selected through the random sampling technique. The data gathering is carried out through the used of interview, using structured questionaries. The data they are arranged and organized, after they have been given codes and scores, by using the computer programme SPSSIPC. The research conducted in 3 sub districs of Kuningan Regency i.e. Kecamatan Keramat Mulya, Kemantren Japara and Kecamatan Ciawi gebang The sample for survey were 120 heads of households, while focus group discussion were carried out among community leaders. The research result implies that the age based characteristics is statistically associated significantly to the knowledge on how leprosy spreads. and the attitude of the respondents when any member of their families or neighbor has skin disorder, and their attitude when there is a member of the community suffers from leprosy. The level of education has statistically significant association with the knowledge on leprosy including the first symtom, how the disease spreads, the appropriate place of medicinal treatment, how to get the medicine, and the regularity of taking the medicine.lt is also associated significantly with the respondent, attitude on the problem of isolating the leprosy sufferers, the communities attitude when there is a member of them who suffers leprosy, and their attitude to a leprosy sufferer who sells food. The types of occupation are associated with the knowledge on the first symtom of leprosy, how the disease spreads, the place of medicinal treatment, and how to get the medicine. In addition, the types of occupation are visa associated with the attitude of taking the medicine regularly and in facing leprosy sufferers. It can be know from the result of FGD that most of the figures of the community have understood what leprosy is and its symtoms. On the other hand, their knowledge on how the disease spreads seems to be insufficient. Mean white, the result of FGD indicated that the attitude of the respondents is negative ( they are afraid of being infected).
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1997
T3737
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Masduki
Abstrak :
Penelitian ini merupakan penelitian survei dengan pendekatan "cross sectional" dengan teknik analisis data kuantitatif. Pengambilan data dilakukan dengan penelusuran kartu penderita di Puskesmas serta melakukan wawancara terstruktur menggunakan kuesioner. Data yang diperoleh kemudian diolah secara statistik menggunakan teknik analisis distribusi frekuensi, uji Chi-Square, Phi, serta analisis Regresi Logistik.

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Kuningan, dengan unit analisis para penderita kusta, baik yang masih aktif berobat maupun penderita yang telah pasif berobat dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku kepatuhan berobat penderita kusta di Kabupaten Kuningan, untuk mengetahui pengaruh faktor kharakteristik, faktor non perilaku, serta faktor perilaku penderita terhadap kepatuhan berobat.

Hasil penelitian didapat bahwa 83.5% dari responden ternyata patuh berobat dan sebanyak 16.56 tidak patuh berobat. Berdasar analisis bivariat ternyata ada hubungan antara faktor-faktor pendidikan, pekerjaan, jenis kelamin, pengetahuan, persepsi dan faktor cacat akibat penyakit kusta dengan kepatuhan berobat di Kabupaten Kuningan. Sedangkan faktor umur, sikap penderita terhadap pengobatan penyakit kusta, serta faktor adanya bercak dikulit penderita tidak ada hubungannya dengan kepatuhan berobat. Begitu pula dengan analisis regresi logistik, dari 9 (sembilan) faktor yang diduga ada pengaruhnya ternyata hanya 6 (enam) faktor yang berpengaruh terhadap kepatuhan berobat. Dari analisis ini pula diketahui bahwa faktor adanya cacat akibat penyakit kusta memberikan kontribusi yang paling besar pengaruhnya diantara ke 6 faktor yang berpengaruh tersebut.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
H. Bachtiar Oesman
Abstrak :
Kusta masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang dengan dampak yang kompleks. Sebagaimana penyakit khronis lainnya maka keteraturan berobat penderita kusta merupakan salah satu masalah pemberantasan penyakit kusta. Oleh karena itu dilakukan penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keteraturan berobat penderita kusta.

Penelitian ini merupakan survey dengan desain kross seksional. Populasi penelitian adalah seluruh penderita kusta yang tercatat di Puskesmas tahun 1909-1991 dan mendapat obat MDT dari Yayasan Bina Sehat Tangerang. Pengambilan sampel dengan simple random sampling. Besar sampel 255.

Dari 17 variabel yang diteliti didapat 4 variabel yang berhubungan dengan keteraturan berobat yaitu kepercayaan penderita, persepsi jarak, kelainan kulit, cara mendapatkan obat. Penderita yang teratur berobat 78.4% . Dari hasil nilai Odds yang tinggi ternyata kepercayaan penderita dan persepsi jarak selalu muncul dalam berbagai kombinasi variabel. Dari perhitungan Exposed Attributable risk diperoleh hasil kepercayaan 85.767% , persepsi jarak 63.42% , kelainan kulit 86.42% , Cara mengambil obat 64.58%.

Keteraturan berobat penderita kusta di Kabupaten Tangerang cukup tinggi. Faktor yang mempunyai peran besar dalam keteraturan berobat adalah kepercayaan penderita dan kelainan kulit.

Disarankan untuk meningkatkan keterampilan petugas dalam memotivasi penderita, mengintensifkan pencarian penderita baru, mendekatkan tempat mengambil obat kepada penderita dan tetap menjalin kerja sama.dengan pihak swasta.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kamariah
Abstrak :
Penyakit kusta di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan masyarakat. Di samping besamya masalah di bidang rnedis juga masalah sosial yang ditimbulkan oleh penyakit ini. Menghadapi masalah ini, organisasi kesehatan dunia (WHO) telah menetapkan agar pada tahun 2000 penyakit kusta tidak lagi merupakan masalah kesehatan masyarakat dengan prevalensi rate kurang dari 1 per 10.000 penduduk. Penurunan prevalensi rate ini dapat dicapai dengan upaya peningkatan proporsi penderita kusta yang herobat taeratur dalaxn periode waktu tertentu. Pencapaian persentase keteraturan berobat atau RPT rate pcnderita kusta di Kabupaten Aceh Besar pada tahun 1998 (PB: 93,7 %; MB: 91,3 %). Angka ini relatif lebih tinggi dad target RPT rate nasional yaitu 90 % balk untuk penderita ripe PB maupun MIB. Beberapa penelitian, Salah satunya di Tangerang menunjukkan bahwa RFT Rate (1993) mencapai 78,4%, yang berbeda dengan angka keteraturan berobat yang diperoleh dari pencatatan dan pelaporan (RPT Rate : 90%). Prevalensi Rate Kabupaten Aceh Besar cendenmg menunm dari tahun ke tahun, tetapi belum mencapai target Prevalensi Rate yang ditargetkan oleh WHO yaitu kurang dari 1 per 10.000 penduduk. Namun hal ini berbeda dengan penemuan penderita baru yang cenderung meningkat. Berdasarkan kenyataan ini maka dilakukan penelitian yang rnengkaji bagaimana gambaran keteratumn berobat yang sebenamya dari penderita kusta di Kabupaten Aceh Besar dan hubungannya. dengan faktor-faktor yang diasumsikan melatar belakangi keteraturan berobat penderlta kusta, yaitu faktor umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, keyakinan, sikap, jarak, ketersediaan obat, peran petugas, dan peran keluarga.Penelitian dilakukan di Kabupaten Aceh Besar dengan desain cross sectional dan menggunakan data primer. Responden berjumlah 134 orang yang merupakan seluruh populasi yang memenuhi kriteria sebagai sampel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi responden yang teratuzr berobat adalah 74,6 % (95 % CI; 67,2 % - 82,0 %)_ Secaxa statistik diperoleh hubungan yang bermakna antara keteraturan berobat dengan faktor pengetahuan (OR: 6,73i6;95 % CI: 2,540 - l7,855), keyakinan (OR: 7,169; 95 % CI: 1,167 - 44,040 ), sikap (OR: 4,481; 95 % CI: 1,458 - 13,773 ), dan peran petugas (OR: 3,325; 95 % CI: 1,195 - 9,248). Dari empat falctor yang berhubungan tersebut, maka faktor pengetahuan merupakan faktor yang paling berhubungan dengan keteraturan berobat. Diperlukan pendidikan kesehatan yang persuasif dengan menggunakan orang yang berpengalaman dalam kesembuhan kusta sebagai pendidik ( Imitation by vicarious learning ).Per1u juga peningkatan kemampuan petugas dalam metode pendidikan dan penyuluhan rnelalui program pendidikan kcsehatan, dan melaksanakan studi eksperimental, untuk melakukan uji cuba beberapa. model yang berkaitan dengan pendidikan kesehatan yang bersifat persuasif, Hasil studi ini dapat digunakan untuk mendukung program intervensi yang akan meningkatkan RFT Rate.
Leprosy is still a public health problem in Indonesia Besides the medical problems, leprosy disease also gives many social problems. To overcome all those problems ,World Health Organization ( WHO) declared elimination of leprosy by the year 2000,mea.ns leprosy will not be a public health problem anymore when the prevalence rate is less than l per 10.000 population Decreasing prevalence rate could be achieved by increasing the proportion of leprosy patients who could complete the treatment regularly within adequate period of time. The number of patients finished treatment during adequate period of time or RPT rate of leprosy patients in Aceh Besar district in 1998 was relatively high (PB: 93.'7%; MB: 91.3% ). This figure is higher compare to the national target, which is 90 % for both PB and MB types. Several studies, which one of them conducted in Tangerang (1993) showed that RFT Rate was 78,4%, it was different to compliance rate gathered from recording and reporting'(RFl` Rate was 90%). Prevalence Rate in Aceh Besar District tended to decrease from year to year, but it has not reached the Prevalence Rate targeted by WHO, that are less than 1 per 10.000 people. This was different to new cases tinding that tended to increase. Based on this face this study aims to ?rind out the real pictures of the treatment compliance of leprosy patients in Aceh Besar district, and some factors related to the treatment compliance of leprosy patients such as age, sex, education, job, knowledge, confidence, attitude, distance, availability of drugs/MDT, the role of health providers and the role of the patients family. The study was conducted in Aceh Besar district and designed as cross sectional study using primary data. The number of respondents was 134, which was all the population who full [ill the criteria. The study result shows that the proportion of respondent with compliance of treatment was 74.6% (95%CI1 67.2% - 32.0%)_ Statistically the correlation was significant between the compliance of treatment and the knowledge ( OR: 6.736 ; 95%CI 1 2-540 - 17.855 ), the confidence ( OR: 7.169 ; 95%Ci 1 1.167 - 44.040 ), the attitude ( OR 1 4.481 ; 95%CI 1 1.453 - 13-774 ) , and the role of health providers ( OR 1 3.325 ; 95%CI 1 1.195 - 9.243 ). Out of four factors, knowledge is the most factor related to the compliance oftreatment. It is needed to do persuasive health education such as Imitation by Vicarious Leaming using ex leprosy patient. It is also important to improve the capability of health providers in giving health education through formal health school, and conduct an experimental study to try out some models regarding the persuasive health education. The result of the study could be used to support the intervention which could improve RPT Rate.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2000
T3742
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ginting, Elyanna M.P.
Abstrak :
Kusta merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena Indonesia merupakan negara yang memiliki posisi ketiga sebagai negara terbanyak pengidap kusta. Di Propinsi Jawa Timur penyakit kusta tersebar di 14 Kabupaten/Kota , diantaranya Kabupaten Gresik. Jumlah kasus kusta di Kabupaten Gresik terdiri dad 174 kasus tahun 2004 menjadi 166 kasus tahun 2005. Dilihat dari tipe kusta yang ada di Kabupaten Gresik lebih dominan tipe kusta multibasiler (MB) yang merupakan tipe menular yaitu 84,7% pada tahun 2004 dan 81 % pada tahun 2005, selain itu penderita baru yang ditemukan 12,3% pada tahun 2004 dan 14% pada tahun 2005 sudah mengalami kecacatan tingkat dua. Pendekatan spasial di sektor kesehatan merupakan pendekatan baru yang berarti pembangunan kesehatan berorientasi problem dan prioritas masalah kesehatan (lingkungan) secara spasial. Mengacu pada terminology spasial bahwa penyakit tidak mengenal batas administrasi namon lebih mengenal ekosistem maka dilakukan penelitian spasial kejadian kusta di Kabupaten Gresik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penyebaran penyakit kusta di wilayah Kabupaten Gresik tahun 2004-2005 dan mengetahui bagaimana hubungan faktor risiko dengan penyebaran penyakit kusta di wilayah Kabupaten Gresik. Desain penelitian ini merupakan studi korelasi ekologi dengan pendekatan spasial dengan variabeI penelitian berdasarkan kondisi demografi (kepadatan penduduk), kondisi sosial ekonomi (keluarga miskin), kondisi hunian (lantai tanah), kasus kontak intensif, dan kerapatan jaringan jalan di Kabupaten Gresik tahun 2004-2005. Populasi penelitian adalah seluruh kecamatan di wilayah Kabupaten Gresik kecuali dua kecamatan di kepulauan terpencil, sehingga tidak dilakukan pemilihan sampel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tahun 2004-2005 semua wilayah endemis penyakit kusta. Iklim di Kabupaten Gresik merupakan iklim tropis basah dengan suhu rata -rata 28,51 °C ( 2004) dan 28,63 °C ( 2005) dengan kelembaban 74,17% ( 2004) dan 74,8 % (2005). Pola spasial demografi, penyebaran penyakit kusta banyak terdapat di daerah dengan kepadatan penduduk > 3000 jiwalkm2. Pola spasial kondisi rumah human, kusta banyak terdapat di rumah yang berlantai tanah > 2000 rumah di daerah utara dan selatan Gresik. Pola spasial sosial ekonomi, penyebaran kusta banyak terdapat di kecamatan yang memiliki banyak keluarga miskin > 3000 KK yaitu di utara, tengah dan selatan Gresik. Pola spasial kusta kontak intensif dengan penyebaran kusta banyak terdapat di Kecamatan Panceng, Cerme (2004) dan Kecamatan Panceng dan Wringin Anom (2005). Pola spasial kerapatan jaringan jalan, kasus kusta banyak terdapat di kerapataiA jaringan jalan sedang. Pola spasial potensi penyebaran kusta, seluruh wilayah berpotensi sedang kecuali Kecamatan Menganti, Gresik dan Kebomas berpotensi tinggi.
Leprosy is the important public health problem because Indonesia is a country which has the third position of the most country that has many lepers. Leprosy disease is spread over at 14 sub-provinces in province of East Java, one of them is sub-province of Gresik. Leprosy cases number in sub-province of Gresik are 174 cases in 2004 and became 166 cases in 2005. Seen from leprosy type that exists in sub-province of Gresik, multibasiler (MB) is more dominant. It is an infectious disease that is 84,7 % in 2004 and 81 % in 2005, besides found a new patient as the second handicap that is 2,3 % in 2004 and 14 % in 2005. Spatial method in health sector is a new method which means a health development is a problem oriented and a problem priority of health (environment) spatially. According to terminology spatial that disease does not recognize an administration limit but it is more recognize an ecosystem, therefore it is conducted a spatial research of leprosy occurrence in sub-province of Gresik. This research purposes to find a spreading of leprosy disease in sub-province of Gresik, 2004-2005 and a relationship between risk factor and spreading of leprosy disease in sub-province of Gresik. This research used an ecology correlation study design by a spatial method with research variable based on condition of demography (massive population), economic social (poor family), dwelling (ground floor), intensive contact case, and closeness of road network in sub-province of Gresik, 2004-2005. Research population is all of districts in sub-province of Gresik except two districts in outlying archipelago, so it is not conducted a sample election. Research result indicated that all of endemic areas were leprosy diseases in 2004-2005. Sub-province of Gresik is a wet tropical climate with mean temperature is 28,51 °C (2004) and 28,63°C (2005), damp is 74,17 % (2004) and 74,8 % (2005). Spatial design of demography, spreading of leprosy disease found at area with a massive population are more than 3000 peoplelkm2. Spatial design of dwelling house condition, leprosy found at house with ground floor are more than 2000 houses in the north and south of Gresik. Spatial design of economic social, spreading of leprosy found at district owning many poor families are more than 3000 KK that is in the north, and south of Gresik. Spatial design of intensive contact leprosy, spreading of leprosy found at district of Panceng, Cerme (2004) and district of Panceng and Wringin Anom (2005). Spatial design of closeness of road network, leprosy cases found at closeness of road network of Spatial potency spreading of leprosy, all regions have potency except district of Menganti, Gresik and Kebornas have high potency.
Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T19124
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Qaira Anum
Abstrak :
Kusta sampai sekarang masih merupakan masalah kesehatan dunia, khususnya di negara sedang berkembang termasuk di Indonesia. Walaupun. Indonesia pada tahun 2000 sudah dapat mencapai eliminasi kusta, namun sampai tahun 2005 masih ada 12 provinsi dan 155 kabupaten yang belum mencapai eliminasi. Sehingga untuk mencapai eliminasi ini di semua negara pada tahun 2005, maka WHO (World Health Organization) tahun 1999 membentuk Global Alliance for the Elimination of Leprosy (GAEL). Selama tahun 2004 di Indonesia ditemukan 18.549 kasus kusta baru dan 12.936 penderita di antaranya adalah kusta multibasiler (78,2%). Tahun 2002 angka prevalensi penderita kusta di Indonesia 0,92 dan tahun 2003 menurun menjadi 0,86 tapi kemudian naik lagi pada tahun 2004 menjadi 0,93. Data ini memperlihatkan bahwa angka prevalensi kusta yang naik turun merupakan suatu masalah yang harus diatasi. Masalah penyakit kusta diperberat dengan kompleksnya epidemiologi dan banyaknya penderita kusta yang mendapat pengobatan ketika sudah dalam keadaan carat. Keadaan tersebut terjadi sebagai aktbat stigma dan kurangnya pemahaman tentang penyakit kusta dan akibatnya untuk sebagian besar masyarakat lndonesia. Dampak keterlambatan pengobatan kusta adalah penularan terus berjalan, sehingga kasus baru banyak berrnunculan. Keadaan ini tentu akan menghambat pencapaian tujuan program pemberantasan penyakit kusta. Mengingat kondisi tersebut perlu satu sistem pemberantasan secara terpadu dan menyeluruh, di antaranya adalah pengobatan yang tepat sesuai dengan klasifikasi kusta.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T21449
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sibagariang, Renta Nilawati
Abstrak :
ABSTRAK
Stigma terhadap penderita kusta masih mempakan masalah utama di Indonesia, dimana hal ini secara program berdampak pada keterlambatan pendedta untuk diobati dan secara individu bcrdampak negatif pada kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya. Namun sampai saat ini masih sangat sedikit penelitian yang menggali masalah stigma masyarakat terhadap penderita kusta. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi yang mendalam tentang pcngetahuan, persepsi, kepercayaan, sikap masyarakat terhadap pendenta kusta yang berhubungan dengan teljadinya stigma terhadap penderita kusta. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Simpenan Kabupaten Sukabumi dengan menggunakan metode kualitatiil dimana pengumpulan data dilakukan dengan telaah dokumen, Focus Group Discussion (FGD), dan wawancara rnendalam. lnforman kunci terdiri dari wasor kusta, juru kusta, tokoh masyarakat, penderita kusta, mantan penderita kusta, dan infonnan terdiri dari petugas kcschatan di puskesmas dan masyarakat non pcnderita kusta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa teljadinya stigma bcrhubungan dengan pengetahuan yang rendah temang cara penularan pcnyakit kusta, persepsi bahwa penyakit kusta adalah penyakit yang sangat menular dan dapat menyebabkan mutilasi bahkan kematian. Terjadinya stigma di Kecamatan Simpenan juga berhubungan dcngan sikap masyarakat yang takut tertular dan ketika melihat kecacatzm yang mengerikan yang ditimbulkan oleh penyakit kusta. Ditemukan juga bahwa penderita kusta yang cacat mendapatkan perlakuan negatif yang Iebih berat dibanding dengan penderita yang lidak cacat Selain itu ditemukan juga bahwa penderita kusta dcngan tingkat kecacatan yang sama namun bcrbeda status sosial ckonominya, akan mendapatkan perlakuan negatif yang berbeda pula. Dengan demikian disarankan untuk meningkatkan pengetahuan melalui KIE dcngan metode dan media yang diinginkan kepada seluruh lapisan masyarakat dan petugas kesehatan. Lcbih lanjut, penemuan dan pengobatan penderita secara dini oleh petugas kesehatan dan dibantu dengan peranserta tokoh masyarakat mennpakan hal yang esensial.
ABSTRACT
Stigma related to leprosy is still a big problem in Indonesia, where regarding to leprosy control program it influences to patient delay for treatment and regarding to person affected it aH`eets negatively to his/her physical, mental, social and economic status. Particularly, studies that have explored stigma in community toward people aifected leprosy are rare. The purpose this study was to get deep information of knowledge, perception, belief, attitude of community toward people affected leprosy relating to occurrence of stigma. It is based on qualitative study conducted at Simpenan, in Sukabumi district where data collecting were obtained through document observation, Focus Group Discussion (FGD), and in-depth interview. Key informant of this study consists of district leprosy supervisor, leprosy health worker, community leader, people affected leprosy, ex-leprosy patient and others informant are health worker at hea.lth center and community (non people affected leprosy). This study shows that the occurrence of stigma are related to lack of knowledge about the course of infection of the disease, perception that leprosy is very contagious disease and might caused mutilation and death. The occurrence of stigma in Simpenan also related to community attitude who afraid of to be contracted and Scare t0 the appearance of terrible impainnent due to leprosy. Also found that people affected with disability get more negative treatment from community compare to people affected without disability. it is highlight further that even with similar grade of disability, social-economical differentiation makes significant difference on treatment by community. Therefore it suggests to improve knowledge of community and health workers through IEC which use appropriate media and method. One most important in preventing of disability is to find and treat patient timely by health worker with community leader participation.
2007
T34519
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulia Siskawati
Abstrak :
Latar belakang: Multidrug therapy (MDT) merupakan kombinasi obat yang aman dan efektif untuk pengobatan kusta, yang antara lain bertujuan untuk mencegah resistensi obat. Resistensi obat MDT, khususnya rifampisin, penting karena dapat menggagalkan program pengendalian penyakit kusta oleh WHO. Diduga salah satu faktor pencetusnya adalah kepatuhan pengobatan pasien yang buruk, sehingga perlu dilakukan penelitian guna mengetahui kejadian resistensi rifampisin pada pasien kusta tipe MB berdasarkan kepatuhan pengobatan baik dibandingkan kepatuhan kepatuhan pengobatan buruk. Tujuan: Mengetahui perbandingan kejadian resistensi rifampisin pada pasien kusta tipe MB berdasarkan kepatuhan pengobatannya. Metode: Dilakukan penelitian analitik dengan rancangan penelitian comparative cross sectional pada pasien kusta tipe multibasiler. Sampel diambil dari kerokan kulit pada pemeriksaan slit skin smear, kemudian dilakukan analisis dengan teknik PCRsequencing. Hasil: Terdapat 57 subyek penelitian (SP) yang diikutsertakan pada penelitian ini. Pada kelompok kepatuhan pengobatan baik (29 SP), resistensi rifampisin terjadi pada 1 SP (3,4%). Sedangkan pada kelompok kepatuhan pengobatan buruk (28 SP), ditemukan 8 sampel (28,6%) dengan M. leprae yang resisten terhadap rifampisin. Kejadian resistensi M. leprae terhadap rifampisin pada kepatuhan pengobatan buruk lebih tinggi dibandingkan dengan kepatuhan pengobatan baik (OR= 11,2; 95% IK=1,296-96,787; p=0,012). Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan kejadian resistensi M. leprae terhadap rifampisin pada kepatuhan pengobatan buruk 11 kali lebih tinggi dibandingkan dengan kepatuhan pengobatan baik. ...... Background: Multidrug therapy (MDT) is a combination of safe and effective drugs for the treatment of leprosy which have additional aim to prevent drug resistance. MDT resistance, especially to rifampicin, is very important as it could prevent the target to eliminate leprosy by the WHO. One of the suspected causes of resistance is poor drug compliance by the patient; therefore it is necessary to perform a study to assess the prevalence or rifampicin? resistance on multibacillary (MB) type leprosy patients based on good compare to poor drug compliance. Purpose: To compare the prevalence of rifampicin? resistance on MB type leprosy patients based on drug compliance. Methods: Analytical study was performed with comparative cross sectional design on MB type leprosy patients. Samples were taken from skin smear on slit skin smear examination, which then analyzed with PCR sequencing technique. Results: 57 study subjects were enrolled in this study. On good drug compliance group (29 subjects), only 1 resistance (3,4%) was found. Meanwhile on poor drug compliance group (28 subjects), there are 8 resistance (28,6%) cases found. Mycobacterium leprae resistance to rifampicin? was found significantly higher on poor compliance patient group compared to the good compliance group. (OR= 11,2; 95% IK= 1,296-96,787; p=0,012). Conclusion: This study revealed that the prevalence of Mycobacterium leprae resistance to rifampicin? group of patients with po.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8   >>