Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sri Harsodjo Wijono S.
"Untuk meningkatkan obat tradisional menjadi sediaan obat fitofarmaka diperlukan penelitian mengenai kandungan kimia tumbuhan obat. Pada studi ini telah dilakukan isolasi dan identifikasi senyawa asam fenolat yang terdapat di dalam daun katu yaitu darun yang sering digunakan untuk pengobatan tradisional. Dari ekstrak ethanol 95% daun katu dapat diisolasi senyawa asam fenolat dengan cara fraksinasi sinambung menggunakan ether, dengan dan tanpa proses hidrolis. Fraksi eter kemudian dianalisis dengan menggunakan kromatografi kertas dua dimensi dengan larutan pengembang pertama asam aseta 2% dalam air dan larutan pengembang kedua benzene-asam asetat-air (60:22:1,2) dengan penampak bercak sinar ultra violet larutan diaze p-nitroanilin, sedangkan untuk memperjelas hasil disemprot dengan natrium karbonat 15%. Dari hasil identifikasi diperoleh asam fenolat, asam para hidroksi benzoate, asam ferulat, asam kafeat dan asam vanilat. Kecuai itu masih ditemukan lebih dari 7 bercak yang diduga sebagai asam fenolat. Setelah dilakukan analisis kuantitatif dengan menggunakan spektrofotodensitometer terhadap 4 jenis asam fenolat yang teridentifikasi maka diketahui bahwa asam p-hidroksibenzoat mempunya prosentasi tertinggi.

Isolation and Identification of Fenolic Acid in Katu Leaves (Sauropus Androgynus (L.) Merr. ). To improve traditional drugs in changing to fitofarmaka studies should be conducted on the chemical content of plants used as drugs. In this study, fenolic acid compounds in katu leaves, which are used for traditional medicine, were isolated and identified. From 95% ethanol extracts of katu leafs could be isolated a fenolic acid compound through continuous fraction using ether, with or without hydrolysis process. The ether fraction was then separated with the two dimension paper chromatography. The first solution developed was 2% acetic acid in water, and the second was benzene-acetic acid?water (60 : 22 : 1,2). Spots were identified with ultraviolet light, diazo p-nitroaniline solution and to enhance the color 15% sodium carbonate was sprayed. After separation p-hidroxy benzoid acid, ferulic acid, cafeic acid and vanilic acid were identified. In addition more than 7 spots were found which were supposed to be fenolic acids. Quantitative analysis was done using the spectrophotodensitometer for 4 kinds of identified fenolic acids. The highest percentage in katu leafs was p-hydroxibenzoid acid."
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Sains dan Teknologi Nasional, 2004
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fransiska Milaniati Pratiwi
"Efek samping yang ditimbulkan oleh obat - obatan sintetis untuk penderita hiperkolesterol saat ini membuat berkembangnya pengobatan alternatif dengan menggunakan tanaman herbal. Keji beling (Strobilanthes cripa) merupakan salah satu herbal yang berpotensi sebagai bahan obat penurun kolesterol karena mengandung senyawa golongan fitosterol. Upaya untuk mengoptimalkan efisiensi penyerapan ekstrak daun keji beling dalam tubuh adalah dengan cara penyalutan (enkapsulasi) dan menjadikannya ukuran nanopartikel dengan ultrasonikator. Ekstraksi dilakukan dengan alat MAE (Microwave Assisted Extraction) selama 15 menit dan suhu 75oC. Pelarut etanol 70% (pharmacy grade) digunakan untuk menjamin keamanan klinis. Hasil randemen ekstraksi dengan etanol 70% yaitu sebesar 21,25%. Uji kualitatif kandungan fitosterol dalam ekstrak dengan reagen LB menghasilkan perubahan warna menjadi hijau kebiruan sedangkan uji dengan metode KLT menghasilkan Rf 0,85. Sedangkan uji kualitatif flavonoid dengan metode wilstater menghasilkan warna merah pada ekstrak. Pembuatan nanopartikel ekstrak daun keji beling meliputi variasi konsentrasi kitosan dan natrium tripolifosfat (STPP). Penentuan hasil terbaik dilakukan dengan menganalisis hasil efisiensi penyalutan, loading capacity, morfologi dan ukuran nanopartikel (dengan FE-SEM) serta aktivitas penurunan kolesterol. Komposisi kitosan dan STPP yang terbaik dalam pembuatan nanopartikel adalah 1% : 1,5% (b/v). Hasil efisiensi penyalutan yang didapatkan sebesar 90,49% fitosterol dan 90,51% untuk flavonoid. Beberapa senyawa golongan flavonoid yang terdapat dalam ekstrak kasar daun keji beling dan memiliki aktivitas penurunan kolesterol yang bersinergi dengan fitosterol seperti catechin dan kuersetin. Loading capacity yang dihasilkan sebesar 24,57% dan diameter sekitar 94,16 - 175,7 nm dengan morfologi permukan yang halus, cembung namun tidak bulat. Analisa FTIR yang telah dilakukan menunjukkan berhasilnya terbentuk nanopartikel kitosan-STPP karena terdapat gugus P=O (crosslink kitosan-TPP). Penyalutan senyawa aktif juga berhasil dilakukan dengan melihat bertambahnya gugus fungsi pada spektrum nanopartikel kitosan terisi. Pengujian penurunan kolesterol secara in-vitro dengan metode Rudel dan Morris (1973) menunjukkan bahwa kemampuan ekstrak murni 0,3 mg mampu menurunkan kolesterol sebesar 46,3% sedangkan ekstrak dalam ukuran nano sebesar 78,21%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ukuran nano dapat mengurangi dosis pemakaian obat karena memiliki kemampuan penurunan kolesterol yang lebih baik.

Side effects caused by synthetic drugs for hypercholesterolemia’s patients are currently making the development of alternative medicine using herbs. Keji beling (Strobilanthes cripa) leaf is one of the herbs that have the potential as a cholesterol-lowering drug because it has phytosterols compound on it. Efforts to optimize the efficiency of absorption of Keji Beling leaf extract in the body is by coating (encapsulation) and make it to be nanoparticle size by ultrasonicator. Extraction process used Microwave Assisted Extraction (MAE) instrument for 15 minutes and the temperature of 75oC. Extraction rendement’s result with ethanol 70% was 21,25%. The results are larger than the solvent n-hexane technical. Qualitative assay of phytosterol content in the extract with LB reagent changed the colour of extract (green-brown) to be blue-green while Rf phytosterol identification with TLC method was 0,85. Qualitative assay of flavonoid using wilstater method produced red color in the extract. Preparation of extract nanoparticles included variations in the concentration of chitosan and sodium tripolyphosphate (STPP). Determination of the best results by analyzing the results of the encapsulation efficiency, loading capacity, morphology and size of nanoparticles (with FE-SEM instrument), and cholesterol-lowering activity. The best ratio composition of chitosan and STPP in this research was 1% : 1,5% (w/v). Encapsulation efficiency result of the best composition was 90,49% for phytosterol and 90,51% for flavonoid. Some flavonoid compounds contained in the crude extract of the Keji Beling leaves have cholesterol-lowering activity in synergy with phytosterols such as catechin and quercetin. Loading capacity in this encapsulation process was 24.57%. Diameter nanoparticle had a range between 94.16 to 175.7 nm with a smooth surface morphology, convex but not round. FTIR analysis that has been done showing the success of the crosslinking between chitosan – STPP to make nanoparticle form because there was a group P=O. Active compound encapsulation also successfully carried out by seeing an increasing spectrum of functional groups on the chitosan nanoparticles loaded. In vitro assay for decreasing cholesterol concentration by Rudel and Morris method (1973) showed that %decreasing cholesterol of 0,3 mg crude extract was 46,03%, while the extract in nano-sized was 78,21%. These result indicate that the nanoparticle can reduce the dose of the drug because it has the ability to decrease cholesterol better.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S54978
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajri Muhammad
"Binahong merupakan tanaman yang sudah diketahui oleh masyarakat luas dan sudah diteliti akan manfaatnya sebagai tanaman obat atau tanaman herbal dalam pengobatan pada luka dan penyakit yang disebabkan oleh bakteri, karena memiliki zat bioaktif, yang salah satunya adalah flavonoid. Jenis flavonoid yang terkandung pada daun binahong adalah 8-Glucopyranosyl-4?5?7-trihydroxyflavone (Vitexin). Ekstraksi flavonoid dari daun binahong sudah mulai dikembangkan dan dibuktikan khasiatnya. Namun, penelitian mengenai ekstraksi daun binahong dan zat bioaktif lainnya masih menggunakan pelarut organik, dimana tidak baik untuk tubuh dan dapat mencemari lingkungan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka dikembangkan pelarut yang memiliki sifat ramah lingkungan dan tidak berbahaya untuk tubuh, yaitu NADES (Natural Deep Eutectic Solvent). NADES terbuat dari bahan alami seperti glukosa, sehingga bersifat ramah lingkungan. Uji ekstraksi flavonoid (Vitexin) dari berbagai tanaman dengan menggunakan NADES sudah mulai dikembangkan, namun untuk ekstraksi flavonoid dari daun binahong menggunakan NADES belum dilakukan. Pada penelitian ini akan dilakukan ekstraksi Vitexin dari daun binahong menggunakan NADES berbasis Betain - 1,4 Butanediol (1:3). Ekstraksi dilakukan dengan metode pengadukan menggunakan variasi waktu dan suhu untuk mengetahui yield yang baik dan efisien. Yield akan dianalisa secara kualitatif maupun kuantitatif menggunakan HPLC. Yield berdasarkan variasi waktu pada suhu ruang (27oC) optimal pada jam ke-4, mencapai 0.0046%. Untuk variasi suhu ekstraksi, optimal pada suhu 55oC menit ke-90, mencapai 0.02%, lebih tinggi dibandingkan hasil optimal ekstraksi menggunakan Etanol yang mencapai 0.01% pada jam ke-6. Penelitian ini menunjukkan potensi yang bagus dari NADES sebagai pelarut alternatif untuk mengekstraksi berbagai senyawa bioaktif.

Binahong is a plant that is already known by the public and has been studied to be useful as a medicinal plant or herb in the treatment of wounds and diseases caused by bacteria, because it has bioactive substances, which one is flavonoid. Type of flavonoids contained in this leaves is 8-Glucopyranosyl binahong-4'5'7-trihydroxyflavone (Vitexin). Extraction of flavonoids from leaves binahong has been developed and proved the usefulness. However, research on the extraction of leaves binahong and other bioactive substances are still using an organic solvent, which is not good for the body and can pollute the environment. To overcome these problems, then developed a solvent whose properties are environmentally friendly and harmless to the body, namely NADES (Natural Deep Eutectic Solvent). NADES made from natural materials such as glucose, so it is environmentally friendly. Extraction of flavonoids (Vitexin) of various crops by using NADES are already being developed, however, for the extraction of flavonoids from leaves binahong using NADES has not been done. This research will be extracted from the binahong leaves (Vitexin) NADES based from Betain - 1,4 Butanediol (1: 3). Extraction was conducted by stirring using variations of time and temperature to determine the results of the extract was good and efficient. The extract will be analyzed qualitatively and quantitatively using HPLC. Extraction results based on variations of time at room temperature (27oC) optimal on the 4th hour, reaching 0.0046%. For extraction temperature variations, optimal at 55oC in 90 minute, reaching 0.02%, higher than the optimum extract with Ethanol in 4 hour that reach 0.01%. This study shows the great potential of NADES as alternative solvents for extracting various bioactive compounds.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S64155
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Harsodjo Wijono S.
"Senyawa flavonoid yang terdapat dalam ekstrak etanol 95% daun katu diisolasi dengan menggunakan metode Charaux-Paris. Dilakukan fraksinasi ekstrak etanol 95% dengan menggunakan pelarut kloroform, etilasetat dan 3 kali dengan n-butanol, kemudian dari fraksi n-butanol I dilakukan isolasi flavonoid dengan cara kromatografi kertas preparatif dan diidentifikasi dengan spektrofotometer Ultra Violet (UV) dan infrared. Enam senyawa flavonoid berhasil diisolasi, setelah diidentifikasi salah satu senyawa flavonoid tersebut adalah rutin sedangkan 5 senyawa lainnya adalah golongan flavonol OH-3 tersulih atau golongan flavon.

Isolation and Identification of Flavonoid in Katu Leaf (Sauropus androgynus (L.) Merr. Flavonoids in 95% ethanol extract of katu leaf were isolated using Charaux-Paris method. Extract of 95 % ethanol was fractionated with chloroform, ethyl acetate and three times with n-butanol. Flavonoids to be isolated from n-butanol I fraction by chromatography paper preparative method, and identified by spectrophotometer UV (Ultra-Violet) and infrared. Six flavonoids were isolated, one of flavonoids identified as rutin, and the other five were flavonol OH-3 conjugated or flavon groups."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2003
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"In 2006, the amounts of seagrass products floating away and depositing were measured by in situ cage experiments in a monospecific seagrass meadow of Enhalus acoroides in Gilimanuk Bay,Bali Island....."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Immatania Armansyah
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh aplikasi gel dengan ekstrak daun sirih dan perbedaan konsentrasi ekstrak daun sirih dalam gel terhadap kekasaran permukaan email gigi. Penelitian ini menggunakan 18 email gigi sapidiaplikasikan gel ekstrak daun sirih konsentrasi 15%, 25%, dan 25%, setiap 4 menit selama 20 menit, 40 menit dan 44 menit.
Dari penelitian ini terdapat penurunan kekasaran permukaan pada kelompok konsentrasi 15% dan 35% setelah 20 dan 40 menitdan peningkatan setelah 44 menit. Pada kelompok konsentrasi 25%, terjadi peningkatan setelah20 menit, lalu penurunan setelah 40 dan 44 menit. Hasil penelitian ini menunjukkan gel dengan ekstrak daun sirih mempengaruhi kekasaran permukaan email gigi. Penggunaan yang paling efektif adalah aplikasi gel dengan konsentrasi 15% selama 3 bulan.

This research was conducted to determine the effect of betel leaves extracts gels application and different concentration of the extract on enamel surface roughness. This study used 18 bovine enamels which was applied by gels containing betel leaves extracts 15%, 25%, and 25%, every 4 minutes for 20 minutes, 40 minutes and 44 minutes.
From this experiment, there was a decrease in surface roughness by the application of gels with 15% and 35% betel leaf extract for 20 dan 40 minutes, and increased after 44 minutes. By the application of gel with 25% betel leaf extract, there was an increase after 20 minutes, but decreased after 40 and 44 minutes. The results of this study is gels containing betel leaf extract affects the surface roughness of tooth enamel. The most effective application was with gel containing 15% of betel leaf extract for 3 months.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S44516
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulkarnain Fatoni
"Penelitian ini didasarkan adanya keluhan dari petani penyadap karet yang mengeluhkanpsiau penyadapnya sering aus, rompal dan retak. Sehinga peneliti mencoba mencari jalan keluarnyadengan membuat pisau baru dari bahan pegas daun mobil (Per bekas).Spesimen dalam penelitian ini ialah pisau penyanyat yang di potong bagian pisaunya, jumlahspesimen adalah 7 buah, salah satunya benda yang telah di pakai, 1 buah dari pandai besi dan 5 buahdibuah sendiri diberi perlakuan panas dengan temperatur bervariasi dari 810 °C, 820 °C, 830 °C, 840°C dan 850 °C.Selanjutnya di lakukan proses quenching dan pengujian kekerasan dengan alat Uji Rockwell, sertastruktur mikro. Data hasil penelitian di analisa dengan teknik deskriptif dan hasil analisa di tampilkandalam bentuk diagram batang.Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa hasil pengujian kekerasan akibat didinginkan lajupendinginan air lebih cepat, karbon yang terjebak dari struktur austenit (FCC) berubah menjadimartensit (BCT) lebih banyak dan austenite sisa pada temperatur kamar yang tidak sempatbertransformasi menjadi martensit lebih sedikit. hal inilah yang menyebabkan kekerasan denganpendingin mengunakan air terjadi.Disarankan agar mengunakan menggunakan temperatur antara 810°C dan 820°C. Agar material yang di peroleh adalah material yang ulet dan keras sehinga mata pisau tidak muda patah dan tumpul"
Palembang: Fakultas teknik Universitas tridinanti palembang, 2016
600 JDTEK 4:1 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rana Hafizhah
"Komposit ramah lingkungan telah berkembang dalam empat dekade terakhir karena kebutuhan terhadap material ramah lingkungan meningkat. Salah satu komposit ramah lingkungan adalah penggunaan serat alam sebagai penguat pada komposit. Indonesia memiliki berbagai macam serat alam, salah satunya serat daun nanas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kandungan serat daun nanas, yang berasal dari Subang, pada sifat tarik dan suhu defleksi komposit polipropilena/serat daun nanas Subang. Serat daun nanas diberi perlakuan awal alkalisasi, sedangkan butiran polipropilena sebagai matriks diekstrusi menjadi bentuk lembaran. Metode pembuatan komposit yang digunakan adalah metode Hot Press.
Hasil uji tarik dan uji Heat Deflection Temperature menunjukkan komposit dengan fraksi berat serat daun nanas 30 wt.% adalah yang terbaik. Nilai nilai kuat tarik, modulus elastisitas an suhu defleksi masing-masing sebesar (64,04 ± 3,91) MPa; (3,976 ± 3,91) GPa dan (156,05 ± 1,77) °C, dengan kenaikan masing-masing 187,36%, 198,60%, 264,72% dibandingkan dengan polipropilena murni. Hasil pengamatan pada permukaan patahan menunjukkan moda kegagalan yaitu serat patah dan kegagalan matriks.

The development of eco-friendly composites has been increasing in the past four decades because the requirement of eco-friendly materials has been increasing. Indonesia has a lot of natural fiber resources and, pineapple leaf fiber is one of those fibers. This experiment aimed to determine the influence of weight fraction of pineapple leaf fibers, that were grown at Subang, to the tensile properties and the deflection temperature of polypropylene/Subang pineapple leaf fibers composites. Pineapple leaf fibers were pretreated by alkalization, while polypropylene pellets, as the matrix, were extruded into sheets. Hot press method was used to fabricate the composites.
The results of the tensile test and Heat Deflection Temperature (HDT) test showed that the composites that contained of 30 wt.% pineapple leaf fiber was the best composite. The values of tensile strength, modulus of elasticity and deflection temperature were (64,04 ± 3,91) MPa; (3,976 ± 3,91) GPa and (156,05 ± 1,77) °C respectively, in which increased 187,36%, 198,60%, 264,72% respectively from the pure polypropylene. The results of the observation on the fracture surfaces showed that the failure modes were fiber breakage and matrix failure.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S64069
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ichsan Pandu Wicaksono
"The organic metal halide perovskite can absorb sunlight and improve the power conversion energy without having high cost of fabrication. However, before perovskite solar cell (PSC) technology is mass marketed, stability, toxicity, and recycling concerns need to be resolved. Green synthesis is an inexpensive alternative, fully accessible technique to produce nanoparticles that is currently being explored in synthesizing TiO2. In this work, natural extracts were obtained by mixing Basella rubra leaves with distilled water or distilled water + Ethanol in a magnetic stirrer for 30 minutes. These extracts were further used as media for synthesizing TiO2 nanoparticles using a precursor of titanium isopropoxide (TTIP). Characterization of the obtained TiO2 nanoparticles was performed by employing X-ray diffraction (XRD), infrared spectroscopy (FTIR), scanning electron microscope (SEM), ultraviolet-visible spectroscopy (UV-Vis), whereas the performance in the perovskite solar cell (PSC) devices was analyzed using a source meter interfaced with a solar simulator. The results showed that the green synthesized TiO2 nanoparticles have an anatase crystal structure with a smaller average crystalline size as compared to their commercial counterpart. Observation using SEM shows that the morphology of the nanoparticles consists of at least two types of particles, namely rugged almost sharp-edged shapes and small uniformly distributed shapes. Absorbance peaks from UV-Vis also confirm the formation of green synthesized TiO2 nanoparticles with a band gap energy of 2.85 eV. To obtain the performance, the I-V curve was analyzed to obtain power conversion efficiency (PCE). In this work, the highest PCE value was obtained from the PSC device fabricated from TiO₂ nanoparticles synthesized using medium of distilled water-GO (0.2467%), distilled water + ethanol-GO (0.1976%), distilled water only (0.0620%), and distilled water + ethanol (0.0355%). The PCE value obtained in this work is still low, probably because of PSC fabrication process that was done in environmental condition only. However, as can be seen from the PCE value, there is a trend that the use of green media in synthesizing TiO2 nanoparticles increases the PCE value, as compared to the commercial TiO2 nanoparticles P25 used as a comparison (0.0259%).

Perovskite halida logam organik dapat menyerap sinar matahari dan meningkatkan efisiensi konversi energi tanpa biaya pembuatan yang tinggi. Namun, sebelum teknologi PSC dipasarkan secara massal, masalah stabilitas, toksisitas, dan daur ulang perlu diselesaikan. Sintesis hijau adalah alternatif yang murah dan teknik yang sepenuhnya dapat diakses untuk memproduksi nanopartikel yang saat ini sedang dieksplorasi dalam sintesis TiO2. Dalam penelitian ini, ekstrak alami diperoleh dengan mencampurkan daun Basella rubra dengan air distilasi atau air distilasi + Etanol dalam magnetic stirrer selama 30 menit. Ekstrak-ekstrak ini selanjutnya digunakan sebagai media untuk mensintesis nanopartikel TiO2 menggunakan prekursor titanium isopropoksida (TTIP). Karakterisasi nanopartikel TiO2 yang diperoleh dilakukan dengan menggunakan X-Ray Diffraction (XRD), Fourier-Transform Infrared (FTIR) spectroscopy, Scanning Electron Microscopy (SEM), dan Ultraviolet-Visible (UV-Vis) spectroscopy, sedangkan kinerja dalam perangkat sel surya perovskite (PSC) dianalisis menggunakan sumber meter yang terhubung dengan simulator surya. Hasilnya menunjukkan bahwa nanopartikel TiO2 yang disintesis secara hijau memiliki struktur kristal anatase dengan ukuran kristalin rata-rata yang lebih kecil dibandingkan dengan rekan komersialnya. Pengamatan menggunakan SEM menunjukkan bahwa morfologi nanopartikel terdiri dari setidaknya dua jenis partikel, yaitu bentuk yang kasar hampir tajam dan bentuk kecil yang terdistribusi secara uniform. Puncak absorbansi dari UV-Vis juga mengonfirmasi pembentukan nanopartikel TiO2 yang disintesis secara hijau dengan energi celah pita sebesar 2,85 eV. Untuk memperoleh kinerja, kurva I-V dianalisis untuk mendapatkan efisiensi konversi daya (PCE). Hasil kurva I-V menunjukkan banyak tanda ketidakstabilan dengan kurva yang memiliki kepadatan arus yang naik dan turun secara sporadis, kemungkinan disebabkan oleh proses pembuatan PSC atau nanopartikel TiO2 yang kurang baik. Nilai PCE tertinggi didapat dari PSC yang difabrikasi dari TiO2 yang disintesis secara hijau dengan pelarut air distilasi + etanol (0,355%) diikuti oleh yan gmenggunakan pelarut air distilasi (0,2467%), yan gmenggunakan pelarut air distilasi + etanol (0,1976%), dan yang menggunakan pelarut air distilasi saja (0,0620%). Bahan TiO2 komersial P25 yang digunakan sebagai perbandingan dalam penelitian ini hanya menghasilkan nilai PCE 0,0259%, relative lebih rendah dibandingkan dengan yang disintesis secara hijau."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ichsan Pandu Wicaksono
"The organic metal halide perovskite can absorb sunlight and improve the power conversion energy without having high cost of fabrication. However, before perovskite solar cell (PSC) technology is mass marketed, stability, toxicity, and recycling concerns need to be resolved. Green synthesis is an inexpensive alternative, fully accessible technique to produce nanoparticles that is currently being explored in synthesizing TiO2. In this work, natural extracts were obtained by mixing Basella rubra leaves with distilled water or distilled water + Ethanol in a magnetic stirrer for 30 minutes. These extracts were further used as media for synthesizing TiO2 nanoparticles using a precursor of titanium isopropoxide (TTIP). Characterization of the obtained TiO2 nanoparticles was performed by employing X-ray diffraction (XRD), infrared spectroscopy (FTIR), scanning electron microscope (SEM), ultraviolet-visible spectroscopy (UV-Vis), whereas the performance in the perovskite solar cell (PSC) devices was analyzed using a source meter interfaced with a solar simulator. The results showed that the green synthesized TiO2 nanoparticles have an anatase crystal structure with a smaller average crystalline size as compared to their commercial counterpart. Observation using SEM shows that the morphology of the nanoparticles consists of at least two types of particles, namely rugged almost sharp-edged shapes and small uniformly distributed shapes. Absorbance peaks from UV-Vis also confirm the formation of green synthesized TiO2 nanoparticles with a band gap energy of 2.85 eV. To obtain the performance, the I-V curve was analyzed to obtain power conversion efficiency (PCE). In this work, the highest PCE value was obtained from the PSC device fabricated from TiO₂ nanoparticles synthesized using medium of distilled water-GO (0.2467%), distilled water + ethanol-GO (0.1976%), distilled water only (0.0620%), and distilled water + ethanol (0.0355%). The PCE value obtained in this work is still low, probably because of PSC fabrication process that was done in environmental condition only. However, as can be seen from the PCE value, there is a trend that the use of green media in synthesizing TiO2 nanoparticles increases the PCE value, as compared to the commercial TiO2 nanoparticles P25 used as a comparison (0.0259%).

Perovskite halida logam organik dapat menyerap sinar matahari dan meningkatkan efisiensi konversi energi tanpa biaya pembuatan yang tinggi. Namun, sebelum teknologi PSC dipasarkan secara massal, masalah stabilitas, toksisitas, dan daur ulang perlu diselesaikan. Sintesis hijau adalah alternatif yang murah dan teknik yang sepenuhnya dapat diakses untuk memproduksi nanopartikel yang saat ini sedang dieksplorasi dalam sintesis TiO2. Dalam penelitian ini, ekstrak alami diperoleh dengan mencampurkan daun Basella rubra dengan air distilasi atau air distilasi + Etanol dalam magnetic stirrer selama 30 menit. Ekstrak-ekstrak ini selanjutnya digunakan sebagai media untuk mensintesis nanopartikel TiO2 menggunakan prekursor titanium isopropoksida (TTIP). Karakterisasi nanopartikel TiO2 yang diperoleh dilakukan dengan menggunakan X-Ray Diffraction (XRD), Fourier-Transform Infrared (FTIR) spectroscopy, Scanning Electron Microscopy (SEM), dan Ultraviolet-Visible (UV-Vis) spectroscopy, sedangkan kinerja dalam perangkat sel surya perovskite (PSC) dianalisis menggunakan sumber meter yang terhubung dengan simulator surya. Hasilnya menunjukkan bahwa nanopartikel TiO2 yang disintesis secara hijau memiliki struktur kristal anatase dengan ukuran kristalin rata-rata yang lebih kecil dibandingkan dengan rekan komersialnya. Pengamatan menggunakan SEM menunjukkan bahwa morfologi nanopartikel terdiri dari setidaknya dua jenis partikel, yaitu bentuk yang kasar hampir tajam dan bentuk kecil yang terdistribusi secara uniform. Puncak absorbansi dari UV-Vis juga mengonfirmasi pembentukan nanopartikel TiO2 yang disintesis secara hijau dengan energi celah pita sebesar 2,85 eV. Untuk memperoleh kinerja, kurva I-V dianalisis untuk mendapatkan efisiensi konversi daya (PCE). Hasil kurva I-V menunjukkan banyak tanda ketidakstabilan dengan kurva yang memiliki kepadatan arus yang naik dan turun secara sporadis, kemungkinan disebabkan oleh proses pembuatan PSC atau nanopartikel TiO2 yang kurang baik. Nilai PCE tertinggi didapat dari PSC yang difabrikasi dari TiO2 yang disintesis secara hijau dengan pelarut air distilasi + etanol (0,355%) diikuti oleh yan gmenggunakan pelarut air distilasi (0,2467%), yan gmenggunakan pelarut air distilasi + etanol (0,1976%), dan yang menggunakan pelarut air distilasi saja (0,0620%). Bahan TiO2 komersial P25 yang digunakan sebagai perbandingan dalam penelitian ini hanya menghasilkan nilai PCE 0,0259%, relative lebih rendah dibandingkan dengan yang disintesis secara hijau."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>