Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kadek Agus Satria Darma Putra
"Penelitian ini mengkaji penandatanganan akta segera oleh notaris setelah akta dibacakan kepada para penghadap, saksi, dan notaris. Pembacaan akta adalah wajib dilakukan oleh notaris untuk menjalankan tugas dan jabatannya menjadi seorang notaris. Setelah pembacaan akta diikuti dengan kewajiban penandatanganan akta sebagai syarat sahnya suatu perjanjian. Penandatanganan akta wajib dilakukan oleh para penghadap kemudian saksi dan notaris agar memenuhi sifat otentisitas akta sesuai dengan bentuk dan unsur akta autentik dalam Pasal 38 Undang-Undang Jabatan Notaris. Dalam hal ini masih ada ditemukan oleh Majelis Pengawas Daerah khususnya di Kota Tangerang Selatan notaris yang tidak melakukan tanda tangan pada akta dari hasil pemeriksaan Majelis Pengawas Daerah Kota Tangerang Selatan. Dampak dari tidak ditandatangani akta segera oleh notaris adalah hilangnya kekuatan pembuktian akta autentik yang sempurna menjadi akta dibawah tangan karena tidak melaksanakan Verlijden akta sehingga merugikan para pihak yang tertuang di dalam akta dan akan meminta ganti kerugian berupa perdata kepada notaris. Dalam Penelitian ini menggunakan metode wawancara kepada informan yang khusus pada bidangnya dalam pengambilan data. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa keharusan penandatanganan wajib dilakukan di dalam Pasal 16 Ayat (1) huruf m dan Pasal 44 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN). kata segera di dalam Pasal 44 UUJN merupakan satu satu kesatuan dan satu nafas akan pembacaan akta dan penandatangan yang dilakukan sebagai bagian dari Verlijden akta notaris. Majelis Pengawas Daerah juga dapat merekomendasikan sanksi kepada notaris yang tidak menandatangani aktanya dengan segera dengan teguran, teguran lisan, dan dapat diberhentikan sementara.

This study examines the signing of the deed immediately by the notary after the deed is read to the witnesses, witnesses, and notaries. The reading of the deed is mandatory by a notary to carry out his duties and position as a notary. After the reading of the deed is followed by the obligation to sign the deed as a condition of the validity of an agreement. The signing of the deed must be done by the witnesses and then witnesses and notaries in order to fulfill the nature of the authenticity of the deed in accordance with the form and elements of the authentic deed in Article 38 of the Notary Law. In this case, there are still found by the Regional Supervisory Council, especially in the City of South Tangerang, notaries who did not sign the deed from the results of the examination of the Regional Supervisory Council of South Tangerang City. The effect of not signing the deed immediately by a notary is the loss of the power of proof of a perfect authentic deed into a deed under hand because it does not execute Verlijden deed so as to harm the parties in the deed and will seek civil damages to the notary. In this study using the method of interviewing informants who are specialized in their field of data collection. The results of this study show that the mandatory signing must be done in Article 16 Paragraph (1) letter m and Article 44 of Law Number 2 of 2014 on Amendments to Law Number 30 of 2004 on the Notary Office (UUJN). the immediate wording in Article 44 of the UUJN is one one unity and one breath of the reading of the deed and the signatory made as part of the Verlijden deed of notary. The Regional Supervisory Council may also recommend sanctions to notaries who do not sign their deeds immediately with reprimands, verbal reprimands, and may be suspended."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prawitasari Baharudin
"Akta wasiat merupakan kehendak terakhir dari pewaris untuk memberikan harta peninggalannya kepada seseorang yang ditunjuk dalam akta tersebut. Akta wasiat merupakan salah satu bentuk surat yang termasuk dalam akta autentik. Pembuatan akta wasiat yang dilakukan di hadapan seorang Notaris harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang. Menurut Pasal 1330 KUHPerdata, orang yang berada dalam pengampuan adalah orang yang tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum oleh karena itu segala sesuatu yang hendak dilakukannya harus berdasarkan persetujuan dari pengampu. Adapun rumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah pertimbangan hakim dalam memutus perkara permohonan pembatalan akta pembatalan wasiat yang dibuat oleh orang yang berada di bawah pengampuan dan implikasi yuridis bagi Notaris yang membuatnya. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif. Hasil dari penelitian ini adalah Pertimbangan Majelis Hakim tingkat Pengadilan Tinggi Jakarta dalam memutus perkara permohonan pembatalan akta pembatalan wasiat Nomor 11 yang dibuat oleh Notaris LK adalah keliru karena tidak memperhatikan kondisi rekam medis atas keadaan Nona TGL dan terhadap adanya hal ini Notaris LK dapat dimintakan pertanggung jawaban secara perdata berupa ganti rugi dan tanggung jawab secara administrasi berupa pemberhentian sementara dan pemberhentian dengan tidak hormat. Notaris sebagai pejabat umum harus bekerja dengan lebih teliti dan seksama dalam menghadapi penghadap yang sudah uzur atau lanjut usia. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menghadirkan kerabat atau keluarga dari penghadap tersebut pada saat penandatanganan akta. Selain hal tersebut Notaris juga harus melengkapi kantor dengan tekhnologi seperti kamera untuk mengambil gambar yang kelak dapat dijadikan alat bukti di persidangan.

The Deed of the Testament is the last will of the Testator--to leave the inheritance--to someone appointed in the deed will. The making of the Testament deed, which is done in front of the notary public, has to meet the requirements stipulated by law, which one of them is being competent in acting to carry out legal actions. If a person who wants to commit a legal action is under legal custody, this must have the knowledge and approval of the curator. A notary public is a competent public official authorized by the state to make authentic deeds. A notary public shall make authentic deeds correctly. Along the process, if there is an injured party by the notary's actions, they can file a complaint to the district court that the notary has not made a right and appropriate authentic deed (testament/will) as stipulated by law. A deed can be null and void by act or revoked based on a court decision when it does not meet the formal requirement and needed material. When a deed is legally revoked or canceled by a court decision, it will not have any legal force. And if the deed is revoked by the interested parties, it will be an illegal act. If the notary makes a mistake in the making of the deed, it may be subject to civil, criminal, administrative, or code of ethics sanctions. The research method used in this thesis is a normative juridical method, namely by collecting primary and secondary data gradually and carefully."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoshua Hamonangan Samsudin
"Penelitian ini membahas mengenai perilaku pejabat pembuat akta tanah (PPAT) di Karawang, yang telah melanggar serta mengabaikan peraturan jabatan pejabat pembuat akta tanah dan kode etik pejabat pembuat akta tanah. Berdasarkan hal tersebut dilakukan penelitian mengenai akibat hukum dari perbuatan pejabat pembuat akta tanah (PPAT) yang membuat akta jual beli palsu dan pertanggungjawaban pejabat pembuat akta tanah (PPAT) atas pelanggaran peraturan jabatan pejabat pembuat akta tanah dan kode etik pejabat pembuat akta tanah dalam hal akta jual beli yang batal demi hukum dalam putusan Pengadilan Negeri Karawang Nomor : 12/Pdt.G/2017/PN.KWG. Penelitian yuridis normatif ini menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Adapun analisis data sekunder, dilakukan secara kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah akibat hukum dari akta jual beli palsu yang dibuat oleh PPAT batal demi hukum dan pejabat pembuat akta tanah di Karawang tersebut melanggar peraturan perundang-undangan karena tidak menjalankan jabatan sesuai dengan tugas dan wewenang yang dimilikinya, sehingga pejabat pembuat akta tanah di Karawang tersebut dapat dikenakan sanksi yang terdapat dalam peraturan jabatan pejabat pembuat akta tanah, kode etik pejabat pembuat akta tanah, kitab undang-undang hukum perdata, serta kitab undang-undang hukum pidana.

This study discusses the behavior of land deed officials (PPAT) in Karawang, who have violated and ignored the regulations on the position of land deed officials and the code of ethics for land deed officials. Based on this, a study was conducted on the legal consequences of the actions of the land certificate maker official (PPAT) who made a fake sale and purchase deed and the responsibility of the land certificate maker (PPAT) for violating the position regulations of the land certificate maker official and the code of ethics of the land certificate maker in terms of the deed. sale and purchase which is null and void in the decision of the Karawang District Court Number: 12/Pdt.G/2017/PN.KWG. This normative juridical research uses a statutory approach and a case approach. The secondary data analysis was carried out qualitatively. The results of this study are the legal consequences of a fake sale and purchase deed made by PPAT is null and void and the land deed official in Karawang violates the laws and regulations because he does not carry out his position in accordance with his duties and authorities, so that the land deed maker in The Karawang can be subject to sanctions contained in the regulations for the position of the official making the land deed, the code of ethics for the official making the land deed, the civil law code, and the criminal law code."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochamad Reza Zainul Ramadhan
"Notaris tidak boleh melaksanakan tugas di luar kewenangan jabatan Notaris demi menghindari potensi penyalahgunaan jabatannya, namun ditemukan pada praktiknya tugas Notaris mendapat tuntutan masyarakat lebih daripada apa yang diatur dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (UUJN) dan Kode Etik Notaris Indonesia. Untuk itu permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah pada pengaturan tentang kewenangan, kewajiban dan larangan Notaris dalam menjalankan jabatannya menurut ketentuan hukum di Indonesia. Selain itu juga akibat hukum dari pelanggaran terhadap jabatan Notaris terkait kasus penggelapan dalam Putusan Pengadilan Negeri Bandung No.1177/Pid.B/2019/PN.Bdg. Penelitian yuridis normatif ini menggunakan data sekunder yang dianalisis secara kualitatif. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa perlakuan Notaris dalam menguasai barang milik kliennya tidak diatur secara jelas dan tegas sebagai bagian kewenangan Notaris dalam ketentuan UUJN dan Kode Etik Notaris. Perbuatan penggelapan barang milik klien yang dilakukan oleh Notaris dalam melaksanakan jabatannya mengakibatkan Notaris harus mempertanggungjawabkan perbuatannya baik secara pidana dengan penjara karena telah melanggar Pasal 374 KUHP mengenai tindak pidana penggelapan, perdata dengan mengganti rugi kerugian yang timbul dan secara administratif yaitu sanksi pemberhentian dengan tidak hormat dari jabatannya sebagaimana hal tersebut diatur dalam Pasal 12 huruf c UUJN dan diberhentikan dari keanggotaan Perkumpulan sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (1) Kode Etik Notaris apabila ia dikenakan sanksi pemberhentian karena telah melanggar UUJN.

Notaries may not carry out tasks outside the authority of the Notary's position in order to avoid potential abuse of his position, but it is found in practice that the duties of a Notary get more demands from the community than what is regulated in Law no. 2 of 2014 concerning Amendments to Law No. 30 of 2014 concerning the Position of a Notary (UUJN) and the Indonesian Notary Code of Ethics. For this reason, the problem raised in this research is the regulation of the authority, obligations and prohibitions of Notaries in carrying out their positions according to legal provisions in Indonesia. In addition, there are also legal consequences of violating the position of a Notary related to the embezzlement case in the Bandung District Court Decision No.1177/Pid.B/2019/PN.Bdg. This normative juridical research uses secondary data which is analyzed qualitatively. From the results of the study it was found that the Notary's treatment in controlling his client's property was not explicitly regulated as part of the Notary's authority in the provisions of the UUJN and the Notary Code of Ethics. The act of embezzling the client's belongings carried out by the Notary in carrying out his position causes the Notary to be held accountable for his actions both criminally and imprisoned for violating Article 374 of the Criminal Code regarding the crime of embezzlement, and administratively, namely the sanction of dishonorable dismissal from his position as stipulated in Article 12 letter c UUJN and dismissed from the membership of the Association as regulated in Article 6 paragraph (1) of the Notary Code of Ethics if he is subject to a sanction of dismissal because he has violated the UUJN."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Uswah Amelia
"Jual beli hak atas tanah seharusnya dilakukan di hadapan PPAT sebagaimana ketentuan Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Namun masih banyak terjadi jual beli hak atas tanah yang dilakukan di bawah tangan dalam arti tidak dilakukan berdasarkan ketentuan yang berlaku. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah terkait kedudukan jual beli tanah di bawah tangan dalam perspektif pembuktian untuk memperoleh kepastian hukum atas tanah dan bangunan yang telah dikuasai pembeli. Selain itu juga mengenai keabsahan jual beli tanah dan bangunan yang dilakukan di bawah tangan sebagaimana ditemukan dalam Putusan Nomor 676/Pdt.G/2016/PN.Sby. Penelitian yuridis normatif ini menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Adapun analisis data sekunder dilakukan secara kualitatif. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa jual beli tanah di bawah tangan memiliki kekuatan pembuktian yang belum sempurna sehingga menimbulkan kesulitan pada saat mendaftarkan objek tanah tersebut oleh pembeli. Meski pun demikian perbuatan hukum jual beli itu sendiri adalah sah selama syarat materiil terpenuhi. Oleh karena itu untuk memperoleh kepastian hukum atas tanah serta bangunan, pembeli dapat mengajukan upaya gugatan ke Pengadilan Negeri untuk mendapatkan putusan. Selanjutnya pembeli dapat melakukan penandatanganan Akta Jual Beli di mana ia bertindak sekaligus untuk dan atas namanya sendiri selaku pembeli di hadapan PPAT. Dengan demikian perbuatan jual beli hak atas tanah dapat dibuktikan melalui Akta Jual Beli untuk segera didaftarkan pada Kantor Pertanahan setempat.

The sale and purchase of land rights should be conducted in the presence of PPAT as stipulated in Article 37 of Government Regulation No. 24 of 1997 concerning Land Registration. However, there are still many trades of land rights conducted in private in the sense that it is not done based on regulations. The issue raised is related to the position of buying and selling land done in private in the perspective of proof to obtain legal certainty over land and buildings that have been controlled by the buyer in addition to the validity of the sale and purchase of land and buildings conducted in private in The Decision No. 676 / Pdt.G / 2016 / PN. Sby. This normative juridical research uses a statutory approach and case approach and uses secondary data that is qualitatively analysed. From those analysis, it shows that the position of buying and selling land made in private has a rudimentary evidentiary power that causes difficulties at the time of land registration that the buyer owns. However, the validity in legal acts are deemed to be valid according to the law as long as the material requirements are met. Therefore, in order to obtain legal certainty over the land and buildings, the buyer can file a lawsuit to the district court to obtain a verdict. Furthermore, from the decision, the buyer can make efforts in the form of carrying out the signing of the Deed of Sale and Purchase as well as acting for and on his own behalf as the buyer, so that the sale and purchase of land rights can be proven by the Deed of Sale and Purchase to be immediately registered with the local Land Office."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vanya Putri Ratna Zackia
"Notaris memiliki peranan penting dalam hal memberikan kepastian hukum terhadap masyarakat. Dalam menjalankan jabatannya notaris memiliki tanggung jawab yang diatur dalam perundang-undangan diikuti dengan prinsip-prinsip dalam pembuatan akta. Notaris harus bertindak hati-hati dalam proses pengerjaan akta untuk menghindari timbulnya permasalahan hukum di kemudian hari. Sebagaimana terjadi dalam kasus Putusan Pengadilan Negeri Mamuju Nomor : 09/Pdt.G/2016/Pn.Mam jo. Putusan Pengadilan Negeri Makasar Nomor 1544/Pid.B/2019/Pn.Mks. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah dibatalkan nya suatu akta kuasa menjual, dikarenakan adanya pencabutan kuasa secara sepihak yang dilakukan oleh penghadap yang tidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum. Notaris membuatkan surat pernyataan pencabutan kuasa jual dan melegalisasi nya sehingga mengakibatkan kerugian bagi pihak penerima kuasa yang tidak mengetahui adanya pencabutan kuasa tersebut. Untuk menjawab permasalahan dalam tesis ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dengan tipologi penelitian eksplanatori yang bertujuan untuk menguji suatu hipotesis yang sudah ada guna memperoleh keterangan mengenai hal-hal yang belum diketahui atas permasalahan pencabutan kuasa secara sepihak yang dilakukan oleh penghadap yang pikun, dan untuk mengetahui apa saja upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pihak yang dirugikan beserta sanksi bagi pihak yang menimbulkan kerugian. Penelitian ini dibuat dengan pendekatan perundang-undangan, mengacu pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Hasil analisis mendapatkan bahwa notaris tidak berhati-hati menjalankan jabatannya, dan kurang teliti saat menyikapi penghadap yang tidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum. Sehingga menimbulkan akibat hukum terhadap akta kuasa menjual yang dibatalkan demi hukum, yang bermakna bahwa perbuatan hukum yang telah dilakukan tidak lagi memiliki akibat hukum setelah adanya putusan pengadilan, dan perjanjian yang termuat didalamnya dianggap tidak pernah ada

Notaries have an important role in providing legal certainty to the community. In carrying out his position, the notary has responsibilities that are regulated in the legislation followed by the principles in making the deed. Notaries must act carefully in the process of working on the deed to avoid legal problems in the future. As happened in the case of Mamuju District Court Decree Number: 09/Pdt.G/2016/Pn.Mam jo. Makasar District Court Decree Number1544/Pid.B/ 2019/Pn.Makasar. The problem raised in this study is the cancellation of a deed of power of attorney to sell, due to the unilateral revocation of power carried out by an incompetent appearer in carrying out legal actions. The notary makes a statement of revocation of the power of attorney and legalizes it so that it results in losses for the party receiving the power of attorney who is not aware of the revocation of the power of attorney. To answer the problems in this thesis, a normative juridical research method is used, with an explanatory research typology that aims to test an existing hypothesis in order to obtain information about things that are not yet known about the problem of unilateral revocation of power carried out by senile courtiers, and to perceive what legal remedies can be taken by the aggrieved party also sanctions toward the party that causing loss. This research was made with a statutory approach as regulated in Law Number 02 year 2014 amendment to Law Number 30 year 2004 concerning the Position of Notary. The results of the analysis of this study are the Notary was not careful in carrying out the positions, and was less careful in dealing with clients who was incompetent to carrying out for legal actions. Therefore the legal consequences of the past deed is void by the law which means that the legal action that has been committed has no legal consequences after a court decision, and the agreement contained therein presumed never existed.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
X Cerelia KL
"Penelitian ini mengkaji mengenai akta perjanjian perkawinan yang menimbulkan kerugian terhadap salah satu pihak karena ketidakpahaman pihak tersebut akan akta yang dibuatnya sebagaimana dalam Putusan Nomor 936/Pdt.G/2016/PN Sby. Adapun permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah kekuatan hukum akta perjanjian perkawinan dan akibat hukumnya terhadap harta benda dan perwalian anak serta tanggung jawab Notaris dalam pembuatan akta yang tidak sesuai dengan prosedur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan bentuk penelitian yuridis normatif dengan metode analisis data kualitatif yang menghasilkan data deskriptif analitis dengan menghasilkan tulisan preskriptif analitis. Dalam penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa benar sesungguhnya akta perjanjian perkawinan akan dikatakan autentik karena telah memenuhi syarat-syarat pembuktian yang sempurna dan dikatakan autentik karena tidak bisa dinyatakan sebaliknya. Dalam hal isi dari akta perjanjian perkawinan biasanya berisi mengenai pemisahan harta benda namun dapat mengatur hal-hal diluar harta benda asalkan tidak bertentangan dengan ketertiban, agama, dan kesusilaan. Ketidakmampuan karena tidak memiliki harta apapun akibat dari akta perjanjian perkawinan tidak dapat mempengaruhi hilangnya hak atas perwalian anak. Kemudian masalah selanjutnya ketidakpahaman klien karena kurangnya pengetahuan akan akta tersebut diakibatkan karena kurangnya penyuluhan hukum yang dilakukan oleh Notaris sehingga Notaris dianggap tidak melakukan profesi jabatannya sesuai dengan prosedur dalam Undang-Undang Jabatan Notaris.

This research explores on marriage agreement deed(s) which results in losses incurred by one party due to such party’s lack of understanding towards the deed being drawn up, as shown within Verdict Number 936/Pdt.G/2016/PN Sby. The problem being raised within this research is regarding the legal force of a marriage agreement deed and its legal consequence towards assets and child guardianship as well as the responsibility of Notary in drawing up a deed which is not in accordance with the procedure within the Constitution of the Republic of Indonesia Number 2 Year 2014 concerning Amendment to Law Number 30 Year 2004 concerning the Notary. To answer such problem, the author uses a juridical normative form of research with qualitative data analysis method which produces a descriptive analytic data by producing a prescriptive analytic writing. Within this research, a conclusion has been obtained that it is true that a marriage agreement deed will be declared authentic as it has fulfilled the conditions of a perfect verification and declared authentic as it cannot be declared otherwise. Regarding its substance, usually a marriage agreement deed stipulates regarding separation of assets, but it can also regulate other matters aside from assets so long as it does not contradict with order, religion and decency. Inability caused by the loss of all assets due to the marriage agreement deed cannot affect the loss of child guardianship. The next problem is the client’s lack of understanding caused by the lack of knowledge due to the lack of legal socialization provided by the Notary, whereas the Notary is deemed to have failed in conducting their profession in accordance with the procedures within the Law on Notary Profession."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitriani Iswandari
"Tulisan ini menganalisis bagaimana kepastian hukum jual beli atas tanah dengan adanya Putusan Pengadilan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Tangerang Nomor 822/Pdt.G/2020/PN.TNG). Tulisan ini menggunakan metode doktrinal, dengan tipologi penelitian preskriptif analisis menggunakan bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan dan bahan hukum sekunder berupa buku-buku, artikel dan jurnal. Kepastian hukum dalam pembuatan akta jual beli (AJB) atas tanah menjadi landasan utama dalam transaksi properti, dimana terdapat beberapa situasi/kondisi ketika proses transaksi jual beli sudah lunas, pembeli masih belum dibuatkan AJB, sementara pembeli ingin mendaftarkan kepemilikan atas obyek yang dibelinya menggunakan atas nama sendiri, tetapi kesulitan dalam mencari keberadaan pihak penjual, sehingga pembeli menggunakan cara lain untuk memperoleh kepastian hukum melalui gugatan ke pengadilan. Kepastian hukum pembuatan AJB atas tanah yang dibuat karena adanya putusan pengadilan sejatinya tidak memiliki pengaturan hukum baik dalam PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (yang kini telah diperbaharui dengan PP No. 18 Tahun 2021), maupun dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria. Meski di pasal 37 PP No. 24 tahun 1997 tidak mengakomodasi, Putusan pengadilan dapat dijadikan pondasi dasar dalam melakukan peralihan hak maupun balik nama sertifikat disebabkan putusan memiliki prinsip “Res Judicata Pro Veritate Habetur” yang bermakna bahwa “putusan hakim harus dianggap benar” ketika putusan tersebut ditetapkan, berdasarkan irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Prinsip tersebut memposisikan hakim sebagai bagian fundamental dalam menegakkan keadilan dalam negeri terkait suatu perkara yang hendak diputuskan. Hal tersebut memberi akibat hukum bagi Pembeli untuk memiliki hak memperoleh sertifikat yang sah yang akan diterbitkan oleh pihak Kantor Pertanahan Kota Tangerang Selatan atas kepemilikan tanah serta mendapat ganti rugi biaya perkara.

This article analyzes the legal certainty of buying and selling land with a court decision (Study of Tangerang District Court Decision Number 822/Pdt.G/2020/PN.TNG). This paper uses a doctrinal method, with a prescriptive analysis research typology using primary legal materials in the form of statutory regulations and secondary legal materials in the form of books, articles and journals. Legal certainty in making a sale and purchase deed (AJB) for land is the main basis for property transactions, where there are several situations/conditions when the sale and purchase transaction process has been completed, the buyer has not yet made an AJB. In contrast, the buyer wants to register ownership of the object he purchased using the above name. Still, it is difficult to find the seller's whereabouts, so the buyer uses other methods to obtain legal certainty through a lawsuit in court. The legal certainty of making AJB on land which is made because of a court decision does not have any legal regulation either in PP No. 24 of 1997 concerning Land Registration (which has now been updated with PP No. 18 of 2021), as well as in Law Number 5 of 1960 concerning Agrarian Principles, although in article 37 of PP No. 24 of 1997 does not accommodate, court decisions can be used as the basic foundation for transferring rights or changing the name of certificates because the decision has the principle of "Res Judicata Pro Veritate Habetur" which means that "the judge's decision must be considered correct" when the decision is determined, based on the principle "For the sake of Justice Based on Belief in One Almighty God.” This principle positions judges as a fundamental part of upholding domestic justice regarding a case to be decided. This has legal consequences for the Buyer to have the right to obtain a valid certificate which will be issued by the South Tangerang City Land Office regarding land ownership and to receive compensation for court costs."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Faisal
"Penelitian ini membahas mengenai peranan itikad baik sebagai landasan kepemilikan pembeli yang membeli dari orang yang tidak berhak menjual. Pembeli beritikad baik mendapatkan kepemilikan berdasarkan asas itikad baik walaupun pada dasarnya pemilik asli atas benda dilindungi prinsip nemo dat quad non habet yang melarang seseorang mengalihkan benda yang tidak dimilikinya. Penelitian ini dilakukan dengan metode yuridis normatif dengan pendekatan konsep dan pendekatan kasus. Hasil penelitian ini akan memperlihatkan bahwa itikad baik adalah nilai tertinggi dalam kepemilikan yang menaungi baik perlindungan pemilik asli maupun perlindungan pembeli. Hakim memiliki peran penting menentukan kepemilikan benda diantara mereka karena dalam melaksanakan tugasnya tersebut, hakim akan mengkonstruksi dan menerapkan standar tindakan yang dimunculkan dari nilai kejujuran untuk menentukan beritikad baik atau tidaknya seorang pembeli. Penentuan kejujuran pada pembeli akan memberikannya kesempatan yang setara dengan pemilik asli atas kontes kepemilikan di peradilan, oleh karenanya hakim pada akhirnya menjadi penentu prioritas kepemilikan diantara mereka.

This study explores the role bona fides as the foundation of purchaser’s ownership especially when involves purchaser from not entitled seller. Bona fides purchaser owns his rights against the nemo dat quad non habet rules (no one gives what they do not have) that protect the original owner’s rights. This study uses a normative juridical method, with conceptual approach and case study. The result of this study shows that bona fides as the highest principles in ownership accommodates both principles, nemo dat and purchaser protection. Judge have an important role in determining rights between them, because judges will construct and apply standard of conduct that arises from the value of honesty to determine whether a buyer is bona fide or not. By then an honest purchaser will have his equal stage in the contest for ownership rights against a true owner and judges will have to measure and determine the priority of ownership between them"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manik, Chelsya
"Perjanjian sewa menyewa dengan objek tanah warisan semestinya dilakukan dengan persetujuan ahli waris. Namun dalam kenyataannya ditemukan sewa menyewa yang objeknya merupakan tanah warisan, yang tidak dilakukan dengan persetujuan ahli waris sehingga menyebabkan kerugian bagi ahli waris tersebut. Kasus semacam itu ditemukan dalam Putusan Nomor 51/Pdt.G/2021/PN Pms. Oleh karena itu permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah tentang keabsahan perjanjian sewa menyewa yang dilakukan tanpa persetujuan ahli waris dan pelindungan hukum bagi pemilik dan penyewa tanah warisan tersebut. Bentuk penelitian hukum ini adalah doktrinal yang dilakukan melalui studi kepustakaan untuk mengumpulkan data sekunder yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Dari hasil analisis dapat dijelaskan bahwa perjanjian sewa menyewa tanah warisan yang dilakukan tanpa persetujuan ahli waris adalah batal demi hukum karena dibuat oleh orang yang tidak berwenang melakukan perbuatan hukum. Sewa menyewa yang dilakukan tanpa persetujuan ahli waris adalah tidak sah karena melawan hukum. Hal ini sesuai dengan yang telah diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata. Pemilik tanah warisan yang merasa dirugikan akibat perbuatan tersebut mendapatkan pelindungan hukum dengan mengajukan gugatan secara perdata atas dasar Perbuatan Melawan Hukum. Adapun penyewa tanah warisan juga mendapat pelindungan hukum melalui penyelesaian secara kekeluargaan. Akan tetapi jika tidak mencapai kesepakatan maka dapat diajukan gugatan ke Pengadilan Negeri setempat dengan maksud untuk menuntut pemenuhan perjanjian atau meminta ganti kerugian.

Lease agreements with inherited land objects should be carried out with the consent of the heirs. However, in reality, leases were found where the object was inherited land, which was not carried out with the consent of the heirs, causing losses to the heirs. Such cases were found in Decision Number 51/Pdt.G/2021/PN Pms. Therefore, the problem raised in this study is about the validity of lease agreements made without the consent of the heirs and legal protection for the owners and tenants of the inherited land. The form of this legal research is doctrinal which is carried out through literature studies to collect secondary data which is then analyzed qualitatively. From the results of the analysis, it can be explained that lease agreements for inherited land made without the consent of the heirs are null and void because they are made by people who are not authorized to carry out legal acts. Leases made without the consent of the heirs are invalid because they are against the law. This is in accordance with what has been regulated in Article 1365 of the Civil Code. Owners of inherited land who feel aggrieved by these actions receive legal protection by filing a civil lawsuit on the basis of Unlawful"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library