Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 26 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fahrul Ismaeni
"Persaingan di industri perbankan yang sangat ketat, membuat para pelaku di industri ini sekarang tidak hanya mengandalkan pendapatan dari kegiatan perbankan konvensional. Akan tetapi mulai mengintegrasikan dengan layanan jasa lain salah satunya reksadana. Tujuan penelitian hukum ini ingin menganalisis ketentuan hukum yang ada, termasuk bagaimana peran instansi yang bertindak selaku regulator di dalamnya. Walaupun secara hukum telah diatur, bahkan menjadi ranah yang berbeda antara hukum perbankan dan hukum pasar modal, pelaksanaannya belum efektif.
Permasalahan yang diketemukan yaitu bagaimana sebenarnya hukum yang mengatur perbankan yang menjual reksadana kepada nasabahnya. Sebab ketika terjadi masalah, sebut saja reksadana Bank Global, nasabah menjadi korban karena penyelesaian yang berlarut-larut dan saling lempar tanggung jawab antar regulator. Karena itu permasalahan lain yang dibahas adalah menyangkut pentingnya pengawasan terhadap aktivitas perbankan pada reksadana dan ketentuan hukum yang jelas."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T17323
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lutfi Djoko Djumeno
"Permasalahan dalam rnakalah ini bertitik tolak pada usaha Pemerintah melalui kawasan (PT.Kawasan Berikat Nusantara/KBN) untuk merangsang berkembangnya produksi ekspor dalam usaha meningkatkan ekspor non minyak dan gas bumi serta jasa, dengan memberikan fasilitas penangguan pembayaran bea masuk dan atau pungutan negara lainnya, dan, pelayanan perijinan satu atap.
Fasilitas yang diberikan PT.KBN kepada investor merupakan monopoli dalam pengelolaan kawasan berikut yang diberikan Pemerintah khusus kepada BUMN tersebut yaitu perlakuan khusus kepabeanan, dan secara tidak langsung badan usaha ini diberi wewenang melaksanakan sebagian tugas pemerintahan bidang penerbitan ijin usaha dan ijin mendirikan bangunan. Selain itu PTKBN menyiapkan prasarana dan sarana kegiatan industri yang dapat digunakan investor atas dasar perjanjian sewa.
Kedudukan PT.KBN dipandang dari segi yuridis, unik, dimana sebagai pemegang kuasa pemerintahan dapat menerbitkan ijin usaha yang sebenarnya merupakan kewenangan tugas administrasi negara. Namun dengan melihat ketentuan pendiriannya, maka pembentukan PT.KBN tidak terlepas dari usaha untuk menekan keuntungan. Dan secara yuridis, persero tersebut adalah berkedudukan sebagai badan hukum privaat.
Kedudukan PT. KBN yang unik ini ternyata menimbulkan beberapa kendala yang dapat memberi akibat timbulnya ketida pastian atau setidak tidaknya dapat diprediksikan apa yang akan terjadi. Terdapat 3 hal yang menyebabkan ketidakpastian hukum yaitu, pertama, adanya aturan yang tidak sejalan dengan aturan yang lebih tinggi, kedua aparat yang menjalankan aturan lemah dan ketiga pengadilan yang berbelit dan memakan waktu lama.
Perlunya pembet kawasan berikat dalam rangka pengembangan perekonomian dan Perdagangan tldak diragukan lagi. Tetapi hal ini tidaklah berarti mengabaikan sendi sendi hukum yang merupakan komitmen kita bersama, bahwa Indonesia sebagai negara hukum. Dengan demikian produk produk hukurn yang berkaitan dengan kawasan berikat harus pula dapat dipertanggungjawabkan dan memberikan kepastian dan perlindungan.
Arbitrase sebagai lembaga penyelesaian sengketa di luar pengadilan telah lama dikenal Dalam dunia bisnis internasional. Di Indonesia hal ini mulai berkembang dan semakin bertarnbah penting karena sederhananya menyelesaikan sengketa yang putusannya final and binding tanpa kemungkinan melakukan upaya hukum lain seperti banding, kasasi atau peninjauan kenibah sehingga mempercepat proses penyelesaian sengketa dan persidangan tidak terbuka untuk umum, suatu yang selalu dijaga oleh kalangan dunia bisnis.
Keunggulan komperatif PT.KBN akan cenderung berkurang hal hal terpenting yang dapat menghilangkan keunggulan komperatif itu adalah dimulai dengan AFTA tahun 2003. Dengan pemberlakuan daerah bebas ASEAN pada tahun 2003, maka PT. KBN akan kehilangan daya tarik utamanya, karena kini pembebasan suatu perusahaan dari kewajiban untuk membayar bea masuk dan cukai menjadi kurang berarti. Keadaan ini akan menyebabkan kawasan industri lain yang bukan merupakan kawasan berikat menjadi lebih menarik bagi para investor. Kondisi ini menyebabkan di masa datang PT. KBN harus mengubah strategi usahanya dari fokus pemberian fasilitas non tarif menjadi pemberian fasilitas bidang investasi dan operasi, dengan selalu mengembangkan organisasi belajar yang dinamis yang dapat mengakomodasi perkembangan tuntutan lingkungan eksternal di masa depan yang diperkirakan akan berubah uba dengan gejolak yang makin besar dan sulit diprediksikan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Purwanti
"Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank (pasal 1 angka 7 UU No. 7 Tahun 1992 jo UU No. 10 Tahun 1998). Berdasarkan pasal 511 KUHPer deposito termasuk salah satu benda bergerak yang tidak berwujud. Dalam perkembangannya deposito dapat digunakan sebagai jaminan untuk memperoleh kredit dari bank. Oleh karena deposito termasuk benda bergerak yang tidak berwujud maka lembaga jaminan yang digunakan adalah gadai (Pasal 1150 KUHPer). Dalam prakteknya di BRI dikenal cash collateral credit (kredit dengan agunan kas) yaitu fasilitas kredit yang seluruh atau sebagian jaminan tambahannya berupa agunan kas sehingga jika debitur wanprestasi agunan kas tersebut dapat digunakan oleh bank untuk melunasi/mengurangi kewajiban debitur. Salah satu bentuk agunan kas tersebut adalah deposito. Penggadaian deposito di BRI dilakukan melalui tahap-tahap yaitu penandatanganan perjanjian kredit, perjanjian gadai dan kemudian dengan penandatanganan perjanjian cessie. Perjanjian cessie ini dilakukan untuk mengantisipasi jika debitur wanprestasi. Setelah tahap-tahap pengikatan deposito dilakukan maka para pihak yaitu BRI (pemegang gadai) dan debitur (pemberi gadai) akan mempunyai hak dan kewajiban asing-masing. Dalam prakteknya penggadaian deposito ini tidak mengalami kendala dalam hal jaminan untuk memperoleh kembali kredit yang telah diberikan melainkan kendala pelaksanaan dari sisi debitur. Selain itu kredit dengan jaminan deposito ini tidak akan sampai mengalami kredit macet akibat tindakan wanprestasi debitur. Hal ini dikarenakan dalam prakteknya di BRI dipersyaratkan bahwa jika debitur 1 bulan tidak dapat membayar hutang pokok dan bunga maka depositonya akan dicairkan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000
S21194
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Arief Setiawan
"Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 1967 jo. UU Nomor 11 Tahun 1970 merupakan dasar hukum Penanaman Modal Asing (PMA) 2 (dua) jenis investasi adalah investasi portofolio (pembelian saham untuk investasi melalui Bursa Efek) dan Foreign Direct Investment (FDI). Pembahasan tesis ini ditekankan kepada pengembangan FDI di Kawasan Timur Indonesia (KTI), dengan studi kasus di daerah terpencil di Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah sejak tahun 1967sampai 1997. Unsur-unsur PMA atau FDI antara lain adanya ?capitaI assets or accumulated goods, possesions, and assets, used fo r productions o f profit and wealth?, berbadan hukum Indonesia (bukan perseorangan), investor menanggung sendiri terhadap resiko modal yang ditanamnya sendiri, dan telah mendapat persetujuan investasi dari pemerintah setempat. Pembangunan nasional Indonesia yang bertumpu pada paradigma pertumbuhan (pembentukan pusatpusat pertumbuhan ekonomi), bukan pada pembentukan pusat-pusat pembangunan nasional yang merata dan sedikit melibatkan bidang-bidang lainnya, maka arah investasi cenderung ditentukan oleh expected raie o f returns dari investasi dengan syarat antara lain infrastruktur (sarana dan prasarana) yang telah tersedia, kestabilan politik yang mantap, tingkat kepercayaan yang baik terhadap pemerintah, birokrasi yang tidak berbeli-belit, tersedianya sumberdaya manusia dan alam, adanya kepastian hukum yang jelas, dan (dari pemerintah setempat diharapkan) adanya transfer tehnologi dan knowledge. Karenanya, arah kebijakan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional, yang menurut Regim Orde Baru dilandasi (Pasal 11) Ketetapan Nomor XXTTI/MPRS/1966, telah memperlihatkan proporsi investasi yang ditanam di Kawasan Barat Indonesia (KBI) lebih banyak dan besar dibandingkan di KTI. Tni semata-mata disebabkan posisi KBI sebagai growth generating regions lebih potensial dan posisi 'bargaining power' pihak investor asing lebih kuat dibandingkan pemerintah setempat atau mitra lokalnya.
Mempertimbangkan terjadinya ketertinggalan pembangunan nasional, pertumbuhan ekonomi, dan investasi, pembangunan KTI dilakukan dengan cara antara lain melalui dikeluarkannya berbagai produk hukum (termasuk deregulasi hukum) terkait bidang investasi, pemberian fasilitas investasi (fiskal maupun non fiskal), (secara perlahan-lahan) membangun prasarana dan sarana atau infrastruktur, promosi sumberdaya alamnya, pemberdayaan sumber daya manusianya, pembentukan Dewan Pengembangan KTI (Ketuanya adalah Presiden Republik Indonesia, Soeharto), direncanakan revisi kembali dan atau menambah flingsi Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dari birokrator dan regulator menjadi fasilitator, dan pembentukan 13 (tiga belas) Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET). Demi menjaga kelangsungan investor dalam negeri, kedaulatan negara, dan kejenuhan investasi, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan proteksi atas penanaman modal untuk bidang-bidang tertentu yang sama atau favorit dan yang sekiranya masih dianggap vital bagi negara Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1995 (sampai saat ini masih tetap berlaku). KTI (diluar propinsi di Kalimantan)9 menurut Keputusan Presiden Nomor 120 Tahun 1993 meliputi 9 propinsi yaitu Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Timor-Timur, Irian Jaya, Maluku, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara. Sejak tahun 1967 sampai 15 Juli 1997, secara kumulatif ternyata KBI telah menerima proyek investasi asing sebanyak mendekati 30 (tiga puluh) kali lebih banyak dari yang diterima KTI. Sedangkan besarnya nilai investasi yang diterima 10 (sepuluh) kali lebih banyak dari yang diterima KTI Besarnya persetujuan investasi asing tidaklah selalu sama pada saat realisasinya. Kumulatif persetujuan dibagi kedalam Sektor Primer, Sektor Sekunder, dan Sektor Tersier. Sejak 1967 sampai 15 Juli 1997 untuk investasi di Sulawesi Utara (Sulut), secara kumulatif Sektor Primer memegang ranking teratas (16 proyek) dalam hal banyak proyek investasi yang disetujui dengan nilai investasi US $ 502,612,000 (lima ratus dua juta enam ratus duabelas ribu dollar Amerika Serikat). Selanjutnya diikuti oleh Sektor Tersier dan Sektor Sekunder. Dilihat perbidangnya, maka Bidang Industri Makanan (Sektor Sekunder) memegang ranking pertama (10 proyek).
Selanjutnya diikuti oleh Bidang Hotel dan Restauran, Bidang Pertambangan, dan Bidang Perikanan. Sedangkan nilai investasi Australia di Sulut menduduki ranking teratas sebesar US $ 256,024,000 (dua ratus lima puluh enam juta dua puluh empat ribu dollar Amerika Serikat). Selanjutnya diikuti oleh Singapura, Filipina, Hongkong, dan Jepang. Sedangkan dilihat dari jumlah proyeknya, rangking pertama adalah Singapura (8 proyek). Selanjutnya diikuti oleh Jepang, Australia, Filipina, dan Taiwan. Jadi total nilai investasi asing (1967-15 Juli 1997) di Sulut adalah US $ 820,701,000 (delapan ratus dua puluh juta tujuh ratus satu ribu dollar Amerika Serikat) atau 0.44 % (nol koma empat puluh empat persen) dari total persetujuan nilai investasi asing untuk seluruh wilayah di Indonesia yang berjumlah US $ 185,968.1 juta (seratus delapan puluh lima miliar sembilan ratus enam puluh delapan juta seratus ribu dollar Amerika Serikat).
Sejak tahun 1967 sampai 15 Juli 1997, untuk investasi di Sulawesi Tengah (Sulteng), secara kumulatif Sektor Sekunder memegang ranking teratas (7 proyek) dalam hal banyak proyek investasi yang disetujui dengan nilai investasi US $ 88,737,000 (delapan puluh delapan juta tujuh ratus tiga puluh tujuh ribu dollar Amerika Serikat). Selanjutnya diikuti oleh Sektor Primer dan Sektor Tersier. Dilihat perbidangnya, maka Bidang Industri Kayu (Sektor Sekunder) memegang ranking pertama (5 proyek) Selanjutnya diikuti oleh Bidang Peternakan (Sektor Primer), dan Bidang Industri Makanan (Sektor Sekunder). Sedangkan nilai investasi Malaysia di Sulteng menduduki ranking teratas sebesar US $ 69,317,000 (enam puluh sembilan ju ta tiga ratus tujuh belas ribu doliar Amerika Serikat) Selanjutnya diikuti oleh Singapura, Jepang, Taiwan, dan Belanda. Sedangkan dilihat dari jumlah proyeknya, rangking pertama adalah Taiwan (6 proyek). Selanjutnya diikuti oleh Malaysia (2 proyek) dan Jepang (2 Proyek). Jadi total nilai investasi asing (1967-15 Juli 1997) di Sulteng adalah US $ 166,891,000 (seratus enam puluh enam juta delapan ratus sembilan puluh satu ribu doliar Amerika Serikat) atau 41.46 % (empat puluh satu koma empat puluh enam persen) dari total nilai investasi asing di Sulut atau 0.09 % (nol koma nol sembilan persen) dari total keseluruhan persetujuan nilai investasi asing untuk seluruh wilayah di Indonesia yang beijumlah US $ 185,968 1 juta (seratus delapan puluh lima miliar sembilan ratus enam puluh delapan juta seratus ribu doliar Amerika Serikat). Beberapa kendala minim atau kurangnya minat investasi asing di KTI antara lain faktor-faktor tingkat kesulitan di wilayah KTI, kurang memadainya prasarana dan sarana atau infrastruktur, kurangnya informasi peluang usaha di sektor potensial, terbatasnya kemampuan dunia usaha setempat memanfaatkan potensi disana, belum berkembangnya pola kemitraan usaha antara pelaku utama ekonomi dan industri dengan pemberdayaan pusat-pusat riset di Universitas setempat, hambatan birokrasi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dengan pihak investor asing, dan kegiatan proyek investasi asing cenderung didominasi oleh Sektor Primer yang dapat menyebabkan high cost investment. Selain itu, krisis moneter berdampak pada penurunan daya saing produk Indonesia di pasaran internasional dan penurunan tingkat kepercayaan dan arus modal para investor asing yang akan menanamkan modalnya dalam bentuk FDI di Indonesia. Dari tanggal 1 Juli 1997 sampai 31 Desember 1997 tidak ada satupun persetujuan untuk investor asing yang akan menanamkan modalnya di Sulawesi Tengah Namun ada 2 (dua) persetujuan investasi asing untuk propinsi Sulawesi Utara dengan nilai US $ 347,000,000 (tiga ratus empat puluh tujuh juta doliar Amerika Serikat). Selain itu, dari tanggal 1 Januari 1998 sampai 30 April 1998, hanya ada 3 (tiga) persetujuan investasi asing di Sulawesi Tengah dengan nilai US S 2,350,000 (dua juta tiga ratus lima puluh ribu doliar Amerika Serikat). Sedangkan pada periode yang sama untuk Sulawesi Utara terdapat 6 persetujuan investasi asing dengan nilai US S 103,160,000 (seratus tiga juta seratus enam puluh ribu doliar Amerika Serikat) Kabinet Reformasi Pembangunan yang dipimpin oleh Presiden B.J. Habibie telah memprogram reformasi politik, ekonomi, dan hukum untuk mengatasi dampak krisis moneter di Indonesia. Reformasi hukum seharusnya bukan saja untuk hukum tertulis, namun merupakan reformasi budaya hukum Budaya hukum antara lain perilaku manusia, keyakinan hukum, kesadaran hukum, pendidikan hukum, penegakan hukum, pranata hukum dan lembagalembaga hukum, materi hukum, dan ?filling system? dari informasi hukum."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Malik Murtoyo Habir
"UUPM telah mewajibkan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan bagi semua perusahaan penanaman modal. UUPM dan dan peraturan turunannya juga telah mewajibkan kemitraan dengan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) bagi perusahaan penanaman modal di bidang usaha tertentu. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan merupakan konsep yang tengah berkembang di dunia usaha. Meskipun keberadaannya dalam ranah hukum masih diberdebatkan, diwajibkannya Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dalam hukum investasi dapat membantu perkembangan UMKM secara berkesinambungan. Namun demikian, banyak hal yang masih perlu diatur secara rinci dan khusus yang melibatkan beberapa instansi pemerintah yang berbeda sehingga pengaturan tersebut dapat menjadi lebih efektif terhadap kegiatan UMKM.

The Indonesian Direct Investment Law (UUPM) has obligated Corporate Social Responsibility to be conducted by all direct investment companies. UUPM and its subsidiary laws and regulations have also obligated direct investment companies in specific lines of business to have partnership with Micro, Small, and Medium Enterprises. Corporate Social Responsibility is still a developing concept within a business framework. Although its presence in the law realm is still debatable, its mandatory nature within the Indonesian Direct Investment Law can support the development of Micro, Small and Medium Enterprises continuously. However, there are still a lot of aspects of Corporate Social Responsibility need to be regulated further in which should involve the synergy of different government agencies so that the laws and regulations on Corporate Social Responsibility can be effective to the Micro, Small and Medium Enterprises activities."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S1193
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Salim H.S.
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2012
346.092 SAL h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Jakarta: Asa Mandiri, 2009
346.092 UND
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Syaefic Redzky Al-Farisi
"Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui mengenai perjanjian nominee dalam ketentuan hukum penanaman modal di Indonesia. Perjanjian nominee cenderung digunakan sebagai sarana untuk melakukan penyelundupan hukum. Dikarenakan pihak yang berkepentingan langsung tidak memiliki hak atau kewenangan untuk menikmati atau mendapatkan sesuatu karena ada larangan secara hukum. Penelitian ini bersifat kepustakaan dengan metode yang digunakan adalah metode penelitian normatif. Dimana dalam penelitian ini akan digunakan pendekatan undang-undang dan pendekatan kasus. Adapun berdasarkan uraian latar belakang, perumusan masalah dan tujuan penelitian serta berdasarkan hasil analisis dalam penelitian dapat dikemukakan kesimpulan bahwa terdapat peraturan yang melarang praktek perjanjin nominee di ketentuan Pasal 33 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007. Akibat hukumnya jika dibuat perjanjian tersebut adalah batal demi hukum. Sedangkan jika berdasarkan ketentuan penanaman modal yang lama, yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968, memang belum diatur ketentuannya. Namun, pada dasarnya Perjanjian Nominee sebagai salah satu bentuk dari Perjanjian Innominaat harus tunduk pada ketentuan-ketentuan dalam Buku III KUHPerdata termasuk asas-asas yang terkandung di dalam KUHPerdata yang berkaitan dengan Hukum Perjanjian.

The purpose of this thesis was to determine the nominee agreement in the legal provisions of capital investment in Indonesia. Nominee agreements tend to be used as a means of smuggling law. Due to the direct parties have no right or power to receive something because of some restrictions by law. This research is a based on literature, with normative research methode applied. Which in this research will be used statutes approach and case approach. As describe by the background, problem formulation, research purpose and analysis of this research, it is conclude that there are regulations that prohibit the practice of nominee agreement on the provisions of Article 33 paragraph (1) and (2) of Law No. 25 of 2007. So, with that regulation, any agreement contained the nominee share clause will be null and void. Meanwhile, under the terms of past investment, which regulated in Law No. 1 of 1967 and Law No. 6 of 1968, is not yet regulated. However, basically Nominee Agreement is one of Innominaat Agreement forms which is not specificly and explicitly regulated. Though in practise Innominaat Agreement should be in accordance to the provisions of Book III of Indonesia Civil Law including its principles which related to Agreement Law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S61780
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simamora, Agnes Galuh Sekarlangit Boru
"International Centre for Settlement of Investment Dispute (ICSID) menjadi salah satu pilihan popular untuk penyelesaikan sengketa investasi internasional antara negara dengan investor. Konvensi Washington 1965, sebagai konvensi yang mengamanatkan dibentuknya forum tersebut memberi kewajiban kepada Majelis Arbitrase untuk menerapkan hukum yang berlaku sesuai dengan Pasal 42 ayat (1) Konvensi Washington, hanya saja, interpretasi pasal tersebut tidaklah tanpa kontroversi. Tulisan ini akan membahas mengenai hukum mana yang berlaku dalam perkara internasional dalam forum ICSID menurut Pasal 42 ayat (1), baik dalam perkara berdasarkan traktat maupun perkara berdasarkan kontrak, serta menganalisis metode Majelis Arbitrase pada Putusan ICSID No.ARB/10/7, Putusan ICSID No.ARB /07/26, Putusan ICSID No.ARB/09/18 dan Putusan ICSID No.ARB/06/13, dalam menafsirkan pasal tersebut dalam hal terdapat pertentangan kewajiban internasional, antara kewajiban negara sebagai host state dan kewajiban negara menurut hukum internasional selain hukum investasi internasional dalam perkara berdasarkan traktat, dan apabila hukum internasional dianggap oleh para pihak sebagai hukum yang berlaku dalam perkara berdasarkan kontrak. Tulisan ini menyimpulkan bahwa terdapat perkembangan penafsiran dari maksud perancang konvensi (travaux preparatoires) dalam 12 tahun terakhir.

International Centre for Settlement of Investment Dispute (ICSID) is popular option of Investor-State Dispute Settlement. Washington Convention 1965 which laid down the foundation of the forum gives mandate to arbitral tribunal to apply the proper law as stipulated on Article 42(1) of the Convention. However, the interpretation of aforementioned article is not without controversy. This writing analyses the applicable law according to Article 42(1) Washington Convention on treaty-based dispute and contract-based dispute, and further analyses the methods used to interpreting the aforementioned article by arbitral tribunal in ICSID Award No. No.ARB/10/7, ICSID Award No.ARB /07/26, ICSID Award No.ARB/09/18 and ICSID Award No.ARB/06/13, in case of apparent conflict of international obligationĀ  on treaty-based dispute andĀ  in case of claim of international law as applicable law on contract-based dispute. This writing concludes that there is a development of interpretation, departing from travaux preparatoires, in the last 12 years."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>