Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wahyuni Kristinawati
"Disertasi ini bertujuan menampilkan gambaran trait callous unemotional CU pada narapidana pria pelaku pembunuhan secara lebih jelas dan rinci. Trait callous unemotional merupakan trait dengan ciri kurangnya rasa bersalah atau penyesalan, kejam, ketiadaan empati, afek miskin deficient , dan tidak mengekspresikan perasaan atau menunjukkan emosi pada orang lain kecuali secara dangkal atau saat digunakan untuk mendapatkan keuntungan. Subjek penelitian ini adalah 14 orang narapidana pria pelaku pembunuhan berusia 14-25 tahun, delapan orang di antaranya pelaku pembunuhan berencana. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus dengan bertumpu pada data wawancara mendalam.Penelitian ini menemukan pelaku pembunuhan berencana cenderung memiliki trait CU dibandingkan pelaku pembunuhan tidak berencana. Diketahui bahwa yang membedakan kuat lemahnya trait CU adalah onset dan intensitas tindakan kekerasan pada masa sebelumnya. Trait callous unemotional terjadi pada individu dengan onset sejarah agresi usia dini dan menunjukkan peningkatan agresi dari waktu ke waktu. Faktor lain yang berkontribusi dalam trait CU adalah relasi emosional, lemahnya penanaman norma keluarga, relasi dengan teman sebaya pro agresi, serta perilaku berisiko misal konsumsi alkohol, perilaku seksual berisiko . Meskipun pelaku pembunuhan cenderung menampilkan trait CU, sebagian pelaku khususnya pelaku pembunuhan tidak berencana menampilkan dominansi trait unemotional dengan trait callous yang tidak menonjol.

This dissertation aims to present a more detailed description of callous unemotional CU trait in male convicting murders. Callous unemotional trait is characterized by the lack of guilt or remorse, callous-lack of empathy, deficient affection the absence of expression of feelings to others except in ways that seem shallow or superficial or when they are used for gain . The subjects of this study are 14 male convicts of murders ranged from 14-25 years old, eight of whom are the perpetrators of premeditated murder. The research method used in this research is case study by relying mostly on the in-depth interview data.The study found the perpetrators of premeditated murder tends to have clear CU traits compared to non-planned murder perpetrators. It is found that what distinguishes the weakness or the strength of the CU trait is not the age of the perpetrator but the onset and intensity of the past acts of violence. Callous unemotional trait occurs in individuals with an onset of early aggression history and show an increased aggression over time. Other factors contributing to CU trait are emotional relationships, weak family socialization on norms, relationships with peers who have pro-aggression values, and risky behaviors eg. alcohol consumption, risky sexual behavior . While perpetrators of murders tend to display the CU trait, some of the perpetrators, especially the perpetrators of the unplanned murders, show callous-unemotional trait with low dominance on callousness."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
D2500
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdur Rachman Iswanto
"Berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 99 tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan, melahirkan kebijakan pengetatan pemberian Hak Warga Binaan Pemasyarakatan yang meliputi Hak Pembebasan Bersyarat, Hak Remisi, Hak Asimilasi, Hak Cuti Bersyarat, Hak Cuti Menjelang Bebas kepada narapidana tertentu. Hal tersebut menimbulkan dampak terhadap pelaksanaan pemasyarakatan, Narapidana yang haknya  di perketat enggan mengikuti program pembinaan. Puncaknya timbul kerusuhan di beberapa lembaga pemasyarakatan. Kebijakan pengetatan tersebut bertentangan dengan konsepsi pemasyarakatan sebagaimana di atur di dalam Undang-Undang No 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang bertujuan untuk membina dan membimbing narapidana bukan lagi sebagai tindakan pembalasan. Berdasarkan hal tersebut di atas maka Peraturan Pemerintah Nomor 99 tahun 2012 harus segera di cabut agar sesuai dengan semangat yang terkandung dalam konsepsi pemasyarakatan dengan memasukkan klausul kepentingan perlindungan dan pengayoman bagi narapidana.

The implementation of Government Regulation No. 99 Year 2012 on the Second Amendment to Government Regulation No. 32 Year1999 on Terms and Procedures for the Implementation of the Right of inmates, confined the policy tightening in granting rights to the prisoners, such as the rights of Conditional Parole, Remission Rights, Rights of Assimilation, rights of Conditional leave, leave rights before the release to certain inmates. The policy generate the impact on the implementation of correctional system, inmates are reluctant to follow the treatment program. The climax of the prisoners responses is riotsin several prisons. The tightening policyis contrary to the conception of correctional as regulated in the Law No.12 Year 1995 on Corrections which  aim to promote and guide the inmate as no longer an act of retaliation. Based on the above the Government Regulation No. 99 Year 2012should be revoked or with drawed as soons possible to conform the spirit embodied in the concept of correction by inserting clauses for the protection of prisoners."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teguh Sasmito
"Dukungan sosial sangat penting bagi kesehatan jiwa dan kesejahteraan narapidana, serta membantu reintegrasi ke masyarakat dan mengurangi risiko residivisme. Namun, banyak narapidana mengalami keterbatasan dalam mendapatkan dukungan sosial yang memadai. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dukungan sosial narapidana di Lembaga Pemasyarakatan, sebagai dasar untuk mengembangkan program pembinaan yang lebih efektif. Menggunakan pendekatan observasional dengan desain cross-sectional, penelitian ini melibatkan 112 narapidana dari Lapas Nusakambangan. Data dikumpulkan melalui kuesioner yang menggabungkan aspek sosio demografi dan skala MSPSS. Hasil analisis menunjukkan bahwa 37,5% narapidana memiliki persepsi dukungan sosial moderate-to-low, dengan keluarga sebagai sumber dukungan utama. Faktor usia (p=0,04) dan residivisme (p=0,049) berhubungan signifikan dengan persepsi dukungan, sementara status pernikahan juga berpengaruh pada dukungan dari Significant others (p=0,005). Temuan ini menunjukkan perlunya intervensi yang efektif untuk meningkatkan dukungan sosial narapidana. Rekomendasi intervensi meliputi skrining rutin persepsi dukungan sosial, edukasi tentang pentingnya dukungan sosial, program mentoring, dan penguatan hubungan dengan pasangan, serta pembinaan yang mempertimbangkan kelompok usia untuk mencegah residivisme.

Social support is crucial for the mental health and well-being of prisoners, as it aids in reintegration into society and reduces the risk of recidivism. However, many prisoners face limitations in obtaining adequate social support. This study aims to identify the factors influencing prisoners' perceptions of social support in correctional facilities, as a basis for developing more effective rehabilitation programs. Using an observational approach with a cross-sectional design, the study involved 112 prisoners from Nusakambangan Correctional Facility. Data were collected through questionnaires that combined socio-demographic aspects and the MSPSS scale. The analysis results showed that 37.5% of prisoners had moderate-to-low perceptions of social support, with family as the primary source of support. Age (p=0.04) and recidivism (p=0.049) were significantly related to perceptions of support, while marital status also influenced support from significant others (p=0.005). These findings highlight the need for effective interventions to enhance social support for prisoners. Recommended interventions include routine screening of social support perceptions, education on the importance of social support, mentoring programs, strengthening relationships with partners, and rehabilitation that considers age groups to prevent recidivism. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library