Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 16 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Denny Junaedi
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai pengakuan, perhitungan dan pencatatan impairment aset pada laporan keuangan dengan mengacu pada ketentuan akuntansi yang berlaku di Indonesia melalui studi kasus pada PT Antam (Persero) Tbk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PT Antam (Persero) Tbk. mengakui dan mencatat penurunan nilai aset (impairment) dan pemulihan atas impairment aset pada aset piutang, aset tetap dan aset biaya eksplorasi dan pengembangan tangguhan. Untuk impairment aset piutang PT Antam (Persero) Tbk. melakukan estimasi nilai tertagih dan mengakui impairment menurut penilaian manajemen. Sedangkan untuk aset tetap dan aset biaya eksplorasi dan pengembangan tangguhan PT Antam (Persero) Tbk. menilai jumlah terpulihkan aset menurut nilai pakai aset (value in use) dan menghitung arus kas masa depan yang didiskonto dengan menggunakan metode WACC. PT Antam (Persero) Tbk. mengakui dan mencatat impairment aset sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku. ......This papers discussed about recognition, calculation and recording of asset impairment on financial report which on accepted accounting standard in Indonesia through case study on PT Antam (Persero) Tbk. The result of this papers shows that PT Antam (Persero) Tbk. recognize and record the impairment of the asset and the recovery of impairment of the assets such as on account receivables, fixed asset and deffered exploration and evaluation cost. For account receivables PT Antam (Persero) Tbk. estimate the collectable amount of the account and recognize the impairment through manager decision. For the fixed asset and deffered exploration and evaluation cost PT Antam (Persero) Tbk calculate the recoverable amount of the assets through value in use method and calculate discounted future cash flow with WACC assumption. PT Antam (Persero) Tbk. has recognize and record impairment of assets according to accepted financial accounting standard.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
S45378
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Theresia Caroline
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang : Usia lanjut berhubungan dengan terjadinya gangguan kognitif ringan. Pada umumnya usia lanjut memiliki keterbatasan mobilitas. Sebuah metode latihan yang dapat meningkatkan fungsi kognitif pada usia lanjut dengan keterbatasan mobilitas sangat dibutuhkan. Penelitian ini bertujuan untuk menilai pengaruh latihan koordinasi terhadap peningkatan fungsi kognitif pada usia lanjut dengan gangguan kognitif ringan Metode : Metode penelitian pra-eksperimental dengan jumlah sampel 35 orang usia lanjut dengan gangguan kognitif ringan pada sebuah pusat kesehatan, Rumah sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Program latihan koordinasi metode Jockey Club for Positive Aging (JCCPA) diberikan 3x seminggu selama 8 minggu. Penilaian fungsi kognitif menggunakan MoCA-Ina pada sebelum dan sesudah perlakuan. Hasil : Latihan koordinasi selama 8 minggu menghasilkan nilai fungsi kognitif MoCA Ina yang meningkat secara statistik dengan uji T-test berpasangan ( mean 21,23 sebelum perlakuan menjadi 26,00 sesudah perlakuan; p<0,001). Uji Wilcoxon menunjukkan peningkatan yang signifikan pada ranah-ranah fungsi kognitif yaitu visuospatial/ fungsi eksekutif (p<0,001), atensi (p=0,005), bahasa (p=0,004), abstraksi (p=0,002), memori tunda (p<0,001), orientasi (p=0,0025) kecuali pada ranah penamaan (p=0,157) . Kesimpulan: Latihan koordinasi bermanfaat untuk meningkatkan fungsi kognitif pada usia lanjut dengan gangguan kognitif ringan.
ABSTRACT
Background: Elderly is associated with the occurrence of mild cognitive impairment and limited mobility. An exercise method that can increase the cognitive function in elderly with limited mobility is therefore needed. This study aimed to measure the effect of coordination exercise in increasing the cognitive function in elderly with mild cognitive impairment.. Methods: A pre-experimental study with 35 participants from one health center (RSCM) were given 3 session per week for 8 weeks of JCCPA coordination exercise method. MOCA-Ina was used to measure the cognitive function of the subjects. This assessment is performed before and after the program. Results: Paired-t test using MoCA-Ina score increases significantly from mean score of 21.23 before intervention to mean score of 26.00 after intervention (p< 0.005). Wilcoxon test showed improved scores in the cognitive domains of visuospatial / executive function (p <0.001), attention (p = 0.005), language (p = 0.004), abstraction (p = 0.002), delayed memory (p <0.001), orientation (p = 0.0025) except naming (p = 0.157). Conclusion: Coordination exercise is beneficial to increase the cognitive function elderly with mild cognitive impairment.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prihandriyo Sri Hijranti
Abstrak :
Mild Cognitive Impairment (MCI) adalah masa transisi antara masa menua normal dan masa demensia, namun tidak didapatkan gangguan kemampuan menjalankan aktivitas sehari-hari. MCI dapat diidentifikasi dengan deteksi dini di fasilitas pelayanan kesehatan. Penelitian ini bertujan untuk mengetahui hubungan Hipertensi dengan kejadian MCI pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Cipayung Kota Depok. Penelitian dilakukan dengan desain Cross Sectional menggunakan Instrumen MoCA-Ina tervalidasi. Responden dalam penelitian ini berusia 60 tahun keatas non-demensia dan non-depresi. Analisis data menggunakan stratifikasi dan analisis multivariat menggunakan cox regression. Hasil analisis data diperoleh prevalensi MCI sebesar 46,8% dan lansia dengan hipertensi sebesar 68,9%. Selain itu, hasil multivariat menunjukkan bahwa lansia dengan hipertensi kemungkinan berisiko 1,7 kali (PR= 1,70; 95% CI 1,077-2,699) mengalami kejadian MCI dibandingkan lansia normotensi setelah dikontrol variabel lain. Usaha untuk deteksi dini dengan skrining pada orang hipertensi dapat membantu dalam menjaring kasus MCI pada lansia. ......Mild cognitive impairment (MCI) described as a transition phase between healthy cognitive aging and dementia but that does not interfere with activities of daily life. MCI can be detected early in the health facility. The objective of this study was to identified the association between hypertension in elderly and MCI in Cipayung Health center, Depok City. This is a cross sectional study, utilized the primary data from the early detection using validated Montreal Cognitive test for Indonesia (MoCA-Ina). Participant of this study was non demented and non-depressed elderly people age more than 60 years old. The data analysis was performed with stratification and cox regression multivariate analysis. The results of study showed the prevalence of MCI is 46,8% and Elderly with hypertension is 68,9%. The result of multivariable analysis showed that elderly people with hypertension probably had 1,7 risk to get MCI with PR=1,705 (95% CI 1,077 - 2,699) than elderly with normotension after adjusted with other variable. For the purpose of early detection of dementia, screening should be taken seriously as a possible pre-stage of MCI in elderly.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T48400
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simamora, Nova
Abstrak :
Latar Belakang : Pekerja di manufaktur sepatu setiap harinya terpajan beragam hazard. Salah satu pajanan adalah pelarut organik. berbagai penelitian melaporkan hubungan yang kuat antara pajanan pelarut organik dengan gangguan fungsi paru obstruksi dan restriksi. Namun belum banyak studi dilakukan untuk mempelajari antara hubungan antara pajanan pelarut organik di manufaktur sepatu dengan faktor-faktor risiko dan gejala klinis gangguan fungsi paru. Metode : Desain potong lintang melibatkan 134 subyek, Cementing n=67 dan stockfit n=67. Pada bagian cementing terpajan pelarut Aseton, bagian stockfit oleh campuran pelarut Aseton dan klorin. Seluruh subyek dilakukan pemeriksaan fungsi paru dengan menggunakan spirometer menilai KVP dan VEP1/KVP. Subyek dilakukan interview untuk mengetahui gejala klinis, riwayat penyakit dahulu dan riwayat pekerjaan. Kadar pelarut organik di kedua tempat diukur. Analisis statistik menggunakan Chi square dengan p0,05. Multivariat menggunakan regresi logistik metode enter. Hasil : Didapatkan 23 orang (17%) mengalami gangguan fungsi paru testriksi. Tidak ada hubungan bermakna antara pejalan pelarut organik, faktor-faktor risiko demografi dan okupasi dengan gejala klinis gangguan fungsi paru restriksi (p>-.05) /disebabkan masa kerja < 10 tahun. Proporsi subyek dengan gejala bronkitis kronik, di cementing 40.3%, stockfit 62.7%. analisis chi-square menegaskan adanya hubungan bermakna. Di bagian cementing, diperoleh hasil berikut, faktor risiko umur (p < 0.015), masa kerja (p < 0.05), dan total kumulatif pajanan p < 0.05). Dan hasil uji regresi logistik didapat bahwa di bagian cementing, masa kerja faktor risiko dominan terhadap gejala bronkitis kronik p. Kesimpulan : Dari studi dapat disimpulkan bahwa pajanan pelarut organik mengakibatkan gejala klinis bronkitis kronik yang berhubungan dengan faktor risiko usia, masa kerja, dan total kumulatif pajanan. Tidak ada hubungan bermakna antara panajan pelarut organik terhadap gangguan fungsi paru. Perlu langkah preventif guna mencegah berkembangnya gejala bronkitis kronik menjadi gangguan fungsi paru. Dilakukan dengan pemakaian alat pelindung diri sesuai dengan pajanan kimia dan pemasangan local exhaust. ......Background : Depending on the kinds of production sites, Shoe factory workers are exposed to many kinds of occupational hazards with one of them being exposure to organic solvent. Organic solvent exposure has been reported to have adverse pulmonary effects including obstructive and restrictive pulmonary diseases. The study aimed to investigate association between organic solvent exposure, risk factor, and clinical symptoms of pulmonary functions impairment among shoe factory workers. Methods : Cross sectional study group consist of 134 workers in two different production parts i.e cementing n 67 and stockfit n 67. Subjects works in cementing part were exposed to aceton, while in stockfit to a combination of aceton and chlorine. To all subjecs, pulmonary functions testing including measurement of FVC and FEV1 FVC Value were perfomed asking about clinical symptoms and the histories of both their health and work records. Statistic analysis using Chi square p,0,05 and logistic regretion for multivariate. Result : All of subject, 23 17 suffered from restrictive diseases. However bivariate analysis using chi square did not show significant correlation between organic solvent exposure, demografic risk factors, clinical symptoms and restrictive lung diseases p 0.05. This probably due to the short work duration of the subject 10 years. Despite this observation, it is important to note that the study strongly identified chronic bronchitis symptoms among workers in both cementing 40.3 and in stockfit 62.7. Furthermore chi square analysis showed significant correlation between risk factors and chronic bronchitis symptoms in both places. in cementing, it was observed that age (p < 0.05), work duration (p < 0.05) and total cumulative exposure (p < 0.015) were significantly contributed to the symtoms. Whereas in stockfit, the risk factors were as follows, work duration (p < 0.05) and total cumulative exposure (p < 0.05). Logistic regression analysis showed that in cementing, work duration was observed to be the greatest risk factor to the bronchitis related-symtoms, p < 0.008, OR 12.100 and CI95% (1.92-76.23, whereas in stockfit, total cumulative exposure was associated the most with the symtoms p0.039 OR 6.667 CI95% )1.099-40.434). Conclusions : The result from the present studi indicate that occupational exposure to organic solvent has significant association with clinical symtoms related to chronic bronchitis. Risk factors sucs as age, work duration, and total cumulative exposure are observed to contribute to the symtoms. However, exposure to organic solben did not significantly caused lung function disorger. Preventions are required to avoid the clinical symtoms develope into pulmonary impairment, such as the use personal protection equipment and local exhaust apparatus.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Kusuma Dewi
Abstrak :
Masalah kesehatan yang kerap ditemukan pada lansia yaitu gangguan fungsi kognitif. Gangguan kognitif dapat mempengaruhi kesejahteraan dan keselamatan lansia. Pengelolaan faktor risiko perlu diperhatikan untuk menjaga fungsi kognitif, salah satunya kualitas tidur. Penelitian ini bertujuan untuk memastikan adanya hubungan antara kualitas tidur dengan fungsi kognitif pada lansia. Dengan desain cross-sectional, penelitian dilakukan terhadap 152 lansia berusia 60 tahun atau lebih yang bertempat tinggal di Kecamatan Cakung. Instrumen penelitian ini menggunakan Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) untuk mengetahui kualitas tidur dan Montreal Cognitive Assessment versi Bahasa Indonesia (MoCA-Ina) untuk menguji fungsi kognitif. Berdasarkan kualitas tidur, ditemukan 54,6% responden mengalami kualitas tidur terganggu, sedangkan sebanyak 73,7% responden mengalami penurunan fungsi kognitif. Uji chi square menunjukkan nilai p = 0,031 (p < α; α = 0,05), menandakan terdapat hubungan yang signifikan antara kualitas tidur dengan fungsi kognitif pada lansia. Nilai odd ratio (95% CI) 2,233 menyimpulkan responden dengan kualitas tidur terganggu berisiko 2,233 kali lebih besar untuk terkena gangguan fungsi kognitif. Merujuk pada hasil penelitian, program kesehatan mengenai tidur dan kognitif dapat dibentuk dan diaplikasikan secara terpadu untuk menjaga kesehatan, kesejahteraan, dan keselamatan lansia. ......The health issue commonly found in older adults is cognitive impairment. Cognitive impairment can significantly affect the well-being and safety of the older adults. Managing risk factors is essential to preserve cognitive function, and one of these factors is sleep quality. This study aims to ascertain the relationship between sleep quality and cognitive function among the older adults. With a cross-sectional design, the study was conducted on 152 elderly individuals aged 60 years or older residing in the Cakung District. The research instruments utilized were the Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) to assess sleep quality and the Montreal Cognitive Assessment-Indonesian version (MoCA-Ina) to evaluate cognitive function. Based on sleep quality, it was found that 54,6% of respondents had disturbed sleep quality, while 73,7% experienced cognitive function impairment. The chi-square test results indicated a p-value of 0,031 (p < α; α = 0,05), indicating a significant relationship between sleep quality and cognitive function among the older adults. The odds ratio value (95% CI) of 2,233 concluded that respondents with disturbed sleep quality were 2,233 times more likely to experience decreased cognitive function. Based on the research findings, integrated health programs focusing on sleep and cognitive health can be formulated and implemented to safeguard the health, well-being, and safety of the older adult population.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gabriela Ellenzy
Abstrak :
Kemajuan teknologi medis dan informasi mengenai terapi antiretroviral (ART) menyebabkan pasien HIV memiliki angka harapan hidup yang meningkat. Di sisi lain, angka harapan hidup yang meningkat ini juga perlu diselaraskan dengan kualitas hidup yang baik. Pada populasi pasien HIV terdapat risiko mengalami gangguan neurokognitif sehingga berdampak terhadap kualitas hidupnya. Penelitian ini bermaksud untuk mengidentifikasi faktor yang memengaruhi penurunan fungsi kognitif yang terdapat pada pasien HIV/AIDS di Pokdisus RSCM. Penelitian dilakukan dengan desain potong lintang dari Mei 2022 hingga Desember 2023. Sampel penelitian adalah pasien HIV/AIDS dewasa di Pokdisus RSCM. Sebanyak 121 subjek terpilih berdasarkan simple random sampling. Analisis regresi linear dilakukan untuk menilai faktor risiko gangguan fungsi kognitif. Dari 121 subjek, mayoritas responden berjenis kelamin laki-laki, dengan rerata usia 40,25 (SD ± 8,42). Prevalensi gangguan kognitif pada pasien dewasa dengan HIV/AIDS di Pokdisus RSCM yakni sebesar 55,4% dengan faktor risiko yang berhubungan memengaruhi rerata skor MOCA-INA yakni faktor durasi inisiasi terapi, yakni satu tahun keterlambatan inisiasi pengobatan ART dapat menurunkan skor MOCA-INA sebesar -0,3 poin. Temuan lainnya yakni kondisi meningitis secara signifikan memengaruhi gangguan kognitif pada HIV. Dari hasil analisis multivariat, meningitis menurunkan skor MOCA-INA sebesar 2,629 poin. Program untuk penapisan gangguan kogntif dapat dilakukan pada pasien HIV secara berkala. ......The advancement of medical technology and information regarding antiretroviral therapy (ART) have led to an increased life expectancy among HIV patients. This improved life expectancy needs to be aligned with a good quality of life. In the population of HIV patients, there is a risk of experiencing neurocognitive disorders that can impact the patients' quality of life. This research aims to identify factors influencing the decline in cognitive function in HIV/AIDS patients at the Pokdisus RSCM. The study was conducted with a cross-sectional design from May 2022 to December 2023. The research sample was adult HIV/AIDS patients at Pokdisus RSCM. Out of 121 subjects, the majority of respondents were male, with a mean age of 40.25 (SD ± 8.42). The prevalence of cognitive impairment in adult patients with HIV/AIDS at Pokdisus RSCM was 55.4%, associated risk factors affecting the mean MOCA-INA score, such as the duration of treatment initiation. A one-year delay in initiating ART treatment could decrease the MOCA-INA score by 0.3 points. Another finding is meningitis significantly influences the presence of cognitive impairment. From the multivariate analysis, meningitis can decrease the MOCA-INA score by 2.629 points. Screening programs for cognitive impairment can be periodically conducted in HIV patients.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yuhyi Fajrina
Abstrak :
Latar Belakang. Gangguan kognitif dapat terjadi pada multipel sklerosis MS dan berdampak menurunnya kualitas hidup. Brief International Cognitive Assessment for MS BICAMS merupakan instrumen untuk mendeteksi gangguan kognitif penyandang MS. Penelitian ini bertujuan untuk memvalidasi instrumen BICAMS versi bahasa Indonesia BICAMS-INA .Metode. Penelitian potong lintang ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo Jakarta periode Mei-Juni 2018 pada kelompok MS dan kontrol. Pemeriksaan BICAMS yang terdiri dari; Symbol Digit Modalities Test SDMT , California Verbal Learning Test-II CVLT-II , dan Brief Visuospatial Memory Test Revised BVMTR dilakukan pada 23 kelompok MS dan 66 kelompok kontrol. Kemudian dilakukan retest pada 13 kelompok MS dan 23 kelompok kontrol.Hasil. Rerata SD hasil pemeriksaan BICAMS pada kelompok MS dan kontrol sebagai berikut: SDMT kelompok MS 41,4 15,1; kelompok kontrol 64,9 16,2 p
Background. Cognitive impairment can occur in multiple sclerosis MS and impact on decreased quality of life. Brief International Cognitive Assessment for MS BICAMS is an instrument to detect cognitive impairment in MS. This study aimed to validate the Indonesian version of BICAMS BICAMS INA .Methods. This cross sectional study was performed in Cipto Mangunkusumo National General Hospital, Jakarta, from May to June 2018 on MS and control group. Consisted of Symbol Digit Modalities Test SDMT , California Verbal Learning Test II CVLT II , and Brief Visuospatial Memory Test Revised BVMTR , this instrument was administered to 23 patients with MS and 66 healthy controls. Retest was performed on 13 patients with MS and 23 healthy controls.Result. The mean SD score of BICAMS in MS and control groups were as follows SDMT in MS vs control group 41.4 15.1 vs 64.9 16.2 p
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulfahtun Ni`mah
Abstrak :
Debu batu kapur dihasilkan oleh kegiatan penambangan batu kapur, salah satunya adalah PM2,5. Paparan PM2,5 dapat menyebabkan penurunan fungsi paru-paru. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan hubungan keterkaitan PM2,5 dengan penurunan fungsi paru pada pekerja. Penelitian ini menggunakan studi cross-sectional dengan teknik total sampling 30 pekerja. Instrumen dalam penelitian ini menggunakan kuesioner untuk wawancara, Dusttrak II TSI untuk mengukur konsentrasi PM2.5 dan spirometri untuk mengukur fungsi paru-paru. Berdasarkan hasil penelitian, nilai konsentrasi PM2.5 tertinggi adalah 987 μg / m3 dan terendah 14 μg / m3. Hasil analisis menggunakan Chi-square diperoleh korelasi antara penggunaan alat pelindung diri dengan gangguan fungsi paru-paru (p = 0,000). Selanjutnya, hasil menggunakan uji eksak Fisher, ada korelasi antara konsentrasi PM2,5 dan penurunan fungsi paru (p = 0,002) dan tahun kerja dengan penurunan fungsi paru (p = 0,000). Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan analisis risiko kesehatan lingkungan untuk memperkirakan berdasarkan asupan. ......Limestone dust is produced by limestone mining activities, one of which is PM2,5. Exposure to PM2,5 can cause a decrease in lung function. The purpose of this study was to determine the relationship of PM2.5 linkages with decreased lung function in workers. This study uses a cross-sectional study with a total sampling technique of 30 workers. The instruments in this study used questionnaires for interviews, Dusttrak II TSI to measure PM2.5 concentrations and spirometry to measure lung function. Based on the results of the study, the highest PM2.5 concentration values ​​were 987 μg / m3 and the lowest was 14 μg / m3. The results of the analysis using Chi-square obtained a correlation between the use of personal protective equipment with impaired lung function (p = 0,000). Furthermore, the results using Fisher's exact test, there is a correlation between PM2.5 concentration and decreased lung function (p = 0.002) and years of work with decreased lung function (p = 0,000). Further research is needed by using environmental health risk analysis to estimate based on intake.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rima Anindita Primandari
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang: Gangguan fungsi kognitif merupakan salah satu defisit neurologis kedua tersering setelah sakit kepala pada tumor intrakranial. Gangguan fungsi kognitif yang paling sering terjadi pada tumor otak adalah gangguan fungsi eksekutif. Penilaian fungsi kognitif sebelum dilakukan operasi maupun radioterapi penting sebagai data dasar klinis pasien. Tujuan: Mendapatkan informasi mengenai penilaian fungsi kognitif sebelum dilakukan operasi maupun radioterapi sebagai data dasar klinis pasien. Metode: Disain penelitian ialah survei potong lintang dengan pengambilan sampel secara konsekutif. Data diperoleh dari Divisi Fungsi Luhur Poliklinik saraf dan Departemen Rekam Medis RSUPN Cipto Mangunkusumo periode Januari 2009-Maret 2016. Subjek penelitian berusia 18-65 tahun dan telah terdiagnosis tumor otak, memiliki hasil histopatologi, serta telah menjalani pemeriksaan fungsi luhur preoperatif. Hasil: Terdapat 77 subjek penelitian dengan proporsi subjek laki-laki (50,6%) dan perempuan (49,4%) hampir sama, terbanyak berusia 40 tahun ke atas (67,5%), serta berpendidikan terutama 12 tahun ke atas (61%). Glioma (46,7%) dan meningioma (63,2%) merupakan dua tumor otak primer terbanyak, sedangkan paru (34,4%) dan payudara (18,8%) adalah asal metastasis otak terbanyak. Hampir semua subjek mengalami gangguan fungsi kognitif (96,1%), terutama ranah jamak (93,2%). Ranah memori dan fungsi eksekutif merupakan dua ranah yang paling sering terganggu. Proporsinya semua metastasis dan 80% tumor otak primer mengalami gangguan memori. Sebesar 77,5% tumor primer dan 89,7% metastasis otak mengalami gangguan fungsi eksekutif. Kesimpulan: Hampir semua fungsi kognitif pada tumor otak primer dan metastasis terganggu, tetapi gangguan pada metastasis otak lebih berat. Ranah jamak merupakan ranah yang paling banyak terganggu, terutama memori dan fungsi eksekutif.
ABSTRACT
Aim: To obtain information about cognitive assessment before surgery and radiotherapy. Methods: This study was a cross-sectional retrospective study using consecutive sampling. Data obtained from neurobehavior division of Neurology Clinic and Medical Record Department of Cipto Mangunkusumo Hospital started at January 2009 to April 2016. Subjects, aged 18 to 65 years old, diagnosed brain tumors, had histopatologic data, and done cognitive exam before surgery. Results: There were 77 subjects, with no notable difference in gender proportion (50,6% male subjects and 49,4% female subjects). All were aged 40 years old above (67,5%) and had education level not lower than 12 years (61%). Glioma (46,7%) and meningioma (63,2%) are two most common primary brain tumors, whilst lungs (34,4%) and breast (18,8%) are two most major brain metastasis origin. Most subjects had cognitive impairments (96,1%), predominantly multidomain (93,2%). Of all domain, memory and executive function are mostly affected. All metastasis, and 80% primary brain tumor had memory impairment and 77,5% primary brain tumor and 89,7% brain metastasis had executive impairment. Conclusion: Almost all cognitive domain impaired in brain tumors, particularly in brain metastasis. It suggested that multiple cognitive domain impairment were majorly impaired, with memory and executive function as the most common domain.
2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Teuku Reyhan Gamal
Abstrak :
ABSTRAK Latar belakang : Gangguan kognitif sebagai komplikasi dari penyakit serebrovaskular terkait hipertensi merupakan masalah kesehatan global seiring dengan meningkatnya angka harapan hidup. Baku emas diagnostik Vascular Cognitive Impairment (VCI) adalah pemeriksaan neuro imaging. Penelitian ini menggunakan modalitas neurosonologi dimana nilai pulsatility index (PI) arteri serebri media (MCA) berdasarkan pemeriksaan Trans Cranial Doppler (TCD) diharapkan menjadi alternatif prediktor gangguan kognitif pada penderita hipertensi Tujuan : Mengetahui perbedaan nilai PI MCA bilateral antara penderita hipertensi kognitif normal dengan kognitif terganggu. Secara spesifik, penelitian ini bertujuan untuk menilai apakah PI MCA dapat menjadi prediktor gangguan kognitif Metode : Penelitian ini bersifat potong lintang dengan subyek hipertensi tanpa komplikasi makrovaskular di poliklinik Saraf RSCM. Terdapat 66 subyek yang dipilih berdasarkan kriteria inklusi. Seluruh subyek menjalani pemeriksaan Montreal Cognitive Assesment versi Indonesia (MoCA-Ina) untuk menilai status kognitifnya. Berdasarkan hasil MoCA-Ina seluruh subyek akan dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok kognitif normal dan terganggu. Kedua kelompok lalu menjalani pemeriksaan TCD untuk menilai PI MCA bilateral Hasil : Kelompok dengan gangguan kognitif memiliki nilai PI MCA lebih tinggi dibanding dengan kelompok kognitif normal (p<0,001). Peningkatan nilai PI MCA kiri lebih besar kecenderungannya untuk mengalami gangguan kognitif dibanding peningkatan nilai PI MCA kanan. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi gangguan kognitif selain nilai PI MCA adalah lama menderita hipertensi, usia dan Diabetes Mellitus tipe 2 (DMT2) Kesimpulan : Terdapat perbedaan bermakna nilai PI MCA bilateral antara kedua kelompok kognitif. Pulsatility Index MCA dapat menjadi prediktor timbulnya gangguan kognitif pada penderita hipertensi.
ABSTRACT Background : Cognitive impairment as neurologic complications of hypertension related cerebrovascular disease has become global health issue due to increasing life expectancy. Gold standard diagnostic of vascular cognitive impairment (VCI) is through radiologic Magnetic Resonance Imaging (MRI) cerebral. This study utilize another modality by using Transcranial Doppler (TCD) pulsatility index (PI) value of middle cerebral artery (MCA) to evaluate peripheral resistance. The purpose of this study was to determine if pulsatility index of MCA can be a predictor for cognitive impairment in hypertensive patients. Methods : This is a cross sectional study conducted in Ciptomangunkusumo Hospital, Jakarta. Sixty six hypertensive subjects which lacked of macrovascular complications were selected and screened using Montreal Cognitive Assesment-Indonesia version (MoCA-Ina) to determine their cognitive status. Scores ≥ 26 were grouped under cognitively normal subjects while scores ≤ 26 grouped under cognitive impairment subjects. Both groups then underwent TCD examination to determine values of PI MCA bilateral. Results : Pulsatility index MCA were significantly higher in cognitive impairment group than normal group (p<0,001). Subjects with elevated left side MCA PI has more tendency to suffer cognitive impairment rather than right side. Other confounding factors related to cognitive impairment would be ages and diabetes mellitus type 2 (DMT2) Conclusion : Cognitive impairment hypertensive subjects has significantly higher PI MCA compared to cognitively normal hypertensive subjects. Pulsatility index of MCA can be a predictor for cognitive impairment in hypertensive subjects.
2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>