Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 42 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ferry Bernardus P. W.
Abstrak :
Hotel Borobudur merupakan hotel bintang lima bertaraf internasional yang berlokasi di Jakarta. Untuk menjaga kestabilan tingkat hunian kamarnya, hotel Borobudur menggunakan bauran promosi untuk kegiatan promosinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi dari pelaksanaan bauran promosi di hotel Borobudur Jakarta. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survai dengan jenis penelitian deskriptif analisis. Untuk mengetahui kelebihan, kekurangan, kesempatan dan ancarnan yang dihadapi hotel Borobudur, penulis menggunakan analisis SWOT. Produk yang ditawarkan oleh hotel Borobudur kepada konsumen mencakup membership hotel yang bernama discovery club yaitu di mana konsumen ditawarkan untuk menjadi anggota atau konsumen tetap dari hotel Borobudur dengan berbagai fasilitas dan kemudahan yang akan diperoleh seperti discount untuk kamar, adanya pemakaian fasilitas hotel tak terbatas,adanya undangan bila hotel Borobudur mengadakan suatu acara dan banyak lagi.Hotel Borobudur pun cukup sering untuk mengadakan acara-acara yang sifatnya aural atau charity dengan bekerjasama dengan kedutaan-kedutaan asing maupun para artis ibukota. Klub Borobudur menawarkan menu-menu makanan yang khas dan merupakan ciri khas hotel Borobudur dengan harga khusus,seperti buy one get one free, all you can eat dan sebagainya. Segmen pasar dari hotel Borobudur adalah orang-orang asing yang tinggal di Indonesia maupun yang berasal dari luar negeri. Produk yang ditawarkan kepada mereka adalah adanya jaminan keamanan bagi mereka, voucher menginap dan menggunakan fasilitas hotel dengan rate khusus, pemberian discount bagi penggunaan function room, meeting room dan wedding packet, serta adanya kims yaitu kartu discount khusus bagi orang-orang asing yang ingin menginap dan menggunakan fasilitas hotel Borobudur. Tetapi hotel Borobudur tidak mengabaikan konsumen dalam negeri, dan strategi pemasaran yang dilakukan kepada mereka dengan menetapkan kurs rupiah dengan harga khusus terutama pada masa-masa low seasons. Pesaing/kompetitor utama hotel Borobudur adalah hotel-hotel bintang lima berlian terutama hotel-hotel yang memiliki terobosan-terobosan dalam bidang pemasaran atau promosi, seperti bila ada suatu hotel yang berhasil mernbawa tamu panting untuk menginap di hotel tersebut (tamu negara atau artis terkenal) dapat dikatakan sebagai pesaing utama hotel Borobudur dan bila hal itu terjadi hotel Borobudur akan mempelajari secara sungguh-sungguh terhadap promosi hotel tersebut. Hasil analisis SWOT menunjukkan pelaksanaan bauran promosi di Hotel Borobudur Jakarta sudah cukup baik, karena promosi yang dilakukan hotel Borobudur lebih menekankan pada segi kearnanan bagi konsumen, hal ini sangatlah penting mengingat situasi politik dan keamanan Indonesia yang tidak menentu saat ini dan banyaknya kemudahan-kemudahan yang ditawarkan kepada konsumen lewat discount dan harga khusus, baik bagi konsumen asing maupun kunsumen lokal. Dan kepada media-pun hotel Borobudur telah menjaga dan membina hubungan secara baik, seperti cukup seringnya hotel Borobudur mengundang mereka bila akan mengeluarkan produk-produk baru, begitu pula dengan pelanggannya, hotel Borbudur selalu aktif menghubungi dan mengontak para pelanggannya baik lewat telephon, fax atau e-mail sehingga diharapkan dapat meningkatkan citra positif hotel Borobudur. Namun masih terdapat beberapa penyimpangan / kekurangan, seperti kurang aktif atau kurang gencarnya hotel Borobudur melakukan promosi terhadap produknya, hal ini dapat dilihat dari jarangnya hotel Borobudur memasang iklan bila hotel Borobudur telah melakukan suatu kegiatan, belum dapat melakukan suatu terobosan besar dengan mengundang tamu-tamu panting untuk menginap, meskipun hal tersebut telah dicoba dilakukan tetapi belum rnembuahkan hasil yang maksimal, dan adanya tumpang tindih dalam pelaksanaan public relations dan advertising. Atas dasar kenyataan tersebut maka penulis menyarankan agar melakukan promosi secara gencar (hard selling) terutama yang berhubungan dengan event-event besar, lakukan secara terus menerus terobosan-terobosan baru dengan menawarkan produk-produk yang kompetitif bagi konsumen ,sehingga target pasar dapat dicapai secara maksimal.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T1117
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Ketut Wiryadinata
Abstrak :
Standar kualitas pelayanan suatu hotel dibuat berdasarkan persepsi manajemen hotel terhadap harapan pelanggannya. Dengan asumsi bahwa manajemen telah memiliki persepsi yang tepat mengenai harapan pelanggannya, maka masalah berikutnya adalah bagaimana menterjemahkan persepsi tersebut menjadi suatu standar kualitas pelayanan, suatu standar pelayanan yang operasional - yang dapat diimplementasikan dan dapat diukur. Untuk memperoleh gambaran bagaimana penetapan standar kualitas pelayanan di Hotel XYZ, dilakukan penelitian terhadap individu (manajer dan karyawan) pada unit-unit kerja/departemen yang ada di Hotel XYZ mengenai persepsi manajer dan karyawan terhadap adanya standar kualitas pelayanan, persepsi manajer dan karyawan terhadap adanya kesenjangan (Gap-2 berdasarkan Gaps Model of Service Quality) serta persepsi manajer dan karyawan terhadap penyebab kesenjangan tersebut. Pengukuran persepsi tentang adanya standar kualitas pelayanan dilakukan dengan memberikan questionnaire yang meliputi ke 5 dimensi kualitas pelayanan yaitu (1) Penampilan fisik / tangible, (2) Kemampuan mewujudkan janji / reliability, (3) Kecepatan tanggapan dalam memberikan pelayanan / responsiveness, (4) Kemampuan memberikan jaminan pelayanan yang baik / assurance, dan (5) Kemampuan memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan / empathy. Sedangkan persepsi terhadap faktor-faktor yang menyebabkan adanya kesenjangan meliputi (1) faktor komitmen manajemen terhadap kualitas pelayanan, (2) faktor penetapan tujuan/sasaran, (3) faktor standarisasi tugas-tugas, dan (4) faktor keyakinan/kemampuan memenuhi harapan pelanggan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa manajer memiliki persepsi lebih tinggi (skala 6.18) dari pada karyawan (skala 5.86) dari skala 7.00 dalam hal adanya standar kualitas pelayanan di Hotel XYZ. Adanya kesenjangan pada manajer (0.82) dan pada karyawan (1.14) disebabkan oleh karena adanya kesenjangan terutama pada faktor kurangnya standarisasi tugas-tugas (1.65) disusul oleh faktor kurangnya penetapan tujuan/sasaran (goal setting), (1.04). Kesenjangan-kesenjangan tersebut dapat diperkecil dengan (1) mensosialisasikan standar kualitas yang sudah ada baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, (2) memberikan kesempatan kepada karyawan yang kontak langsung dengan pelanggan untuk memberikan masukan-masukan mengenai standar kualitas pelayanan, yang selanjutnya didiskusikan dan dibahas untuk menentukan standar kualitas yang lebih sesuai dengan harapan pelanggan.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T10084
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rusdi Yusuf
Abstrak :
Dalam rangka menilai kinerja BUMD yang dimiliki oleh Pemda DKI Jakarta cukup banyak, maka dipilih salah satu, yaitu PD Wisata Niaga Jaya yang berusaha dalam kelompok usaha industri pariwisata, dimana "Core Business" utamanya adalah penyediaan dan pengelolaan sarana perhotelan. Salah satu hotel yang mempunyai potensi besar untuk meningkatkan pendapatan PD Wisata Niaga Jaya adalah Hotel Bintang 4 Cempaka Jakarta. Penilaian kinerja Badan Usaha Milik Daerah di lingkungan Pemerintah Daerah Khusus lbukota Jakarta hanya berdasarkan SK Gubernur KDKI Jakarta No. 849 Tahun 1994 tanggal 23 Juni 1994 yang hanya memperhatikan indikator-indikator rentabilitas, likuiditas dan solvabilitas yang berarti hanya memperhatikan aspek keuangan saja. Penilaian kinerja yang sejalan dengan manajemen strategik yang baru yaitu: BALANCE SCORECARD (Kaplan dan Norton, 1996) akan diterapkan, dimana konsep Balance scorecard adalah alat untuk menilai kemampuan perusahaan dengan mem-balance 4 (empat) aspek sekaligus yaitu: aspek keuangan, pelanggan, bisnis internal dan aspek pembelajaran dan pertumbuhan organisasi. Balance scorecard adalah media terjemahan visi dan strategi menjadi sasaran dan ukuran mulai dari rencana, implementasi sampai dengan hasil. Penelitian terhadap kinerja Hotel Cempaka Jakarta bersifat deskriptif analitis dengan memandang kondisi keuangan perusahaan merupakan resultan dari organisasi belajar, proses bisnis internal dan tingkat kepuasan pelanggan yang terjadi dalam perusahaan. Sedangkan metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif untuk mengetahui gambaran setiap variabel yang ditanyakan dalam kuesioner terhadap pelayanan pelanggan, bisnis internal perusahaan dan pembelajaran organisasi Hotel Cempaka Jakarta. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat diperoleh penilaian kinerja perusahaan dalam rangka peningkatan efisiensi dan efektivitas dalam peningkatan daya saing perusahaan daerah Pemerintah Daerah DKI Jakarta adalah sebagai berikut : 1. bahwa penerapan pembelajaran yang dilakukan pada aspek dinamika belajar, pembaharuan organisasi dan pemberdayaan individu sudah diterapkan pada sebagian besar organisasi, sedangkan aspek pengelolaan pengetahuan dan penerapan teknologi baru diterapkan pada sebagian kecil organisasi 2. Pada proses bisnis internal, pemahaman atas tugas pelayanan jasa hotel sudah cukup baik dan alat-alat penunjang sudah sesuai dengan standar hotel. Kedua hal tersebut diatas menyebabkan tingkat loyalitas pelanggan Hotel Cempaka masuk dalam kategori 4 yaitu "puas". Mengingat bahwa Hotel Cempaka baru beroperasi pada bulan September 1996, kondisi keuangan hotel masih dalam tahap berkembang (growth) dengan cash flow negatif. Memperhatikan 3 hal tersebut diatas Hotel Cempaka masih memiliki potensi untuk dapat berkembang.
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T10390
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indro Yuwono
Abstrak :
Strategi meningkatkan hunian kamar melalui konsep manajemen hasil (yield management) di Hotel Sahid Jaya dilandasi oleh masalah persaingan, karena daya tarik pasar berakibat terjadinya ketidak seimbangan .antara penawaran dan permintaan yang mengarah pada perang harga Berpedoman pada model "ICEBERG" dari D.F. Abell untuk menang di pasar tidak cukup hanya mengandalkan produk dalam bentuk phisik, harus dicoba mengembangkan faktor-faktor bukan produk (visible differences) seperti "value/price". Mulai tahun 1994 manajemen mencoba mengimplementasikan konsep Manajemen Hasil (yield management) yang merupakan teknik memaksimumkan pendapatan dengan harga yang wajar. Konsep diatas memerlukan banyak rencana kerja yang cukup rumit antara lain, membuat ramalan secara harian, menetapkan sistem dan prosedur, strategi & rencana taktis dan sistem umpan balik dan ketepatan informasi. Implementasi "Yield Management " akan berjalan apabila ditunjang dengan sistem database antara lain dengan menggunakan "Hotel Information System" untuk mendapatkan informasi yang tepat dan cepat. Beberapa tahapan yang diperlukan antara lain menetapkan strategi untuk jangka waktu satu, tiga, enam bulan dan strategi jangka panjang. Kesimpulan yang dapat diperoleh bahwa konsep "Yield Management" sangat tepat untuk diimplementasikan karena terbukti tingkat hunian dan harga rata-rata meningkat pada tahun 1994 dibanding dengan tahun 1993, namun karena baru tahap awal masih diperlukan beberapa rencana kerja dan strategi dalam pelaksanaannya antara lain dengan menggeser segmen pasar dan persediaan kamar. Beberapa saran yang direkomendasi di sini adalah perlunya team "Yield Management" ditingkatkan motivasinya dan pelatihan staf untuk memahami konsep tersebut harus dilaksanakan secara terus menerus.
Depok: Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ario Sampurno
Abstrak :
Front Office Department di dalam industri perhotelan merupakan salah satu dari tiga aktifitas utama selain Housekeeping, dan Food and Beverage Department. Management Hotel menyadari bahwa untuk dapat bersaing dibutuhkan suatu bentuk pelayanan yang sempurna serta memiliki karakteristik khusus yang dapat memberikan kesan postitif bagi pelanggan. Untuk itu maka pihak Management selalu berusaha untuk melakukan perbaikan-perbaikan yang yang diperlukan untuk dapat memperbaiki kinerja dari setiap departement yang ada. Front Office Department sebagai bagian yang berinteraksi secara langsung dengan pelanggan bertugas memberikan segala informasi mengenai fasilitas serta sarana yang dimiliki oleh hotel kepada pelanggan. Selain itu kenyamanan serta kepuasan dari pelayanan yang diberikan oleh pihak Management sangat bergantung kepada bagaimana Front Office Department dapat mengetahui keinginan dari pelanggan. Berdasarkan kepada hal tersebut maka, karya akhir ini bertujuan untuk membahas suatu bentuk usulan prosedur-prosedur yang harus dimiliki oleh Front Office Department dengan meletakkan kepada fungsi dan tugas yang dimilikinya. Dengan pangsa pasar yang sebagian besar merupakan pelaku bisnis, Hotel X dapat dikategorikan sebagai intercity hotel. Karakterisitik ini berbeda dengan hotel-hotel yang sebagian besar pelanggannya adalah wisatawan atau lebih dikenal dengan resort hotel. Pada intercity hotel, pelanggan yang ada adalah orang-orang yang memiliki mobilitas tinggi sehingga waktu kunjungan yang dimiliki tidak selama pada resort hotel. Namur dikarenakan fungsinya, informasi mengenai keberadaan serta kerahasiaan dari pelanggan menjadi suatu salah satu faktor penting yang harus diperhatikan. Hal ini didasarkan kepada seringnya penggunaan fasilitas hotel sebagai tempat rapat serta istirahat yang cukup bagi para pelanggan yang datang untuk melakukan perjalanan bisnis. Relasi serta pelanggan yang telah menjadi pengunjung tetap menjadi perhatian khusus yang hams dicermati oleh pihak management Pemberian fasilitas khusus merupakan salah satu bentuk pelayanan yang sering diberikan untuk dapat menjaga hubungan baik yang selama ini teijadi di antara kedua belah pihak. Untuk itu sering dijumpai pelanggan dengan status VIP yang memiliki keistimewaan khusus dalam pelayanan yang diterima oleh pelanggan. Hal ini yang menjadi titik berat dalarn penyusunan karya akhir yang dilakukan. Dengan berdasarkan kepada status dan pelanggan dalam hal ini VIP status maka penyusunan terhadap prosedur yang dilakukan diharapkan akan dapat memperbaiki serta meningkatkan kinerja yang ada di dalam Front Office Department. Prosedur-prosedur ini memberikan suatu instruksi mengenai tirdakan serta kebijakan yang harus dilakukan di dalam menangani pelanggan dengan status VIP.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T15587
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Wisaksono
Abstrak :
ABSTRAK Dengan semakin agresifnya kegiatan Pemerintah dalam mengembang- kan sektor Pariwisata iumlah wisatawan asing yang datang ke Indonesia selalu meningkat sejak akhir dasawarsa 1980-an. Demikian pula dengan semakin berkembangnya kegiatan bisnis di indonesia telah menambah ramainya arus masuk tamu asing ke Indonesia. Meningkatrtya arus wisatawan dan tamu asing ini telah mendorong kenaikan jumlah permintaan kamar hotel di berbagai tempat di Indonesia. Kemudian banyak investor baru yang rnulai menanamkan modalnya di bidang perhotelan. Daerah Bali, Jakarta dan Jawa Barat merupakan daerah paling menarik bagi pendirian hotel-hotel baru. Bali lebih menonjol di segi budaya dan potensi alamnya sedangkan Jakarta dan Jawa Barat dari segi bis- nisnya. Disamping itu, meningkatnya jumlah vvisatawan tersebut telah mendo- rong pengusaha hotel yang telah ada untuk meningkatkan kapasitas kamar hotel mereka.

Namun Iaju peningkatan jumlah kapasitas kamar ini telah melampau laju pertumbuhan arus wisatawan atau tamu asing yang datang dari Iuar negeri. Akibatnya meskipun jumlah tamu asing yang datang ke Indonesia mengalami banyak peningkatan ternyata bila dilihat dari tingkat penghunian kamar rata-rata hotel di beberapa daerah mengalami kecenderungan menurun. Di Bali misalnya, tingkat penghunian kamar tahun 1992 diperkirakan hanya mencapai 60 persen saja. Di Yogyakarta, tingkat penghunian hotel tahun tersebut telah anjlok di bawah 60 persen. Padahal menurut Departemen Pariwisata, Pos dan Teleko- munikasi tingkat penghunian bisa disebut normal apabila mencapai sekurang- kurangnya 60 persen. Dengan tingkat penghunian sebesar 60 persen tersebut diperkirakan pengusaha hotel baru mampu menutup seluruh biaya-biaya opera- sinya. Adanya kecenderungan semakin menurunnya tingkat penghunian kamar hotel di beberapa daerah tersebuy mengakibatkan munculnya persaingan dalam bentuk perang tarip. Perang tarip di tingkat hotel raksasa pada akhirnya akan merembet ke hotel-hotel kelas di bawahnya hingga ke hotel melati.

Sementara itu perang tarip antara hotel-hotel berbintang di Jakarta sudah mulai terasa di awal tahun 1993. Menurut data Biro Pusat Statistik tingkat penghunian rata-rata tahun 1991 untuk hotel berbintang lima, masih mencapai 17O persen. Aklbatnya sejak tahun 1992 banyak hotel berbintang lima di Jakarta yang mulai memperbanyak kapasitas kamarnya. Sementara itu jumlah proyek pendirian hotel berbintang lima yang telah disetujui Badan koordinasi Penanaman Modal (BKPM) telah mencapal sebanyak 9 hotel dengan kapasitas sekitar 3.900 kamar. Seluruh proyek tersebut diperkirakan akan selesai dan mulai beroperasi tahun 1996 nanti. Meskipun persaingan telah semakin ketat di tahun 1993 ini, namun ijin bagi pendirian hotel baru di Jakarta masih belum tertutup. Dengan melihat keadaan yang tengah terjadi di bisnis perhotelan tersebut, tulisan ini berusaha menganalisa intensitas persaingan yang sebenar- nya tengah dan akan terjadi di bisnis perhotelan bintang lima khususnya di Jakarta.

Menurut Porter, intensitas persaingan dalam industri bukanlah suatu kebetulan atau nasib buruk. Persaingan dalam suatu industri berakar pada struktur ekonomi yang mendasarinya dan berjalan diluat perilaku pesing-pesaing yang ada. intensitas persaingan ini bergantung pada lima kekuatan persaingan pokok. kelima kekautan tersebut antara lain pendatang baru, potensial, produk pengganti, kekuatan pemasuk dan kekuatan pembeli serta persaingan di antara lain pendatang baru, potensial, produk pengganti, kekuatan pemasok dan ekuatan pembeli serta persaingan di antara perusahaan yang ada dalam industri tersebut. Gabungan dari kelima kekuatan ini akan menentukan potensi laba akhirs dalam industri.

Dari analisa intensitas persaingan berdasarkan kelima kekuatan yang diterangkan porter tersebut, penelitian ini memberikan banyak kesimpulan mengenai bisnis perhotelam berbintang lima di jakarta. persaingan yang terjadi diantara pesaing-pesaing yang telah ada sudah menunjukan ketatnya bisnis ini. Sejak awal tahun 1993 pemotongan tarip kamar hotel mulai terjadi hotel0hotel kelas raksasa ini. Hal ini sebagai akibat semakin menurunnya tingkat perhunian kamar. Sesuai dengan hasil perhitungan ulang dalam penelitian ini bahwa sejak tahun 1991 tingkat penghunian hotel bintang lima dijakarta sebetulnya telah merosot hingga dibawah 60persen. Berbeda dengan data BPS yang menunjukkan tingkat penghunian tersebut masih diatas 70 persen. Dalam penelitian ini juga telah menemukan banyak kesalahan dalam penghitungan tingkat penghunian hotel yang dilakukan oleh BPS. Kesalahan data dari BPS tersebut kelihatannya telah menyesatkan bahwa investor baru maupun pengusaha hotel.

Dengand ata tersebut banyak pengusaha hotel mulai menambah jumlah kapasitas kamar yang mereka tawarkan. Hotel Hilton misalnya, mulai mendirikan bangunan baru dengan kapasitas 500 kamar yang diperkirakan akan selesai akhir tahun 1993 ini. sebanyak sembilan hotel bintang lima baru yang masih dalam tahap kosntruksi juga akan menambah ketatnya persaingan dalam bisnis perhotelan di masa mendatang.Dengan demikian amsuknya banyak pendatang baru potensial ini jelas akan menanmbah intensitas persaingan bagi pesaing-pesaing lama.

Kekuatan pemasok dalam bisnis ini kurang begitu kuat. Hal ini karena pemasok bisnis perhotelan berasal dari industri yang terfragmentasi dan tidak tergantung dari satu atau beberapa jenis produk saja. sedangkan kekuatan tawar menawar pembeli boleh dibilang cukup kuat. Pemakai jawa hotel akan cenderung sensitif terhadap perubahan tarip. Adanya informasi yang luas telah memungkinkan pemakai jawa hotel untuk melakukan alternatif pemilihan hotel.

akhir tulisan ini memebrikan kesimpulan bahwa tingkat persaingan di bidang perhotelan berbintang lima telah menunjukan intensitas yang cukup ketat dan akan lebih ketat lagi dimasa mendatang. Keadaan ini akan bertambah parah apabila laju pertumbuhan arus wisatawan asing ke indonesia tidak mampu menutup laju kenaikan kapasitas hotel yang ada. hal ini mengingatkan lebihd ari 65 persen pengunjung hotel berbintang lima beasal dari luar negeri. tingkat persaingan yang tidak sehat diantara hotel bintang lima ini tentu saja akan membawa dampat pada hotel substitutornya, yaitu hotel berbintang lima. dan pada akhirnya akan merembet ke semua jenis hotel yang ada di jakarta.

untuk menghadapi persaingan yang tidak sehat ini pengusaha hotel melakukan tindakan-tindakan yang lebih agresif. pengusaha hotel perlu mengadakan kegitaan-kegiatan yang lain atraktif di hotel mereka guna mengundang banyak pengunjung serta meningkatkan citra hotel. kegiatan tersebut bisa diorganisir sendiri ataupun dengan kerjasama dengan organisasi lain. Selain itu pengusaha hotel harus tetap menjaga dan meningkatkan pelayanan serta melatih tenaga kerja agar lebih profesinal sehingga mampu memberikan kelebihan tersendiri dibanding hotel-hotel lain. Antisipasi terhadap perubahan dalam bisnis dan teknologi perhotelan juga perlu dilakukan secara terus menerus. Alternatif lain bagi pengusaha hotel ialah memodifikasi sebagian bangunan hotel mereka menjadi leased apartment. Mengingat kecenderungan permintaan apartemen di Jakarta masih terus meningkat sedangkan pengusaha hotel bintang lima telah siap dengan sarana, pelayanan dan kelebihan lokasi dibanding apartemen-apartemen yang masih baru. Tulisan ini jugas menyarankan perlunya peninjauan kembali ijin pendirian hotel baru di jakarta oleh BKPM. Selain itu perlu adanya kerjasama antara pengusaha perhotelan dengan pemerintah dalam upaya mempromosikan daerah-daerah tujuan wisita di Jakarta dan sekitarnya guna menarik banyak tamu dari luar negeri deikemudian hari. Akhirnya dengan berbagai tindakan tersebut diharapkan dapar mempertahankan kelangsungan hidup hotel, kembalinya investasi, dan lapangan kerja bagi sejumlah karyawannya.
1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rusdi Thalib
Abstrak :
Dari hotel bercitra negatif Hotel Sofyan berubah menjadi bernilai Islami, Sebagai salah altenatif pilihan bagi umat Islam, konsep syariah ini harus benar-benar dijalankan dan menjadi budaya baru di hotel Sofyan tidak hanya sekedar nama saja. Penelitian ini mengidentifikasikan pentingnya budaya perusahaan yang diukur dengan Struktur perusahaan, Strategi perusahaan, Sistem perusahaan, Gaya Kepemimpinan, Sumber Daya Manusia dan Nilai-Nilai Bersama (model 75 Mc Kinsey) yang terdiri dari 49 pertanyaan menggunakan analisis tebni.k korelasi Kendal tau (r) dan Spearman Rho. Dari hasil analisis, teryata variabel Sumber Daya Manusia memiliki hubungan paling besar yaitu sebesar 0,458 terbadap produktifitas kerja melalui uji korelasi Kendal tau dan sebesar 0,577 melalui uji korelasi Spearman Rho. sehingga perlu menjadi prioritas utama dalam program peningkatan produktifitas kerja. Adapun variabel- variabel lainya dapat diterapkan dalam rangka meningkatkan produktifitas kerja, hal ini dibuktikan dengan variabeI Struktur perusahaan, Strategi perusahaan Sistem perusahaan, Gaya Kepemimpinan, dan Nilai-Nilai Bersama memiliki korelasi yang signifikan dengan produktifitas kerja.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T18122
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Daru Dewi
Abstrak :
Penelitian ini menggambarkan tentang kinerja aset Graha Wisata milik Dinas Pariwisata Provinsi DKI Jakarta. Graha Wisata adalah aset pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang berfungsi untuk memberikan pelayanan akomodasi alternatif khususnya bagi mahasiwa dan pelajar yang berkunjung ke Kota Jakarta. Tujuan penelitian ini adalah : a. Mengukur kinerja aset Graha Wisata dengan pendekatan Balanced Scorecard. b. Mendeskripsikan masing-masing perspektif kinerja aset Graha Wisata ditinjau dari perspektif keuangan, kepuasan pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan. c. Membandingkan karakter pengunjung pada 3 lokasi yang berbeda, yaitu Graha Wisata Kuningan, Ragunan, dan Taman Mini. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode descriptif eksplanatoris dengan pendekatan Balanced Scorecard yang pertama kali di perkenalkan oleh (Kaplan dan Norton, 1996). Pengumpulan data dilakukan terhadap 263 pengunjung pada Graha Wisata Kuningan, Ragunan, Taman Mini dan 25 orang pegawai UPT Graha Wisata. Dari analisis data, wawancara, dan pengamatan di lokasi penelitian, dapat disimpulkan bahwa : 1) Kinerja Aset Graha Wisata milik Dinas Pariwisata Provinsi DKI Jakarta selaku penyelenggara pelayanan di bidang akomodasi dengan pendekatan Balanced Scorecard mendapat nilai sedang/cukup. 2) Dari keseluruhan perspektif yang diukur diperoleh nilai yang bervariasi, dari cukup baik sampai dengan sangat baik. Kinerja keuangan mendapat nilai sangat baik, kinerja pelanggan mendapat nilai kurang baik, sedang, sampai sangat puas, sedangkan kinerja proses bisnis internal mendapat nilai baik, kinerja pembelajaran dan pertumbuhan mendapat nilai baik. Namun bila dilakukan analisis terhadap Daftar Anggaran Satuan Kerja dan pendapat ahli, ternyata selama ini apa yang terukur masih sekadar pada tolok ukur output atau keluaran, sedangkan pada tolak ukur outcome atau dampak belum sepenuhnya terukur. Dari hasil perbandingan karakter pengunjung pada 3 lokasi aset, ternyata ada kecenderungan atau hubungan 7 karakter pengunjung pada aset Graha Wisata tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa pengunjung pada aset Graha Wisata mempertimbangkan jarak atau kedekatan lokasi aset dengan tujuannya berkunjung, fasilitas yang tersedia, dan kegiatan yang berlangsung di sekitarnya. Penelitian ini memberikan saran kepada pengelola aset Graha Wisata untuk memperbaiki fasilitas, meningkatkan pelayanan yang meliputi pelayanan dalam ruangan maupun di luar ruangan, melakukan inovasi dalam promosi, merealisasikan status UPT Gaha Wisata menjadi Badan Layanan Umum.
This research describes about the Graha Wisata Youth Hostel asset management performance of Department of Tourism, Jakarta Provincial Goverment. Graha Wisata Youth Hostel is an asset government that give the alternative accommodation services especially to young man and student who visits to Jakarta City. The target of this research is : a. To approach of Balanced Scorecard concept. b. To describe of each Youth Hostel Graha Wisata asset performance perpective as finance, customer satisfaction, internal business process, learning and growth process. c. To compare customer characteristic on 3 different locations, that is Kuningan Youth Hostel, Ragunan Youth Hostel, and Taman Mini Youth Hostel. This research used descriptive explanation method with the Balanced Scorecard concept that introduced by Kaplan and Norton, 1996. The data collected by questionnaire and interview from 263 visitors at Kuningan Youth Hostel, Ragunan Youth Hostel, Taman Mini Youth Hostel, and 25 officers of Technical Officer Youth Hostel Tourism Department Jakarta Provincial Government. From data analysis, interview, and observation in research location, had been concluded that :1. The asset performance of Graha Wisata Youth Hostel as the service organizer in accommodation get an ?average? score which obtained by the approach of Balance Scorecard concept. 2. From the whole perpectives that measured by the Balance Scorecard concept, it's obtained variety score, with the range of ?poor?, ?average?, to ?very good?. The performance of finance gets a "very good" score, customer performance get the score with the range of "poor", "average" to "very good". The performance of internal business process gets the score of ?good?, as well as the performance of learning and growth.When analysis to Budget list of activity, and expert opinion, the reality what measured still measuring at output only, while measuring of outcome or affect not yet been measured. From the result of visitor character comparison at 3 asset location, in the reality there are tendency or relation for 7 visitor character at certain asset Graha Wisata. This matter indicate that the visitor at asset Graha Wisata consider the distance of asset location with their visit purpose, the available facility, and activity around this asset As the result of the research, we recommend to Graha Wisata Youth Hostel organizer, to improve their facilities, their services both internal and external room, to do some inovations in promotion, and to change the Technical Executive Unit Gaha Wisata Youth Hostel become to the Public Service Institution.
2008
T307.76 / 2008 (18)
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Devy Saviatry Nazahar
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1985
S17160
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Wahyu Putranto
Abstrak :
Struktur persaingan industri perhotelan di Yogyakarta semakin ketat. Kondisi mi memaksa Ambarrukmo Palace Hotel (APH) mengembangkan strategi penetapan tarif kamar yang fleksibel agar mampu bersaing dengan hotel berbintang empat lainnya. Tujun penulisan skripsi ini adalah untuk menganalisa dan mengukur efektivitas strategi penetapan tarif kamar hotel APH disesuaikan dengan target pendapatannya. Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi mi adalah kepustakaan dan analisa data yang mengarah ke pengukuran tingkat efektivitas strategi penetapan tarif kamar dalam mencapal target penjualan. Peralatan analisa yang dipakai adalah Regresi Linier Tiga Variabel, yaitu varibel tarif kamar standar ganda, superior ganda dan suite deluxe serta biaya promosi, yang dikorelasikan terhadap tingkat penghunian kamar APH Semakin tinggi occupancy rate menunjukkan bahwa penerapan strategi penerapan tarif kamar benar-benar efektif. Hasil penelitidn menunjukkan bahwa pada kamar standar ganda memiliki tingkat korelasi negatif dimana bila tarif kamar dinaikkan maka tingkat penghuniannya berkurang. Sebaliknya, pada kamar kategori superior ganda dan suite deluxe apabila tarif kamar dinaikkan maka tingkat penghuniannya meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa variabel harga bukanlah merupakan satu-satunya penentu tinggi rendahnya tingkat penghunian kamar APH. Variabel lain seperti promosi serta perilaku konsumen yang menganggap harga samadengan kualitas ternyata berpengaruh atas occupancy rate APH. Jadi penulis menyarankan agar pihak manajemen hotel Ambarrukmo meningkatkan anggaran dan kegiatan promosinya serta kualitas pelayanan kepada para tamu. Tujuannya agar para tamu memperoleh kesan memuaskan berniat menginap di Hotel Ambarukmo.
Depok: Universitas Indonesia, 1994
S18738
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>