Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 51 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Indra Cahya Kurnia
"ABSTRAK
Pendahuluan: Pembesaran Prostat Jinak merupakan salah satu penyakit yang
umum ditemukan pada pria lanjut usia, berakibat pada pembesaran prostat, obstruksi muara buli dan gejala saluran kemih bawah. Namun gejala dan obstruksi yang terjadi tidak seluruhnya bergantung pada ukuran prostat. Protrusi prostat intravesika telah ditemukan berkorelasi dengan obstruksi buli. Pada tulisan ini akan dibahas mengenai hubungan antara protrusi prostat intravesika, prostat specific antigen, dan volume prostat, serta mana dari ketiganya yang merupakan prediktor terbaik untuk menunjukkan adanya obstruksi muara buli yang disebabkan oleh pembesaran prostat jinak.
Metode: Sebuah studi prospektif pada 118 pasien pria diperiksa antara Januari 2012 sampai Juli 2012. Pasien pria berusia lebih dari 40 tahun yang datang dengan LUTS dan dicurigai menderita BPH dipilih untuk mengikuti studi. Mereka dievaluasi dengan digital rectal examination (DRE), International Prostate Symptoms Score (IPSS), serum total PSA, uroflowmetri, pengukuran urin residu postvoid, Intravesical Protrusion Prostate (IPP) dan Prostate Volume (PV), menggunakan USG transabdominal.
Hasil: PV, IPP dan PSA menunjukkan korelasi paralel. Ketiga indikator menunjukkan korelasi yang baik dalam mendeteksi obstruksi muara buli yang disebabkan oleh pembesaran prostat jinak. Analisis statistik menggunakan tes Chi square dan Spearman?s Rank correlation test. Kurva Receiver Operator Characteristic (ROC) digunakan untuk membandingkan korelasi PSA, PV dan IPP dengan BOO. Angka rerata PSA ditemukan lebih tinggi signifikan pada pasien yang mengalami obstruksi (8.6 ng/mL;0.76-130) dibandingkan dengan yang tidak mengalami obstruksi (6.44 ng/ml;1.0-40.6). Angka rerata volume protat juga ditemukan lebih tinggi pada pasien dengan obstruksi (50.33 mL±24.34) dibandingkan yang tidak mengalami obstruksi (50.33 mL ±24.34). Angka rerata IPP juga ditemukan lebih tinggi signifikan pada pasien obstruksi (7.29±2.78) dibandingkan dengan yang tidak mengalami obstruksi (6.59±2.93). Koefisien korelasi rho spearman adalah 0.617, 0.721 dan 0.797 untuk PSA, PV, dan IPP.
Dengan menggunakan kurva karakteristik receiver-operator, daerah di bawah kurva ditempat secara berturut-turut oleh PSA, PV, dan IPP yaitu 0.509, 0.562, dan 0.602. Nilai prediktif positif dari PV, PSA dan IPP adalah 59.7%, 55.6%, dan 60.2%. Menggunakan model regresi nominal, IPP tetap menjadi indeks independen utama untuk menentukan BOO yang disebabkan oleh pembesaran prostat jinak. Kesimpulan: Prostat Specific Antigen, Prosat Volume dan Intravesical Prostatic Protrusion diukur dengan menggunakan ultrasonografi transabdominal, merupakan metode yang noninvasif dan mudah didapat yang sangat berkorelasi dengan obstruksi muara buli (bladder outlet obstruction/BOO) pada pasien dengan pembesaran prostat jinak, dan korelasi IPP lebih kuat dibandingkan PSA dan PV.
Ketiga indikator non invasif ini berkorelasi satu dengan lainnya. Studi ini menunjukkan bahwa IPP merupakan prediktor yang lebih baik untuk BOO
dibandingkan PSA atau PV.

ABSTRAK
Introduction: Benign prostatic hyperplasia (BPH) is one of the most common diseases in elderly men. Benign prostatic hyperplasia may lead to prostatic enlargement, bladder outlet obstruction (BOO) and lower urinary tract symptoms (LUTS). But the symptoms and obstruction do not entirely depend on the size of prostate. In contrast, intravesical prostatic protrusion (IPP) has been found to correlate with BOO. This study will define the relationship between intravesical prostatic protrusion (IPP), prostate specific antigen (PSA) and prostate volume (PV) and also determine which one of them is the best predictor of bladder outlet obstruction (BOO) due to benign prostatic enlargement.
Method: A prospective study of 118 male patients examined between Januari 2012 until July 2012 was performed. Male patients aged more than 40 years
presenting with LUTS and suggestive of BPH were selected for the study. They were evaluated with digital rectal examination (DRE), International Prostate Symptoms Score (IPSS), serum total PSA, uroflowmetry, postvoid residual urine measurement, Intravesical Protrusion Prostate (IPP) and Prostate Volume (PV) using transabdominal ultrasound.
Results: PV, IPP and PSA showed parallel correlation. Although all three indices had good correlation in detecting bladder outlet obstruction caused by benign prostate hyperplasia. Statistical analysis included Chi square test and Spearman?s Rank correlation test. Receiver Operator Characteristic (ROC) curves were used to compare the correlation of PSA, PV and IPP with BOO. Mean prostate specific antigen was significantly higher in obstructed patients (8.6 ng/mL; 0.76-130) compared to non-obstructed patients (6.44 ng/mL; 1.0-40.6). Mean prostate
volume was significantly larger in obstructed patients (50.33 mL ± 24.34) compared to non-obstructed patients (45.39 mL ± 23.43). Mean IPP was significantly greater in obstructed patients (7.29 ± 2.78) compared to nonobstructed patients (6.59 ± 2.93). The Spearman rho correlation coefficients were 0.617, 0.721 and 0.797 for PSA, PV and IPP, respectively. Using receiveroperator characteristic curves, the areas under the curve for PSA, PV and IPP were 0.509, 0.562 and 0.602, respectively. The positive predictive values of PV, PSA and IPP were 59.7%, 55.6% and 60.2%, respectively. Using a nominal
regression model, IPP remained the most significant independent index to determine BOO caused by benign prostate hyperplasia. Conclusion: Prostate Specific Antigen, Prostate volume & intravesical prostatic protrusion measured through transabdominal ultrasonography are noninvasive and accessible method that significantly correlates with bladder outlet obstruction in patients with benign prostatic hyperplasia and the correlation of IPP is much more stronger than PSA and PV. All three non-invasive indices correlate with one another. The study showed that IPP is a better predictor for BOO than PSA or PV."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prita Alifia Ramadianti
"ABSTRAK
Keluhan paling umum yang seringkali dialami oleh perempuan usia reproduksi pada organ genitalianya adalah keputihan. Keputihan dapatmenjadi salah satu indikatoradanya infeksi atau penyakit pada organ reproduksi yang terjadi karena banyaknya faktor salah satunya adalah kebersihan vagina yang kurang terjaga. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran perilaku merawat organ reproduksi (genital hygiene) dan kejadian keputihan pada perempuan di Kecamatan Bogor. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan cross sectional, teknik sampel menggunakan teknik purposive sampling, jumlah sampel 120 orang. Pengumpulan data menggunakan kuesioner yang dikembangkan peneliti sebelumnya dengan nilai alpha cronbachdiatas 0,6. Analisis univariat dengan menggunakan nilai distribusi proporsi. Hasil penelitian menunjukkan 54,2% responden berperilaku genital hygiene yang kurang, 45,8% responden menunjukkan perilaku genital hygiene baik. 75% responden mengalami gejala keputihan patologis dalam 6 bulan terakhir, dan 25% yang tidak mengalami. Disarankan penelitian selanjutnya meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku genital hygiene, faktor-faktor lain penyebabkan keputihanpatologis dan korelasinya.

ABSTRACT
The most common complaint that is often experienced by women of reproductive age in their genital organs is leukorrhea. Leukorrheacan be an indicator of infection or disease in the reproductive organs that occurs due to many factors, one of which is poorly maintained vaginal hygiene. This study aims to see a picture of the behavior of caring for reproductive organs (genital hygiene) and the incidence of leukorrheain women in Bogor District. This type ofresearch is descriptive with cross sectional approach, the sample technique uses purposive sampling technique, the number of samples is 120 people. Data collection used a questionnaire developed by previous researchers with a Cronbach alpha value above 0.6. Univariate analysis using the proportion distribution value. The results showed 54.2% of respondents behaved less genital hygiene, 45.8% of respondents showed good genital hygiene behavior. 75% of respondents experienced symptoms of pathological leukorrheain the last 6 months, and 25% did not experience. It is suggested that further research should examine the factors that influence genital hygiene behavior, other factors that cause pathological leukorrheaand their correlation."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sofani Munzila
"Tujuan
Menemukan metode diagnostik sederhana dalam mendeteksi vaginosis bakterial dalarn kehamilan dengan menentukan sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif dan negatif, rasio kemungkinan dan derajat kesesuaian pemeriksaan pH dan LEA (leukosit esetrase) vagina dengan menggunakan dipstick dibandingkan pewarnaan Gram.
Tempat
Poliklinik Obstetri Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo dan Rumah Sakit Bersalin Budi Kemuliaan. Jakarta
Bahan dan Cara Kerja
Wanita hamil sang datang ke poliklinik obstetri dengan usia kehamilan 16-24 minggu dengan atau tanpa keluhan keputihan diminta kesediaannya unruk mengikuti penelitian. Dilakukan pemeriksaan antenatal meliputi anamnesis dan pemeriksaan obstetri yang dicatat dalam formulir status penelitian (lampiran I). Pemeriksaan kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan inspekulo dan pengambilan apusan lendir servikovagina sesuai dengan prosedur (lampiran IV). Kemudian dilakukan pemeriksaan pH vagina dan kadar LEA (leukosit esterase) dengan menggunakan dipstick Uriscan dan pengambilan apusan vagina (diwarnai dengan pewarnaan Gram sebagai baku emas) untuk menilai adanya infeksi vaginosis bakterial dengan menggunakan skor Nugent. Penilaian mikroskopis vaginosis bakterial selain dilakukan oleh peneliti, dilakukan juga oleh dua orang ahli yang salah satunya ahli mikrobiologi untuk menjaga validitas dan objektivitas interpretasi. Bila dari penilaian mikroskopis didapatkan skor Nugent 7-10, maka sampel dinyalakan sebagai vaginosis bakterial positif dan dilakukan analisis selanjutnya. Hasil yang didapat dari pemeriksaan dipstick Uriscan dibandingkan dengan basil yang didapat dari pewamaan Gram, kemudian dibuat analisis sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif dan negatif, rasio kemungkinan dan derajat kesesuaiannya.
Hasil
Penelitian ini berlangsung sejak bulan Mei-Agustus 2006 di Poliklinik Obstetri RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dan RS Budi Kemuliaan. Jakarta. Dari 155 sampel yang diperlukan, didapatkan 80 subyek penelitian yang sesuai dengan kriteria penerimaan dan penolakan. Sebagian besar subyek penelitian berusia 20-25 tahun dengan rerata usia 27,84 + 4,46 tahun, 47,5% adalah primigravida. Usia kehamilan sebagian besar dalam kelompok 16-20 minggu, dengan rerala usia kehamilan 19,98-2,58 minggu. Keluhan keputihan dijumpai pada 41 orang, namun hanya 18 orang dengan keputihan berbau. Pada penelitian ini didapatkan sebanyak 32,5% subyek dengan vaginosis bakterial positif. Dengan menggunakan uji Chi Square didapatkan adanya hubungan yang bermakna (p=4,001) antara pH vagina dengan kejadian vaginosis bakterial. namun didapatkan hubungan yang tidak bermakna (p=0,46) antara LEA vagina dengan basil pemeriksaan Gram. Sensitivitas pemeriksaan LEA (leukasit esterase) vagina dengan menggunakan dipstick (titik potong LEA +2) adalah 42,3%. spesifisitas 61%, niiai duga positif 343% dan nilai duga negatif 68.7%. Rasio kemungkinan positif l.1 dan kemungkinan negatil' 0.92. Derajat kesesuaian 55% dengan nilai kappa 0,032. Pada kurva ROC LEA vagina didapatkan nilai AUC 0.51 yang artinya tes tersebut memiliki akurasi yang buruk dalam membedakan kelompok yang sakit dengan yang bukan. Sensitivitas pemeriksaan pH vagina dalam mendeteksi VB sebesar 61%, spesifisitas 79%, nilai duga positif 59%, dan nilai duga negatif 81%. Rasio kemungkinan positif 3,1 dan kemungkinan negatif 0,48. Pada kurva ROC pH vagina didapatkan nilai AUC 0,70 yang berarti akurasi pemeriksaan pH cukup baik dalam membedakan kelompok VB positif dan yang bukan. Dengan memakai 2 kriteria pemeriksaan yaitu pH >5 dan LEA positif +2 didapatkan angka sensitivitas 50%, spesifisitas 64%, nilai duga positif 67%, dan nilai duga negatif 47%. Rasio kemungkinan positif 1,4 dan kemungkinan negatif 0,79.
Kesimpulan
Pemeriksaan pH dan LEA vagina dengan dipstick dapat digunakan dalam mendeteksi vaginosis bakterial secara cepat dan sederhana dalam klinik. Pemeriksaan pH vagina memiliki sensitivitas yang lebih balk dibandingkan LEA vagina. Namun dibandingkan pewaranaan Gram, sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan ini masih belum memuaskan. Parka penelitian lanjutan untuk memenuhi jumlah sampel yang diperlukan sehingga didapatkan angka sensitivitas yang lebih relevan dan valid.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18045
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
DiSaia, Philip J.
Philadelphia: Mosby Elsevier, 2007
616.994 DIS c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"Latar belakang: Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat konstruksi vektor rekombinan gen Voltage-Dependent Anion Channel isoform 3 (VDAC3) spesifik sperma manusia, untuk produksi antibody VDAC3 yang berpotensi sebagai bahan kontrasepsi laki-laki.
Metode: Fragmen target untuk pembuatan vektor rekombinan adalah gen VDAC3 spesifik sperma manusia, yang diperoleh dengan cara mengamplifikasi cDNA dari sperma manusia melalui metode PCR menggunakan primer spesifik gen VDAC3 exon 5 sampai dengan exon 8. Vektor rekombinan gen VDAC3 dikonstruksi dengan cara mengklon produk PCR tersebut (435 pb) ke vektor ekspresi pET101/D-TOPO (5753 pb). Selanjutnya bakteri E. coli TOP10 ditransformasi dengan vektor rekombinan di atas. Hasil klon gen VDAC3 pada vektor dikonfirmasi dengan pemotongan vektor rekombinan dengan enzim restriksi XbaI dan metode PCR colony pada bakteri yang tumbuh dengan menggunakan primer VDAC3 exon 5-8.
Hasil: Analisis BLAST dari amplifikasi gen VDAC3 sperma manusia dengan primer spesifik exon 5 sampai exon 8 menunjukkan 94% identik dengan data gene bank. Bakteri E. coli transforman yang berhasil tumbuh ada 12 klon. Hasil elektroforesis vektor rekombinan VDAC3 yang telah dipotong dengan enzim restriksi XbaI, dari 12 klon yang tumbuh menunjukkan pita berukuran 6181 pb pada 8 klon bakteri. Setelah dilakukan metode PCR colony diperoleh pita berukuran 435 pb selanjutnya setelah disekuensing diperoleh sekuen amplicon yang 94% identik dengan gen VDAC3 manusia.
Kesimpulan: Penelitian ini berhasil membuat konstruksi vektor rekombinan gen VDAC3 spesifik untuk sperma manusia, untuk pengembangan bahan kontrasepsi laki-laki di masa datang.

Abstract
Background: The aim of this study was to construct a recombinant vector of human sperm specific VDAC3 gene for production of VDAC3 antibody, which is potential as male contraception vaccine.
Methods: Target fragment sequence of VDAC3 gene was obtained through amplification of human sperm VDAC3 cDNA with primers covering exon 5 to exon 8. Its PCR product in size of 435 bp was cloned to the pET101/D-TOPO expression vector (5753 bp). E. coli bacteria were transformed with this vector. Cloning of VDAC3 fragment gene to the vector was confirmed by the using of XbaI restriction enzyme and PCR colony method with primers covering exons 5-8 of the human VDAC3 gene.
Results: Alignment analysis of amplified fragment covering exon 5 to exon 8 of VDAC3 gene showed 94% homology to human VDAC3 gene from databank. After cloning to the expression vector and transformation to E. coli competent cells, twelve colonies could grow in culture media. Gel electrophoresis of sliced VDAC3 recombinant vector showed a single band in the size of 6181 bp in 8 colonies. After application of PCR colony and amplicon sequencing, the result showed a single band in the size of 435 bp and fragment sequence with 94% identity to human VDAC3 gene.
Conclusion: The construction of human sperm specific VDAC3 gene recombinant vector was established in this study. In the future, this recombinant vector will be used to produce VDAC3 antibody for the development of a male contraception vaccine."
[Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia], 2012
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Aryanti Wardiyah
Jakarta: Salemba Medika, 2019
612.6 ARY s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Setiawan
"ABSTRAK
Kehamilan pada perempuan mempengaruhi seluruh anggota keluarga dan pasangan. Pada kehamilan terjadi perubahan pola seksual yang mempengaruhi keharmonisan rumah tangga. Penelitian ini bertujuan mengetahui gambaran fungsi seksual laki-laki dan fungsi seksual perempuan selama masa kehamilan. Pengambilan sampel dari pasangan suami-istri yang mengalami kehamilan terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok 1 laki-laki berjumlah 102 responden dan kelompok 2 perempuan sebanyak 102 responden, dilakukan di Kecamatan Rancabungur Kabupaten Bogor dengan menggunakan desain deskriptif, teknik nonprobability sampling, pendekatan consecutive sampling. Instrumen yang digunakan Brief Male Sexual Function Inventory dan Female Sexual Function Index. Analisis fungsi seksual laki-laki dan fungsi seksual perempuan menggunakan analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukan gambaran fungsi seksual laki-laki dan fungsi seksual perempuan selama periode kehamilan. Responden pada kedua kelompok, usia sebagian besar berada pada fase dewasa awal yaitu 20-40 tahun. Suami mengalami penurunan dorongan seksual 57 dan kepuasan seksual 56 sedangkan istri mayoritas tidak mengalami penurunan gairah seksual, rangsangan seksual, lubrikasi, orgasme, kepuasan seksual serta mengeluhkan peningkatan nyeri saat berhubungan seksual.

ABSTRACT
Females pregnancy effects all of family members and life partner. In pregnancy, there are some changes that happened in sexual patterns which affect household harmony. This study aims to determine the description both of males and females sexual function during pregnancy. Sampling of married couples with pregnancy is divided into two groups. The total number of both of males and females group is 120 respondents and 102 respondents. The research was conducted in Rancabungur district, Bogor regency by using descriptive design, nonprobability sampling technique, consecutive sampling approach. The instruments used are Brief Male Sexual Function Inventory and Female Sexual Function Index. An analysis of both of males and females sexual function use descriptive analysis. The result shows a picture of both of male and female sexual function during the period of pregnancy. The range of respondents in both of the groups is mostly in the early adult phase of 20 40 years. The husband experienced a decrease in 57 sexual willingness and 56 sexual satisfaction while the majority wife did not experience a decrease in sexual desire, sexual stimulation, lubrication, orgasm, sexual satisfaction and complain of increased pain during intercourse."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Afrillia Budiyanti
"ABSTRAKPerempuan mengalami menstruasi akan berkaitan pada menstrual hygiene, jika tidak dikelola dengan baik dapat menyebabkan infeksi saluran reproduksi. Populasi tertinggi terkait masalah infeksi saluran reproduksi berada di usia remaja dan dewasa. Tujuan dari penelitian ini mengetahui praktik menstrual hygiene pada perempuan di Kota Depok. Praktik dipengaruhi oleh faktor dari genetik dan faktor eksternal atau lingkungan. Desain penelitian pendekatan yang digunakan ialah cross-sectional dengan jumlah responden 444. Hasil penelitian didapatkan bahwa 55,2% perempuan yang memiliki praktik menstrual hygiene buruk. Hal tersebut dapat terjadi karena perempuan membersihkan alat kelamin dengan menggunakan sabun mandi, menggunakan celana dalam ketat saat menstruasi, tidak mengeringkan alat kelamin setelah membersihkannya, membersihkan alat kelamin dari belakang ke depan, tidak mengganti pembalut setiap 4 jam sekali sehingga menunggu sampai penuh darah. Pada penelitian ini menyarankan upaya pencegahan masalah kesehatan reproduksi dengan memberikan informasi terkait cara merawat organ reproduksi yang tepat saat menstruasi.

ABSTRACTWomen experiencing menstruation will be related to menstrual hygiene, if not being managed properly might cause reproductive tract infections. The highest population related to reproductive tract infection problems are teenagers and adults women. The aim of this study is to find out the practice of menstrual hygiene in women in Depok City. Practice is influenced by individual knowledge and practices, the availability of facilities and information sources. This research used cross-sectional design approach and conducted 444 respondents. The results shows that 55.2% of women have poor menstrual hygiene practices. This can occur because women cleaning the genitals using soap, using tight underwear during menstruation, do not dry the genital after cleaning, cleaning the genitals from back to front, do not replace the pads every 4 hours, and wait until it is full of blood. This research suggest to prevent reproductive health problems by providing some informations about the right way to take care of reproductive organs during menstruation.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Philadelphia: Mosby Elsevier, 2007
616.65 CLI
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Febrine Rahmalia
"ABSTRAK
Latar belakang. Prevalensi infeksi protozoa usus di Indonesia masih tergolong tinggi. Banyak faktor yang mempengaruhi infeksi protozoa usus, salah satunya adalah faktor perilaku masyarakat terutama dalam hal sanitasi dan higienitas. Faktor perilaku masyarakat tersebut diduga tercermin dari tingkat pendidikan seseorang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian infeksi protozoa usus pada penduduk di TPA Bantar Gebang.
Metode. Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional yang dilakukan di TPA Bantar Gebang pada bulan Mei 2013. Tingkat pendidikan diperoleh dari pengisian kuesioner. Angka infeksi protozoa usus diperoleh dari pemeriksaan tinja.
Hasil. Dari 41 responden (30 kelompok pendidikan rendah dan 11 kelompok pendidikan tinggi) diperoleh prevalensi infeksi protozoa usus sebesar 85,4%. Dalam 41 sampel ditemukan Blastocystis spp (78%), Giardia lamblia (19,5%), dan Entamoeba coli (14,6%). Angka kejadian infeksi protozoa usus pada kelompok pendidikan rendah 86,7%, sementara pada kelompok pendidikan tinggi 54,5%. Terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan infeksi protozoa usus (p= 0,003). Terdapat pula hubungan antara tingkat pendidikan dengan infeksi Blastocystis spp (p= 0,042). Dua spesies lainnya tidak memiliki hubungan dengan tingkat pendidikan, Entamoeba coli (p= 0,167) dan Giardia lamblia (p= 0,412).
Kesimpulan. Terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan infeksi protozoa usus. Prevalensi infeksi protozoa usus lebih banyak pada kelompok berpendidikan rendah.

ABSTRACT
Background. The prevalence of intestinal protozoan infection in Indonesia is still high. There are many factors that influence intestinal protozoan infection, one of which is people’s sanitary habit. The people’s sanitary habit is believed to be reflected by their level of education. The purpose of this study is to know the association between the level of education and intestinal protozoan infection in TPA Bantar Gebang.
Methodology. This cross sectional study took place at TPA Bantar Gebang on May 2013. The level of education was taken by questionnaire. The intestinal protozoan infection was taken by stool examination.
Result. From 41 respondents (30 respondents from lower educational level and 11 respondents from higher educational level), the prevalence of intestinal protozoan infection was approximately 85,54%. In those 41 samples, Blastocystis spp (78%), Giardia lamblia (19,5%), and Entamoeba coli (14,6%) was found. The prevalence of intestinal protozoan infection was 86,7% and 54,5% in respondents with lower educational level and higher educational level respectively. There was an association between level of education and intestinal protozoan infection (p= 0,003). There was also an association between level of education and Blastocystis spp infection (p= 0,042), but there was no association between level of education and Entamoeba coli (p= 0,167) or Giardia lamblia (p= 0,412).
Conclusion. There was a correlation between level of education and Intestinal Protozoan Infection. The prevalence of intestinal protozoan infection was higher in people with lower level of education.
"
2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>