Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 18 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Etharina
"Ketimpangan pendapatan antar daerah merupakan hal yang wajar dalam konsep pembangunan nasional. Pada tahap awal pernbangunan ekonomi nasional, perbedaan dalam laju pertumbuhan regional yang besar antar provinsi mengakibatkan ketimpangan dalam distribusi pendapatan antar provinsi. Akan tetapi dalam jangka panjang ketika faktor-faktor produksi semakin mobil maka perbedaan antara laju pertumbuhan output antar provinsi cenderung menurun bersamaan dengan meningkatnya pendapatan per kapita rata-rata di setiap provinsi.
Penyelidikan dilakukan dengan menggunakan Theil Entropy untuk melihat dimensi spasial ketimpangan regional, Williamson Indeks, dan dekomposisi sektoral untuk rielihat sektor penyebab ketimpangan. Studi ini juga menyelidiki apakah dalam proses pernbangunan di Indonesia dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi selama ini juga merata di berbagai daerah.
Hasil penelitian menemukan ketimpangan pendapatan per kapita antara (between) Jawa-luar Jawa, Kawasan Barat-Timur relatif kecil. Ketimpangan pendapatan per kapita semakin besar terjadi antara DKI Jakarta dengan daerah lainnya, dan antara provinsi kaya dengan provinsi miskin. Ketimpangan justru tetap nyata di dalam (within) wilayah itu sendiri, baik di Jawa, Luar ]awa, KBI, maupun within KTI. Masih ada provinsi miskin di Jawa maupun di Kawasan Barat Indonesia.
Dengan migas, baik menggunakan Thail Entropy maupun Williamson Indeks, ketimpangan cenderung menurun. Tanpa migas, indeks ketimpangan antar daerah relatif tidak mengalami perubahan. Saat krisis ekonomi terjadi, indeks ketimpangan antar daerah meningkat.
Hasrl penelitian juga menemukan sektor industri merupakan penyebab ketimpangan ekonomi dan sangat terkonsentrasi di daerah maju. Sementara sektor pertanian tersebar merata di daerah yang relatif belum berkembang. Artinya, perkembangan sektor pertanian akan berdampak menurunnya ketimpangan antar daerah. Lain halnya sektor jasa, walaupun nilai tambah sektor ini didominasi oleh Provinsi DKi Jakarta. Namun, sektor ini telah berkembang di daerah yang memiliki pendapatan per kapita di bawah rata-rata nasional.
Kebijakan untuk mengurangi ketimpangan pembangunan dapat dilakukan dengan memberikan insentif bagi pelaku ekonomi untuk melakukan investasi di daerah `miskin' dengan tidak meninggalkan sektor pertanian. Membangun infrastruktur fisik dan non fisik, melakukan kerjasama antar daerah. Membangun daerah dengan potensi dan daya dukung daerah itu sendiri dapat mencegah adanya pemusatan sumber daya ekonomi di daerah/wilayah tertentu."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T18723
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Olti Tetya
"Penelitian ini dimaksudkan untuk mengukur kesenjangan Pendapatan di Provinsi Kalimantan Selatan dan mengetahui faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab kesenjangan di Provinsi Kalimantan Selatan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data panel pada periode 2004-2007. Tehnik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis Weighted Coefficient Variation (CVw) atau Williamson. Nilai indeks berkisar antara 0 sampai dengan 1. Sedangkan alat analisis lainnya menggunakan regresi data panel dengan kesenjangan di Provinsi Kalimantan Selatan sebagai variabel terikat, dan variabel bebasnya adalah tenaga kerja, indeks pembangunan manusia, rasio panjang jalan, dan pendapatan perkapita. Berdasarkan hasil perhitungan dengan Indeks Williamson, selama kurun waktu 2004-2007 terjadi kesenjangan pendapatan di Provinsi Kalimantan Selatan. Kondisi ini diperkirakan karena adanya pemusatan kegiatan ekonomi terutama di daerah-daerah yang mempunyai sumber daya alam yang melimpah seperti baru bara dan perikanan, sehingga menimbulkan kesenjangan antar kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Selatan. Dari periode penelitian, ternyata tahun 2006 merupakan tahun dimana kesenjangan meningkat. Kemudian tahun 2007 mengalami penurunan kesenjangan. Sedangkan untuk mengetahui variabel apa saja yang mempengaruhi kesenjangan di Provinsi Kalimantan Selatan dengan menggunakan data panel, ternyata hanya variabel tenaga kerja dan rasio panjang jalan yang berpengaruh negatif dan signifikan secara statistik. Sedangkan variabel indeks pembangunan manusia tidak sesuai dengan hipotesa yang diajukan dan variabel pendapatan perkapita ternyata berpengaruh signifikan terhadap kesenjangan di Provinsi Kalimantan Selatan.

The study aims to measure the gap in South Kalimantan Province and find out what factors that cause inequalities in South Kalimantan Province. Data used in this study is panel data in the period 2004-2007. Analysis techniques used in this study is Weighted Analysis Variation Coefficient (CVw) or Williamson. Index value ranging from 0 to 1. While other analysis tools using panel data regressions with disparities in South Kalimantan Province as the dependent variable, and the independent variable is labor, human development index, the ratio of road length, and income per capita. Based on calculations by Williamson Index, during the period 2004-2007, there was income gap in South Kalimantan Province. This condition is expected because of the concentration of economic activities especially in areas which have abundant natural resources such as new coal and fisheries, so it was causing a gap between districts in South Kalimantan Province. From the research period, it was the year 2006 is the year when the gap increases. Then in 2007 the gap decreased. While to know what variables that influence the disparity in South Kalimantan Province by using panel data, it has a variable length of labor and the ratio of road that has a negative and statiscally significant. While the human development index variables are not in accordance with the proposed hypothesis and income per capita variable turns out significant effect on inequality in South Kalimantan Province."
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T27958
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Aida Rumaisha
"Setiap profesi kesehatan memerlukan suatu reugulasi yang mengatur mengenai standar dari pelayanan yang harus mereka berikan di Rumah Sakit. Sebagai salah satu dari profesi yang bekerja di bidang kesehatan, farmasis juga memerlukan standar pelayanan kesehatan di Rumah Sakit, dimana stadanda tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 Tahun 2016 (PMK RI). Peraturan tersebut ditujukan untuk meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian, menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian, serta untuk melindungi pasien dari kesalahan terkait penggunaan obat. Peraturan tersebut memuat berbagai hal yang harus dilakukan dan dipenuhi oleh Instalasi Farmasi di Rumah Sakit terkait pengelolaan perbekalan farmasi dan pelayanan farmasi klinik serta mengenai kewabijan melakukan evaluasi pelayanan dalam rangka mengendalikan mutu pelayanan kefarmasian yang sudah diberikan. Pengendalian mutu pelayanan kefarmasian dilakukan dengan tujuan untuk mengentahui sudah sejauh mana kesesuaian antara implementasi pelayanan dengan yang tertuang dalam regulasi. Terdapat beberapa metode yang dapat dilakukan untuk mengevaluasi mutu pelayanan, salah satunya adalah dengan melakukan gap analysis. Unit Farmasi dan CSSD, termasuk didalamnya depo farmasi rawat jalan dan depo Instalasi Gawat Darurat (IGD), perlu melakukan gap analysis mengenai penyimpanan dan penyerahan obati, hal tersebut karena gap analysis akan memberikan gambaran mengenai kesesuaian antara implementasi yang telah dilakukan oleh kedua depo farmasi tersebut dengan regulasi yang berlaku. Selain itu, jika terdapat gap antara implementasi dengan regulasi maka dapat dibuat penyelesaian agar Unit Farmasi dan CSSD RSUI dapat senantiasa melakukan peningkatan pelayanan kefarmasian di kedua depo Farmasi tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan observasi dan diskusi dengan apoteker mengenai implementasi penyimpanan dan penyerahan obat di depo farmasi rawat jalan dan IGD RSUI, kemudian hasilnya akan dibandingkan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 Tahun 2016 dan dihitung persentase kesesuaiannya. Hasil yang didapat adalah bahwa Nilai kesesuaian terhadap penyimpanan obat yang diperoleh oleh kedua depo farmasi tersebut adalah 93,75% sedangkan nilai kesesuaian terhadap penyerahan obat adalah 80%
Every health profession needs a regulation that regulates the standard of service they must provide in hospitals. As one of the professions working in the health sector, pharmacists also need health service standards in hospitals, where these standards are contained in the Regulation of the Minister of Health Number 72 of 2016 (PMK RI). The regulations are aimed at improving the quality of pharmaceutical services, guaranteeing legal certainty for pharmaceutical personnel, and protecting patients from errors related to drug use. The regulation contains various things that must be carried out and fulfilled by Pharmacy Installations in Hospitals related to the management of pharmaceutical supplies and clinical pharmacy services as well as regarding the obligation to evaluate services in order to control the quality of pharmaceutical services that have been provided. Pharmaceutical service quality control is carried out with the aim of knowing how far the implementation of services is in conformity with what is contained in regulations. There are several methods that can be used to evaluate service quality, one of which is to do a gap analysis. The Pharmacy Unit and CSSD, including the outpatient pharmacy depot and the Emergency Room (IGD) depot, need to carry out a gap analysis regarding the storage and delivery of medicines, this is because the gap analysis will provide an overview of the suitability between the implementations that have been carried out by the two pharmacy depots with the regulations in force. In addition, if there is a gap between implementation and regulations, a settlement can be made so that the RSUI Pharmacy Unit and CSSD can continuously improve pharmaceutical services at the two Pharmacy depots. This research was conducted by observing and discussing with pharmacists regarding the implementation of drug storage and delivery at outpatient pharmacy depots and the RSUI emergency room, then the results will be compared with the Regulation of the Minister of Health Number 72 of 2016 and the percentage of conformity is calculated. The results obtained were that the suitability value for drug storage obtained by the two pharmacy depots was 93.75% while the suitability value for drug delivery was 80%"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fuad Latief
"Perkembangan teknologi yang menggunakan perangkat spektrum frekuensi mengakibatkan penggunaan frekuensi radio akan terus meningkat. Kepadatan penggunaan spektrum frekuensi yang tinggi serta permintaan yang terus meningkat akan kanal-kanal frekuensi radio, menuntut pihak pengelola spektrum frekuensi untuk menerapkan sistem pengelolaan yang efisien dan efektif. Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Ditjen SDPPI) yang mempunyai fungsi pengawasan dan pengendalian di bidang spektrum frekuensi radio mengembangkan Sistem Monitoring Frekuensi Radio (SMFR) mulai tahun 2009 untuk menjamin pemakaian spektrum frekuensi yang tertib dan pengguna sah frekuensi terlindungi dari gangguan interferensi radio. Untuk menjamin bahwa SMFR tepat guna maka diperlukan evaluasi oleh stake holder seperti Pihak Otoritas Manajemen Spektrum Frekuensi dan Operator Pengendali Frekuensi Radio.
Analisa pada penelitian ini menggunakan Gap Analysis untuk mengetahui kesenjangan sasaran kinerja Manajemen Monitoring Frekuensi Radio serta Kano Model untuk merumuskan kebutuhan fungsi Sistem Monitoring Frekuensi Radio. Dengan melakukan indepth interview kepada Otoritas Manajemen Spektrum Frekuensi dan 50 kuesioner Kano Model kepada Operator Pengendali Frekuensi Radio didapatkan Kinerja Perangkat khususnya kehandalan perangkat merupakan suatu keharusan dalam Sistem Monitoring Frekuensi Radio. Pada jenis atribut Fungsi yang dibutuhkan adalah fitur monitoring VHF-UHF, fitur pencari arah VHF-UHF dan fitur spectrum occupancy. Sedangkan pada jenis atribut Integrasi tidak mempunyai pengaruh terhadap kepuasan responden.
Untuk menaikkan kinerja Sistem Monitoring Frekuensi Radio diperlukan pembinaan sumber daya manusia dan perubahan pola kerja lama yang menggunakan perangkat analog menjadi perangkat SMFR yang otomatis dan terintegrasi dengan database Sistem Informasi Manajemen Spektrum (SIMS). Perubahan bisnis proses monitoring juga diperlukan untuk memaksimalkan seluruh fungsi dalam Sistem Monitoring Frekuensi Radio.

The development of technology which uses the frequency spectrum resulting in the use of radio frequency will continue to increase. The density of the high frequency spectrum usage and demand will continue to increase the radio frequency channels, frequency spectrum requires the manager to implement management systems that efficiently and effectively. Directorate General of Resources and Equipment Post and Information Technology (DG SDPPI) which has the function of monitoring and control in the field of radio frequency spectrum develops Radio Frequency Monitoring System (SMFR) began in 2009 to ensure the orderly use of the frequency spectrum and the frequency legitimate users are protected from interference radio. To ensure that SMFR is appropriated, it?s require evaluation by stakeholders such parties Frequency Spectrum Management Authority and Radio Frequency Control Operator.
The analysis in this study using a Gap Analysis to determine performance gaps targets and Radio Frequency Monitoring Management Kano Model to formulate functional requirements of Radio Frequency Monitoring System. By conducting in-depth interview to the Frequency Spectrum Management Authority and 50 Kano Model questionnaires to Radio Frequency Control Operator gained that device reliability is a necessity in Radio Frequency Monitoring System. On the type of function required attributes are VHF-UHF monitoring features, VHF-UHF direction finder feature and spectrum occupancy feature. While the type of attribute integration has no effect on respondent's satisfaction.
To increase the performance of Radio Frequency Monitoring System required human resource development and changes in work patterns that use the old analog devices into SMFR device that automated and integrated with Spectrum Management Information System database (SIMS). Changes in the monitoring business process is also necessary to maximize all the functions in the Radio Frequency Monitoring System.
"
Jakarta: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
T47480
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maga Arsena
"Penerapan Sistem Jaminan Mutu merupakan salah satu upaya organisasi atau perusahaan dalam meningkatkan Upaya Manajemen Mutu. Sistem Jaminan Mutu berfokus kepada pemastian mutu produk sehingga dapat menciptakan kepuasan terhadap konsumen atau pelanggan. PT. TPI merupakan pemasok bagi Perusahaan Otomotif Multinasional, maka dari itu PT. TPI wajib menerapkan menerapkan Sistem Jaminan Mutu demi menciptakan kepuasan dan memenuhi persyaratan pelanggan. Sistem manajemen mutu pada PT. TPI sudah berjalan, akan tetapi hanya terfokus pada kegiatan quality control dan belum mencangkup ke penjaminan kualitas penerimaan dari pemasok, penjaminan kualitas proses, penjaminan kualitas pengiriman, dan penjaminan penerimaan terhadap pelanggan.
Tujuan dari penelitian ini merancang sistem jaminan mutu pada PT. TPI yang dapat memastikan setiap pelaksanaan kegiatan dan semua jenis pekerjaan yang bertujuan untuk menghasilkan produk yang akan dibuat, diterima dan akan dikirim oleh PT. TPI memiliki jamitan kualitas yang memadai untuk memenuhi seluruh persyaratan dan ketentuan yang telah ditetapkan.
Penelitian ini bersifat kualitatif melalui pengumpulan data menggunakan wawancara dan observasi lapangan di PT. TPI. Analisis dinilai berdasarkan Analisis Kesenjangan dengan membandingkan keadaan di PT. TPI dengan setiap klausul dalam Persyaratan Sistem Jaminan Mutu Pelanggan. Setelah kesenjangan di perusahaan tersebut diketahui, maka dapat digunakan untuk menentukan langkah perbaikan segala aktivitas penjaminan mutu yang belum dilakukan.
Dari hasil nilai rata-rata yaitu sebesar 18,48 maka dapat disimpulkan hampir semua aktivitas Sistem Jaminan mutu dijalankan dan didokumentasikan hampir secara keseluruhan memenuhi persyaratan namun ada kelalaian dan terdapat hal yang tidak konsisten dalam kendali hariannya.

The Implementation of Quality Assurance System is a step for organization or company in improving their Quality Management System. The Quality Assurance System itself focuses on ensuring the product quality so it can create customer satisfaction. PT. TPI is a supplier for Multinational Automotive Company, therefore PT. TPI must apply Quality Assurance System to create satisfaction and fulfill customer requirement. Quality management system at PT. TPI is already running, but only focuses on quality control activities and has not covered the quality assurance of suppliers, quality assurance, delivery assurance and customer acceptance guarantee.
The purpose of this study to design a quality assurance system at PT. TPI that can ensure every implementation of activities and all types of work that aims to produce products to be created, received and will be sent by PT. TPI has adequate quality assurance to meet all the terms and requirements that have been set.
This research is qualitative through data collection using interview and field observation at PT. TPI. The analysis is assessed based on Gap Analysis by comparing the situation in PT. TPI with each clause in the Customer Quality Assurance System Requirements. Once the gap in the company is known, it can be used to determine the steps to improve any quality assurance activities that have not been done.
From the result of the average value that is equal to 18,48 it can be concluded almost all activity of Quality assurance system executed and documented almost totally fulfill requirement but there is negligence and there is inconsistent in its daily control.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retia Centini
"Uji batas mikroba merupakan uji yang dilakukan untuk mengetahui jumlah mikroba yang terdapat dalam suatu sediaan dan menentukan suatu bahan atau sediaan memenuhi spesifikasi mutu secara mikrobiologi yang telah ditetapkan, termasuk jumlah sampel yang akan digunakan dan interpretasi hasil uji. Uji batas mikroba ini terdiri dari beberapa metode. Pemilihan metode pengujian berdasarkan jenis produk yang diuji, persyaratan yang ditentukan, dan ukuran sampel yang memadai untuk memperkirakan kesesuaian secara spesifik. Masing-masing sediaan memiliki uji batas sediaan yang berbeda dan harus dipastikan memenuhi batas persyaratan mikroba sesuai dengan ketentuannya masing-masing. PT. Sterling Products Indonesia atau SPI memproduksi sediaan berupa sediaan non steril yang berbentuk liquid, topikal (semi solid), dan solid. Uji batas mikroba terhadap ketiga jenis sediaan ini hanya terdapat pada metode yang digunakan, yang mengacu pada ketentuan yang terdapat di PT. SPI. Farmakope Indonesia edisi VI juga memiliki beberapa ketentuan dalam uji batas mikroba. Maka dari itu, untuk mengetahui persamaan dan perbedaan uji batas mikroba PT. SPI dan FI VI dilakukan sebuah studi perbandingan pada laporan ini. Berdasarkan perbandingan yang telah dilakukan, terdapat beberapa perbedaan antara uji batas mikroba pada Farmakope Indonesia edisi VI dengan PT. SPI, yaitu pada uji batas mikroba, tidak menggunakan metode Angka Paling Mungkin. Kemudian, pada uji batas mikroba spesifik, tidak menggunakan uji mikroba Clostridia dan Candida albicans. Selain itu, interpretasi hasil untuk uji batas mikroba spesifik apabila positif ditunjukkan dengan adanya pertumbuhan koloni dan warna tertentu sesuai dengan jenis mikroba masing-masing.

The microbial limit test is a test conducted to determine the number of microbes present in a preparation and determine whether a material or preparation meets predetermined microbiological quality specifications, including the number of samples to be used and the interpretation of the test results. This microbial limit test consists of several methods, based on the type of product being tested, the requirements specified, and the sample size sufficient to estimate conformity specifically. Each drugs has a different limit test and must be ensured that it meets the microbial limit according to its specification. PT. Sterling Products Indonesia or SPI produces drugs in the form of non-sterile drugs in liquid, topical (semi solid) and solid forms. The microbial limit test for these three types of drugs refers to the specification of PT. SPI. The Farmakope Indonesia VI edition (FI VI) also has several method in microbial limit tests. Therefore, to find out the similarities and differences in the microbial limit test of PT. SPI and FI VI, need to do a comparative study. Based on the comparisons that have been made, there are several differences between the microbial limit test in the FI VI edition and PT. SPI, namely the microbial limit test, does not use the Angka Paling Mungkin method. Then, in the specific microbial limit test, the Clostridia and Candida albicans microbial tests were not used. Lastly, the interpretation of the results for the specific microbial limit test if it is positive is indicated by the presence of colony growth and a certain color according to the type of each microbe."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Aimee Detria Arianto
"Rumah sakit perlu mematuhi peraturan yang berlaku dan memenuhi standar tertentu untuk dapat menjamin mutu pelayanan dan keselamatan pasien agar terhindar dari cedera. Insiden yang mengancam keamanan pasien di rumah sakit di Kota Depok cukup tinggi. Kesalahan pengobatan paling sering terjadi pada proses dispensing obat sehingga diperlukan analisis gap implementasi penyerahan obat dan bahan obat serta narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi (NAPP) di Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) terhadap regulasi yang terbaru, yaitu Peraturan BPOM No. 24 Tahun 2021. Analisis dilakukan berdasarkan hasil observasi langsung, resep obat, sistem AFYA RSUI, dan dokumentasi yang terdapat di unit farmasi rawat jalan dan instalasi gawat darurat (IGD). Analisis gap dilakukan dengan membuat tabel yang terdiri dari persyaratan pada regulasi, implementasi di unit farmasi, kajian analisis gap, kesimpulan dan saran perbaikan, serta sumber data. Selain itu, analisis ini disimpulkan dalam bentuk persentase kesesuaian (%) yang diperoleh dari hasil pembagian antara jumlah persyaratan yang terpenuhi dengan total persyaratan yang berlaku. Persyaratan yang mengatur tentang penyerahan obat dan bahan obat adalah sebanyak 27 butir, sementara NAPP adalah sebanyak 37 butir. Implementasi penyerahan obat dan bahan obat serta NAPPF di unit farmasi RSUI tidak sepenuhnya memenuhi regulasi yang berlaku. Gap ditemukan pada 5 butir penyerahan obat dan bahan obat, serta 8 butir penyerahan NAPP. Dengan demikian, dapat diperoleh persentase kesesuaian penyerahan obat dan bahan obat serta NAPP berturut-turut adalah 66,67% dan 65,22%.

Hospitals need to comply with the current regulation(s) to guarantee the quality of service and patient safety. Incidents occur in the drug dispensing process that threaten the safety of patients in hospitals in Depok City are quite high. So, a gap analysis of the implementation of drugs and crude drugs as well as narcotics, psychotropic, and pharmaceutical precursors (NAPP) at the University of Indonesia Hospital (RSUI) against the latest arrangement, which was BPOM Regulation No. 24 of 2021, was performed. The analysis was done based on the results of direct observation, drug prescriptions, RSUI's AFYA system, and documents in the outpatient pharmacy unit and emergency room (ER). Gap analysis was carried out through a table consists of regulatory requirements, implementation, gap analysis studies, conclusions, suggestions and the data sources. In addition, the compliance percentage (%) obtained from the division between the number of requirements met by the total of applicable requirements was shown to conclude the analysis. The provisions that regulates the dispensing of drugs and crude drugs are 27 clauses, while NAPP are 37 clauses. The implementation of drugs and crude drugs as well as NAPP dispensing at the RSUI pharmacy unit does not fully comply with applicable regulations. Gaps were found in 5 clauses of drugs and crude drugs dispensing, as well as 8 clauses for NAPP dispensing. Thus, it can be obtained that the compliance percentage of drug and crude drug as well as NAPP is 66.67% and 65.22%, respectively."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
A`an Pradina
"Tulisan ini bertujuan untuk mengevaluasi jasa pendampingan yang dilakukan oleh KAP TRD terhadap penerapan PSAK 71 tentang gap analysis atas klasifikasi dan pengukuran aset keuangan pada PT Bank AI Tbk. Berdasarkan ketentuan PSAK 71, gap analysis dilakukan melalui 3 (tiga) aspek yaitu pengujian SPPI, Model Bisnis, dan Konsistensi Model Bisnis. Evaluasi dilakukan terhadap jasa pendampingan yang dilakukan KAP TRD sesuai dengan kontrak kerjasama yang terdiri dari 3 (tiga) tahapan evaluasi yaitu perencanaan dan identifikasi awal, pengujian dan analisis, serta finalisasi yang dilakukan pada masing-masing pengujian. Secara umum tahapan pekerjaan KAP TRD telah sesuai dengan kontrak kerjasama, namun terdapat faktor penghambat dari setiap tahapan pekerjaan dalam menentukan gap analysis yang berakibat.

This writing aims to evaluate the consultation services conducted by KAP TRD on the application of PSAK 71 regarding the gap analysis of classification and measurement of financial assets in PT Bank AI Tbk. Based on the requirement of PSAK 71, the gap analysis is carried out through 3 (three) stages of testing, consists of SPPI, Business Model, and Consistency of Business Models Testing. The evaluation consists of 3 (three) evaluation stages: planning and initial identification, testing and analysis, and finalization carried out on each test. In general, the stages of KAP TRD work are in accordance with the cooperation contract, but there are constraint factors from each stage of work in determining the gap analysis which could delay the work process of KAP TRD."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
M. Dachyar
"Many problems that arise in this knowledge-based competition era shave organizations and companies to re-invent the way they run their businesses. Knowledge as most valuable asset which is held in employees' brain has significant role for the business process. Some problems like the retirement of employee which causes losses of knowledge, the obscurity of knowledge location which makes knowledge workers difficult to find and access knowledge, low utilization of information technology for knowledge management, and the tack of clarity of document management, all of that make organization performance run slowly. In this research, knowledge management system is designed to manage knowledge by using SMARTvision method consist of strategize and model phase. This knowledge management design comprises knowledge mapping knowledge development, the use of information technology, document mapping, and procedures used for knowledge management. And the final result is comprehensive knowledge mapping which show the integration of knowledge taxonomy in each department, gap measurement, knowledge references, expert list, and document management completely which will become an initiation for knowledge management implementation."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
JUTE-19-3-Sep2005-260
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Blanchard, Kenneth H.
New york: Fontana/Collins, 1989
658.409 2 BLA o
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>