Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lucky Adhandani
"Kebijakan Kedaulatan pangan menjadikan suatu negara mempunyai kewenangan penuh dan kemampuan memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. ketentuan Agreement on Agriculture (AoA) juga merupakan ketentuan World Trade Organization (WTO) Maka hal ini memunculkan pertanyaan bagaimana kesesuaian peraturan terkait kebijakan kedaulatan pangan Indonesia dari tinjauan Agreement on Agriculture, karena kebijakan kedaulatan pangan Indonesia sangat memprioritaskan produksi pertanian lokal, sedangkan Aturan dalam WTO menganut prinsip most favoured nations adalah prinsip untuk menerapkan perlakuan yang sama di setiap anggotanya. Dari latar belakang tesis ini, yang dapat dijadikan sebagai pokok-pokok permasalahan sebagai berikut: pertama, bagaimana kebijakan kedaulatan pangan Indonesia?, kedua, bagaimana ketentuan dalam Agreement on Agriculture?, dan ketiga, apakah kebijakan Kedaulatan Pangan Indonesia sudah sesuai dengan ketentuan dalam Agreement on Agriculture? Kemudian Metodologi Penelitian menggunakan penelitian doktrinal sangat bergantung pada penggunaan putusan pengadilan dan undang-undang untuk analisis tekstual seperti: teks hukum, hukum kasus, undang-undang, dan semakin banyak, materi melalui internet. Tidak perlu keluar dan meneliti realitas material kehidupan sehari-hari Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Kebijakan Kedaulatan Pangan Indonesia dalam tinjauan Agreement on Agriculture, sudah sesuai dengan ketentuan Agreement on Agriculture. Meskipun Indonesia mempunyai hak untuk menentukan kebijakan pangan, tetapi harus tetap mematuhi ketentuan Agreement on Agriculture karena Indonesia terikat terhadap peraturan di dalamnya.

Food sovereignty policy makes a country have full authority and the ability to meet the food needs of its population. the provisions of the Agreement on Agriculture (AoA) as the main review in this thesis, which is one of the provisions of the World Trade Organization (WTO). The question of how appropriate the regulations related to Indonesia's food sovereignty policy are from a review of the Agreement on Agriculture, This research questioning about: first, how is Indonesia's food sovereignty policy? second, what are the provisions in the Agreement on Agriculture? and third, is the Indonesian Food Sovereignty policy in accordance with the provisions in the Agreement on Agriculture? This Methodology Research using doctrinal research relies heavily on using court decisions and laws to explain law for textual analysis like book literature, legal texts, case law, statutes, and increasingly, material via the internet. The results of this study indicate that Indonesia's Food Sovereignty Policy in the Agreement on Agriculture is suitable with the provisions of the Agreement on Agriculture. Although Indonesia has the right to determine food policy, it must still comply with the provisions of the Agreement on Agriculture because Indonesia determines the regulations in it."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Halia Asriyani
"Untuk mewujudkan kedaulatan pangan terlebih dahulu harus terdapat ketersediaan pangan yang cukup dan menjamin hak atas pangan bagi rakyat yang berasal dari sumber daya lokal. Karena kebutuhan akan lahan untuk pembangunan semakin besar akibat laju pertumbuhan penduduk dan industrialisasi, maka alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian menjadi sesuatu yang sulit dihindari. Jika alih fungsi lahan ini tidak diantisipasi dan tidak dilakukan upaya perlindungan terhadap lahan pertanian maka akan mengancam ketersediaan pangan yang cukup dan tidak tercapainya kedaulatan pangan. Penelitian ini dilakukan dengan metode yuridis normatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa untuk mewujudkan kedaulatan pangan diperlukan ketersediaan lahan pertanian yang dapat ,menghasilkan pangan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat. Dengan adanya pengaturan mengenai Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 2009 beserta peraturan pelaksanaanya memberikan jaminan atas keberadaan lahan pertanian untuk ketersediaan pangan yang cukup agar dapat tercipta kedaulatan pangan. Dalam mewujudkan lahan pertanian pangan berkelanjutan ini pemerintah mengupayakan ekstensifikasi lahan dengan pengadaan lahan pertanian pangan berkelanjutan dan mengendalikan alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian. Diperlukan pula pelaksanaan kewajiban dari Pemerintah Daerah untuk menjamin ketersediaan pangan bagi masyarakat melalui perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan dengan merumuskannya dalam bentuk instrumen hukum serta perencanaan lahan pertanian yang baik di daerah yang menjadi lokasi pengadaan lahan pertanian pangan berkelanjutan.

To realize food sovereignty, there must be sufficient food availability and guarantee the right to food for the people who come from local resources. Because the need for land for development is greater due to the rate of population growth and industrialization, then the conversion of agricultural land to non-agriculture becomes something that is difficult to avoid. If the conversion of land is not anticipated and no safeguards against agricultural land are carried out, it will threaten adequate food availability and not achieve food sovereignty. This research was conducted by normative juridical method.
The results of this study indicate that to realize food sovereignty, the availability of agricultural land is needed, producing enough food to meet the food needs of the community. With the regulation regarding the Protection of Sustainable Food Agriculture in Law No. 41 of 2009 along with its implementing regulations, it guarantees the existence of agricultural land for sufficient food availability so that food sovereignty can be created. In realizing this sustainable food agriculture land, the government seeks to expand the land by procuring sustainable food agricultural land and controlling the conversion of agricultural land into non-agricultural land. Also required is the implementation of obligations from the Regional Government to ensure food availability for the community through sustainable food agriculture land protection by formulating it in the form of legal instruments as well as good agricultural land planning in the area where sustainable food agriculture is procured."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T51971
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mentari Kibianty
"This study aims to build a proper concept of Indonesia National food sovereignty, to analyze food security by focusing on import dependency in order to achieve food sovereignty, and to prove that farmers rsquo welfare could be achieved by giving back their basic right of land, education, and health care.Food sovereignty focuses on the freedom of individuals, communities, people, and nation to choose what food they want to consume, how they produce it, and how they distribute it. Food security analysis shows that Indonesia has potential to be self sufficient on rice, but institutional problem such as distribution and cost of production makes it still importing rice. In household level and community level by taking sample from district Cigalontang, Tasikmalaya, West Java, food sovereignty is achieved by giving back their right of land. Through OLS Ordinary Least Square method with IFLS 2014 data, the result obtained had proved that farmers rsquo welfare in West Java, in this case per capita expenditure, did increase as land ownership per meter increase. Year of schooling as well as health care are also has positive relationship with percapita expenditure. In addition, probit model method results also in line with the OLS result. land ownership could eradicate rural household from poverty. The same result for year of schooling and health care condition. The more educated the household head, the more possible a rural household to escape from poverty. The more satisfied health care condition, the more likely for being not poor.

Penelitian ini bertujuan untuk menjabarkan konsep kedaulatan pangan, menganalisis ketahanan pangan dengan memfokuskan ketergantungan impor untuk mencapai kedaulatan pangan serta membuktikan bahwa kesejahteraan petani bisa tercapai dengan memberikan hak dasar mereka yaitu lahan, pendidikan dan status health care.Kedaulatan pangan fokus terhadap kebebasan individual, komunitas, penduduk dan Negara untuk memilih pangan yang mereka inginkan, bagaimana mereka memproduksinya dan bagaimana pendistribusiannya. Analisis ketahanan pangan menunjukkan bahwa Indonesia mempunyai potensi untuk swasembada beras tetapi bermasalah pada distribusi dan biaya produksi sehingga masih harus mengimpor beras. Di level keluarga tani dan komunitas dengan mengambil sampel di Cigalontang, kedaulatan pangan ditempuh dengan mengembalikan hak lahan bagi petani. Dengan metode OLS Ordinary Least Square terhadap data IFLS 2014 ditemukan bahwa kesejahteraan keluarga tani di Jawa Barat dalam hal ini per capita expenditure secara signifikan mengalami peningkatan dengan meningkatnya kepemilikan lahan, pendidikan, dan status health care. Selain itu, hasil metode model Probit juga sejalan dengan hasil OLS. Kepemilikan tanah, pendidikan dan status health care bisa mengurangi kemiskinan pada rumah tangga pedesaan."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S67290
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riantama Sulthana Fauzan
"Sebagai sistem pertanian kearifan lokal Bali, kedaulatan pangan Subak terancam dalam menjaga keberlanjutan pangan di wilayah Bali. Hal ini disebabkan karena para petani tidak lagi sepenuhnya menjalankan prinsip Tri Hita Karana dalam kegiatan usaha taninya dan beralih pada sistem pertanian Revolusi Hijau. Kabupaten Tabanan yang memiliki prestasi ketahanan pangan terbaik di Indonesia juga ikut terancam, karena Subak sebagai garda terdepan penjaga kedaulatan pangannya sudah tidak seberdaya dulu. Maka dari itu, penilitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh apa Revolusi Hijau telah mendegradasi kedaulatan pangan Subak yang menerapkan nilai-nilai Tri Hita Karana sehingga, dapat mengetahui akar permasalahan dan solusi yang dapat dilakukan untuk mempertahankan kedaulatan pangan. Tesis ini menggunakan desain penelitian kualitatif dan metode Life History untuk memahami berbagai perubahan yang terjadi di Subak secara mendalam. Pengumpulan data menggunakan observasi, literatur dan melakukan wawancara secara langsung kepada tiga Subak di kabupaten Tabanan. Hasil penelitian menunjukkan adanya pergeseran orientasi dari sistem pertanian berbasis manusia menjadi modal dan teknologi. Hasil dari pergeseran tersebut merubah beberapa aspek dalam Subak antara lain; sarana produksi yang mengandalkan input eksternal, sistem gotong royong yang tergantikan dengan upah, kesejahteraan petani yang memburuk, konsep pertanian yang menjadi tidak berkelanjutan, tradisi ritual yang mulai ditinggalkan dan perilaku petani yang individual membuat lemahnya posisi dan keberdayaan organisasi Subak. Tesis ini membuahkan temuan, bahwa Revolusi Hijau tidak secara langsung mempengaruhi kedaulatan pangan Subak, melainkan para petani yang terpengaruh oleh perubahan yang dibawa Revolusi Hijau menjadikan Subak menjadi tidak berdaulat. Kedaulatan pangan dapat tercapai dengan penerapan budaya yang kuat, salah satunya adalah menjalankan nilai-nilai Tri Hita Karana sebagai instrumen kedaulatan pangan berbasis budaya.

As a Balinese local wisdom agricultural system, Subak's food sovereignty is threatened in maintaining food sustainability in the Bali region. This is because the farmers no longer fully implement the principle Tri Hita Karana in farming activities and switch to the Green Revolution agricultural system. Tabanan Regency, which has the best food security achievements in Indonesia, is also under threat, because Subak, as the front line guard for food sovereignty, is no longer as empowered as before. Therefore, this research aims to find out to what extent the Green Revolution has degraded the food sovereignty of Subak which applies the values of Tri Hita Karana hence, can find out the root of the problem and solutions that can be done to maintain food sovereignty. This thesis uses a qualitative research design and methods Life History to understand the various changes that occurred in Subak in depth. Data collection used observation, literature and direct interviews with three subaks in Tabanan district. The results showed that there was a shift in orientation from human-based agricultural systems to capital and technology. The results of this shift changed several aspects of Subak, including; production facilities that rely on external inputs, mutual assistance systems that are replaced by wages, deteriorating farmer welfare, agricultural concepts that are becoming unsustainable, ritual traditions that are starting to be abandoned and individual farmer behavior weaken the position and organizational empowerment of Subak. This thesis led to the finding that the Green Revolution did not directly affect Subak's food sovereignty, but farmers who were affected by the changes brought about by the Green Revolution made Subak non-sovereign. Food sovereignty can be achieved through the implementation of a strong culture, one of which is by upholding the values of Tri Hita Karana as a culturally-based instrument for food sovereignty."
Jakarta: Sekolah Kajian dan Stratejik Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Nur Adilla
"UU 18/2012 mengintroduksi kedaulatan pangan sebagai salah satu paradigma dalam penyelenggaraan pangan di Indonesia. Perikanan ditentukan oleh UU 18/2012 sebagai salah satu pilar kedaulatan pangan, karena merupakan sumber pangan dengan sumber daya yang melimpah. Di samping itu, ikan merupakan pangan dengan protein tinggi yang diperlukan oleh tubuh. Penelitian ini dilakukan untuk memeriksa apakah kebijakan dan peraturan di bidang perikanan mendukung perikanan sebagai salah satu pilar kedaulatan pangan. Penelitian dilakukan dengan melihat sinkronisasi peraturan dari tataran legislasi sampai petunjuk teknis. Ketentuan hukum di bidang perikanan belum sepenuhnya secara eksplisit mendukung kedaulatan pangan. Selain itu, juga belum seluruhnya memprioritaskan konsumsi ikan serta pemenuhan protein ikan domestik.

Law 18/2012 introduced food sovereignty as a paradigm for food provision in Indonesia and designated fishery as one pillar of food sovereignty due to fish being a both abundant and rich in protein. This study evaluates whether current policies and regulations in the fishery sector support fishery?s role as one pillar of food sovereignty. The study looks at the synchronism of regulations from the legislation to technical guidance level. Legal provisions in the fishery sector have yet to explicitly support food sovereignty or to fully prioritize fish consumption to meet domestic protein demand."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S63651
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Didit Herdiawan
Jakarta : Lembaga Ketahanan Nasional RI, 2016
363.82 DID k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library