Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nia Yuliatri
Abstrak :
ABSTRAK
Tujuan Tindakan bedah saraf, diduga dapat mengentikan atau memperlambat cedera otak sekunder, yang berhubungan dengan proses neuroinflamasi. Peneliti bertujuan untuk mengetahui peranan neuroinflamasi (Il-6) terhadap prognosis pasien cedera otak dan untuk mengetahui hubungan tindakan operasi dengan kondisi neuroinflamasi.

Metode Penelitian ini bersifat prospektif observasional dengan desain cross sectional. Dari 40 pasien cedera otak yang dilakukan tindakan operasi, dilakukan pemeriksaan kadar Il-6 sebelum operasi dan 1 hari pasca tindakan operasi. GCS dinilai saat di UGD (GCS awal) dan sesudah tindakan operasi (GCS hari ke-7). GOS dinilai setelah bulan ke-1 dan bulan ke-3 pasca trauma. Kadar IL-6 sebelum operasi dan 1 hari pasca tindakan operasi dihubungkan dengan nilai GCS awal, GCS hari ke-7, GOS bulan ke-1 dan GOS bulan ke-3 untuk mengetahui hubungan tindakan operasi dengan proses neuroinflamasi dan nilai prognostiknya terhadap pasien cedera otak.

GCS awal. GCS hari ke-7 dikelompokkan menjadi GCS <=8 dan GCS >8. GOS bulan ke-1 dan bulan ke-3 dikelompokkan menjadi GOS favorable (>3) dan unfavorable <=3.

Hasil Kadar Il-6 awal berhubungan bermakna dengan GCS awal (p: 0.001) dengan OR 11.4 --> pasien dengan kadar Il-6 >100 pg/ml memiliki peluang 11.4 kali mendapatkan nilai GCS <=8. Terdapat perbedaan nilai median kadar Il-6 pasca operasi dibandingkan dengan pre operasi, dengan kecenderungan kadar Il-6 pasca operasi (median=35.55 pg/ml) lebih rendah daripada kadar Il-6 awal (median=76.74 pg/ml)

Kadar Il-6 pasca operasi berhubungan bermakna dengan GCS hari ke-7 (p=0.006), dengan OR 24 --> pasien dengan Il-6 pre op <= 100 pg/ml memiliki peluang 24 kali memperoleh nilai GCS hari ke-7 >8. Kadar Il-6 pasca operasi berhubungan bermakna dengan GOS bulan ke-3 (nilai p= 0.016) dengan OR 11.6 --> pasien dengan kadar Il-6 <=100 pg/ml memiliki peluang sebesar 11.6 kali mencapai GOS bulan ke-3 favorable.

Simpulan Proses neuroinflamasi memiliki nilai prognostik pada pasien cedera otak, di mana maikin tinggi kadar Il-6 serum awal, makin buruk GCS awal pasien.Tindakan bedah saraf dapat menurunkan proses neuroinflamasi dan berhubungan dengan outcome GCS hari ke-7 (status kesadaran) pasca operasi dan GOS bulan ke-3 (kualitas hidup) yang lebih baik.
ABSTRACT
Objectives Neurosurgical procedures are performed to stop or slow down the secondary brain injury. This study is aimed to determine the association of neuroinflammation with the prosnosis of brain injury patients and the association of neurosurgical procedure with the neuroinflammation.

Method The study design is a prospective observation of 40 brain injuty patients who were operated. Examination were carried out top measured Il-6 serum level of pre and one day post operation on brain injury patients, and to analize therir association with GCS,GOS and neurosurgical procedures.

Results The Il-6 serum level pre surgery was significantly associated with initial GCS (p value=0.001 and OR 11.4). There was significant median difference of Il-6 post surgery compared with pre surgery, with a downward trend of Il-6 post surgery.

The post operative Il-6 level was significantly associated with GCS 7 days post surgery (p=0.006), with OR 24, meaning that patients with post surgery level of Il-6 <= 100 pg/ml had 24 times chance of getting GCS 7 days post trauma >8. The post operative Il-6 serum was significantly associated with GCA 3 months post trauma (p value= 0.016) with OR 11.6, meaning that the patients with post operative Il-6 level <= 100 pg/ml has 11.6 times as much chance of reaching the 3 months post trauma GOS favorable.

Conclusion Neuroinflammation may have prognostic values in brain injured patients. Neurosurgical procedures can decrease the neuroinflammation process and was associated with better conciousness state (GCS) and neurological outcome (GOS).
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Stroke atau cerebrovascular accident(CVA) merupakan penyebab kematian nomor tiga di Amerika Serikat dan salah satu penyebab kematian dan kecaoatan neurologis yang utama di Indonesia. Stroke merupakan penyakit kronis yang bersifat menetap dan tidak dapat pulih secara total yang disebabkan oleh adanya gangguan peredaran darah otak (GPDO) (Mansjoer et al, 2000; Taylor, 1999). Efek yang ditimbulkan dari CVA beragarn, tergantung pada daerah otak yang terganggu. Selain kelumpuhan, kesulitan berbicara, dan memori yang terganggu, gangguan yang sering rnuncul adalah afasia yaitu gangguan pada kemampuan menggunakan kata-kata (Davison & Neale, 1996). Gangguan bahasa (Afasia) merupakan salah satu akibat dari kerusakan hemisfer kiri pada pasien stroke yang kinan. Salah satu alat diagnostik untuk melakukan pengukuran dalam bidang neuropsikologi yaitu TADIR (Tes afasia, diagnosa, inforrnasi, dan rehabilitasi). Melalui TADIR dapat dilihat sindrom afasia yang diderita oleh pasien_ Pembagian sindrom-sindrom afasia dalam TADIR menggunakan klasiiikasi Boston yang dibuat oleh Goodglass dan Kaplan. Atas dasar aspek-aspek penamaan, kelancaran, peniruan dan pernahaman auditif, maka Goodglass 3: Kaplan (dalam Dharmaperwira-Prins, 2002) menyusun klasifikasi sindrom-sindrom afasia. Setiap sindrom afasia dihubungkan dengan suatu tempat kerusakan tertentu di otak. Salah satu tujuan pemeriksaan ialah menenlukan letak kerusakan. Penelitian yang dilakukan oleh Kertesz (dalam Dharmaperwira-Prius, 2002) dengan menggunakan CT-scan, secara garis besar membenarkan lokalisasi sindrom afasia klasifikasi Boston (Dharmaperwira-Pnns, 2002). Sementara itu dibidang kedokteran, khusuanya secara neurologis, untuk diagnostik lebih lanjut yang menunjukkan tempat kerusakan di otal-c dapat dimanfaatkan teknologi tertentu seperti penggunaan CT-scan dan MRI. Hasil penelitian yang telah dilakukan di luar negeri dengan menggunakan CT-scan, secara garis besar telah membenarkan lokalisasi sindrom afasia yang klasifikasi Boston. Sedangkan pembagian sindrom-sindrom afasia dalam TADIR menggunakan klasifikasi Boston yang dibuat oleh Goodglass dan Kaplan. Hal ini yang membuat peneliti tertarik untuk meneliti kembali hasil penelitian itu, terutarna di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara hasil CT-scan/MRI tentang lokasi kerusakan di otak dengan sindrom afasia yang diderita pasien berdasarkan hasil tes TADIR. Di dalam penelitian ini digunakan data selrunder dari bagian Fungsi Luhur, Neurologi RSCM selama tahun 2003. Untuk menghitung korelasi antara hasil CT-scan/MRI tentang lokasi kerusakan di otak dengan sindrom afasia yang diderita pasien berdasarkan hasil tes TADIR, digunakan teknik Cramer Coejicient C dan diolah dengan menggunakan program SPSS 10.0 for Windows. I-Iasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara hasil CT-scan/MRI tentang lokasi kerusakan di otalc dengan sindrom afasia yang diderita pasien berdasarlcan hasil tes TADIR_ Dengan dernil-:ian hasil penelitian ini akan memperkuat teori klasifikasi Boston yang dibuat oleh Goodglass & Kaplan (dalam Dharmapenvira-Prius, 2002) yang menyusun klasitikasi sindrom-sindrom afasia dimana tiap sindrom afasia dihubungkan dengan suatu tempat kerusakan tertentu di otak. Selain itu hasil penelitian ini juga mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan Kertesz (dalam Dharmaperwira-Prins, 2002) dengan menggunakan CT-scan yang secara garis besar membenarkan lokalisasi sindrorn afasia berdasarkan kiasitikasi Boston. Sebagai penutup, diberikan saran-saran untuk penelitian selanjutnya. Untuk penelitian lanjutan dapat memperbanyak sampel, hal ini terkait dengan generalisaai hasil pada populasi. Selain itu secara statistik, dengan sampel besar diharapkan agar semua kategori dalam perhitungan dapat diolah dan tidak ada lcategori yang hilang. Perlunya penelitian lanjutan akan afasia terkait dengan aspek psikososial yang ditimbulkannya, dimana seseorang yang terlrena afasia akan mempunyai kesulitan besar atau kecil dalam penggunaan bahasanya. Dampak dari perubahan itu tidak hanya dirasakan oleh pasien tetapi juga keluarga dan lingkungan selcitamya. Perlunya kerjasama lebih lanjut antara bidang neurologi, psikologi, logopedi dan Iinguistik dalam menangani gangguan bahasa atau afasia. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan informasi bagi para dokter, perawat, psikolog, terapis wicara, dan pihak lain yang terkait bahwa selain CT-scan dan MRI, tes TADIR dapat digunakan untuk mendeteksi lokasi kerusakan di otak, serta merupakan salah satu pilihan dari alat diagnostik ganggun bahasa (Afasia) dengan biaya yang relatif tenjangkau dan pelaksanaannya tidak memakan banyak waktu.
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T38382
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Renny Wulan Apriliyasari
Abstrak :
ABSTRAK
Stroke merupakan cedera otak yang disebabkan adanya obstruksi dengan gejala Stroke Iskemik merupakan cedera otak yang disebabkan adanya obstruksi dengan gejala awal gangguan memori jangka pendek. Stimulasi auditori diberikan melalui pendekatan budaya dengan instrumen gamelan. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh pemberian terapi musik gamelan terhadap memori jangka pendek pada pasien stroke iskemik. Penelitian ini menggunakan desain RCT dengan rancangan pretest-posttest with control group. Sampel yang digunakan sebanyak 19 responden kelompok intervensi dan 15 responden kelompok kontrol yang dibagi dengan cara randomisasi blok. Hasil penelitian ini dinyatakan bahwa ada perbedaan yang signifikan memori jangka pendek sebelum dan sesudah diberikan terapi musik gamelan, dengan p value 0,000 (α =0,05). Akan tetapi pada uji beda dua kelompok didapatkan hasil tidak terdapat perbedaan bermakna pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Pada penelitian ini direkomendasikan bahwa penerapan terapi musik efektif digunakan sebagai stimulasi auditori pada pasien stroke iskemik.
ABSTRACT
Stroke is a brain injury caused by obstruction, one of the symptoms is short-term memory impairment. Auditory stimulation is given through a cultural approach with gamelan instruments. The purpose of the research was to know the effect of Gamelan music therapy to short-term memory in Ischemic stroke patients. RCT with using pretest-posttest with control groups design was used in this study. The number of respondents that used in the research was 19 respondents as intervention groups and 15 respondents as control group that used blok randomised. The result of the study show that there was significantly differences short-term memory between before and after Gamelan music therapy with a p-value .000 (α=.005). However, on two different test groups showed no significant difference in the intervention group and the control group. This study is recommended that the application of music therapy is effective as auditory stimulation in patients with ischemic stroke.
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
T35435
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syarifah Dewi
Abstrak :
Tujuan: Menganalisis ekspresi gen manganese superoxide dismutase (MnSOD) pada jaringan jantung, otak dan darah tikus yang diinduksi hipoksia sistemik. Desain: penelitian eksperimental in vivo dengan menggunakan hewan coba. Metode: Sampe! penelitizm ini adalah 25 ekor tikus jantan strain Sprague Dawley (Rarms novergicus L), yang dibagi menjadi 5 kelompok: kelompok I tikus tanpa perlakuan hipoksia sebagai kontrol, kelompok II, III, IV dan V adalah kelompok tikus dengan perlakuan hipoksia 10% O2 selama 1, 7, 14 dan 21 hari. Setelah perlakuan tikus dimaiikan, kemudian darah, otak dan jantung tikus diambil untuk diperiksa tingkat ekspresi mRNA dengan menggunakan real time RT PCR dengan pewamaan SYBR green, serta diukur aktivitas spesifik MnSOD dengan menggunakan kit RanSOD® dengan ditambahkan NaCN untuk menghambat aktivitas CuZn SOD. Hasil: Pada hipoksia awa] (1 hari) ekspresi relatif mRNA MnSOD dan aktivitas spesifik MnSOD menunjukkan penurunan di darah dan jantung, sedangkan pada otak tidak te1jadi penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa dalam keadaan hipoksia sistemik perlindungan antioksidan pada otak terjadi lebih awal dibandingkan jantung dan darah. Pada hipoksia awal di jantung dan darah, mulai terjadi peningkatan ROS sehingga aktivitas spesink MnSOD menurun, namun belum dapat menstimulasi peningkatan eksprsi mRNA-nya_ Pada hipoksia I-I4 hari baik ekspresi mRNA maupun aktivitas spesiiik MnSOD pada ketiga jaringan tersebut mengalami peningkatan sejalan dengan lamanya hipoksia. Pada hipoksia lanjut (21 hari) terjadi korelasi negatif antara ekspresi relatif mRNA dngan aktivitas spesiiik MnSOD di jantung dan darah. Hal ini mnmgkin disebabkan karena produksi ROS yang sangat masif, sehingga ekspresi MRNA terus ditingkatkan namun stres oksidatif belum dapat diatasi, sedangkan pada otak fenomena tersebut tidak terjadi. Hal ini diduga karena peningkatan ROS pada hipoksia lanjut masih dapat diatasi dengan aktivitas enzim MnSOD yang tersedia tanpa harus meningkatkan ekspresi mRNA-nya. Hasil ini menunjukkan bahwa otak cenderung lebih dilindungi dalam keadaan hipoksia sistemik dibandingkan janrung dan darah. Hasil analisis uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa perubahan ekspresi relatif MRNA dan aktivitas spesifik MnSOD pada induksi hipoksia sistemik pada darah sejalan dengan perubahannya pada jantung dan otak. Kesimpulan: Setiap jaringan mempunyai pola ekspresi gen MnSOD dan aktivitas MnSOD yang berbeda-beda pada kondisi hipoksia. Terdapat perbedaan regulasi ekspresi gen MnSOD antara hipoksia sistemik awal dan lanjut. Pengukuran ekspresi MnSOD (mRNA dan aktivitas spesifik) pada darah dapat sekaligus menggambarkan ekspresi tersebut pada jantung dan otak.
Background: The aim of this study is to determine the gene expression of manganese supenoxide dismutase (MnSOD) in rat?s heart, brain and blood induced by systemic hypoxia. Design: This study is an in vivo experimental study. Method: This study was conducted on 25 male Sprague Dawley rats (Rattus no1°e:~_gicn.s~ L) which were divided into 5 groups and subjected to systemic hypoxia by placing them in hypoxic chamber supplied by 10% O3 for O, l, 7. I4, 2.1 days. respectively. Rats were sacrified after treatment, and the blood. heart and brain were used for measurement of relative mRNA level ofMnSOD with real time RT PCR and measurement of spesitic activity of MnSOD enzyme using RanSOD® kit. Result: Determination of gene expression of MnSOD (relative mRNA expression and specific activity) in rat blood and heart cells under early hypoxic induction (1 day) resulted in the lower levels compared to the level in control group. After l day of hypoxic induction the gene expression level was then increased and again decreased under very late hypoxic condition (21 days) compared to the control. This suggests that the blood and heart cells at early hypoxia have not enough time to provide more MnSOD enzyme through gene expression to eliminate the sudden accumulation of ROS. In contrast to the results in heart and blood cells. the gene expression of MnSOD in brain cells were demonstrated to be increased since early systemic hypoxia (day I) up to day l4_ and tends to decrease under late hypoxic condition (day 21) although the level still slightly higher compared to the level in control group. Under late hypoxic condition (21 days). the capacity of1VlnSOD to eliminate the accumulated ROS has been saturated as found in brain cells, or even reduced to the lower level than in normal condition as found in blood and heart cells. This study could demonstrate that brain cells have different pattern of gene expression of MnSOD compared to blood and heart cells during several time points of hypoxic induction, particularly at early stage. It should also be considered that the levels of gene expression of MnSOD in each tissue were distinct although measured under the same condition. Analysis of Pearson correlation test shows that pattern of gene expression ot`MnSOD in blood cells is appropriate with the pattern in heart and brain cells under hypoxic condition. Conclusion: Every tissue has the different pattern of gene expression of MnSOD (relative mRNA expression and specific activity) under hypoxic condition There is different regulation of MnSOD gene expression at early and late hypoxia Analysis gene expression of MnSOD in blood cells could represent the analysis of gene expression of MnSOD in heart and brain cells under hypoxia condition.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
T32890
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Isti Nurul Afifah
Abstrak :
Pasien yang dirawat inap dengan stroke iskemik perlu mendapat perhatian khusus karena komorbiditas dan polifarmasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis masalah terkait obat dengan domain efektivitas terapi dan reaksi obat yang tidak diinginkan di bawah Jaringan Perawatan Farmasi Eropa. Metode penelitian ini adalah cross sectional berdasarkan data rekam medis, resep, dan catatan perawat. Sampel dari penelitian ini adalah pasien dengan diagnosis primer stroke iskemik dan pasien berusia lebih dari sama dengan 23 tahun. Analisis dilakukan pada 115 sampel penelitian. Masalah terkait obat yang paling umum adalah masalah efektivitas pengobatan (65,00%) dengan efek sub domain dari pengobatan obat tidak optimal (29,58%) sebagai sub domain yang paling parah. Masalah terkait narkoba lainnya adalah masalah reaksi merugikan memiliki prosentase (35,00%) dengan subtitusi kejadian obat merugikan (tidak alergi) sebesar (34,58%) sebagai sub domain tertinggi. Penyebab tertinggi dari masalah yang diidentifikasi dalam penelitian ini adalah bahwa kombinasi obat, atau obat, dan makanan yang tidak tepat yaitu (56,04%).
Patients who are hospitalized with ischemic stroke need special attention due to comorbidity and polypharmacy. This study aims to analyze drug-related problems with the domain of therapeutic effectiveness and unwanted drug reactions under the European Pharmaceutical Care Network. This research method is cross sectional based on medical records, prescriptions, and nurses' records. Samples from this study were patients with a primary diagnosis of ischemic stroke and patients aged more than equal to 23 years. Analysis was conducted on 115 study samples. The most common drug-related problem is the problem of treatment effectiveness (65.00%) with the sub-domain effect of suboptimal drug treatment (29.58%) being the most severe sub-domain. Another drug related problem is the problem of adverse reactions having a percentage (35.00%) with the substitution of adverse drug events (not allergic) of (34.58%) as the highest sub domain. The highest cause of the problems identified in this study was that the combination of drugs, or drugs, and food were not appropriate (56.04%).
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harun Al Rasid
Abstrak :
Kualitas asuhan keperawatan yang diberikan perawat sangat dipengaruhi seberapa besar pemberian layanan yang diterima pasien. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan dengan menerapkan berbagai peran perawat spesialis menerapkan Evidence Based Nursing EBN serta peran sebagai inovator. Peran pemberi asuhan keperawatan dilakukan pada pasien dengan stroke iskemik dan 30 pasien dengan gangguan sistem persarafan menggunakan Model adaptasi Roy MAR . Penerapan EBN yang dilakukan pada orang pasien stroke dan menunjukkan bahwa latihan Active Assisstive range of Motion mampu mengatasi masalah mobilitas fisik. Program inovasi penambahan format pengkajian neurologi mampu meningkatkan pengetahuan perawat mengenai format pengkajian selain dari format pengkajian yang telah ada di ruangan. Diharapkan mobilisasi dini dengan latihan active assisstive range of motion tetap diajarkan pasien stroke yang mengalami masalah mobilitas fisik dikarenakan perlu waktu yang cukup lama untuk mengatasi masalah mobilitas. ...... Advanced clinical practice in the neurological system is intended to be able to provide nursing care, apply Evidence Based Nursing EBN as well as the role of an innovator. Nursing care roles were performed in patients with Stroke Ischemic and 30 patients with impaired neural system using the Roy adaptation model RAM . The behavioral mode of physiological adaptation most often experiences maladaptive behavior. The emerging nursing diagnosis is the risk of perfusion of cerebral tissue perfusion. The nursing management intervention of cerebral edema is intended to improve patient adaptation in enhancing cerebral tissue perfusion. Application of EBN Active Assisstive Range of Motion of Mobility performed on 3 stroke patients and showed that. The innovation program for the addition of the neurological assessment format was able to increase the nurse 39 s knowledge of the assessment format apart from the existing assessment formats in the room. Assessment of behaviors and stimuli in RAM need to be applied to patient assessment.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Eny Nurhayati
Abstrak :
Latar belakang: Pentoksifilin belum memberikan hasil yang konsisten pada pasien stroke iskemik akut sehingga pada penelitian ini dipakai suatu penanda spesifik untuk melihat efektifitas terapi yaitu adanya hiperviskositas darah. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian uji klinis acak tersamar tunggal. Pasien stroke iskemik akut onset kurang dari 72 jam yang mengalami hiperviskositas darah diacak menjadi kelompok perlakuan n=22 dan kontrol n=22 . Terapi standar stroke akut diberikan pada semua subyek. Kelompok perlakuan mendapat terapi tambahan berupa pentoksifilin 1.200mg/hari intravena selama lima hari dan dilanjutkan dosis oral 2x400mg per hari selama 23 hari setelahnya. Pemeriksaan viskositas darah dan interleukin-6 dilakukan pada hari pertama dan ketujuh perawatan. Luaran klinis dinilai dengan menggunakan national institute of health stroke scale NIHSS , modified rankin score mRS dan indeks barthel pada hari ketujuh dan juga pada hari ke-30. Hasil: Kadar viskositas darah seluruh subyek mengalami penurunan pada hari ketujuh dan ketiga puluh. Pada kelompok perlakuan, rerata penurunan viskositas darah memiliki perbedaan bermakna pada subyek dengan faktor risiko merokok dan dislipidemia. Tidak didapatkan penurunan kadar interleukin-6 pada kedua kelompok. Kelompok perlakuan memiliki perbaikan defisit neurologis sebesar 32 risiko relatif [RR]1,00; 95 interval kepercayaan [IK] 0,421-3,556; p = 1,00 . Disabilitas dan kemandirian fungsional yang baik didapatkan pada 67 kelompok perlakuan RR 1,026; 95 IK 0,656-1,605; p = 0,9 . Pada kelompok perlakuan, luaran klinis berbeda bermakna pada subyek yang memiliki sakit jantung dan diabetes melitus. Kesimpulan: Setelah pemberian pentoksifilin didapatkan penurunan kadar viskositas dan perbaikan luaran klinis. Studi lanjutan dibutuhkan dengan kriteria yang lebih spesifik dan jumlah sampel yang lebih besar. ...... Background: The role of pentoxifylline in acute ischemic stroke lacks objective markers of its efficacy. Therefore, we used blood viscosity to determine the efficacy of pentoxifylline. Method: This was a randomized single blind, controlled trial. Acute ischemic stroke patients with blood hyperviscosity within 3 day onset were randomly allocated to the study n 22 or control n 22 group. All subjects received a standard treatment for acute ischemic stroke. The study group was administered with intravenous pentoxifylline 1,200 mg day for five consecutive days and continued with oral 800 mg in two divided doses for next twenty three days. Blood viscosity and interleukin 6 IL 6 were evaluated at the first and seventh day. Clinical outcomes were measured using the National Institutes of Health Stroke Scale NIHSS, modified Rankin Scale mRS, and barthel index BI at the seventh and thirtieth day. Result: The level of blood viscosity of all subjects tends to be decreased on the seventh and thirtieth day. In study group, the decrement of blood viscosity was significant for smoking and dyslipidemic subject. There was no decrement of the IL 6 on both group. The improvement of NIHSS in study group was 32 relative risk RR 1,00 95 CI 0,421 3,556 p 1,00 . At 1 month follow up, 67 of study group had a good functional outcome RR 1,026 95 CI 0,656 1,605 p 0,9 and the good functional outcome was statistically significant for diabetes mellitus and heart disease subject. Conclusion The decrement of blood viscosity and the improvement of clinical outcome were seen after pentoxifylline administration.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Sulaiman Alwahdy
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang : Stroke iskemik merupakan salah satu jenis stroke yang tersering dijumpai. Trombolisis (rt-PA) merupakan satu-satunya obat yang diakui oleh Food and Drug Administration (FDA). Untuk regenerasi sel saraf yang telah mati hingga saat ini masih dipertanyakan. Sel mononuklear darah tali pusat manusia merupakan salah satu pilihan yang cukup menjanjikan untuk terapi stroke iskemik melalui keuntungan yang dimilikinya antara lain; ketersediaannya yang mudah, efek pluripotensi dan imaturitas yang dimilikinya. Metode Penelitian : Penelitian eksperimental dengan desain Prospective Interventional Study pada 4 kelompok perlakuan. Kelompok pertama adalah kelompok sehat dan tiga kelompok lainnya adalah kelompok perlakuan tikus yang dilakukan oklusi arteri serebral media (OASM) dengan jumlah enam tikus per kelompok. Tikus dibiarkan selama tujuh hari setelah dilakukan OASM dan sebelum dilakukan transplantasi secara intraarteri dan intravena dengan dosis 1x106 sel per kg. Penilaian fungsional dilakukan sebelum OASM, tujuh hari setelah OASM dan pada hari ke 3,4 dan 9 pasca transplantasi. Dilakukan evaluasi terhadap pengurangan luas area infark, sel yang mengekspresikan protein beta-III tubulin (TUJ1), glial fibrillary acidic protein (GFAP) dan vascular endothelial growth factor (VEGF) dalam proses neurogenesis dan angiogenesis. Hasil : Pada tes sensorimotor didapatkan hasil yang tidak berbeda bermakna diantara kelompok. Terdapat perbedaan bermakna pada aktifitas spontan tikus yang dilakukan transplantasi dibandingkan kelompok kontrol (p<0.05). Membandingkan jumlah sel neuron didaerah hipokampus, terdapat jumlah sel yang lebih banyak pada kelompok transplantasi dibandingkan kelompok kontrol walaupun tidak berbeda bermakna secara statistik. Angiogenesis pada kelompok transplantasi memiliki hasil yang berbeda bermakna dibandingkan kontrol (P<0.001). Tidak ditemukan adanya pengurangan luas area infark dan efek samping pada kelompok transplantasi. Kesimpulan : Baik dilakukan secara intraarterial ataupun intravena, kedua rute tetap memiliki efek dalam memperbaiki aktifitas spontan tikus. Dosis 1x106 sel per kg cukup aman dengan tidak ditemukannya efek samping yang serius seperti efek rejeksi dan tetap memiliki efek yang menguntungkan. Angiogenesis yang terbentuk pada kelompok transplantasi memberikan harapan dalam mempercepat proses neurogenesis.
ABSTRACT

Introduction : Cerebral ischemia is among the most common type of stroke seen in patient. Thrombolysis (rt-PA) is the only United States Food and Drug Administration (FDA) approved drug available.For regeneration of death neurons are remain questionable. Human umbilical cord blood mononuclear cell (cbMNC) is one of the option treatments for ischemic stroke through their various advantages; availability, pluripotency and immaturity. Method : One group for healthy rat and three groups (n=6 per group) of male wistar rats were undergone permanent middle cerebral artery occlusion (MCAO). Rats were allowed to recover for 7 days before intraarterial (IA) and intravenous (IV) injection of 1x106 cells per kg of human cbMNC. Behavioural tests were performed before MCAO, 1 week after MCAO and at 3,9 and 14 days after cbMNC injection. Brain infarct area, Beta III tubulin (TUJ1), glial fibrillary acidic protein (GFAP) and vascular endothelial growth factor (VEGF) antibody marker were evaluated. Results : Behavioral test in sensorimotor evaluation revealed no significant differences between all groups. Spontaneous activity were much significantly improved compared to placebo group (p<0.05). Comparing the survival of neurons in hippocampus, IA and IV have better result compare to placebo. Angiogenesis in IA group showed significant differences (P<0.001) compare to IV and placebo respectively. No effect of cbMNC transplantation in decreasing Infarct area. Serious adverse effects were not found. Conclusion : IA and IV human cbMNC transplantation provides post stroke spontaneous activity recovery. Safety of xenogenic study were confirmed by this study when dosage 1x106 cells per kg were used and showed their beneficial effects. The existence of more neovascularization in the transplanted rats of cbMNC provide hope in accelerating repairement of the neurons.
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gogor Meisadona
Abstrak :
Latar belakang: Dehidrasi sering terjadi pada stroke iskemik akut SIA dan secara teoretik dapat memperburuk luaran pasien dengan menurunkan curah jantung dan meningkatkan viskositas darah sehingga menurunkan aliran darah otak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah dehidrasi dapat memperburuk luaran klinis dan fungsional SIA. Metode: Studi kohort dilakukan antara Oktober 2016-April 2017. Sebanyak 44 subjek ikut penelitian dan dibagi menjadi 2 kelompok berdasarkan rasio ureum/kreatinin darah dan osmolalitas serum. Dehidrasi didefinisikan sebagai rasio ureum kreatinin 332,1 atau osmolalitas darah >310 mOsm/kg pada hari pertama masuk rumah sakit. Luaran diukur dengan 2 skala: 1 perbedaan nilai National Institutes of Health Stroke Scale NIHSS pada hari pertama dan ke-7 pascaawitan; dan 2 nilai modified Rankin scale mRS pada hari ke-30 pascaawitan. Hasil: Sebanyak 44 subjek ikut serta dalam penelitian dehidrasi, n = 21; kontrol, n = 23 . Sebanyak 25 subjek 57 adalah pria; 4 subjek 9 mengalami partial anterior circulation infarct PACI dan 40 subjek 91 mengalami lacunar infarct LACI . Dehidrasi tidak berhubungan dengan perburukan NIHSS nilai p = 0.176 atau nilai mRS-30-hari yang buruk nilai p = 1.00 . Satu-satunya variabel yang berhubungan dengan perburukan NIHSS atau nilai mRS-30-hari yang buruk adalah PACI nilai p masing-masing 0.003 and 0.001. Kesimpulan: Dehidrasi tidak berhubungan dengan perburukan NIHSS atau nilai mRS-30-hari yang buruk. Studi lebih lanjut dibutuhkan dengan kriteria diagnostik dan luaran yang lebih baik. ...... Background: Dehydration occurs frequently in patients with acute ischemic stroke AIS and theoretically can worsen patient rsquo s outcome by decreasing cardiac output and increasing blood viscosity resulting in decreased cerebral blood flow. The aim of this study was to determine whether dehydration worsened clinical and functional outcome of AIS. Method: A cohort study was performed between October 2016 and April 2017. There were 44 subjects with AIS recruited. Subjects were divided into 2 groups on the basis of blood ureum creatinine ratio and serum osmolality. Dehydration is defined as ureum creatinine ratio 332,1 or blood osmolality 310 mOsm kg at admission day. Outcome was measured with 2 scale 1 National Institutes of Health Stroke Scale NIHSS score difference on admission compared to score at day 7 of hospitalization and 2 modified Rankin scale mRS at day 30 after AIS onset. Result: A total of 44 subjects were enrolled dehydration, n 21 control, n 23. 25 subjects 57 were male 4 subjects 9 had partial anterior circulation infarct PACI and 40 subjects 91 had lacunar infarct LACI . Dehydration was not associated with either NIHSS worsening p value 0.176 or poor 30 day mRS p value 1.00 . The only variable associated with poor NIHSS and mRS outcome was PACI p value 0.003 and 0.001, respectively. Conclusion: This study found that dehydration in AIS was not associated with poor 7 day NIHSS and 30 day mRS outcome. Further study with better diagnostic and outcome criteria is required.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nababan, Toman
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang. Pneumonia sering menjadi komplikasi medis yang timbul pada pasien-pasien stroke iskemik akut yang dirawat di rumah sakit, sehingga diperlukan suatu sistem skor yang valid dan mudah diterapkan untuk memprediksi dan menstratifikasi risiko timbulnya pneumonia pada pasien stroke iskemik akut. Tujuan. Menilai performa kalibrasi dan diskriminasi skor A2DS dalam memprediksi insiden pneumonia pada pasien stroke iskemik akut Metode. Penelitian dengan desain kohort retrospektif menggunakan rekam medik pasien stroke iskemik akut di ruang rawat neurologi dan stroke unit gedung A RSCM periode Januari 2014 ndash; Desember 2016 dengan metode total sampling. Usia, ada tidaknya fibrilasi atrium pada EKG, ada tidaknya disfagia, jenis kelamin laki-laki , dan tingkat keparahan stroke dinilai dengan NIHSS , dinilai pada awal perawatan di RSCM. Pasien diikuti hingga 7 hari sejak onset stroke iskemik untuk dilihat outcome-nya pneumonia atau tidak pneumonia . Performa kalibrasi skor A2DS2 dinilai dengan uji Hosmer-Lemeshow dan plot kalibrasi. Performa diskriminasi skor A2DS2 dinilai dengan Area Under The Curve AUC . Hasil. Sebanyak 281 subjek diikutsertakan ke dalam penelitian ini, dengan angka kejadian pneumonia dalam 7 hari sejak onset timbulnya stroke iskemik sebanyak 118 subjek 42 . Hosmer-Lemeshow menunjukkan p = 0,222. Plot kalibrasi menunjukkan koefisien korelasi r=0,982 dengan p = 0,000. AUC sebesar 0,885 IK95 0,845 - 0,924 .ABSTRACT
Pneumonia is the leading cause of morbidity and mortality in acute ischemic stroke patients admitted to hospital. Thus required a valid scoring system which is easy to apply, to predict and stratify the risk of pneumonia in patients with acute ischemic stroke. Aim. To assess the performance of calibration and discrimination of A2DS2 score in predicting the incidence of pneumonia in patients with acute ischemic stroke who are hospitalized in Cipto Mangunkusumo National General Hospital. Methods. This was a retrospective cohort study of adult acute ischemic stroke patients who are hospitalized in Cipto Mangunkusumo Hospital. Age, presence or absence of atrial fibrillation, presence or absence of dysphagia, Sex male , and stroke severity rated with NIHSS were obtained at the beginning of admission. The subjects were followed up for up to 7 days after the onset of ischemic stroke to assess the outcome pneumonia or not . Calibration properties of A2DS2 score were assessed by Hosmer Lemeshow test and calibration plot. Discrimination properties of A2DS2 score were assessed by the area under the curve AUC . Results A total of 281 subjects were followed up. The incidence of pneumonia in acute ischemic stroke patients was observed in 118 patients 42 . Hosmer Lemeshow test of A2DS2 score showed p 0,222 and calibration plot showed r 0,982. Discrimination of A2DS2 score was shown by the AUC value of 0,885 95 CI 0,845 0,924 . Conclusion A2DS2 score have a good calibration and discrimination performance in predicting incidence of pneumonia in patients with acute ischemic stroke who are hospitalized in Cipto Mangunkusumo National General Hospital.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library