Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Iin Rahmania Inayatillah
"PENDAHULUAN: Merokok dianggap sebagai sumber utama pajanan terhadap karbon monoksida (CO). Pemeriksaan kadar CO udara ekspirasi dapat digunakan sebagai biomarker status merokok. Metode ini mudah dilakukan, non invasif dan menimbulkan kepatuhan yang lebih baik bagi pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar CO udara ekspirasi pada perokok dan bukan perokok sekaligus mengetahui kadar CO pada masing-masing jenis perokok terutama perokok kretek sebagai perokok mayoritas di Indonesia.
METODE: Penelitian potong lintang yang dilaksanakan pada Januari 2013 sampai Oktober 2013. Jumlah sampel sebanyak 125 orang yang terdiri dari 85 orang kelompok perokok dan 40 orang kelompok bukan perokok dipilih secara consecutive sampling. Dilakukan wawancara untuk mengisi kuesioner data dasar, kuesioner Fagerstorm dan skor Horn yang dilanjutkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pengukuran kadar CO udara ekspirasi dengan menggunakan alat pengukur CO portabel (piCO+cSmokerlyzer Bedfont).
HASIL: Penelitian ini mendapatkan kadar CO udara ekspirasi pada kelompok perokok lebih tinggi dibandingkan kelompok bukan perokok dengan rerata kadar CO pada kelompok perokok sebesar 22 (4;48) ppm dan kelompok bukan perokok sebesar 5,83 + 1,82 ppm (p=0,000). Tidak didapatkan perbedaan kadar CO antara kelompok perokok kretek, perokok putih dan perokok campuran (22 + 10,96 ; 22,60 + 10,44 ; 21,43 + 11,72 ; p=0,943). Faktor yang paling berkorelasi terhadap kadar CO udara ekspirasi pada perokok adalah jenis kelamin, laki-laki cenderung memiliki kadar CO yang lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan.
KESIMPULAN: Kadar CO udara ekspirasi pada perokok lebih tinggi dibandingkan bukan perokok serta tidak ditemukan perbedaan kadar CO diantara perokok kretek, perokok putih dan perokok campuran. Faktor yang paling berkorelasi terhadap kadar CO udara expirasi pada kelompok perokok adalah jenis kelamin.

INTRODUCTION: Smoking has been considered as a prime cause of carbon monoxide (CO) exposures.Exhaled air CO measurement is a reliable indicator for smoking status. It is noninvasive, easy procedure and better compliance. The present study was undertaken to measure exhaled air CO levels in smokers and non smokers and also to measure exhaled air CO levels in clove cigarette (kretek) smokers as a majority smokers in Indonesia.
METHOD: This study used cross sectional method conducted from Januari 2013 until October 2013. A Total of 125 subject consist of 85 smokers and 40 non smokers selected based on consecutive sampling. Interview was done to fill out question about sociodemografic and smoking habit, Fagerstorm test for nicotine dependence and Horn score for smokers profile if the respondent is smoker follow by anamnesis, physical examination and breath CO measurement using portable CO analyzer ((piCO+cSmokerlyzer Bedfont).
RESULT: Average exhaled air CO levels were 22 (4;48) ppm in smokers, significantly higher compared to non smokers with the level of exhaled air CO were 5,83 + 1,82 ppm (p=0,000). No significant difference was found (p = 0,943) in the distribution of CO readings of the clove cigarette smokers compared to white cigarette and mix cigarette smokers (22 + 10,96 vs 22,60 + 10,44 vs 21,43 + 11,72) ppm. Gender was the most correlated factor to exhaled air CO levels, men tend to have higher exhaled air CO levels compared to women.
CONCLUSION: Exhaled air CO levels in smokers is higher than non smokers whereas no significant difference in the distribution of breath CO readings between clove cigarette, white cigarette en mix cigarette smokers. The most correlated factor that influence CO levels is gender.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tabina Martiza Alam
"Penggunaan rokok di masyarakat sudah dianggap sebagai suatu kebiasaan normal. Global Youth Tobacco Survey menemukan bahwa prevalensi merokok pada anak usia kurang dari 20 tahun tercatat sebesar 75% dengan rincian 23,1% mulai di usia 10-14 tahun dan 52,1% mulai di usia 15-19 tahun. Badan Pusat Statistik menunjukkan prevalensi merokok tembakau pada penduduk usia 15 tahun ke atas terus mengalami peningkatan setiap tahun. Sebagai upaya peningkatan pencegahan dan pengendalian masalah merokok pada remaja, Kementerian Kesehatan membuat rangkaian program Skrining Perilaku Merokok Pada Anak Usia Sekolah (SPMAS). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku merokok dan skrining kadar CO smoker pada anak usia sekolah di wilayah kerja UPTD Puskesmas Beji Tahun 2023. Metode penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan desain penelitian observasional deskriptif. Pada penelitian ini semua populasi pada data laporan program dijadikan subyek penelitian, yaitu sebesar 313 responden. Dari penelitian ini, sebanyak 65 responden (20,8%) menggunakan rokok dan sebanyak 31 responden (9,9%) memiliki kadar CO yang berbahaya. Untuk itu, perlu dilakukan upaya peningkatan kesadaran dengan memberikan edukasi kepada warga sekolah dan orang tua siswa terkait bahaya merokok sehingga dapat membuat warga sekolah dan orang tua siswa lebih paham dan mulai menghindari perilaku merokok baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan rumah.

Cigarette use in society is considered a normal habit. Global Youth Tobacco Survey found that the prevalence of smoking in children aged less than 20 years was recorded at 75% with details of 23.1% starting at the age of 10-14 years and 52.1% starting at the age of 15-19 years. The Central Bureau of Statistics shows the prevalence of tobacco smoking in the aged population 15 years and above continues to increase every year. To improve the prevention and control of smoking problems in adolescents, the Ministry of Health created a series of Smoking Behavior Screening for School-Age Children (SPMAS) programs. This study aims to determine the description of smoking behavior and screen for CO levels of smokers in school-age children in the Beji Community Health Center UPTD working area in 2023. The research method used was quantitative with a descriptive observational research design. In this study, all populations in the program report data were used as research subjects, namely 313 respondents. From this study, 65 respondents (20.8%) used cigarettes and 31 respondents (9.9%) had dangerous CO levels. For this reason, efforts need to be made to increase awareness by providing education to school residents and parents of students regarding the dangers of smoking so that school residents and parents of students can understand more and start avoiding smoking behavior both in the school environment and at home."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library