Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muniha Addin Munawwaroh
"Iklan `Project #ShowUs` Dove, diluncurkan dengan tujuan membuat perubahan terhadap representasi perempuan (termasuk kaum lesbian, queer, dan transgender) yang ada di media dan dunia periklanan, dengan cara menekankan konsep kecantikan yang lebih representatif. Penelitian ini memiliki rumusan masalah berupa bagaimana iklan `Project #ShowUs` Dove Belanda mendefinisi ulang kecantikan yang ada di Belanda, sedangkan tujuan penelitian adalah untuk mengungkap cara Dove melalui `Project #ShowUs` dalam mendefinisi ulang kecantikan yang ada di Belanda. Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan gender Judith Butler. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Iklan `Project #ShowUs` Dove Belanda menghadirkan konsep-konsep redefinisi yang berkaitan dengan bentuk dan ukuran tubuh, usia, ketidaksempurnaan fisik, tingkat wawasan dan pekerjaan atau profesi, serta orientasi seksual dan identitas gender. Redefinisi kecantikan yang dibentuk mengundang antusiasme masyarakat Belanda melalui kolom `Doe mee met Project #ShowUs` yang turut mendukung dan menambahkan gagasan dalam konsep redefinisi kecantikan.

`Project #ShowUs` Dove ad, launched with the aim of making changes to the representation of women (including lesbians, queer and transgender) in the media and advertising world, emphasizes the more representative concept of beauty. The formulation of the problem was how `Project #ShowUs` Dove Netherlands redefined beauty in Netherlands, and the aim was to uncover Dove`s way through 'Project #ShowUs' in redefining beauty in Netherlands. This research used qualitative methods and gender concept of Judith Butler. The results showed that `Project #ShowUs` Dove Netherlands Ad presented concepts of redefinition beauty relating to body shape and size, age, physical imperfection, level of insight and occupation or profession, and also sexual orientation and gender identity. The redefinition of beauty that was formed invited the enthusiasm of the Dutch people through the `Doe mee met Project #ShowUs` column, they supported and added ideas in the concept of beauty redefinition."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Nisrina Ayuningkarti
"Iklan merupakan wadah yang paling efektif untuk mempromosikan suatu produk. Seperti Dove dan Rexona yang membuat iklan untuk mempromosikan produk deodorannya di berbagai negara, khususnya Indonesia dan Belanda. Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan pesan dan kaitan budaya Indonesia dan Belanda yang terdapat pada iklan deodoran Dove dan Rexona menggunakan teori indeks, ikon, dan simbol Charles Sanders Peirce. Selain itu teori lainnya yang digunakan adalah teori iklan dari Torben Vestergaard dan Kim Schroder dan teori kebudayaan Clifford Greetz. Metode yang digunakan yaitu metode penelitian deskriptif. Iklan akan ditranskripsi dan kemudian dianalisis dengan teori, lalu dideskripsikan indeks, ikon, dan simbol di dalam iklan dan dikaitkan dengan budaya di kedua negara. Dari penelitian ini ditemukan bahwa indeks, ikon, dan simbol dalam iklan berfungsi untuk memberikan informasi dan membangun citra produk kepada calon konsumen. Hasil penelitian lainnya yaitu iklan di kedua negara memperhatikan budaya negara asal. Contohnya pada iklan Dove Belanda menampilkan data kepuasan konsumen karena penduduk negara maju lebih percaya dengan data. Sementara iklan Dove Indonesia menggunakan ilustrasi dan peragaan karena masyarakatnya senang dengan sesuatu yang instan dan nyata.

Commercial is the most effective media in promoting a product. Likewise, Dove and Rexona which designed the commercial in endorsing its deodorizer spread across countries, particularly Indonesia and Netherlands. This research, thereby, aims to elaborate the massages and Indonesia-Netherlands cultural relations which are conveyed on Dove and Rexona deodorizer commercial. The empirical theories as the fundamental of this research consists of the theory of semiotics from Charles Sanders Peirce, theory of commercial from Torben Vestergaard and Kim Schroder, also theory of culture which issued by Clifford Greetz. Further, the research`s methodology is descriptive method. Commercial will be transcripted and analysed based on the fundamental theories. Indexes, icons, and symbols, similarly, will be defined and linked to the cultures in both countries. Other researches indicated that the commercial of both countries considered its originated cultures as well. For instance, the Dove Netherlands ads figured the data of customer`s satisfaction since developed country`s society tend to have faith in data. On the other hand, Dove Indonesia ads prefer to use illustration and demonstration as its society is contented for something practical and authentic."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Jason Zefanya
"Penelitian ini bertujuan mengeksplorasi pengalaman perempuan berkaitan dengan beauty privilege. Studi dilakukan pada kalangan mahasiswi, khususnya pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Beauty privilege merujuk pada keuntungan sosial yang diperoleh individu berdasarkan standar kecantikan tertentu. Melalui wawancara mendalam dengan empat informan, penelitian ini mengungkap proses memenuhi standar kecantikan, tekanan yang dihadapi, serta keuntungan sosial, ekonomi, dan politik yang dirasakan individu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa upaya memenuhi standar kecantikan tidak hanya meningkatkan rasa percaya diri tetapi juga memberikan akses ke perlakuan sosial yang lebih baik, seperti peluang akademik dan profesional. Namun, fenomena ini juga memunculkan tekanan sosial yang signifikan yang dialami oleh individu, seperti tekanan untuk memenuhi standar kecantikan yang dikonstruksikan di masyarakat, terutama di lingkungan sekitar individu yang mengakibatkan adanya objektifikasi berdasarkan penampilan fisik yang dianggap cantik. Studi ini memberikan pemahaman mendalam tentang bagaimana beauty privilege menciptakan ketidaksetaraan sosial, sekaligus menyoroti pentingnya kesadaran sosial terhadap inklusivitas dan penghapusan bias berbasis penampilan fisik.

This study aims to explore women's experiences related to beauty privilege. The research was conducted among female students, specifically within the Faculty of Social and Political Sciences at the University of Indonesia. Beauty privilege refers to the social advantages gained by individuals based on certain beauty standards. Through in-depth interviews with four informants, this study reveals the process of meeting beauty standards, the pressures faced, as well as the social, economic, and political benefits experienced by individuals. The findings show that efforts to meet beauty standards not only enhance self-confidence but also provide access to better social treatment, such as academic and professional opportunities. However, this phenomenon also brings significant social pressures, such as the demand to conform to socially constructed beauty standards, particularly within one's immediate environment. This often results in objectification based on physical appearance deemed attractive.The study provides a deeper understanding of how beauty privilege creates social inequality while highlighting the importance of social awareness in promoting inclusivity and eliminating appearance-based biases."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Patzer, Gordon L.
"We all know one hard and undeniable truth: physical beauty comes with tremendous power, and tremendous benefits. Those who possess it are generally luckier in love, more likely to be popular, and more apt to get better grades in school. But very few of us realize just how much looks affect every aspect of our lives. Recent studies document that people blessed with good looks earn about 10 per cent more than their average-looking colleagues. They are also more likely to get hired and promoted at work."
New York: American Management Association, 2008
e20443501
eBooks  Universitas Indonesia Library