Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adela
Abstrak :
Jurnal ini membahas mengenai Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) sebelum objek jual beli yang bersangkutan itu belum dibangun atau belum didirikan dan pembeli akan membayar sejumlah uang awal kepada pengembang (developer) diikuti pembayaran angsuran seiring dengan berjalannya pembangunan sebagai tanda jadi untuk membeli sebuah unit property. Apabila pengembang dinyatakan pailit maka segala asetnya dimasukkan dalam boedel pailit. Ketentuan memasukkan dalam boedel pailit harus dilandasi dengan pembuktian yang jelas. Dengan dinyatakan pailitnya pengembang, unit yang digunakan sebagai objek jual beli di PPJB masuk dalam harta pailit, sehingga unit masih milik pengembang yang kemudian dimasukkan ke dalam aset pailit. Hasil dari penelitian ini ialah Perjanjian Pengikatan Jual Beli pada kasus tersebut menurut Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA No 4 Tahun 2016 Tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2016 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan) jika dilihat dari Putusan Mahkamah Agung Nomor 749 K/Pdt.Sus- Pailit/2019. Sehingga, apabila PPJB sudah memenuhi syarat-syarat tersebut, PPJB dianggap sah dan berkekuatan hukum mengikat bagi para pihak. Dalam halpertimbangan Hakim yang mengesampingkan aturan hukum lain seperti KUHPerdata, SEMA, dinilai kurang tepat karena banyak pedoman yang dpat digunakan dalam memutus perkara ini. ......This thesis discusses before the object of purchasing and selling is concerned, it has not been developed or established, and the buyer will pay a lump sum to developers (developer) ahead of time, followed by installment payments as development advances, as a sign to purchase a property unit. All of the developer's assets are listed in the bankruptcy register if he is declared bankrupt. The provisions that must be included in the bankruptcy filing must be supported by solid proof. The unit used as the object of sale and purchase in PPJB is included in the bankruptcy estate when the developer is declared bankrupt, therefore the unit still belongs to the developer and is included in the bankruptcy asset. When viewed from the Supreme Court's Decision Number 749 K /Pdt.Sus- Bankruptcy/2019, the result of this research is the Sale and Purchase Binding Agreement in the case according to the Supreme Court Circular (SEMA No. 4 of 2016 concerning the Enforcement of the Formula for the Results of the 2016 Supreme Court Plenary Meeting as a Guide to the Implementation of Duties for the Court). As a result, if the PPJB meets these criteria, it is declared genuine. As a result, if the PPJB meets these criteria, it is regarded valid and legally binding on the parties. It is regarded inappropriate for the judge's consideration to trump other legal regulations such as the Civil Code and SEMA because there are various guidelines that can be employed in deciding this case.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imron Rosadi
Abstrak :
Piutang merupakan harta kekayaan suatu perusahaan yang dapat dijadikan jaminan kredit kepada Bank. Dalam praktik pemberian kredit Perbankan piutang usaha dijadikan jaminan kredit dengan mekanisme penyerahan oleh debitur kepada Bank melalui Cessie. Setelah piutang diserahkan kepada Bank sebagai jaminan maka piutang tersebut beralih pemilikannya. Dalam hal terjadi kepailitan terhadap debitur mengakibatkan seluruh harta kekayaannya dalam keadaan sita umum dan dalam penguasaan Kurator. Berdasarkan ketentuan UUK PKPU bahwa apabila dalam waktu 2 (dua) bulan setelah debitur pailit dinyatakan dalam keadaan insolvensi kreditur pemegang jaminan Hak atas Kebendaan tidak dapat melakukan eksekusi atas objek jaminan maka setelahnya kurator wajib untuk menuntut objek jaminan atas hak kebendaan tersebut untuk diserahkan kepada Kurator. Putusan perkara gugatan lain-lain yang dengan register perkara dengan register nomor : 34/PDT.SUS.G.L.L/2020/PN.NIAGA.JKT.PST menyatakan bahwa piutang usaha yang telah diserahkan kepada Bank merupakan harta pailit. Permasalahan yang dibahas dalam tesis ini adalah mengenai kedudukan piutang debitur yang telah dijadikan jaminan kredit melalui cessie dalam hal terjadi kepailitan terhadap debitur. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian secara doktrinal dengan mengkaji penerapan undang-undang dalam studi kepustakaan mengacu pada data sekunder seperti peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen resmi, literature dan buku-buku yang relevan. Adapun hasil penelitian ini adalah bahwa piutang yang telah diserahkan sebagai jaminan kredit melalui cessie telah berpindah kepemilikannya kepada Bank dan oleh karenanya tidak dapat dimasukkan dalam harta pailit. Telah terjadi kesalahan penerapan hukum oleh Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menyatakan bahwa piutang yang telah diserahkan melalui cessie merupakan boedel Pailit. Putusan tersebut mengakibatkan Bank sebagai cessionaris tidak memilki kepastian hukum karena tujuan dibuatnya cessie piutang adalah agar Bank dapat mendapatkan nilai ekonomis atas piutang tersebut untuk memastikan kreditnya dapat dibayar. Dengan dimasukkannya piutang debitur yang telah dicessie sebagai boedel pailit maka Bank tidak dapat melakukan eksekusi secara langsung dan menerima pembayaran dari piutang tersebut karena harus melalui Kurator. ......Receivables are assets of a company that can be used as collateral for credit to the Bank. In the practice of granting banking credit, trade receivables are used as credit collateral with a mechanism for handing over by the debtor to the Bank via Cessie. After the receivables are handed over to the Bank as collateral, the ownership of the receivables changes. In the event of bankruptcy of the debtor, all of his assets will be subject to general confiscation and under the control of the Reciever. Based on the provisions of the Bancruptcy and Debt Posponing Law, if within 2 (two) months after the debtor is declared bankrupt, the creditor holding the collateral for property rights is unable to execute the collateral object, then after that the reciever is obliged to demand that the collateral object for the material rights be handed over to the Curator. The decision on the miscellaneous lawsuit case which is registered with case number: 34/PDT.SUS.G.L.L/2020/PN.NIAGA.JKT.PST states that the trade receivables which have been handed over to the Bank are bankruptcy assets. The problem discussed in this thesis is regarding the position of the debtor's receivables which have been used as credit collateral through a cessie in the event of the debtor's bankruptcy. The research method used is doctrinal research by examining the application of laws in literature studies referring to secondary data such as statutory regulations, official documents, relevant literature and books. The results of this research are that the receivables which have been submitted as credit collateral through a cessie have transferred ownership to the Bank and therefore cannot be included in the bankruptcy assets. There has been an error in the application of the law by the Commercial Court Judge at the Central Jakarta District Court who stated that the receivables which had been handed over via cessie constituted Bankruptcy issues. This decision resulted in the Bank as cessionary not having legal certainty because the purpose of creating a cession of receivables was so that the Bank could obtain economic value for the receivables to ensure that the credit could be paid. By including the debtor's receivables which have been accessed as bankruptcy documents, the Bank cannot carry out direct execution and receive payment from these receivables because they have to go through the reciever.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yasmin Sultana
Abstrak :
Peningkatan angka permohonan perkara kepailitan dan PKPU di Indonesia pada era pandemi Covid-19 membuat Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta pemerintah untuk melakukan moratorium Undang–Undang Nomor 37 tahun 2004 selama tiga tahun. Menurutnya, diperlukan suatu regulasi seperti moratorium yang dapat dijadikan solusi utama dalam mengatasi peningkatakan angka permohonan perkara kepailitan dan PKPU. Usulan yang diajukan oleh Apindo ini tidak sepenuhnya didukung oleh beberapa pihak. Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan untuk menawarkan solusi lain seperti pengaturan tindakan sementara pada kepailiatan yang telah berhasil dilakukan oleh Singapura dan Inggris. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan dengan tipe penelitian yuridis-normatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa moratorium Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 bukanlah solusi yang utama bagi debitur dan kreditor dalam menyelesaikan permasalahan kepailitan dan PKPU, justru hal ini akan berdampak pada ketidakpastian pembayaran utang para kreditor dan dapat menghilangkan jaminan bagi para investor yang ingin melakukan investasi di Indonesia. Tindakan sementara pada kepailitan dapat menjadi solusi yang lebih tepat untuk memberikan kemanfaatan yang seimbang bagi para pihak. ......Requests for bankruptcy and Debt Payment Obligation postponement cases in Indonesia during the Coronavirus pandemic era are mounting that causing the Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) to ask the government to do a moratorium on Law Number 37 of 2004 for three years. According to Apindo, a regulation such as a moratorium is needed to be the main solution in overcoming the increasing number of applications for bankruptcy cases and Debt Payment Obligation postponement. The proposal submitted by Apindo was not fully supported by several parties. Hence, this research was conducted to offer other solutions to this matter, such as temporary action arrangements for bankruptcy that have been successfully carried out by Singapore and United Kingdom. The research method used is library research with the type of juridical-normative research. The results of the research show that the moratorium on Law Number 37 of 2004 is not the main solution for debtors and creditors in resolving bankruptcy and Debt Payment Obligation postponement problems, in fact this will have an impact on uncertainty in paying creditors debts and can eliminate guarantees for investors who want to invest in Indonesia. Temporary action in bankruptcy could be a more appropriate solution to provide balanced benefits for the parties.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nisa I. Nidasari
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai pembayaran upah buruh dan pemenuhan hak-hak buruh yang timbul akibat PHK pada perusahaan yang dinyatakan pailit, dengan studi kasus kepailitan PT Uni Enlarge Industry Indonesia. Penelitian ini menguraikan mengenai buruh sebagai salah satu kreditor dari debitor pailit yang harus bersanding dengan kreditor-kreditor lainnya dalam mendapatkan pembayaran upah buruh dan hak-hak kompensasi PHK dari harta pailit. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan sebagai berikut; pertama, hak-hak apa saja yang didapatkan buruh apabila mengalami PHK karena perusahannya dinyatakan pailit. Kedua, dimana posisi tagihan upah buruh dan hak-hak buruh lainnya dalam urutan prioritas pembayaran utang. Dan terakhir, bagaimana pembayaran upah buruh dan pemenuhan hak-hak yang timbul akibat PHK pada kasus kepailitan PT Uni Enlarge Industry Indonesia. ...... This research discussed the payment of wages and compliance of labor rights that arise due to layoffs in the bankrupt company, with the bankruptcy case studies: PT Uni Enlarge Industry Indonesia. This study is important because even if the labor has been guaranteed by law to obtain payment of wages and compensation rights of layoffs from the bankruptcy estate, but there are some conditions where workers are threatened not get those rights. This study is descriptive-analytical aims to answer the problem as follows: first, The rights that would be obtained if workers were laid off because the company was declared bankrupt. Secondly, the position of labor bill and other labor rights that arise due to layoffs in the debt's payment priority. And thirdy, payment of labor's wages and fulfillment of labor rights arising from layoffs in the bankruptcy case of PT Uni Enlarge Industry Indonesia.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S464
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Gadis Aditya
Abstrak :
Lembaga kepailitan merupakan sita umum atas harta debitur pailit. Terdapat peraturan perundang-undangan di Indonesia yang mengatur masalah kepailitan, namun kenyataanya masih saja terdapat harta debitur pailit yang lolos dari bundle pailit. hibah adalah salah satu cara yang dilakukan agar terbebas dari penyitaan harta pailit. Gunawan Tjandra adalah pengusaha kaya sebagai penjamin perseorangan PT. Pratama Jaringan Nusantara (PJN) yang telah mendapatkan kredit dari Rabo Bank. Setelah PT.PJN wanprestasi, maka otomatis Gunawan Tjandra sebagai penjamin harus bertanggung jawab atas kewajiban PT.PJN. lalu Gunawan pun diputus pailit oleh pengadilan niaga Jakarta Pusat, dan telah menunjuk kurator sebagai pengurus dan pemberesan hartanya. Setelah dicari lebih lanjut, ternyata Gunawan tidak punya cukup harta untuk membayar utang karena harta yang ada tidak terbukti miliknya. Selain itu, Gunawan telah menghibahkan sebagian hartanya kepada istri dan anak-anaknya. Hal tersebut dilarang oleh KUHPerdata yang menyatakan bahwa, antara suami dan istri tidak diperbolehkan untuk melakukan penghibahan benda tetap yang berwujud. Hal tersebut dikarenakan pbahwa dalam perkawinan terdapat percampuran harta antara suami dan istri. Namun dalam undang-undang kepailitan yang diatur hanyalah larangan hibah dengan jangka waktu 1 tahun sebelum pailit tersebut diputus. Peraturan dalam Undang-undang kepailitan tersebut sangat merugikan pihak kreditur. ...... Bankruptcy institution is a general confiscation of assets of the bankrupt debtor. There are laws in Indonesia governing this bankruptcy matters; however, in practice there are some assets of the bankrupt debtor which may not be included in the bankruptcy bundle. Grant is one of the methods used to get relief from the confiscation of bankruptcy assets. Gunawan Tjandra is a wealthy businessman who acted as the individual guarantor of PT. Pratama Jaringan Nusantara ("PT. PJN") which has received loan from the Rabo Bank. Once PT. PJN conducted a default, automatically Gunawan Tjandra as the guarantor must bear the responsibility on the obligation of PT. PJN. Gunawan Tjandra was then declared bankrupt by the Commercial Court of Central Jakarta which afterwards appointed a caretaker and curator for his assets settlement. After a further investigation, it was revealed that Gunawan Tjandra did not have sufficient assets to settle the debts because some of the assets were proven not his belonging. In addition, Gunawan Tjandra has donated some of his assets to his wife and children. This action is prohibited under the Indonesian Civil Code ("KUHPerdata") which stated that it is not allowed to provide grant of tangible immovable assets between husband and wife. This prohibition is stipulated because in a marriage there is a fusion of assets between husband and wife. However, under the bankruptcy laws the prohibition is only to the provide grants for a period of one year prior to the decision of bankruptcy. This kind of provisions under the bankruptcy laws is very detrimental to the creditors.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S526
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Juliana Widyasari
Abstrak :
ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai hak-hak pekerja/buruh akibat pemutusan hubungan kerja dan perlindungan terhadap hak pekerja/buruh dalam putusan pailit. Penulisan ini bersifat deskriptif analitis, karena menggambarkan hak-hak pekerja/buruh akibat perusahaan paillit dan menganalisis hak-hak pekerja/buruh dikaitkan dengan ketentuan yang ada dalam Undang-Undang. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode analsis kualitatif yaitu menganalisis aturan yang jelas berdasarkan keterangan ahli dan perlindungan terhadap hak pekerja/buruh akibat putusan pailit. Penelitian ini menganalisis putusan yaitu tanggapan kurator dan pertimbangan hakim dikaitkan dengan Undang-Undang No. 13 Tahun tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan penjelasan mengenai ketentuan hak pekerja/buruh akibat Pemutusan Hubungan Kerja dan mengetahui perlindungan hukum bagi pekerja/buruh dalam putusan no. 31/Pdt.Sus/Pailit/2014. Perlindungan terhadap hak pekerja/buruh akibat pemutusan hubungan kerja yang ketentuannya terdapat dalam Pasal 95 ayat (4) Undang-Undang Ketenagakerjaan sudah cukup melindungi hak pekerja/buruh. Akan tetapi, perlindungan terhadap pekerja/buruh dalam putusan no. 31/Pdt.Sus/Pailit/2014 belum sepenuhnya melindungi hak pekerja/buruh karena hak-hak upah para pekerja/buruh tidak terpenuhi.
ABSTRACT
This thesis about the protection of labour rights the concequence termination of employment and the protection of labour rights on cases of bankcrupt. This research is analytis description, because describe about labour rights based on laws. This research uses qualitative methods is analyzed based on rules, testimony of experts and the protection of labour rights. This research analyzing case bankcrupt and response from curator and panel of judges based on Act No. 13 of 2003 on Manpower Indonesia and Act No. 37 of 2004 on Bankruptcy and Suspension of Obligation for Payment of Debts with the Blessings of God Almighthy. The Purpose of this research is to give explanation about the termination of employment and labour rights in cases bankrupt No. 31/Pdt.Sus/Pailit/2014/PN.Niaga.Jkt.Pst. Labour right in article 95 paragraph 4 on Act No. 13 of 2003 is enaugh to protect. But, the protecting labour right in cases bankrupt No. 31/Pdt.Sus/Pailit/2014/PN.Niaga.Jkt.Pst is not fulfilled.
2016
S64479
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library