Ditemukan 23 dokumen yang sesuai dengan query
Singapore: Periplus, 1998
R 915.986 BAL
Buku Referensi Universitas Indonesia Library
Denpasar: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1986
720.959 86 PEL
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Mutiara Mayang Oktavia
"
ABSTRAKPenelitian ini membahas mengenai masalah tunggakan pajak hotel yang cukup tinggi di Kabupaten Badung. Pajak Hotel merupakan sumber PAD terbesar di Kabupaten Badung. Oleh karena itu, penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan tingginya jumlah tunggakan Pajak Hotel di Kabupaten Badung. Selanjutnya, dalam penelitian ini juga membahas mengenai strategi yang dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Badung untuk mengurangi tunggakan Pajak Hotel di Kabupaten Badung. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan metode pengumpulan data secara studi kepustakaan dan wawancara mendalam. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan tingginya tunggakan pajak hotel di Kabupaten Badung dipengaruhi oleh faktor kepatuhan wajib pajak dan faktor administrasi pajak. Di samping itu strategi yang dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Badung dalam upaya mengurangi tunggakan pajak hotel tersebut meliputi strategi secara preventif dan represif. Strategi secara preventif yaitu sosialisasi, pembinaan dan pengawasan, serta penggunaan tapping box. Sedangkan strategi secara represif yaitu upaya penegakan hukum dan pelaksanaan penagihan sesuai dengan aturan.
ABSTRACTThis study discusses the problem of hotel tax receivable were high in the Badung regency. Hotel tax is the biggest revenue source in Badung. Therefore, this study analyzes the factors that lead to a high number of hotel tax receivable in Badung. Furthermore, this study also discusses the strategy undertaken by the ?Dispenda? Badung to reduce hotel tax receivable in Badung. The approach used in this study is a qualitative approach to data collection methods in the study of literature and in-depth interviews. The results of this study stated that the factors that led to high hotel tax receivable in Badung influenced by factors taxpayer compliance and tax administration. In addition, the strategy undertaken by the ?Dispenda? Badung in an effort to reduce hotel tax receivable include preventive and repressive strategies . A preventive strategies that is socialization , guidance and supervision , and the use of tapping box . While repressive strategies that is attempts to law enforcement and the billing in accordance with the rules."
2016
S63911
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
I Gusti Ayu Agung Sumarheni
"Upacar ngaben alit (mebretanem) ini memiliki suatu keunikan khusus diantara upacara-upacara keagamaan yang lain yang ada di Desa Busungbiu yang telah mereka lakukan secara turun-temurun. Keunikan upacara ngaben alit adalah upacaranya dilakukan hanya dikubur saja dan kuburannya itu rata dengan tanah. Setelah itu menggunakan upacara pada umumnya orang meninggal dan orang yang sudah meninggal itu dianggap sudah bersih atau ngabe, dimana secara umum dalam melaksanakan upacara ngaben tanpa dibakar dianggap belum ngaben yang sah. Jika hal tersebut tidak dipatuhi maka desa setempat akan memperoleh bencana. Untuk memperoleh data, digunakan teknik pengumpulan data primer yaitu data langsung dari sumber utama. Dalam hal ini peneliti menggali sumber dengan melakukan penelitian secara langsung terhadap masyarakat di Banjar Timbul Gegel Desa Busungbiu Kecamatan Busungbiu Kabupaten Buleleng. Sumber data sekunder yaitu data yang dikumpulkan, diolah dan disajikan oleh pihak lain mencakup buku-buku, maupun hasil penelitian yang berbentuk laporan data. Kajian pustaka literatur perlu juga dilakukan untuk menguasai teori-teori yang relevan dengan masalah penelitian. Upacara ngaben alit mempunyai tujuan khusus untuk mengetahui prosesi pelaksanaan dan untuk mengetahui landasan filosofis yang terkandung dalam pelaksanaan upacara ngaben alit. Karena upakara dan upacara yang mempunyai hubungan erat dengan pendidikan moral atau susila maupun filsafat, ini merupakan hal yang sangat perlu ditingkatkan. Dan dengan terpeliharanya ajaran-ajaran agama serta ajaran-ajaran budi pekerti, etika yang berdasarkan kitab suci maka budaya Bali akan dapat hidup terus."
Denpasar: Balai Pelestarian Nilai Budaya Bali, 2017
902 JPSNT 24:1 (2017)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Hinzler, H.I.R.
The Hague: Martinus Nijhoff, 1981
899.22 HIN b
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI , 1984
959.86 IND s
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Agus Aris Munandar
"Puri-puri di Bali yang masih berdiri hingga sekarang tinggal beberapa saja. Puri-puri itu ada yang masih terawat dengan baik dan ada juga yang sebagiannya telah rusak dan tidak diperbaiki lagi. Puri secara umum dapat disebut sebagai tempat kedianan kaum ksatrya atau golongan yang memegang pemerintahan, atau juga rumah bangsawan yang dihormati di suatu daerah (Gelebet 1986: 36,Bangunan-bangunan puri di Bali umumnya berasal dari periode ketika Bali diperintah oleh banyak kerajaan kecil pada sekitar abad 17--19 M. Di antara para raja di kerajaan-kerajaan tersebut, penguasa Dewa Agung Klungkunglah --yang karena berbagai sebabl--dianggap sebagai pemimpin para raja Bali (Covarrubias 1972: 28, Geertz 1980: 14--15, Swellengrebel 1984: 22, Gde Agung 1989: 634). Kerajaan-kerajaan di Bali tidak selalu hidup berdampingan dengan keadaan damai, tetapi juga seringkali timbul peperangan antara sesamanya sebagaimana yang terungkap dalam uraian sumber_sumber sejarah lokal. Akibatnya banyak kerajaan yang silih berganti tumbuh berkembang dan akhirnya runtuh akibat kalah dalam peperangan, demikian pula yang terjadi pada puri-puri sebagai tempat tinggal raja dan keluarga raja banyak pula yang dirusak oleh tentara pihak yang menang."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1999
D1570
UI - Disertasi Membership Universitas Indonesia Library
Agus Aris Munandar
"Puri-puri di Bali yang masih berdiri hingga sekarang tinggal beberapa saja. Puri-puri itu ada yang masih terawat dengan baik dan ada juga yang sebagiannya telah rusak dan tidak diperbaiki lagi. Puri secara umum dapat disebut sebagai tempat kedianan kaum ksatrya atau golongan yang memegang pemerintahan, atau juga rumah bangsawan yang dihormati di suatu daerah (Gelebet 1986: 36,Bangunan-bangunan puri di Bali umumnya berasal dari periode ketika Bali diperintah oleh banyak kerajaan kecil pada sekitar abad 17--19 M. Di antara para raja di kerajaan-kerajaan tersebut, penguasa Dewa Agung Klungkunglah --yang karena berbagai sebabl--dianggap sebagai pemimpin para raja Bali (Covarrubias 1972: 28, Geertz 1980: 14--15, Swellengrebel 1984: 22, Gde Agung 1989: 634). Kerajaan-kerajaan di Bali tidak selalu hidup berdampingan dengan keadaan damai, tetapi juga seringkali timbul peperangan antara sesamanya sebagaimana yang terungkap dalam uraian sumber_sumber sejarah lokal. Akibatnya banyak kerajaan yang silih berganti tumbuh berkembang dan akhirnya runtuh akibat kalah dalam peperangan, demikian pula yang terjadi pada puri-puri sebagai tempat tinggal raja dan keluarga raja banyak pula yang dirusak oleh tentara pihak yang menang."
Depok: Universitas Indonesia, 1999
D498
UI - Disertasi Membership Universitas Indonesia Library
Anak Agung Bagus Wirawan
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1998
338.959 86 BAG s
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Hinzler, H.I.R.
The Hague: Martinus Nijhoff, 1981
791.5 HIN b
Buku Teks Universitas Indonesia Library